KARYA TULIS ILMIAHrepository.poltekeskupang.ac.id/1926/1/NASYAHDA A. FATU LOASA… · dalam...
Transcript of KARYA TULIS ILMIAHrepository.poltekeskupang.ac.id/1926/1/NASYAHDA A. FATU LOASA… · dalam...
1
KARYA TULIS ILMIAH
“ASUHAN KEPERAWATAN NY H.G DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG ISOLASI
RUMAH SAKIT JIWA NAIMATA KUPANG”
NASYAHDA AKHARINTO FATU LOASANA
NIM: PO.530320116320
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2019
2
KARYA TULIS ILMIAH
“ASUHAN KEPERAWATAN NY H.G DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG ISOLASI
RUMAH SAKIT JIWA NAIMATA KUPANG”
Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Pada Program
Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
NASYAHDA AKHARINTO FATU LOASANA
NIM: PO.530320116320
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2019
3
4
5
6
BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Nasyahda Akharinto Fatu Loasana
Tempat tanggal lahir : Hueteta, 30 Agustus 1998
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Noelbaki
Riwayat Pendidikan :
1. Tamat SD GMIT Tobu Tahun 2010
2. Tamat SMP Negeri Tobu Tahun 2013
3. Tamat SMA Negeri 1 Kupang Tengah
Tahun 2016
4. Sejak tahun 2016 kuliah di Jurusan
Keperawatan Program Studi DIII Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Kupang
MOTTO
“Jangan sesali masa lalu, jangan kuatirkan masa depan, hidup dan nikmatilah saat
sekarang. Karena hidup adalah proses.”
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat meyelesaikan penyusunan Laporan Studi
Kasus ini tepat pada waktu-Nya. Laporan Studi Kasus dengan judul “Studi Kasus
Asuhan Keperawatan perilaku keresan pada pasien Ny. H.G di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Naimata Kupang” di susun untuk memenuhi syarat
akademik dalam rangka menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan.
Sangat disadari bahwa dalam penulisan laporan studi kasus ini dapat
begitu banyak tangan yang membantu untuk mengoreksi, memberikan bahan
dalam informasi yang dibutuhkan serta banyak pikiran yang disumbang. Untuk itu
pada kesempat ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada : Ibu Trivonia Sri Nurwela, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing yang
dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dengan
mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan studi kasus ini, Ibu Dr.
Sabina Gero, SKp.,MSc selaku penguji I, Bapak Thomas Laga Boro,
S.Kep.,Ns.,M.Kes sealaku penguji klinik.
Melalui kesempatan ini juga peniliti tidak lupa untuk menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu R.H. Kristin, SKM.,M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Kupang yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian studi kasus
2. Bapak Dr. Florentianus Tat, SKp.,M.Kes dan staf kepegawaian
yang telah memberikan saya kesempatan untuk menimba ilmu di
kampus Poltekkes Kemenkes Kupang
3. Ibu Margaretha Teli,S.Kep.,Ns.,MSc-PH selaku ketua Program
Studi D-III keperawatan
4. Bapak Blasius Gadur, S.Kep.,Ns.,MSi selaku pembimbing
akademik saya yang selama tiga tahun terus memotivasi dan
memberikan bimbingan kepada saya.
8
5. Kedua orang tua penulis bapak Azrial Fatu Loasana dan mama
Kasperina Nomeni dan kedua adik kandung saya yang sangat
sayangi yang telah melahirkan, membesarkan, mendoakan,
memotivasi, memperjuangkan cita-cita dan masa depan penulis dan
yang selalu sabar menanti akan keberhasilan penulis dan selalu
mendukung penulis dalam kuliah dan menyelesaikan studi kasus
ini.
6. Bapak Yunus Tipnoni (Alm), Ibu Fransiska Nomeni, kaka Linto
kaka Nevi, kaka Sepri, adik Uto, dan seluruh anggota keluarga
yang selalu mendukung, memberikan doa dan motivasi untuk
menyelesaikan kuliah dan studi kasus ini
7. Sahabat-sahabat terdekat khususnya Maria F. A. Dos Santos,
Yheni Wadu Ere, Anita Tiauw, Fransiska Ati, Elisabet W.F
Lamury, Vhendi L. Siki, Musa A. Mangngi Wedjo, Ramon A.
Tobe, Leo A. D. S. M. Crismonio, Arnoldus N. Tiko, Rivaldi
Matasina, Yohanes L. Funan, Joao Doke, Jhun Obes, Yunda R.
Tamelab, dan kerabat yang telah mendukung saya dalam yang
telah membantu dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan
studi kasus ini.
8. Teman-teman angkatan 25 tingkat III regular A dan B yang selalu
memberikan saran, dukungan, semangat buat penulis dalam
menyelesaikan studi kasus ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan agar dapat digunakan penulis dalam menyelesaikan studi kasus ini.
Kupang, 11 Juni 2019
Penulis
9
ABSTRAK
Asuhan Keperawatan NY H.G Dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang Isolasi
Rumah Sakit Jiwa Naimata Kupang. Oleh Nasyahda A. Fatu Loasana.
PO.530320116320. Pembimbing Trivonia Sri Nurwela, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Penguji
Ibu Dr. Sabina Gero, skp.,msc.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuaan dari pembuatan Asuhan Keperawatan ini yaitu Peserta Ujian Akhir
Program mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan Ny. H.G dengan gangguan
perilaku kekerasan melalui pendekatan proses keperawatan.
Terdapat 3 masalah pada kasus tersebut diantaranya sebagai berikut :
Perilaku kekerasan, Ganguan persepsi sensori : halusinasi, Resiko mencederai (diri
sendiri, orang lain, lingkungan).
Kata Kunci : PERILAKU KEKERASAN. ASUHAN KEPERAWATAN
10
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Persetujuan ................................................................................. i
Lembar Pengesahan ................................................................................ ii
Pernyataan Keaslian ................................................................................ iii
Biodata Penulis........................................................................................ iv
Kata Pengantar ........................................................................................ v
Abstrak ................................................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................................. vii
Daftar Gambar………………………………………………………….. viii
Daftar Tabel…………………………………………………………….. ix
Daftar Lampiran………………………………………………………… x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3 Tujuan Studi Kasus .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Studi Kasus ........................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori .................................................................................... 6
2.2 Konsep Asuhan keperawatan ........................................................... 15
BAB 3 HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Studi Kasus ............................................................................. 31
3.2 Pembahasan ...................................................................................... 37
3.3 Keterbatasan Penulis ........................................................................ 41
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 42
4.2 Saran ............................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
Gambar 2.1 Rentang respon perilaku kekerasan ……………………… 12
Gambar 2.2 Pohon masalah perilaku kekerasan ……………………... 18
Gambar 3.1 Pohon masalah asuhan keperawatan pada kasus nyata ….. 34
12
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
Table 2.1 Perilaku Aserif, Pasif dan Asertif perilaku kekerasan…… 14
Tabel2.2 Intervensi perilaku kekerasan……………………………... 19
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Asuhan Keperawatan Kasus
Lampiran 2. Lembar Konsul
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
defenisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
Menurut World Health Organization (WHO) Global Campaign for
Violence Prevention tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta
penduduk dunia kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab
utama kematian pada mereka yang berusia antara 15 hingga 44 tahun.
Sementara itu, jutaan anak-anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh
orangtua mereka atau yang seharusnya mengasuh mereka. Terjadi 57.000
kematian karena tindak kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun
pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih
banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian. Terdapat 4-
6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisit kapasitas mental tau
retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan, depresi, dan
sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%. Riset
Kesehatan Dasar ( Riskesdas 2013) prevalensi gangguan jiwa berat pada
penduduk Indonesia 1,7 per mil, dan gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia 6 persen.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi
adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan
Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan Undang Undang No 18 tahun 2014
tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan social
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
15
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
pada komunitasnya.
Studi Pendahuluan tanggal 25 Mei 2019 Berdasarkan hasil
pencatatan Rekam Medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Kota kupang di Naimata
pada bulan November 2018 sampai April 2019, ditemukan masalah
keperawatan pada klien rawat inap: 158, rawat jalan: 185 dan ruang intensif:
97 secara umum. Hasil dari Riset.
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk
merupakan respon kemarahan yang paling maladaftif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
(Keliat, 2010). Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai factor antara
model teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam
membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua
yaitu model situasionisme amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan
dan lingkungan rumah sakit yang terbatas membuat klien merasa tidak
berharga dan tidak diperlukan secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu
model interaski, model ini menguraikan bagaimana proses interaksi yang
terjadi antara klien dan perawat dapat memicu menyebabkan terjadinya
tingkah laku amuk. Amuk merupakan respon marah terhadap adanya stress,
cemas, harga diri rendah rasa bersalah, putus asa dan ketidak berdayaan.
Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal, secara
internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan
eksternal dapat berupa perilaku destruktif Salah satu strategi yang
digunakan di rumah sakit adalah restrain. Restrain adalah tindakan langsung
dengan mengunakan kekuatan fisik pada individu yang bertujuan untuk
membatasi kebebasan dalam bergerak. Kekuatan fisik ini dapat mengunakan
tenaga manusia terjadi ketika perawat mengendalikan klien. Kemudian
restrain dengan alat mekanis mengunakan peralatan yang biasanya dipasang
pada pergelangan tangan dan kaki untuk mengurangi agresif fisik klien
seperti memukul dan menendang. Terdapat dua tindakan yang sering
16
dilakukan kepada pasien perilaku kekerasan, yaitu restrain dan isolasi
(Videbeck & Sheila, 2008).
Perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
diberikan meliputi pelayanan kesehatan secara holistic dan komunikasi
terapeutik yang bertujuan untuk mencegah resiko menciderai diri sendir,
orang lain dan lingkungan sekitar dan munculnya gangguan jiwa yang
lainya serta meningkatkan kesejahteraan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan latar belakang di atas peniliti merasa tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Ny. H.G Gangguan
Perilaku Kekerasan di ruang Isolasi Rumah Sakit Jiwa Naimata Kupang.?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan umum
Peserta Ujian Akhir Program mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan Ny. H.G dengan gangguan perilaku kekerasan melalui
pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan khusus, Peserta Ujian Akhir Program mampu
1) Melakukan pengkajian pada pasien Ny. H.G dengan ganguan perilaku
kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
2) Menetapkan diagnosa keperawanan pada pasien Ny. H.G dengan
gangguan perilaku kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
3) Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien Ny. H.G dengan
gangguan perilaku kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
4) Melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny. H.G dengan gangguan
perilaku kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Ny. H.G dengan gangguan
perilaku kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
17
6) Menganalisa asuhan keperawatan pada pasien Ny. .G dengan gangguan
perilaku kekerasan di Ruang Isolasi RSJ Naimata
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan masalah pada
Pasien dengan gangguan perilaku kekerasan
1.4.2. Manfaat praktisi
1. Bagi Klien keluarga
Mendapat pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah
dipelajari dalam penanganan kasus jiwa yang dialami dengan kasus nyata
dalam pelaksanaan keperawatan. seperti cara untuk mengatasi perilaku
kekerasan
2. Bagi Institusi pendidikan
Hasil dari studi kasus ini dapat di gunakan sebagai bahan acuan bagi
pengembangan keilmuan khususnya di program studi ilmu keperawatan
politeknik kemenkes kupang dalam bidang keperawatan jiwa.
3. Bagi perawat
Hasil studi kasus ini dapat di jadikan dasar informasi dan
pertimbangan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
meningkatkan pelayanan perawatan pada klien gangguan perilaku
kekerasan.
4. Bagi institut Rumah Sakit Jiwa Naimata
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien perilaku kekerasan dan sebagai bahan masukan dan evaluasi
diperlukan dalam pelaksanaan praktek keperawatan yang tepat khusunya
untuk mengatasi pasien dengan perilaku kekerasan.
18
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku Kekerasan
2.1.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
defensi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
2.1.2 Pernyebab (Etiologi )
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.99)
A. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori biologis
a) Neurologicfactor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti inap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
mefasilitasi atau menghabat rangsangan dan pesan-pesan yang
akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons
agresif.
b) Genetis factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. dalam gen manusia terdapat
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik
tipekaryotypexxy, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku
19
tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat
perilaku agresif.
c) CycardianRhytm
(Irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berahkirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13.
Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap
agresif.
d) Biochemistryfactor
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitterdi otak
(epineprin, norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin)
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitterke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan neuropineprin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan serebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
e) Bram area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan globus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori psikologis
1. Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dioengaruhi oleh riwayat
tubuh kembang seseorang (Life spanhistory). Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara 0-2 tahun di mana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air
susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
20
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah,
perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya
harga diri pelaku tindak kekerasan.
2. Imitation, modeling, And informationprocessingtheory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contohnya,
model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan rewardpositif pula (makin keras
pukulannya akan diberi cokelat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif
pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah
anak-anak keluar dan diberi Boneka ternyata masin-masing anak
berperilaku sesuai demam tontonan yang pernah dialaminya.
3. Learningtheory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons
ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa agresivitas
lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksisi dan patut untuk diperhitungkan.
a. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkaliaan massal dan sebagainya.
21
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi
3. Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga
serta membiasahkan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
4. Adanya riwayat perilaku anti Social meliputi
penyalagunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinnya pada saat menghadapi rasa frustrasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.
b. Penilaian terhadap stressor
Penilaian stresor melibatkan makna dan pemahaman
dampak dari situasi Trees bagi individu. Itu mencakup
kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial.
Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah
peristiwa dalam kaitannya dengan kesejateraan seseorang.
Stresormengansumsikan makna, intensitas, dan pentingnya
sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna
yang diberikan kepada orang yang berisiko.
Respons perilaku adalah hasil dari respons emosional
dan fisiologis, serta analisis kognitif seseorang tentang situasi
stres. menggambarkan empat fase dari respons perilaku
individu untuk menghadapi stres, yaitu :
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau
memungkinkan individu untuk melarikan diri dari itu
2. Perilaku memungkinkan individu untuk mengubah
keadaan eksternal dan setelah mereka
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk
mempertahakan rangsangan emosional yang tidak
menyenangkan
22
4. Perilaku intrapisikis yang membantu untuk bersama
dengan masalah dan gejala Sisa dengan penyesuaian
internal.
c. Sumber koping
Menurut Stuart dan Laraia(2001) dalam Damaiyanti&
Iskandar (2012.102) Sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial,
dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber
kopinglainya termasuk kesehatan dan energi, dan dukungan
spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah
dan sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejateraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang
mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan
masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif, dan
melaksanakan rencana tindakan. Keterampilan sosial mefasilitasi
penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan dari
orang lain, dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih
besar. Ahkirnya, aset materi berupa barang dan jasa yang bisa
dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan
seseorang mengatasi di hampir semua situasi stres. Pengetahuan
dan kecerdasaan yang lain dalam menghadapi sumber daya yang
memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam
menghadapi stres. Ahkirnya, sumber koping juga termasuk
kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas
budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan konstitusional.
23
2.1.3 Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.97)
perawat dapat mengidentifikasi dan menobserfasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan :
1. Fisik :
a. Muka marah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir-mandir
2. Verbal :
a. bicara kasar
b. suara tinggi, membentak atau berteriak
c. mengancam secara verbal atau fisik
d. mengumpat dengan kata-kata kotor
e. suara keras
f. ketus
3. Perilaku
a. melempar atau memukul benda/orang lain
b. menyerang orang lain
c. melukai diri sendiri/orang lain
d. merusak lingkungan
e. amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntun
24
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
2.1.4 Rentang Respon
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
Respons Adaptif Respon Maladaptif
Asertif Frustras
i
Pasif Agresif Kek
erasan
Klien
mampu
mengungkapkan
marah tanpa
menyalahkan
orang lain dan
memberikan
kelegaan
Klien
gagal mencapai
tujuan
kepuasan/saat
marah dan tidak
dapat
menemukan
alternatif
Klien
merasa tidak
dapat
mengungkapkan
perasaannya,
tidak berdaya
dan menyerah
Klien
mengekspresika
n secara fisik,
tapi masih
terkontrol,
mendorong
orang lain
dengan ancaman
Pera
saan marah
dan
bermusuhan
yang kuat
dan hilang
kontrol,
disertai
amuk,
merusak
lingkungan
Gambar 2.1, Rentang Respon Perilaku Kekerasan.
25
1. Rentang respons marah
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya
ingin menyapaikan pesan bahwa ia “yidak setuju, tersinggung, merasa
tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang
respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (arsetif)
sampai pada sangat tidak normal (maladaptif).
a. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut, respons adaptif:
Pikiran logisadalah pandangan yang mengarah pada kenyatan
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
b. Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma
sosial budaya dan lingkungan, adapun respons tidak normal
(maladaptif) meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain yang
bertentangan dengan kenyataan sosial.
26
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemerahan yang dimanifestasikan dalam bentuk
fisik.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
d. Perilaku tidak terorginisir merupakan suatu yang tidak teratur.
2.1.5 Perilaku Asertif, Pasif dan Agresif
Table 2.1, Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif
Aspek Pasif Asertif Agresif
Isi
pembicaraan
Negatif,
merendahkan diri,
misalnya;”bisahkah
saya melakukan hal
itu? Bisahkah anda
melakukannya?
Positif,
menawarkan diri,
misalnya:
“saya mampu,
saya bisa, anda
boleh, anda dapat”
Menyombongkan
diri, merendahkan
orang lain,
misalnya:
“kamu pasti tidak
bisa, kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu
tidak akan bisa”
Tekanan
suara
Lambat, mengeluh Sedang Keras ngotot
Posisi badan Menunduhkan kepala Tegap dan santai Kaku, condong ke
depan
Jarak Menjaga jarak
dengan sikap
mengabaikan
Mempertahankan
jarak yang nyaman
Siap dengan jarak
akan menyerang
orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat
tenang
Sikap tenang Mengancam,
posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali
tidak
Mempertahankan
kontak mata sesuai
dengan hubungan
Mata melotot dan
dipertahankan
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.249)
2.1.6 Mekanisme Koping Klien
Menurut Stuartdan Laraia(2001) dalam Damaiyanti& Iskandar
(2012.103) Mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
27
penyaluarannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahanya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbaikmenunduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu mencubunnya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimahnya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan
hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci
itu ditekannya dan ahkirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misialnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut demam kasar.
5. Displacement, yaitu melepaskan perasan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia
4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.
28
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan
2.2.1 Pengkajian
Menurut Yosep(2009) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.104)
Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan
Pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditunjukan pada
semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.
a. Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan System saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustrasi, dendam, ingin memukul orang lain,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntun.
c. Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu, didapatkan melalui
proses intelektual, peran pancar indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah Adam proses intelektual
sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintergrasikan.
d. Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klen sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
29
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkngan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasatidak berdosa.
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut :
a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini di
dapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien
dan keluarga. Data yang langsnung didapat oleh perawat disebut
sebagai data sekunder.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah kronik
3. Resiko mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan, )
4. Perubahan Presepsi sensori: halusinasi
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif
30
Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen(1997) dalam Yosep (2010.250)
Gambar 2.2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan
Risiko tinggi mencederai
orang lain
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri kronis
Berduka disfungsional
Inefektif proses
terapi
Koping keluarga tidak
efektif
Isolasi
sosial
Perubahan prespsi
sensori halusinasi Core problem
Effect
Etiologi
31
2.2.4 Perencanaan Keperawatan
Table 2.2, Intervensi keperawatan pada perilaku kekerasan
Tanggal Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria
Hasil
Perilaku kekerasan 1. Klien dapat
membina hubungan
saling percaya
1. Klien
mau membalas
salam
2. Klien
mau menjabat
tangan
3. Klien
mau menyebutkan
nama
4. Klien
mau tersenyum
5. Klien
mau kontak mata
6. Klien
1. Beri
salam/panggil
nama klien
2. Sebut nama
perawat sambil
jabat tangan
3. Jelaskan maksud
hubungan
interaksi
4. Jelaskan tentang
kontrak yang akan
dibuat
5. Beri rasa aman
dan sikap
6. Lakukan kontrak
singkat tapi sering
Hubungan saling
percaya merupakan
landasan utama
dalam rencana
intervensi
keperawatan
selanjutnya.
32
mengetahui nama
perawat
7.
Menyediakan
waktu untuk kontak
2. Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan.
1. Klien
dapat
mengungkapkan
perasaanya
2. Klien
dapat
menggungkapkan
penyebab perasaan
jengkel/kesal (dari
diri sendiri, dari
lingkungan/orang
lain).
1. Beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya
2. Bantu klien
untuk
mengungkapkan
penyebab
jengkel/kesal
3. Dengarkan
penjelasan klien
tanpa menyela
atau member
penilaian pada
setiap ungkapan
perasaan klien.
Menentukan
mekanisme
koping yang
dimiliki oleh
klien dalam
menghadapi
masalah selain
itu sebagai
landasan awal
dalam
menyusun
intervensi
berikutnya.
3. Klien dapat
mengidentifikasi atau
1. Anjurkan
klien
1. Anjurkan klien
mengungkapkan
apa yang
Untuk
mengetahui hal
yang dialami
33
mengungkapkan
perasaan saat
mara/jengkel tanda
perilaku kekerasan dan
menyimpulkannya.
mengungkapkan
apa yang dialami
saat marah/jengkel.
2.
Observasi tanda
perilaku kekerasan
pada klien
3.
Simpulkan bersama
klien tanda-tanda
jengkel/kesal yang
dialami klien.
Dialami saat
marah/jengkel
2. Observasi tanda
perilaku
kekerasan pada
klien
3. Simpulkan
bersama klien
tanda-tanda
jengkel/kesal
yang dialami
klien
dan dirasa saat
jengkel
Untuk
mengetahui
tanda-tanda
klien
jengkel/kesal
Deteksi dini
dapat
mencegah
tindakan yang
bisa
membahayakan
klien dan
lingkungan
sekitar
Menarik
kesimpulan
bersama klien
supaya klien
mengetahui
secara garis
besar tanda-
tanda
marah/kesal
4. Klien dapat
mengidentifikasi
1. Klien
dapat
1. Anjurkan klien
untuk
mengungkapkan
Mengekplorasi
perasaan klien
terhadap
34
perilaku kekerasan
yang pernah di
lakukan.
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang pernah di
lakukan
2. Klien
dapat mengetahui
cara yang biasa
dilakukan
3. Klien
dapat mengetahui
cara yang biasa
dapat
menyesuaikan
masalah atau tidak.
perilaku kekerasan
yang pernah
dilakukan klien
2. Ajak klien untuk
menceritakanperasa
an setelah tindakan
kekerasan terjadi
3. Bicarakan dengan
klien apakah cara
yang klien lakukan
masalahnya selesai
perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
Untuk
mengetahui
perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
dan dengan
bantuan perawat
bisa
membedakan
perilaku
konstruksi an
destruktif
Dapat
membantu klien
dapat
menemukan
cara yang dapat
menyelesaikan
masalah.
5. Klien dapat
mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan
1. Klien
dapat menjelaskan
akibat dari cara
kekerasan yang
1. Bicarakan
akibat/kerugiaan
dari cara yang
dilakukkan klien
terhadap diri sendir
orang lain dan
Membantu klien
untuk menilai
perilaku
kekerasan yang
dilakukkannya
Dengan
35
digunakannya baik
diri sendiri, orang
lain, dan
lingkungan sekitar.
lingkungan sekitar.
2. Bersama klien
menyimpulkan
akibat yang
digunakan oleh
klien
mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan klien
dapat merubah
perilaku
destruktif yang
dilakukannya
menjadi perilaku
yang konduktif.
6. Klien dapat
mengidentifikasi cara
respon konstrukif
dalam kemarahan
1. Klien
dapat
menjelaskancara-
cara sehat dalam
mengungkapkan
marahnya.
1. Tanyakan pada
klien apakah ingin
mempelajari cara
baru yang sehat
2. Jelaskan cara-cara
sehat
mengungkapkan
kemarahannya.
3. Berikan pujian
jika klien
mengetahui cara
lain yang sehat
a. Secara fisik : tarik
nafas dalam jika
sedang kesal/
memukul bantal/
kasur atau olaraga
atau pekerjaan yang
Agar klien dapat
memepelajari
cara-cara sehat
dalam
mengungkapkan
kemarahannya
Dengan
mengidentifi-
kasi cara yang
konstruktif
dalam merespon
terhadap
kemarahan
dapat membantu
klien
menemukan
cara yang baik
untuk
36
memerlukan tenaga
b. Secara verbal :
katakan bahwa
anda sedang
kesal/tersing-gung/
jengkel (saya kesal
anda berkata seperti
itu; saya marah
karena mama tidak
memenuhi
keinginan saya).
c. Secara social :
lakukan dalam
kelompok cara-cara
marah yang sehat;
latihan asentif
latihan manajemen
perilaku kekerasan.
d. Secara spiri- tual;
anjurkan klien
sembayang berdoa
ibadat lain;
meminta pada
tuhan untuk diberi
kesabaran,
mengadu pada
tuhan kekerasan/
kejengkelan.
mengurangi
kejengkelannya
yang berpotensi
menciderai diri
sendiri, orang
lain dan
lingkungan.
Retoforcement
positif dapat
memotivasi
klien dan
meningkatkan
harga dirinya
Berdiskusi
dengan klien
untuk memilih
cara yang lain
sesuei dengan
kemampuan
klien
37
7. Klien dapat
memperagakan cara
mengontrol perilaku
kekerasan
1. Klien
memperagakan
cara mengontrol
perilaku kekerasan.
- fisik : tarik
napas dalam,
olahraga
- verbal :
secara langsung
dengan tidak
menyakiti
- spiritual :
sembayang atau
berdoa serta
kegiatan ibadah
lain.
1. Bantu klien
memilih cara
yang paling tepat
2. Bantu klien
mengodentifikasi
manfaat cara
dipilih
3. Bantu keluarga
klien untuk
menstimulasi cara
tersebut roleplay
4. Beweinforcement
positif atau
keberhasilan klien
mensti-mulasi
cara tersebut
5. Anjurkan klien
untuk
menggunakan
cara yang telah
Dipelajari saat
Jengkel/marah
Membantu klien
dalam membuat
keputusan
terhadap cara
yang telah
dipilihnya
dengan melihat
manfaatnya
Agar klien
mengetahui cara
marah yang
konstruktif
Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan
harga diri klien
Agar klien dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilih nya jika
ia sedang kesal
8. Klien
mendapat dukungan
dari keluarga.
1. Keluarga
mampu mengerti
dan ikut
1. Identifikasi
kemampuan
keluarga merawat
klien dari sikap
Kemampuan
keluarga dalam
mengidentifi-kasi
akan
38
Dapat :
keluarga dalam
menyebutkan
mengontrol cara
perilaku kekerasan .
berpartisipasi
dalam perawatan
pasien.
apa yang telah
dilakukan
keluarga terhadap
klien selam ini.
2. Jelaskan peran
serta keluaraga
merawat klien
3. Jelaskan cara
merawat klien:
terkait dengan
cara mengontrol
perilaku marah
secara kontruktif,
sikap tenang
bicara tenang dan
pelan, memebantu
klien mengenal
penyebab masalah
4. Bantu kelu-
argamendemos-
trasikan cara
merawat klien
5. Bantu
kelurgamengu-
ngkapkan pera-
saannya setelah
melakukan
demonstrasi
memungkinkan
keluarga untuk
melakukan
penilaian terha-
dap
perilaku
kekerasan
Meningkatkan
pengetahuan
keluarga tentang
cara merawat
klien sehingga
keluarga terlibat
dalam pera-
watan
klien
Agar keluar-
ga dapat
merawat klien
dengan perilaku
kekerasan
Agar keluarga
mengetahui cara
merawat klien
39
melalui demon-
strasi
yang dilihat
keluarga secara
langsung
Mengeksplolasi
perasaan
keluarga setelah
melakukan
demonstrasi
9. Klien dapat
mengunakan/menyebut
obat-obatan yang di
minum dan
kegunananya (jenis,
waktu, dan dosis).
Klien dapat minum
obat sesuai program
pengobatan.
1. Klien
dapat
menyebuitkan
jenis, dosis, waktu
dan efek
sampingnya.
2. Klien
memperagakan
kepatuhan minum
obat sesuai jadwal
yang di tetapakan.
1. Jelaskan jenis obat
yang diminum
klien pada klien
keluarga
2. Diskusikan
manfaat minum
obat dan keru-
gianberhentiminum
obat tanpa seizin
dokter
3. Jelaskan prinsip
benar minum obat
baca nama yang
tertera pada botol
Klien dan
keluarga dapat
mengetahui
nama-nama obat
yang diminum
oleh klien
Klien dan
keluarga dapat
mengetahui
kegunaan obat
yang dikonsumsi
klien
Klien dan
keluaraga
mengetahui
prinsip benar
40
3.
mengevaluasi
kemampuan dalam
mematuhi
meminum obat.
obat,dosis
obat,waktu dan
cara minum
4. Apakah klien
minta obat dan
minum tepat waktu
5. Anjurkan klien
melaporkan pada
perawat/dokter jika
merasakan efek
yang tidak
menyenangkan
6. Beri pujian,jika
klien minum obat
dengan benar.
agar tidak terjadi
kesalahan dalam
mengomsumsi
obat
Klien dapat
memiliki
kesadaran
pentingnya
minum obat dan
dengan kesadaran
sendiri
Mengetahui efek
samping sendiri
mungkin
sehingga
tindakan dapat
dilakukan segera
mungkin untuk
menghindari
komplikasi
Beweinfoecemen
t positif dapat
memotivasi
keluarga dan
klien.
41
2.2.5 Implementasai keperawatan
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
implementasi merupakan tahap perawat memulai kegiatan dan melakukan
tindakan-tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah pada pasien
berdasarkan intervensi yang ada pada kasus teori dengaan menyelesaikan
strategi pelaksanaan, strategi pelaksanaan yang telah dibuat yaitu sebagai
berikut, (SP 1: Bina hubungan saling percaya, SP 2 : Pasien dapat
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, SP 3 : Pasien dapat
mengidentifikasikan perasaan saat marah/jengkel tanda perilaku kekerasan,
SP 4 : Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan, SP 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
SP 6 : Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengkapkan
kemarahan, SP 7 : Pasien dapat memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan , SP 8: Keluarga Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol dan
cara merawat perilaku kekerasan, SP 9 : Pasien dapat menyebutkan obat-
obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu dan efek, dosis) Dan
dapat minum obat sesuai program pengobatan.)
2.2.6 Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan dimana untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu S (subjektif) :
Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang
merupakan ungkapan langsung dari pasien. O (objektif) : Data objektif
adalah data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik. A
(assessment) : Analisis dan interpertasi berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi atau
masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segeraa. P (plan)
: Perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta
konseling untuk tindak lanjut. Dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Strategi Pelaksanaan 1 : Pasien mampu membina hubungan saling percaya
42
dengan kriteria hasil : Klien mau membalas salam, Klien mau menjabat
tangan, Klien mau menyebutkan nama, Klien mau tersenyum, Klien mau
kontak mata, Klien mengetahui nama perawat, Menyediakan waktu untuk
kontak
Strategi Pelaksanaan 2 : Pasien mampu mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan dengan kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan
perasaanya, Klien dapat menggungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, dari lingkungan/orang lain).
Strategi Pelaksanaan 3 : Pasien mampu mengidentifikasi perasaan
saat marah/jengkel tanda perilaku kekerasan dengan kriteria hasil : Anjurkan
klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah/jengkel, Observasi tanda
perilaku kekerasan pada klien, Simpulkan bersama klien tanda-tanda
jengkel/kesal yang dialami klien.
Strategi Pelaksanaan 4 : Pasien mampu mengidentifikasi kekerasan
yang pernah dilakukan dengan kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan
perilaku kekerasan yang pernah di lakukan, Klien dapat mengetahui cara
yang biasa dilakukan, Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyesuaikan masalah atau tidak
Strategi Pelaksanaan 5 : Pasien mampu mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan dengan kriteria hasil : Klien dapat
menjelaskan akibat dari cara kekerasan yang digunakannya baik diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan sekitar
Strategi Pelaksanaan 6 : Pasien mampu mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan dengan kriteria hasil : Klien
dapat menjelaskancara-cara sehat dalam mengungkapkan marahnya.
Strategi Pelaksanaan 7 : Pasien mampu memperagakan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan kriteria hasil : Klien memperagakan
cara mengontrol perilaku kekerasan fisik : tarik napas dalam, olahraga,
verbal : secara langsung dengan tidak menyakiti, spiritual : sembayang atau
berdoa serta kegiatan ibadah lain.
43
Strategi Pelaksanaan 8 : Keluarga mampu menyebutkan cara
mengontrol dan cara merawat periulaku kekerasan dengan kriteria hasil :
Keluarga mampu mengerti dan ikut berpartisipasi dalam perawatan pasien.
Strategi Pelaksanaan 9 : Pasien mampu menyebutkan obat-obatan
yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu dan efek) dan mampu minum
obat sesuai program pengobatan dengan kriteria hasil : Klien dapat
menyebuitkan jenis, dosis, waktu dan efek sampingnya, Klien
memperagakan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang di tetapakan,
mengevaluasi kemampuan dalam mematuhi meminum obat.
44
BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil studi kasus
3.1.1 Gambaran Lokasi Studi Kasus.
Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 27 sampai
30 Mei 2019 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Naimata, yang beralamat di
Kelurahan liliba, Kecamatan Oebobo Kota Kupang. Rumah sakit ini
dipimpin oleh dokter dan terdiri dari 5 dokter umum 1 jiwa, 32 tenaga
perawat, 2 tenaga apoteker, 7 tenaga gizi, 8 tenaga TPP, 3 tenaga CS dan 2
tenaga loundri. Pada saat pengambilan data pasien perilaku kekerasan
penulis melakukan di ruang perawatan (isolasi).
3.1.2 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 Mei 2019, berdasarkan
pengkajian didapatkan data sebagai berikut : Pasien berinisial Ny. H.G
berjenis kelamin perempuan berusia 55 tahun lahir pada tanggal 10 oktober
1963 menganut agama Kristen katolik, pasien bersatus sebagai seorang
janda, pendidikan terakhir SMA, tingal di Lasiana, dan pasien masuk rumah
sakit jiwa naimata kupang pada tanggal 22 Mei 2019.
Keluhan utama saat masuk rumah sakit adalah keluarga
mengatakan pasien dibawa karena mengamuk, marah-marah, mendengar
suara bisikan ingin membunuhnya, bicara dan tertawa sendiri.
Keluhan utama saat pengkajian Pasien mengatakan merasa
terancam, tidak berguna, jengkel, dendam pada seseorang, dan ingin
membunuhnya.
Riwayat penyakit pasien pernah mengalami ganguan jiwa kurang
lebih 10 tahun yang lalu, pasien sembuh namun kambuh lagi. Pasien hanya
dirawat dirumah saja dengan obat-oabatan medis dan tradisional selama satu
bulan saja lalu pasien sembuh dan pada tanggal 22 Mei 2019 pasien masuk
rumah jiwa naimata kupang, pengobatan yang di dapakatkan sebelumnya
45
kurang berhasil karena pasien kambuh lagi. Pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan adalah keluarga mengatakan pasien stress karena
ibunya meninggal pada bulan Maret 2019 setelah itu pasien mulai
menyendiri, bicara dan tertawa sendiri serta marah-marah tidak jelas.
Genogram : pasien adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara
diantaranya laki-laki ada empat orang dan perempuan ada enam orang,
pasien sudah menikah dan memilik satu orang anak laki-laki namun suami
pasien sudah meninggal, dan kedua orang tua pasien dan suami juga sudah
meninggal. Pasien dan anak laki-lakinya tingal serumah, dan tidak ada
angota keluarga yang mengalami ganguan jiwa
Pengkajian konsep diri didapatkan data sebagai berikut : Citra
tubuh : pasien mengatakan merasa cantik, Identitas : pasien mengatakan
pasien adalah seorang janda yang di tinggal mati oleh suaminya, Peran :
pasien mengatakan dia gagal dalam menjalankan peran sebagai ibu dari
anak laki-lakinya, Ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat sembuh, Harga
diri : pasien mengatakan kalau dia tidak berguna.
Pengkajian Hubungan social didapatkan orang yang berarti bagi
pasien adalah anak laki-lakinya, pasien ikut ambil peran dalam
kelompok/masyarakat dengan mengikuti koor/paduan suara di gereja, dan
pasien tidak memiliki hambatan saat berhubungan dengan orang lain.
Pengkajian status mental didapatkan data sebagai berikut :
penampilan : pasien tidak rapi (rambut kotor, acakan-acakan) dan cara
berpakaian seperti biasanya, Pembicaraan : nada bicara kasar, suara tinggi,
membentak dan mengunakan kata-kata kotor, Aktivitas motorik : pasien
terlihat gelisah dimana pasien tidak tenang, jalan mondar-mandir, kadang
duduk, kadang tidur, kadan jalan-jalan, Alam perasaan : Pasien terlihat
ketakutan pada orang baru atau benda-benda yang dipegang oleh perawat,
Afek : Labil dimana pasien kadang marah-marah, kadang menangis, kadang
tertawa sendiri, Interaksi selama wawancara : Pasien mudah tersinggung dan
curiga pada orang baru saat berbicara, Persepsi : Halusinasi pendengaran
dimana pasien mendengar bisikan yang mengatakan ingin membunuhnya
tapi sekarang tidak sering mendengarnya lagi, Isi pikir : waham curiga, Arus
46
pikir : Tangensial dan perverasi dimana pasien bicara berbelit-belit namun
tidak sampai pada tujuan dan sering mengulang pembicaraannya mengenai
seseorang yang melakukan suangi terhadap pasien, Tingkat kesadaran :
Pasien sadar penuh, mampu mengingat kejadian di masa lampau, nama
orang atau perawat, dan tau dimana tempat dia berada, Tingkat Konsentrasi
: Pasien mudah beralih dari satu pembicaran ke pembicaraan lain,
Kemampuan penilaian : gangguan ringan dimana pasien mampu mengambil
keputusan sederhana namun dengan bantuan orang lain, Daya tilik diri :
pasien mengingkari penyakit yang diderita dan menyalahkan orang lain
dimana pasien mengatakan kalau penyakitnya itu akibat guna-guna/suangi
dan menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
Pengobatan yang didapatakan pasien adalah yang pertama
Haloperidol 2x2,5 mg dengan Indikasi sebagai berikut : meredakan gejala
skizofernia, mengobati gerakan dan ucapan spontan yang tidak terkontrol
pada penderita, meredakan ganguan mania atau perasaan senang yang luar
biasa dan begitu aktif, membantu mengobati tindakan agresi dan
menurunkan pikiran negative dan halusiinasi. Kontraindikasi sebagai
berikut : Alergi terhadap obat, pasien depresi berat, penderita supresi
sumsum tulang, memiliki penyakit jantung, penderita ganguan fungsi hati
kronis, pasien koma, dan pasien lansia yang memiliki penyakit dimensia.
Yang kedua Trihexyphenidil dengan Indikasi sebagai berikut : mengobati
kekakuan, tremor, kejang, dan control otot yang buruk. Kontraindikasi :
Riwayat alergi, ganguan fungsi jantung atau penyakit jantung, penyakit
glaucoma sudut tertutup, pembesaran prostat, gerakan usus yang terhambat
atau melambat (ileus).
3.1.2.1 Analisa data
Tanggal 27 Mei 2019 analisa data pertama : Data Subyektif : Pasien
mengatakan merasa terancam dengan Orang baru dan benda-benda yang
dipegang oleh perawat jengkel, menyalahkan orang lain, dendam, dan benci
terhadap seseorang. Data Objektif: Tatapan mata tajam, Marah-marah saat
dikaji, Mengamuk, Wajah tegang, Gelisah, Nada bicara kasar dengan suara
47
tinggi serta membentak dan menggunakan kata-kata kotor, Pasien mudah
terlihat curiga.
Analisa data kedua : Data Subyektif : Pasien mengatakan mendengar
bisikan yang mengatakan ingin membunuhnya dan suara itu tidak sering
muncul. Data Objektif : Pasien tampak marah-marah, Mudah tersinggung,
Terlihat bicara sendiri dan tertawa sendiri.
Analisa data yang ketiga : Data Subyektif : Pasien mengatakan
merasa terancam dengan Orang baru dan benda-benda yang dipegang oleh
perawat jengkel, menyalahkan orang lain, dendam, dan benci terhadap
seseorang. Data Objektif: Tatapan mata tajam, Marah-marah saat dikaji,
Mengamuk, Wajah tegang, Gelisah, Nada bicara kasar dengan suara tinggi
serta membentak dan menggunakan kata-kata kotor, Pasien mudah terlihat
curiga.
3.1.2.2 Pohon Masalah
Gambar 3.1 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan.
3. 1.3 Diagnosa keperawatan
Tanggal 27 Mei diagnosa yang diangkat berdasarkan analisa data
adalah sebagai berikut : Perilaku kekerasan, Ganguaan persepsi sensori :
Halusinasi Pendengaran, dan Resiko menciderai (diri sendiri, orang dan
lingkungan
Prioritas diagnosa
1. Perilaku kekerasan
Resiko mencederai : (diri sendiri, orang lain
dan lingkungan) EFECT
CORE PROBLEM Perilaku Kekerasan
Gangguan Presepsi sensori : Halusinasi
Pendengaran
CAUSA
48
3.1.3 Intervensi Keperawatan
Pada tanggal 27 Mei 2019 intervensi yang di buat aadalah sebaagi
berikut : Bina hubungan saling percaya, Mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan, Mengidentifikasikan perasaan saat marah/jengkel tanda perilaku
kekerasan, Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan,
Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, Mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengkapkan kemarahan, Memperagakan cara mengontrol
perilaku kekerasan, Keluarga Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol
dan cara merawat perilaku kekerasan, Menyebutkan obat-obatan yang
diminum dan kegunaannya (jenis, waktu dan efek, dosis) Dan dapat minum
obat sesuai program pengobatan.
3.1.4 Implementasi Keperawatan
Pada tanggal 27 Mei 2019 strategi pelaksanaan yang dilakukan
adalah membina hubungan saling percaya.
Pada tanggal 28 Mei strategj pelaksanaan yang dilakukan adalah
mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasa.
29 Mei 2019 strategi pelaksanaan yang dilakukan adalah
mengindentifikasi perasaan saat marah/jengkel pada tanda perilaku
kekerasan untuk.
30 Mei 2019 strategi pelaksanan yang dilakukan adalah
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan sampai Pasien
dapat menyebutkan obat-obatan yang di minum belum bisa dilakukan
karena pasien masih dalam fase akut dan masih dirawat di ruangan isolasi.
3.1.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan satu hari saja yaitu pada tanggal
30 mei 2019 sebagai berikut : Strategi Pelaksanaan yang pertama adalah
pasien dapat membina hubungan saling percaya di dukung dengan data
subyektif : pasien menjawab salam, pasien menyebutkan nama : saya Ny. H.
49
G. Umur: 55 thn, jenis kelamin: perempuan, pekerjaan : IRT, status : janda
yang ditingal mati oleh suaminya pendidikan : SMA, data objektif : Pasien
mau berabat tangan, senyum. Lanjut ke Mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
Strategi Pelaksanaan yang kedua adalah pasien dapat
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan di tandai dengan data
subyektif : pasien mengatakan pasien marah karena disuanggi oleh
seseorang dan ingin membunuhnya data objektif : pasien terlihat mampu
mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel dengan marah-marah, nada
suar keras, membentak, dan tatapan mata tajam. Lanjut ke Strategi
Pelaksanaan yaitu pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
Strategi Pelaksanaan yang ke tiga adalah pasien dapat
mengidentifikasi atau mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel pada
tanda perilaku kekerasan di tandai dengan data subyektif : Pasien
mengatakan tanda –tanda perilaku kekerasan adalah memukul orang lain
atau barang-barang yang ada di sekitar dan marah-marah tidak jelas data
objektif : Pasien senyum dan menjelaskan kembali dengan baik. Lanjut ke
Strategi Pelaksanaan yang ke empat yaitu pasien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
Strategi Pelaksanaan yang ke empat pasien tidak dapat
melakukan Strategi Pelaksanaan yang ke empat karena berdasarkan situasi
dan kondisi pasien dimana pasien masih dalam fasse akut dan masih dirwat
di ruang isolasi namun ditandai dengan data subyektif : Pasien mengatakan
tidak tau akibat dari perilaku kekerasan dan tidak ingin bicara banyak data
objektif : pasien terlihat tidak mau bicara, tatapan mata tajam, dan
mengalihkan pembicaraan saat berbicara. Strategi Pelaksanaan empat terus
menerus sampai pasien mampu melakukan Strategi Pelaksanaan yang ke
empat baru lanjut ke Strategi Pelaksanaan yang ke lima yaitu pasien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan sampai Strategi Pelaksanaan
50
yang ke Sembilan yaitu pasien dapat menyebutkan obat-obatan yang
diminum dan kegunaannya.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian keluarga mengatakan pasien masuk
rumah sakit karena mengamuk, marah-marah, mendengar suara bisikan
ingin membunuhnya, bicara dan tertawa sendiri. Keluhan utama saat
pengakajian pada pasien adalah pasien merasan terancam, tak berguna,
dendam pada seseorang, dan ingin membunuhnya, tatapan mata tajam,
wajah tegang, jalan mondar-mandir, nada bicara kasar, suara tinggi,
membentak dan mengunakan kata-kata kotor, pasien juga menyerang orang
yang baru atau benda yang dipegang oleh perawat, pasien menyalahkan
seseorang yang di angapnya melakukan suangi terhadap pasien. Pasien
adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara diantaranya laki-laki ada
empat orang dan perempuan ada enam orang, pasien sudah menikah dan
memilik satu orang anak laki-laki namun suami pasien sudah meninggal,
dan kedua orang tua pasien dan suami juga sudah meninggal. Pasien dan
anak laki-lakinya tinggal serumah, tidak ada anggota keluarga yang
mengalami ganguan jiwa, Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
adalah keluarga mengatakan pasien stress karena ibunya meninggal pada
bulan maret 2019 setelah itu pasien mulai menyendiri, bicara dan tertawa
sendiri serta marah-marah tidak jelas.
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.97).
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95) Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defensi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan dengan tanda dan gejala perilaku
kekerasan : Secara fisik :Muka marah dan tegang, Mata melotot/pandangan
51
tajam, Tangan mengepal, Rahang mengatup ,Wajah memerah dan tegang.
Postur tubuh kaku, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan kuat,
Mengepalkan tangan, Jalan mondar-mandir-mandir. Secara verbal : bicara
kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara verbal
atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras, ketus. Secara
perilaku : melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang lain,
melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif. Emos :
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntun. Intelektual :Mendominasi, cerewet, kasar,
berdebat, meremehkan, sarkasme.
Menurut peniliti berdasarkan kasus nyata dan teori ada kesenjangan
antara kasus nyata dan teori dimana pada kasus nyata ada beberapa tanda
dan gejala yang berdasarkan teori tidak muncul pada pasien yaitu tangan
mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, wajah memerah karena
pasien sudah di rawat selama 1 minggu dan sudah mendapat pengobatan
sehingga tanda dan gejala pada pasien sudah mulai berkurang.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti&
Iskandar (2012.95) ada 8 diagnosa keperawatan sebagai berikut: Resiko
perilaku kekerasan, Harga diri rendah kronik, Resiko mencederai (diri
sendiri, orang lain, lingkungan,), Perubahan Presepsi sensori: halusinasi,
Isolasi social, Berduka disfungsional , Inefektif proses terapi, Koping
keluarga inefektif.
Pada kasus nyata yang muncul pada pasien hanya 3 diagnosa
diantaranya sebagai berikut : Perilaku kekerasan, Ganguan persepsi sensori
: halusinasi, Resiko mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan)
Diagnosa prioritas yang diangkat berdasarkan core problem pada
pohon masalah adalah sebagai berikut : Perilaku kekerasan. Pada saat
52
pengkajian keluhan utama, dan tanda dan gejala pada pasien yang paling
menonjol adalah data yang menunjukan pasien dengan perilaku kekerasan.
Menurut peniliti ada kesenjangan antara kasus toeori dan kasus nyata
karena pada nyata yang terdapat pada pasien hanya tiga diagnosa saja
sedangkan pada kasus teori ada delapan diagnosa, kesenjangan tersebut ada
karena pada kasus nyata pasien belum ada keluhan atau belum terlihat data
yang mendukung untuk mengangkat diagnosa yang ada pada kasus teori.
3.2.3 Intervensi
Intervensi yang disusun untuk kasus nyata menurut Yosep (2010)
dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.9) ada pada kasus terori ada sembilan
strategi pelaksanaan yang harus diselesaikan diantaranya adalah sebaagi
berikut : Bina hubungan saling percaya, Pasien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan, Pasien dapat mengidentifikasikan perasaan
saat marah/jengkel tanda perilaku kekerasan, Pasien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, Pasien dapat mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan, Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif
dalam mengkapkan kemarahan, Pasien dapat memperagakan cara
mengontrol perilaku kekerasan, Keluarga Pasien dapat menyebutkan cara
mengontrol dan cara merawat perilaku kekerasan, Pasien dapat
menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu
dan efek, dosis) Dan dapat minum obat sesuai program pengobatan.
Intervensi yang disusun di buat pada kasus adalah membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
dan mengungkapakan perasan marah/jengkel.
Berdasarkan intervensi yang peniliti lakukan, tidak ada
kesenjangan antara konsep dasar toeri dengan kasus nyata.
3.2.4 Implementasi
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.95)
implemenntasi merupakan tahap perawat memulai kegiatan dan melakukan
53
tindakan-tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah pada pasien
berdasarkan intervensi yang ada pada kasus teori.
Implemntasi yang dilakukan peneliti untuk mengatasi perilaku
kekerasan Ny. H.G yaitu Strategi Pelaksanaan satu membina hubungan
saling percaya, Strategi Pelaksanaan dua adalah Mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan, Strategi Pelaksanaan tiga Mengindentifikasi perasaan
saat marah/jengkel pada tanda perilaku kekerasan Strategi Pelaksanaan
empat Mengidentifikasi perilaku kekerasan sampai pasien dapat
menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya belum bisa
dilakukan karena pasien masih dalam fase akaut dan masih di rawat di
rungan isolasi.
Menurut peniliti ada kesenjangan antara konsep teori dengan kasus
nyata karena pada konsep teori implementasi yang dilaksanakan harus
sampai dengan Tujuan Khusus yang ke sembilan untuk mengatasi perilaku
kerasan Ny. H.G sedangkan pada kasus nyata pasien hanya mampu
melakukan sampai dengan Tujuan Khusus yang ke tiga yaitu :
mengidentifikasi perasaan saat marah/jengkel pada tanda perilaku kekerasan
karena berdasarkan kondisi pasien yang masih fase akut dan masih di rawat
di ruangan isolasi.
3.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan dimana untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi atas
dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dialakukan setiap selesai melakukan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dengan membandingkan respon pasien
pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan (Fitria 2009).
Strategi Pelaksanaan pertama yaitu pasien dapat membina
hubungan saling percaya di dukung dengan data subyektif : pasien
menjawab salam, pasien menyebutkan nama, data objektif : Pasien mau
54
berabat tangan, senyum. Lanjut ke Strategi Pelaksanaan 2 yaitu
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Strategi Pelaksanaan yang ke dua pasien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan di tandai dengan data subyektif : pasien
mengatakan pasien marah karena disuanggi oleh seseorang dan ingin
membunuhnya data objektif : pasien terlihat mampu mengungkapkan
perasaan kesal atau jengkel dengan marah-marah, nada suar keras,
membentak, dan tatapan mata tajam. Lanjut ke Strategi Pelaksanaan 3 yaitu
pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Strategi Pelaksanaan yang ke tiga pasien mengidentifikasi atau
mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel pada tanda perilaku kekerasan
di tandai dengan data subyektif : Pasien mengatakan tanda –tanda perilaku
kekerasan adalah memukul orang lain atau barang-barang yang ada di
sekitar dan marah-marah tidak jelas data objektif : Pasien senyum dan
menjelaskan kembali dengan baik. Lanjut ke Strategi Pelaksanaan ke empat
yaitu pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
Strategi Pelaksanaan yang keempat pasien tidak dapat melakukan
Strategi Pelaksanaan yang ke empat karena berdasarkan situasi dan kondisi
pasien masih dalam fase akut dan masih di rwawat di raungan isolasi
subyektif : Pasien mengatakan tidak tau akibat dari perilaku kekerasan dan
tidak ingin bicara banyak data objektif : pasien terlihat tidak mau bicara,
tatapan mata tajam, dan mengalihkan pembicaraan saat berbicara. Ulangi
Strategi Pelaksanaan yang ke empat terus menerus sampai pasien mampu
melakukan Strategi Pelaksanaan yang ke empat baru lanjut ke Strategi
Pelaksanaan lima yaitu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan sampai
pasien dapat mengunakan atau menyebutkan obat-obatan yang di minum
dan kegunaannya.
Menurut peniliti tidak ada kesenjangan antara kasus teori
dan kasus nyata karena evaluasi dilakukan berdasarkan konsep teori
menurut (fitria 2009).
55
3.3 Keterbatasan Studi Kasus
Penulis kurang pengalaman dalam merawat orang dengan
gangguan jiwa yang massih dalam fase akut dan menyelesaikan studi kasus,
Keterbatasan dalam waktu perawatan pasien, Penulis kesulitan dalam
mencari referensi terkait perilaku kekerasan dalam keperawatan jiwa, dan
Pasien kurang kooperatif selama dalam perawatan
56
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Setelah peniliti melalukan asuhan keperawatan pada orang dengan
gangguan jiwa perilaku kekerasan yang masih dalam fase akut dan masih
dirawat di ruang isolasi maka di simpulkan bahwa pasien dengan masalah
perilaku kekerasan membutuhkan ketrampilan seorang perawat dalam
melakukan perawatan pasien dengan perilaku kekerasan dimana butuh
kesabaran, ketilitian, pengetahuan dalam merawat pasien dengan perilaku
kekerasan dan yang paling penting adalah komunikasi terapeutik yang baik
untuk bisa mengaplikasikan asuhan keperawatan pada perilaku kekerasan.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan membutuhkan
komunikasi terapeutik yang baik agar dapat membina hubungan saling
percaya dengan pasien supaya bisa mengetahui informasi tentang data-data
tentang masalah perilaku kekerasan, mendiagnosa, melakukan intervensi
dan melakukan implementasi guna untuk mencapai asuhan keperawatan
yang diharapkan, selain itu juga peran perawat dan keluarga sangat
dibutuhkan untuk pelaksanaan tindakan, memotivasi pasien, dan juga
keluraga ikut berpartisipasi dalam perawatan yang intensif.
4.2. Saran
4.2.1 Teoritis
Diharapkan untuk bisa meningkatkan ilmu pengetahuan dalam
menyelesaikan masalah pada Pasien dengan gangguan perilaku kekerasan
4.2.2 Bagi Klien keluarga
Diharapkan keluarga mendapat pengalaman serta dapat
menerapkan apa yang telah dipelajari dalam penanganan kasus jiwa yang
dialami dengan kasus nyata dalam pelaksanaan keperawatan. seperti cara
untuk mengatasi perilaku kekerasan.
57
4.2.3 Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan hasil dari studi kasus ini dapat di gunakan sebagai
bahan acuan bagi pengembangan keilmuan khususnya di program studi
ilmu keperawatan politeknik kemenkes kupang dalam bidang keperawatan
jiwa.
4.2.4 Bagi perawat
Diharapkan hasil studi kasus ini dapat di jadikan dasar informasi dan
pertimbangan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
meningkatkan pelayanan perawatan pada klien gangguan perilaku kekerasan
4.2.5 Bagi institut Rumah Sakit Jiwa Naimata
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi
diperlukan dalam pelaksanaan praktek keperawatan yang tepat khusunya
mengatasi pasien dengan perilaku kekeraasan.
58
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian kesehatan RI, 2014. UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan
jiwa. Jakarta : 2014
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakartata: Kemenkes
RI.
Damiayanti & Iskandar. (2012). Asuhan keeperawatan jiwa. Bandung : Refika
Aditama
Fitria N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawattan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Nuratif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperaswatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medication Jogja.
Keliat, (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : Salemba Medika.
Yosep, (2010), Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama.
59
LAMPIRAN
60
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
Direktorat: Jln. Piet A. Tallo Liliba - Kupang, Telp.: (0380) 8800256;
Fax (0380) 8800256; Email: [email protected]
PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
Ruang rawat :Ruangan isolasi Tanggal dirawat: 22 mei 2019 Tanggal Pengkajian:
27 mei 2019
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Initial : Ny. H.G No. RM : 002983
Umur : 55 tahun Status :Janda (cerai mati)
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat :Lasiana
II. ALASAN MASUK
a. KeluhanUtamaSaat MRS:
Keluarga mengatakan pasien dibawa karena mengamuk, marah-
marah, mendengar suara bisikan inging membunuhnya, bicara dan tertawa
sendiri.
b. KeluhanUtama Saat Pengkajian:
Pasien mengatakan merasa terancam, tidak berguna berguna,
jengkel, dendam pada seseorang dan ingin membunuhnya.
c. RiwayatPenyakit :
pasien pernah mengalami ganguan jiwa kurang lebih 10 tahun yang
lalu, pasien sembuh namun kambuh lagi. Pasien hanya dirawat dirumah
saja dengan obat-oabatan medis dan tradisional selama satu bulan saja lalu
pasien sembuh dan pada tanggal 22 mei 2019 pasien masuk rumah jiwa
naimata kupang
61
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu ?
Ya
Tidak
Pasien pernah mengalami ganguan jiwa kurang lebih 10 tahun
yang lalu, pasien dirawat dirumah saja dan mendapat pengobatan medis
dan pengobatan tradisional selama 1 bulan.
2. Pengobatan sebelumnya
Berhasil Kurang
berhasil
Tidak berhasil
Pengobatan pasien kurang berhasil karena penyakit pasien kambuh lagi.
3. Trauma usia pelaku korban saksi
Aniaya fisik …… ……. ……. …..
Aniaya seksual …… ……. …… ……
Penolakan …… …… …… ……
Kekerasan dalam keluarga …… …… ……. ..…..
Tindakan kriminal …… ……. …… …...
Jelaskan : tidak dapat dikaji
4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?
Ada
Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga : ………………….
Gejala : ……………………………….
Riwayat pengobatan : …………………
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
62
Keluarga pasien mengatakan pasie stress karena ibunya meninggal pada
bulan maret
2019 setelah itu pasien mulai menyendiri, bicara dan tertawa sendiri serta
marah-marah tidak jelas.
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV: TD :110/70 mmHg; N : 78 X/mnt; S : 36 °C; P : 20 X/mnt
2. Ukur : BB : ……..kg, TB : ……..cm
3. Keluhan fisik : tidak ada keluhan fisik pada pasien
II. PSIKOSOSIAL
1. Genogram :
Jelaskan : pasien adalah anak 1 dari 10 diantaranya laki ada 4 dan
perempuan ada 6, pasien menikah dan memiliki 1 orang anak laki-laki
namun suami pasien sudah meningal, orang tua pasien dan suami sudah
meningal. Pasien tingal serumah bersama anak laki-lakinya.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh : Pasien mengatakan bahwa ia cantik
b. Identitas : pasien mengatakan pasien addalah seorang janda yang di
tingal mati oleh suaminya.
X X X X
X
63
c. Peran : pasien mengatakan dia merasa gagal dalam menjalankan peran
sebagai ibu dari anak laki-lakinya karena penyakit yang di
deritanya.
d. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
e. Harga diri : Pasien mengatakan ia tak berguna
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : pasien mengatakan orang yang saat ini berarti
baginya adalah Anak laki-lakinya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : pasien raji
mengikuti koor/paduan suara digereja
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa ia menganut agama
katolik
b. Kegiatan ibadah : Pasien rajin mengikuti koor/paduan suara di gereja.
III. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : rambut pasien terlihat kotor, acak-acakan (tidak disisir), dan
cara berpakaian seperti biasanya.
2. Pembicaraan
Cepat
Keras
Gagap
Inkoherensi
Lambat
Membisu
Tidak mampu memulai pembicaraan
64
Jelaskan :
Nada bicara kasar, suara tinggi, membentak, dan mengunakan kata-
kata kotor
3. Aktivitas Motorik
Lesu
Tegang
Gelisah
Agitasi
Tik
Grimasem
Tremor
Kompulsif
Jelaskan :
Pasien terlihat tidak tenang, mondar-mandir, kadang-kadang duduk,
kadang tidur, kadang jalan-jalan.
4. Alam perasaan
Sedih
Ketakutan
Putus asa
Kuatir
Gembira
berlebihan
Jelaskan :
Pasien ketakutan pada orang baru atau benda-benda yang dipegang
oleh perawat
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Jelaskan :
Pasien kadang marah-marah, kadang menangis, dan kadang tertawa.
Pasien
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Mudah tersinggung
Kontak mata kurang
65
Defensive Curiga
Jelaskan :
Pasien mudah tersingung dan curiga pada orang baru dan saat
wawancara
7. Persepsi
Halusinasi :
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidu
Jelaskan :
Pasien mengatakan mendengar bisikan yang mengatakan ingin
membunuhnya, tapi sekarang tidak terlalu mendengarnya lagi.
8. Isi pikir
Obsesi
Phobia
Hipokondria
Depersonalisasi
Ide yang terkait
Pikiran magis
Waham ()
9. Arus pikir
Sirkumstansial
Tangensial
Kehilangan asosiasi
Flight of idea
Blocking
Pengulangan
pembicaraan/perseveras
i
Jelaskan : bicara pasien berbelit-belit dan tidak sampai pada tujuan
serta lebih sering mengulang pembicaraanya.
10.Tingkat Kesadaran
Bingung
Sedasi
Stupor
Disorientasi waktu
Disorientasi orang
Disorientasi tempat
66
Jelaskan : pasien sadar penuh, mampu mengingat kejadian
sebelumnya, mampu mengingat nama orang atau perawat, dan tau
dimana tempat dia berada.
11.Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabulasi
Jelaskan : pasien mampu mengingat semuanya dengan baik
12.Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : pasien mudah beralih dari satu topic ke topic lain.
13.Kemampuan penilaian
Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan : pasien mengalami ganguan penilaian ringan dimana pasien
mampu mengambil keputusan sederhana namun dengan bantuan
orang lain.
14. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : pasien mengatakan penyakitnya itu akibat dari guna-guna
atau suanggi dan menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
IV. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Ya Tidak
67
Makanan ………. ………
Keamanan ………. ………
Perawatan kesehatan ……… ………
Pakaian ……… ………
Transportasi ……… ………
Tempat tinggal ……… ……...
Uang ……… ……..
Jelaskan : pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan makan,
keamanan, peawatan kesehatan, transportasi, tempat tingal dan
uang.
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri BT BM
Mandi …… …….
Kebersihan …… …….
Makan …… …….
BAB / BAK …… …….
Ganti pakaian …… …….
Jelaskan : pasien mapu melakukan perawatan diri dengan bantuan
minimal.
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda ?
Ya
Tidak
Apakah anda memisahkan diri ?
Ya, jelaskan : ..........................................
Tidak
Frekuensi makan sehari: 3 X
Frekuensi kudapan sehari : 3X
68
Nafsu makan :
Meningkat
Menurun
Berlebihan
Sedikit – sedikit
Berat Badan :
Meningkat Menurun
BB terendah : 55 kg, BB tertinggi : 65 kg
Jelaskan : pasien mengalami penurunan berat badan dari 65kg
menjadi 55kg
b. Tidur
Apakah ada masalah tidur ? Ya........... Tidak............
Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? Ya….. Tidak....
Apakah ada kebiasaan tidur siang ? Ya....... Tidak ..........
Lama tidur siang :3 jam
Apa yang menolong tidur ?.
Tidur malam jam :20.00, bangun jam 03.00 pagi
Apakah ada gangguan tidur ?
Sulit untuk tidur
Bangun terlalu pagi
somnabulisme
terbangun saat tidur
gelisah saat tidur
Berbicara saat tidur
Jelaskan : pasien terbangun terlalu pagi
3. Kemampuan klien dalam mengantisipasi kebutuhan sendiri
Ya Tidak
Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri
Ya Tidak
69
Mengatur penggunaan obat
Ya Tidak
Melakukan pemeriksaan kesehatan
Ya Tidak
Jelaskan : ...............................
4. Klien memiliki sistem pendukung
Keluarga : Ya :........... Tidak :.......
Terapis : Ya : ......... Tidak :.......
Teman sejawat : Ya : .......... Tidak : .......
Kelompok sosial : Ya: .......... Tidak :.........
Jelaskan : keluarga yang mendukung pasien adalah anak laki-laki,
perawat, dan tetangga terdekatnya.
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi
Ya Tidak
Jelaskan : pasien sangat menikmati hobinya saat bernyanyi.
V. ASPEK MEDIS
Diagnosa Medis : Skizofernia Paranoid
Terapi :
Haloperidol 2x2,5 mg
Trihexyphenidil 2x2 mg
70
Analisa data
No Data subyektif Data obyektif kesimpulan
1
Pasien mengatakan
merasa terancam
dengan Orang baru
dan benda-benda
yang dipegang oleh
perawat jengkel,
menyalahkan orang
lain, dendam, dan
benci terhadap
seseorang.
- Tatapan mata tajam
- Marah-marah saat
dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara kasar
dengan suara tinggi serta
membentak dan
menggunakan kata-kata
kotor
- Pasien mudah terlihat
curiga
Perilaku
kekerasan
2. Pasien mengatakan
mendengar bisikan
yang mengatakan
ingin membunuhnya
dan suara itu tidak
sering muncul
- Pasien tampak marah-
marah
- Mudah tersinggung
- Terlihat bicara sendiri
dan tertawa sendiri
Gangguan
presepsi
sensori :
halusinasi
pendengaran
3. Pasien mengatakan
merasa terancam
dengan Orang baru
dan benda-benda
yang dipegang oleh
perawat jengkel,
menyalahkan orang
lain, dendam, dan
benci terhadap
seseorang.
- Tatapan mata
tajam
- Marah-marah
saat dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara
kasar dengan suara
tinggi serta membentak
dan menggunakan kata-
kata kotor, Pasien
mudah terlihat curiga
Resiko
mencederai
diri sendiri,
orang lain
dan
lingkungan
71
Rumusan / Pohon Masalah
2. Diagnosa keperawatan
1. Resiko mencederai: diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan presepsi sensori : halusinasi penglihatan
2.1. Prioritas diagnose
1. Perilaku kekerasan
Resiko mencederai : (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) EFECT
CORE PROBLEM Perilaku Kekerasan
Gangguan Presepsi sensori : Halusinasi
Pendengaran
CAUSA
72
3. Intervensi Keperawatan
Tang
gal
Diagnos
a Keperawatan
Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria
Hasil
Perilaku
kekerasan
1. Klien dapat
membina hubungan
saling percaya
1. Klien
mau membalas
salam
2. Klien
mau menjabat
tangan
3. Klien
mau menyebutkan
nama
4. Klien
mau tersenyum
5. Klien
mau kontak mata
6. Klien
mengetahui nama
7. Beri
salam/panggil
nama klien
8. Sebut nama
perawat sambil
jabat tangan
9. Jelaskan maksud
hubungan
interaksi
10. Jelaskan tentang
kontrak yang akan
dibuat
11. Beri rasa aman
dan sikap
12. Lakukan kontrak
singkat tapi sering
Hubungan saling
percaya merupakan
landasan utama
dalam rencana
intervensi
keperawatan
selanjutnya.
73
perawat
7.
Menyediakan
waktu untuk
kontak
2. Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan.
1. Klien
dapat
mengungkapkan
perasaanya
2. Klien
dapat
menggungkapkan
penyebab
perasaan
jengkel/kesal (dari
diri sendiri, dari
lingkungan/orang
lain).
4. Beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya
5. Bantu klien
untuk
mengungkapkan
penyebab
jengkel/kesal
6. Dengarkan
penjelasan klien
tanpa menyela
atau member
penilaian pada
setiap ungkapan
perasaan klien.
Menentukan
mekanisme
koping yang
dimiliki oleh
klien dalam
menghadapi
masalah selain
itu sebagai
landasan awal
dalam
menyusun
intervensi
berikutnya.
3. Klien dapat 1. 4. Anjurkan klien Untuk
74
mengidentifikasi atau
mengungkapkan
perasaan saat
mara/jengkel tanda
perilaku kekerasan dan
menyimpulkannya.
Anjurkan klien
mengungkapkan
apa yang dialami
saat
marah/jengkel.
2.
Observasi tanda
perilaku
kekerasan pada
klien
3.
Simpulkan
bersama klien
tanda-tanda
jengkel/kesal yang
dialami klien.
mengungkapkan
apa yang
Dialami saat
marah/jengkel
5. Observasi tanda
perilaku
kekerasan pada
klien
6. Simpulkan
bersama klien
tanda-tanda
jengkel/kesal
yang dialami
klien
mengetahui hal
yang dialami
dan dirasa saat
jengkel
Untuk
mengetahui
tanda-tanda
klien
jengkel/kesal
Deteksi dini
dapat
mencegah
tindakan yang
bisa
membahayakan
klien dan
lingkungan
sekitar
Menarik
kesimpulan
bersama klien
supaya klien
mengetahui
secara garis
besar tanda-
tanda
marah/kesal
4. Klien dapat 1. Klien 4. Anjurkan klien Mengekplorasi
75
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang pernah di
lakukan.
dapat
mengungkapkan
perilaku
kekerasan yang
pernah di lakukan
2. Klien
dapat mengetahui
cara yang biasa
dilakukan
3. Klien
dapat mengetahui
cara yang biasa
dapat
menyesuaikan
masalah atau
tidak.
untuk
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang pernah
dilakukan klien
5. Ajak klien untuk
menceritakanperasa
an setelah tindakan
kekerasan terjadi
6. Bicarakan dengan
klien apakah cara
yang klien lakukan
masalahnya selesai
perasaan klien
terhadap
perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
Untuk
mengetahui
perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
dan dengan
bantuan perawat
bisa
membedakan
perilaku
konstruksi an
destruktif
Dapat
membantu klien
dapat
menemukan
cara yang dapat
menyelesaikan
masalah.
5. Klien dapat
mengidentifikasi
akibat perilaku
1. Klien
dapat menjelaskan
akibat dari cara
3. Bicarakan
akibat/kerugiaan
dari cara yang
dilakukkan klien
Membantu klien
untuk menilai
perilaku
kekerasan yang
76
kekerasan kekerasan yang
digunakannya
baik diri sendiri,
orang lain, dan
lingkungan
sekitar.
terhadap diri sendir
orang lain dan
lingkungan sekitar.
4. Bersama klien
menyimpulkan
akibat yang
digunakan oleh
klien
dilakukkannya
Dengan
mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan klien
dapat merubah
perilaku
destruktif yang
dilakukannya
menjadi perilaku
yang konduktif.
6. Klien dapat
mengidentifikasi cara
respon konstrukif
dalam kemarahan
1. Klien
dapat
menjelaskancara-
cara sehat dalam
mengungkapkan
marahnya.
4. Tanyakan pada
klien apakah ingin
mempelajari cara
baru yang sehat
5. Jelaskan cara-cara
sehat
mengungkapkan
kemarahannya.
6. Berikan pujian
jika klien
mengetahui cara
lain yang sehat
e. Secara fisik : tarik
nafas dalam jika
sedang kesal/
memukul bantal/
Agar klien dapat
memepelajari
cara-cara sehat
dalam
mengungkapkan
kemarahannya
Dengan
mengidentifi-
kasi cara yang
konstruktif
dalam merespon
terhadap
kemarahan
dapat membantu
klien
menemukan
77
kasur atau olaraga
atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga
f. Secara verbal :
katakan bahwa
anda sedang
kesal/tersing-gung/
jengkel (saya kesal
anda berkata seperti
itu; saya marah
karena mama tidak
memenuhi
keinginan saya).
g. Secara social :
lakukan dalam
kelompok cara-cara
marah yang sehat;
latihan asentif
latihan manajemen
perilaku kekerasan.
h. Secara spiri- tual;
anjurkan klien
sembayang berdoa
ibadat lain;
meminta pada
tuhan untuk diberi
kesabaran,
mengadu pada
cara yang baik
untuk
mengurangi
kejengkelannya
yang berpotensi
menciderai diri
sendiri, orang
lain dan
lingkungan.
Retoforcement
positif dapat
memotivasi
klien dan
meningkatkan
harga dirinya
Berdiskusi
dengan klien
untuk memilih
cara yang lain
sesuei dengan
kemampuan
klien
78
tuhan kekerasan/
kejengkelan.
7. Klien dapat
memperagakan cara
mengontrol perilaku
kekerasan
1. Klien
memperagakan
cara mengontrol
perilaku
kekerasan.
- fisik :
tarik napas dalam,
olahraga
- verbal :
secara langsung
dengan tidak
menyakiti
- spiritual :
sembayang atau
berdoa serta
kegiatan ibadah
lain.
6. Bantu klien
memilih cara
yang paling tepat
7. Bantu klien
mengodentifikasi
manfaat cara
dipilih
8. Bantu keluarga
klien untuk
menstimulasi cara
tersebut roleplay
9. Beweinforcement
positif atau
keberhasilan klien
mensti-mulasi
cara tersebut
10. Anjurkan klien
untuk
menggunakan
cara yang telah
Dipelajari saat
Jengkel/marah
Membantu klien
dalam membuat
keputusan
terhadap cara
yang telah
dipilihnya
dengan melihat
manfaatnya
Agar klien
mengetahui cara
marah yang
konstruktif
Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan
harga diri klien
Agar klien dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilih nya jika
ia sedang kesal
79
8. Klien
mendapat dukungan
dari keluarga.
Dapat :
keluarga dalam
menyebutkan
mengontrol cara
perilaku kekerasan .
1.
Keluarga mampu
mengerti dan ikut
berpartisipasi
dalam perawatan
pasien.
6. Identifikasi
kemampuan
keluarga merawat
klien dari sikap
apa yang telah
dilakukan
keluarga terhadap
klien selam ini.
7. Jelaskan peran
serta keluaraga
merawat klien
8. Jelaskan cara
merawat klien:
terkait dengan
cara mengontrol
perilaku marah
secara kontruktif,
sikap tenang
bicara tenang dan
pelan, memebantu
klien mengenal
penyebab masalah
9. Bantu kelu-
argamendemos-
trasikan cara
merawat klien
10. Bantu
kelurgamengu-
Kemampuan
keluarga dalam
mengidentifi-kasi
akan
memungkinkan
keluarga untuk
melakukan
penilaian terha-
dap
perilaku
kekerasan
Meningkatkan
pengetahuan
keluarga tentang
cara merawat
klien sehingga
keluarga terlibat
dalam pera-
watan
klien
Agar keluar-
ga dapat
merawat klien
dengan perilaku
80
ngkapkan pera-
saannya setelah
melakukan
demonstrasi
kekerasan
Agar keluarga
mengetahui cara
merawat klien
melalui demon-
strasi
yang dilihat
keluarga secara
langsung
Mengeksplolasi
perasaan
keluarga setelah
melakukan
demonstrasi
9. Klien dapat
mengunakan/menyebut
obat-obatan yang di
minum dan
kegunananya (jenis,
waktu, dan dosis).
Klien dapat minum
obat sesuai program
1. Klien
dapat
menyebuitkan
jenis, dosis, waktu
dan efek
sampingnya.
2. Klien
memperagakan
7. Jelaskan jenis obat
yang diminum
klien pada klien
keluarga
8. Diskusikan
manfaat minum
obat dan keru-
gianberhentiminum
obat tanpa seizin
dokter
Klien dan
keluarga dapat
mengetahui
nama-nama obat
yang diminum
oleh klien
Klien dan
keluarga dapat
mengetahui
kegunaan obat
yang dikonsumsi
klien
81
pengobatan. kepatuhan minum
obat sesuai jadwal
yang di tetapakan.
3.
mengevaluasi
kemampuan
dalam mematuhi
meminum obat.
9. Jelaskan prinsip
benar minum obat
baca nama yang
tertera pada botol
obat,dosis
obat,waktu dan
cara minum
10. Apakah klien
minta obat dan
minum tepat waktu
11. Anjurkan klien
melaporkan pada
perawat/dokter jika
merasakan efek
yang tidak
menyenangkan
12. Beri pujian,jika
klien minum obat
dengan benar.
Klien dan
keluaraga
mengetahui
prinsip benar
agar tidak terjadi
kesalahan dalam
mengomsumsi
obat
Klien dapat
memiliki
kesadaran
pentingnya
minum obat dan
dengan kesadaran
sendiri
Mengetahui efek
samping sendiri
mungkin
sehingga
tindakan dapat
dilakukan segera
mungkin untuk
menghindari
komplikasi
Beweinfoecemen
t positif dapat
memotivasi
keluarga danklien
82
serta dapat
meningkatkan
harga diri
83
4. Implementasi Keperawatan
HARI/
TANGGAL
PERTEMUAN KONDISI
KLIEN
TUJUAN
KHUSUS
TINDAKAN
Senin 27 mei
2019
1 DS: pasien menjawab
salam, dan menyebutkan
nama “selamat pagi ibu
perawat nama saya Ny. H.
G. Umur: 55 thn, jenis
kelamin: perempuan,
pekerjaan : IRT, status :
janda, pendidikan : SMA
DO:
- Tatapan mata tajam
- Marah-marah saat
dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara kasar
dengan suara tinggi
serta membentak dan
menggunakan kata-kata
kotor, Pasien mudah
terlihat curiga
Membina hubungan
saling percaya
1. Mengucapkan salam: pasien
menjawab salam
2. Memperkenalkan diri dan
menanyakan nama pasien : pasien
menyebutkan nama saya Ny. H. G.
Umur: 55 thn, jenis kelamin:
perempuan, pekerjaan : IRT, status :
janda, pendidikan : SMA
Selasa 28 2 DS: pasien mengatakan Klien dapat 1. Beri kesempatan untuk
84
mei 2019 pasien marah karena
disuanggi oleh seseorang.
DO:
-Tatapan mata tajam
- Marah-marah saat
dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara kasar
dengan suara tinggi
serta membentak dan
menggunakan kata-kata
kotor
mengidentifikasi
penyebab perasaan
jengkel/kesal
mengungkapkan perasaannya
2. Bantu pasien untuk
mengungkapkan penyebab
jengkel atau kesal
Rabu 29 mei
2019
3 DS: pasien mengatakan
pasien marah karena
disuanggi oleh seseorang.
DO:
-Tatapan mata tajam
- Marah-marah saat
dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara kasar
Klien dapat
mengidentifikasi atau
mengungkapkan tanda-
tanda perasaan saat
marah/ jengkel
Tanda perilaku
Kekerasan dan
klien dapat
Menyimpulakan
7. Menganjurkan klien mengungkapkan
apa yang
dialami saat marah/jengkel
8. Mengobservasi tanda perilaku
kekerasan pada klien
9. Membantu menyimpulkan bersama
klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien
85
dengan suara tinggi
serta membentak dan
menggunakan kata-kata
kotor
Kamis 30
mei 2019
4 DS: pasien mengatakan
pasien marah karena
disuanggi oleh seseorang.
DO:
-Tatapan mata tajam
- Marah-marah saat
dikaji
- Mengamuk
- Wajah tegang
- Gelisah
- Nada bicara kasar
dengan suara tinggi
serta membentak dan
menggunakan kata-kata
kotor
Klien dapat
Mengidentifi-
kasi perilaku
kekerasan
yang pernah
dilakukan
7. Menganjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku kekerasan yang
pernah dilakukan klien
8. Mengajak klien untuk
menceritakanperasaan setelah tindakan
kekerasan terjadi
9. Membicarakan dengan klien apakah cara
yang klien lakukan masalahnya selesai
86
5. Evaluasi keperawatan
HARI/TA
NGGAL
PERTE
MUAN
TUJUAN KHUSUS EAVALUASI
Senin 27
mei 2019
1 Membina hubungan saling
percaya
S : Pasien menjawb salam, menyebutkan nama :
saya Ny H.G umur 55 tahun jenis kelamin : perempuan,
pekerjaan : ibu rumah tangga, status : janda pendidikan :
SMA alamat : lasiana.
O : Pasien mau berjabat tangan dan senyum
A : Bina hubungan saling percaya tercapai
P : Lanjutkan Strategi Pelaksanaan 2
28 mei
2019
2 Mengidentfikasi penyebab
perilaku kekerasan
S: pasien mengatakan pasien marah karena disuanggi
oleh seseorang.
O: pasien terlihat mampu mengungkapkan perasaan kesal
atau jengkel dengan marah-marah, nada suar keras,
membentak, dan tatapan mata tajam
87
A: Strategi Pelaksanaan 2 Teratasi
P: lanjutkan Strategi Pelaksanaan 3
Rabu 29
mei 2019
3 Mengidentifikasi atau
mengungkapakn tanda – tanda
saat marah atau jengkel pada
perilaku kekerasan dan
menyimpulkannya.
Strategi pelaksanaan 3
S : Pasien mengatakan tanda –tanda perilaku
kekerasan adalah memukul orang lain atau barang-
barang yang ada di sekitar dan marah-marah tidak jelas
O : Pasien senyum dan menjeaskan kembali
dengan baik
A : Strategi Pelaksanaan teratasi
P : lanjutkan Strategi Pelaksanaan 4
Kamis 30
mei 2019
4 Mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang pernah
dilakukannya.
S : Pasien mengatakan tidak tau akibat dari
perilaku kekerasan dan tidak ingin bicara banyak
O : pasien terlihat tidak mau bicara, tatapan mata
tajam, dan mengalihkan pembicaraan saat berbicara.
A : Masalah Belum Teratasi
P : Ulangi Strategi Pelaksanaan 4
88
89