KDRT Maternitas OKy

7
Sekilas TENTANG UNDANG - UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Berikut adalah poin-poin penting yang diatur dalam Undang Undang ini. 1. Apa sih Kekerasan dalam Rumah Tangga itu? Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). 2. Siapa saja yang termasuk lingkup rumah tangga? Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1): a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga). 3. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga? Bentuk-bentuk KDRT adalah (Pasal 5): a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; c. Kekerasan seksual; atau d. Penelantaran rumah tangga 4. Apa yang dimaksud dengan kekerasan fisik? Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). 5. Apa yang dimaksud dengan kekerasan psikis? Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7) 6. Apa yang dimaksud kekerasan seksual? Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. 7. Apa yang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga?

description

maternitas

Transcript of KDRT Maternitas OKy

Page 1: KDRT Maternitas OKy

Sekilas TENTANG UNDANG - UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

 

Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Berikut adalah poin-poin penting yang diatur dalam Undang Undang ini.

1. Apa sih Kekerasan dalam Rumah Tangga itu?

Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).

2. Siapa saja yang termasuk lingkup rumah tangga?

Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atauc. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).

3. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga?

Bentuk-bentuk KDRT adalah (Pasal 5):a. Kekerasan fisik;b. Kekerasan psikis;c. Kekerasan seksual; ataud. Penelantaran rumah tangga

4. Apa yang dimaksud dengan kekerasan fisik?

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).

5. Apa yang dimaksud dengan kekerasan psikis?

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7)

6. Apa yang dimaksud kekerasan seksual?

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

7. Apa yang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga?

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).

8. Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai hak-hak korban?

Tentu. Berdasarkan UU ini, korban berhak mendapatkan (pasal 10):a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak

Page 2: KDRT Maternitas OKy

lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dane. Pelayanan bimbingan rohani

Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari (pasal 39):a. Tenaga kesehatan;b. Pekerja sosial;c. Relawan pendamping; dan/ataud. Pembimbing rohani.

9. Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai kewajiban pemerintah?

Ya. Melalui Undang-Undang ini pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus (pasal 12):a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dand. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

Selain itu, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya:a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian;b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani;c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang mudah diakses korban;d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban.

10. Bagaimana dengan kewajiban masyarakat?

Undang-Undang ini juga menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk (pasal 15):a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;b. Memberikan perlindungan kepada korban;c. Memberikan pertolongan darurat; dand. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian (pasal 26 ayat 1). Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian (pasal 26 ayat 2).Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (pasal 27).

11. Bagaimana dengan ketentuan pidana yang akan dikenakan pada pelaku?

Ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 – pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda berbeda-beda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan. Dalam proses pengesahan UU ini, bab mengenai ketentuan pidana sempat dipermasalahkan karena tidak menentukan batas hukuman minimal, melainkan hanya mengatur batas hukuman maksimal. Sehingga dikhawatirkan seorang pelaku dapat hanya dikenai hukuman percobaan saja.Meskipun demikian, ada dua pasal yang mengatur mengenai hukuman minimal dan maksimal yakni pasal 47 dan pasal 48. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai kekerasan seksual.

Pasal 47: “Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000 atau denda paling banyak Rp 300.000.000”

Pasal 48: “Dalam hal perbuatan kekerasan seksual yang mengakibatkan korban mendapatkan luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000 dan denda paling banyak Rp 500.000.000”

12. Bagaimana mengenai pembuktian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti

Page 3: KDRT Maternitas OKy

yang sah lainnya (pasal 55).Alat bukti yang sah lainnya itu adalah:a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk;e. Keterangan terdakwa.

INGAT!!! Disahkannya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bukan berarti perjuangan

terhenti. Ini justru merupakan titik awal perjuangan yang sebenarnya. Pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan kewajibannya melaksanakan Undang-Undang ini tetap harus kita lakukan. Demikian

pula sosialiasi kepada masyarakat luas mengenai maksud dan tujuan UU ini, harus terus menerus diupayakan.

Lihat lembar info lainnya 

  Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Oleh : Drs. M Sofyan Lubis, SH<< back ke articles

Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT) yang terdapat di dalam undang-undang No. 23 tahun 2004, adalah ; “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (vide, pasal 1 ayat 1 ).

Mengingat UU tentang KDRT merupakan hukum publik yang didalamnya ada ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas khususnya kaum lelaki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, adalah : a). Suami, isteri, dan anak, termasuk anak angkat dan anak tiri ; b). Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri yang tinggal menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan ; dan c). Orang yang bekerja membantu di rumah tangga dan menetap tinggal dalam rumah tangga tersebut, seperti PRT.

Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 1) Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ; 2) Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll. 3).Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu ; dan 4). Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

14

Related Links

Indonesia Business Law FirmPerhimpuan Advokat IndonesiaKongres Advokat IndonesiaPersatuan Advokat IndonesiaMahkamah Agung RIKepolisian Republik IndonesiaKejaksaan Agung RIKomisi Pemberantasan KorupsiKomisi Yudisial RIKomisi Kepolisian Nasional

Reference Books

Page 4: KDRT Maternitas OKy

Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain : a).Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ; b).Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ; c). Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ; d).Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan e). Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu : a).Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ; b). Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ; c). Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan d). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya : a) mencegah KDRT ; b) Memberikan perlindungan kepada korban ; c).Memberikan pertolongan darurat ; dan d). Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT). Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian (vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27). Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Dan perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut

<< back ke articles

lisi Terkait KDRTKamis, 22 Juli 2010 04:11 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | Dibaca 961 kali

Page 5: KDRT Maternitas OKy

KDRT/ilustrasi. (ANTARA/Grafis)Pamekasan, 21/7 (ANTARA) - Aparat Kepolisian Resor (Polres) Pamekasan, Madura, Jawa Timur mengusut laporan seorang istri dari Dusun Sakolaan, Desa Duko Timur, Kecamatan Larangan, Pamekasan, Madura atas diri suaminya yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Anik Yuliani (28), perempuan yang melapor itu, kepada wartawan di mapolres setempat, Rabu, menuturkan dirinya terpaksa melaporkan suaminya, Imam Hanafi (35), ke polisi, karena dirinya sudah tidak tahan dengan perbuatan suami yang sering memukul dirinya.

"Kalau perbuatannya hanya sekali hingga dua kali, saya tidak akan melaporkan suami saya, tapi dia sudah berulang kali melakukan kekerasan itu," katanya.

Didampingi orang tuanya Ruknani, Anik datang ke sentra pengaduan keamanan (SPK) di Mapolres Pamekasan sambil menggendong anaknya bernama Kaila yang masih berumur 16 bulan.

Kekerasan yang dilakukan suaminya, Hanafi, katanya, sering dilakukan, terutama jika terjadi pertengkaran. Pukulan dengan tangan kosong dan tendangan sudah sering dialami Anik dalam beberapa bulan terakhir.

"Ini bekasnya masih ada sampai sekarang," katanya sambil menunjukkan bekas luka memar di wajahnya.

Tindak kekerasan yang terakhir dilakukan suaminya adalah saat sang suami pamit untuk bekerja ke Kalimantan, namun tidak diizinkan.

Saat itu, tutur Anik, suaminya Hanafi langsung melayangkan pukulan ke wajahnya dan menendang dirinya. "Padahal, alasan saya melarang suami ketika itu karena pekerjaannya di Kalimantan juga belum jelas," ucapnya.

Tidak hanya itu saja, hal yang kini membuat dirinya sekeluarga sakit adalah suaminya kini menghilang dengan membawa kabur uang pinjaman.

Minggu (18/7), suaminya kembali ke rumah Anik Yuliani di Dusun Sakolaan, Desa Duko Timur dan meminta ibu dua orang anak tersebut pulang ke rumah suaminya Imam Hanafi di Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan.

Namun karena Anik menolak, suaminya Hanafi lagi-lagi melakukan kekerasan dengan memukul sekujur tubuhnya dan membawa kabur anak pertamanya Aliyah yang sudah berumur 5 tahun.

Page 6: KDRT Maternitas OKy

"Itulah mengapa saya harus melaporkan kekerasan ini ke polisi," katanya.

Ketika dikonfirmasi hal itu, Kasat Reskrim Polres Pamekasan AKP Mohammad Kholil membenarkan adanya laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa korban Anik Yuliani, warga Dusun Sakolaan, Desa Duko Timur, Kecamatan Larangan itu.

Menurut Kholil, pihaknya secepat mungkin akan memproses kasus tersebut dengan terlebih dahulu meminta keterangan korban dan selanjutnya akan memanggil pihak terlapor.

"Penanganan kasus ini akan dilakukan oleh unit khusus, yakni Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang ada di Mapolres Pamekasan," katanya. (ZIZ/K004)