Kelayakan Industri
-
Upload
adha-panca-wardanu -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of Kelayakan Industri
-
8/18/2019 Kelayakan Industri
1/4
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian IndonesiaOpen Access Journal
I N F O A R T I K E L
Submit:
Perbaikan:
Diterima:
Keywords:
ABSTRACT
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
DOI:
ANALISA NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN AGROINDUSTRINATA DE COCO DI KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
http://dx.doi.org/10.17969/jtipi.v7i2.3276
1Program Studi Agroindustri, Politeknik Negeri Ketapang, Kalimantan
Barat2Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi, Politeknik Tonggak
Equator Pontianak, Kalimantan Barat*email: [email protected]
ADDED VALUE ANALYSIS AND FEASIBILITY STUDY OF NATA DE COCO AGROINDUSTRY IN
KETAPANG DISTRICS WEST BORNEO
Adha Panca Wardanu1*, Uliyanti2
This research aimed to analyze the feasibility and value added of nata de coco agroindustry at
Ketapang districs. The research uses qualitative and the selection of location was determined by
the researcher purposively on the consideration that the area produced more numbers of coconut
tree among the areas in Ketapang. The data collection techniques used are interview, questionnaire,
and observation. Analysis of data used on the research is descriptive analysis, analysis of financial
feasibility assessments, and value added analysis, including technical and technology aspect,
economic and financial. Based on financial analysis, obtained NPV value is Rp 118.522.756, Net B/C
1.49, IRR 76%, Payback Period 1,88 years with BEP value on production levels 45,86%. This
business is feasible and profitable. Based on value added analysis, average of value added Rp 3.340,
with average of value added ratio 61% (percent) and average of profit level 65% (percent).
nata de doco, added value,
industry feasibility Study
27 Juli 2015
31 Agustus 2015
7 September 2015
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Ketapang memiliki potensi yang
besar dalam pengembangan komoditas Kelapa.
Namun didalam upaya pengembangan komoditas
kelapa tersebut dihadapkan pada berbagai
kendala antara lain industri hilir (agroindustri)
yang belum berkembang, sehingga sebagian besarproduk dijual dalam bentuk produk primer.
Padahal bila didayagunakan potensi tersebut akan
memberi keuntungan dari segi bisnis. Salah satu
produk turunan kelapa yang dapat diusahakan dan
memiliki nilai tambah dan ekonomis dibandingkan
dengan produk primer adalah nata de coco
(Allorerung dan Mahmud, 2003).
Nata merupakan produk fermentasi oleh
bakteri Acetobacter xylinum pada media yang
mengandung gula, menyukai lingkungan yang
asam dan membutuhkan sumber nitrogen untuk
aktivitasnya (Misgiyarta, 2007). Acetobacter
xylinum adalah salah satu spesies bakteri yang
dapat menghasilkan mikrofibril selulosa
ekstrasellular (Yanuar dkk., 2003). Produk natadapat digolongkan sebagai makanan kesehatan
atau makanan diet. Selain itu, nata de coco juga
dikenal rendah kalori dan tidak mengandung
kolesterol sehingga nata de coco dikenal sebagai
serat pangan alami (dietary fiber ) yang
bermanfaat dalam proses pencernaan makanan
dalam usus halus manusia (Hamad dan Kristiono,
2013). Banyaknya keunggulan komperatif yang
dimiliki nata de coco sebagai makanan kesehatan,
membuat peluang usaha nata de coco dikabupaten
Ketapang semakin terbuka. Hal tersebut didasari
oleh potensi kelapa sebagai sumber bahan bakuutamanya tersedia cukup banyak di kabupaten
Ketapang.
07 02 2015
-
8/18/2019 Kelayakan Industri
2/4
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Berdasarkan data jumlah produksi kelapa
kabupaten Ketapang menempati urutan keenam
terbanyak dari 14 kabupaten/kota yang ada di
provinsi Kalimantan barat dengan jumlah
produksi sebesar 1.755 ton/tahun (BPS Ketapang,
2013). Maka dengan adanya industri pengolahan
produk olahan kelapa seperti industri nata de coco
di kabupaten Ketapang diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang nyata dalam
pembangunan di kabupaten Ketapang terutama
untuk meningkatkan perekonomian dan
penciptaan lapangan pekerjaan (Wardanu dan
Anhar, 2014).
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka
pengembangan agroindustri nata de coco
dipandang sangat penting untuk dapat
direalisasikan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan nilai tambah dan dapat menjadi
motor penggerak ( prime mover ) bagiperekonomian masyarakat dan wilayah. Untuk itu,
dalam rangka pengembangan agroindustri nata de
coco di kabupaten Ketapang, maka diperlukan
kajian yang mendalam mengenai nilai tambah
yang dihasilkan nata de coco dan kelayakan
industri nata de coco di Ketapang.
2. MATERIAL DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif yang dilakukan secara survey dengan
populasi yang berasal dari petani kelapa.
Pendekatan yang dilakukan adalah secara
kualitatif dan kuantitatif. Lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja ( purposive). Data yang
diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan
dianalisis secara deskriptif. Data-data yang telah
dikumpulkan dihitung atau dianalisis dengan
menggunakan alat analisis usaha nata de coco,
kelayakan investasi dan nilai tambah metode
Hayami (Maulidah dan Kusumawardani, 2011).
Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Agroindustri Nata de coco
- Perancangan Proses Produksi : Kapasitas Produksi,Kebutuhan Bahan, Kebutuhan Mesin dan Peralatan, Tenagakerja, dan Utilitas.
- Perhitungan Total Investasi, Total Biaya Produksi, HargaPokok dan Total Pendapatan
- Uji kelayakan : IRR, NPV, PI, BEP- Penentuan Nilai Tambah
Masukan untuk peningkatan
Proses Produksi
Pengembangan agroindustri
nata de coco
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Kelayakan
dan Nilai Tambah Agroindustri Nata de coco
Data yang digunakan dalam penentuan
kelayakan perancangan meliputi: kapasitas
produksi, laju alir dan komposisi bahan masuk
dan keluar proses atau alat, untuk menghitung
neraca massa. Data hasil perhitungan neraca
massa digunakan untuk perhitungan sebagian
dimensi dan spesifikasi alat yang dipakai untuk
proses. Sedangkan harga alat, harga bahan baku
dan pembantu, harga bahan pengemas, biaya
utilitas, gaji karyawan dan biaya operasional yang
lain digunakan untuk menentukan kriteria
kelayakan dari suatu hasil perancangan. Untuk
menghitung data cash flow adalah discounted cash
flow , sedangkan untuk menentukan kriteria
kelayakan investasi yang direncanakan meliputi
NPV, IRR, PI, POT dan BEP. Asumsi yang
digunakan :
- Bahan baku, bahan pembantu dan bahan
pengemas tersedia secara kontinyu sepanjangtahun.
- Kapasitas alat atau mesin selama umur
ekonomis tidak mengalami penurunan
produksi.
- Modal diperoleh dari bank sebesar 40 % dari
total modal dengan masa pengembalian 5
tahun dan 60% modal sendiri.
- Harga dan biaya perhitungan kelayakan
finansial adalah yang berlaku pada saat
perhitungan.
- Suku bunga 18 %.
- Permintaan produk stabil, produk terjual habis
setiap akhir tahun dan selama umur proyek.
Metode penghitungan nilai tambah untuk
pengolahan dengan formula yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan Nilai Tambah (Hayami, 1987
dalam Maulidah dan Kusumawardani, 2011).Output, Input, Harga Formula
1 Hasil produksi (kg/ tahun) A
2 Bahan baku (kg/ tahun) B
3 Tenaga kerja (HOK) C
4 Faktor Konversi (1/2) A/B = M
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) C/B = N
6 Harga produk (Rp/ Kg) D
7 Upah Rerata (Rp/ HOK) E
Pendapatan
8 Harga bahan baku (Rp/ kg) F
9 Sumbangan input lain (Rp/ Kg) G
10 Nilai produk (4x6) (Rp/ Kg) M x D = K
11 a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp / kg) b. Rasio nilai tambah (11.a / 10) (%)
K – F – G = L(L / K) % = H%
12 a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp / kg)
b. Bagian tenaga kerja (12.a. / 11.a.) (%)
N x E = P
(P / L) % = Q%
13 a. Keuntungan (10 – 11.a) b. Tingkat keuntungan (13.a / 10) (%)
K - L = R(R / K) % = 0 %
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14. Margin (Rp / kg) K – F = S
• Pendapatan tenaga kerja langsung 12a / (14 x 100) P / (S X 100) = T
• Sumbangan input lain 9 / (14 x 100) G / (S X 100) = U
• Keuntungan perusahaan 13a / (14 x 100) R / (S X 100) = V
07 02 201545
-
8/18/2019 Kelayakan Industri
3/4
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Aspek Ekonomis
Penentuan Modal Investasi
Hasil analisa ekonomi untuk mendirikan unit
produksi nata de coco diperlukan modal investasi
total sebesar Rp. 32.391.868,-. Biaya investasi ini
terdiri atas modal tetap sebesar Rp. 29.447.125,-
dan modal kerja sebesar Rp.4.417.100,-. Modal
yang digunakan untuk mendirikan unit produksi
nata de coco ini direncanakan 70% berasal dari
modal sendiri yaitu sebesar Rp. 20.613.000,- dan
30% berupa pinjaman bank sebesar Rp.
8.834.146,- dengan masa angsuran 5 tahun dan
bunga 18 %.
Penentuan Biaya Produksi
Hasil perhitungan analisa ekonomi untuk
mendirikan unit pengolahan nata de cocodiperlukan biaya produksi total sebesar Rp.88.196.467,-. Biaya produksi total ini terdiri atas
biaya pembuatan sebesar Rp. 84.482.931,- biaya
pengeluaran umum Rp. 3.713.467,. Biaya
pembuatan terdiri atas: biaya produksi langsung
sebesar Rp. 80.550.938,- biaya tetap sebesar Rp.
3.003.600,- dan biaya pabrik tidak langsung
sebesar Rp. 928.384,-.
Perhitungan Pendapatan Total
Hasil perhitungan analisa ekonomi diperoleh
harga pokok produksi per kemasan sebesar Rp.
5.357,- untuk tiap kemasan berisi 700 ml produk.
Dalam penentuan harga jual, margin ditentukan
dengan angka dari 1-100% dan margin yang
diinginkan dinyatakan dalam persentase
(Soekartawi, 2005). Laba yang diinginkan yaitu
40% dan pajak, maka harga jual per kemasan
sebesar Rp. 8.000 per kemasan. Jadi harga jual
produk selama satu tahun dari perhitungan
diperoleh nilai sebesar Rp. 137.088.000,-. Menurut
Subagyo (2007), besarnya mark up ditingkat
produsen langsung ke konsumen sebesar 20%,jika melalui agen atau pengecer mark up sebesar
40% dan bila pengecer menjual produk ke
konsumen akhir mark up yang ditetapkan bisa
mencapai 70%. Harga jual produk ditingkat
konsumen relatif, dimana harga produk sejenis
yang ada di pasaran sebesar Rp. 7.000 hingga Rp.
13.000 per kemasan.
Break Even Point (BEP)
Pada kapasitas produksi 45,86% volume
penjualan 12.599 kemasan atau senilai Rp.
56.741.777,-. Perimbangan kas masuk (inflow ) dan
kas keluar (outflow ) akan menentukan besarnya
uang pada waktu tertentu. Arus kas bersih yang
menunjukkan perputaran uang hingga akhir masa
produksi menunjukkan bahwa pabrik mampu
memperoleh keuntungan bersih hingga akhir
masa proyek sebesar Rp.484.520.541.
Analisa Kelayakan Industri Nata de coco Laju
Pengembalian Modal
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR
(Internal Rate of Return) sebesar 76 %. Harga I
yang diperoleh jauh lebih besar dari harga I untuk
bunga pinjaman yaitu 18%, sehingga bila ditinjau
dari segi IRR maka perancangan unit produksi
nata de coco ini layak dan menguntungkan dengan
kondisi tingkat bunga pinjaman 18%. Untuk IRR
kriteria penilainya jika IRR yang didapat lebih
besar dari IRR yang ditentukan maka investasi
dapat diterima atau layak (Soeharto, 1998).
Waktu Pengembalian ModalHasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai
waktu pengembalian modal dicapai pada 1,88
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka
waktu tersebut nilai investasi usaha sebesar Rp.
32.391.686,- telah kembali. Kembalinya investasi
dalam waktu yang cukup cepat ini menunjukkan
bahwa proyek sangat menguntungkan, sehingga
jika ada investor mempunyai kesempatan untuk
melakukan investasi lagi setelah tahun keempat.
Lama Pay Out Time lebih pendek daripada umur
proyek yang direncanakan yaitu selama 10 tahun,
sehingga dapat dikatakan proyek ini layak untuk
dilaksanakan.
Net Present Value (NPV)
Hasil perhitungan untuk tingkat suku bunga
18% diperoleh nilai NPV sebesar Rp.118.522.756,.
NPV menunjukan nilai positif sehingga unit
agroindustri ini layak untuk didirikan. Nilai
tersebut memberi arti bahwa unit agroindustri ini
mampu memperoleh laba sebesar Rp.
118.522.756,- dimasa dating apabila diukur
dengan nilai sekarang. Nilai NPV yang positifmenunjukkan bahwa proyek atau industri
tersebut layak untuk dilaksanakan sementara nilai
NPV negatif berarti proyek tidak layak dilakukan
(Kusuma, 2012).
Profitability Index (PI)
Hasil perhitungan diperoleh nilai Profitability
Index (PI) sebesar 5,32 atau lebih besar dari 1
sehingga ini menunjukan bahwa unit agroindustri
ini layak untuk diteruskan ke tahap pendirian.
Pemakaian metode Profitability Index (PI) adalah
menghitung melalui perbandingan antara nilai
sekarang ( present value) dari rencana penerimaan.
Penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang
07 02 201546
-
8/18/2019 Kelayakan Industri
4/4
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
dengan nilai sekarang (Present value) dari
investasi yang telah dilaksanakan. Kriteria
penilaianya, jika PI>1 maka proyek
menguntungkan atau layak untuk diteruskan.
R/ C ratio (R/ C)
Total penerimaan yang didapat dari unit
produksi nata de coco skala industri kecil sebesar
Rp. 137.088.000,- dengan total biaya Rp.
87.879.841,- sehingga didapatkan nilai efisiensi
usaha R/C sebesar 1,49. Hal ini berarti bahwa
usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan
sesuai dengan criteria efisiensi usaha yaitu bila
nilai R/C>1. Dari beberapa uji kriteria kelayakan
ekonomi yaitu IRR, NPV, PI dan R/C menyatakan
bahwa unit pengolahan nata de coco ini layak
untuk diteruskan ke tahap pendirian. Penilaian
kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Penilaian Kelayakan IndustriKriteria Penilaian Syarat Kelayakan Nilai Penilaian
NPV > 0 118.522.756 Layak
IRR > 18% 76 % Layak
PI > 1 5,32 Layak
R/ C > 1 1,55 Layak
Analisis Nilai Tambah Nata de coco
Nilai tambah yang diperoleh dari nata de coco
adalah sebesar Rp.3.412 per kg. Nilai tambah ini
diperoleh dari pengurangan nilai output (produksi
nata de coco) dengan biaya bahan baku dan biaya
bahan penunjang lainnya. Sedangkan rasio nilai
tambah nata de coco adalah sebesar 60%, artinya
60% (persen) dari nilai output nata de coco
merupakan nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan agroindustri nata de coco.
Tabel 3. Nilai Tambah Air Kelapa menjadi Nata de
cocoOutput, Input, Harga Jumlah
Hasil produksi (kg/ tahun) 4.896
Bahan baku (kg/ tahun) 7.200
Tenaga kerja (HOK) 3
Faktor Konversi (1/2) 0,68
Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,00042
Harga produk (Rp/ Kg) 8.000
Upah Rerata (Rp/ HOK) 900.000Pendapatan
Harga bahan baku (Rp/ kg) 300
Sumbangan input lain (Rp/ Kg) 1.800
Nilai produk (Rp/ Kg) 5.440
Nilai tambah (Rp / kg) 3.340
Rasio nilai tambah (%) 61%
Keuntungan 2.100
Tingkat keuntungan (%) 39%
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
Sumbangan input lain (%) 35%
Keuntungan perusahaan (%) 65%
4. KESIMPULAN
1. Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa
untuk mendirikan unit pengolahan nata decoco dengan jumlah produksi 600 kg/ bulan.
Modal investasi Rp. 32.391.868,-. Biaya
produksi Rp. 87.879.841,- dengan harga pokok
produksi (HPP) per kemasan Rp. 5.385,- dan
harga jual produk per kemasan Rp. 8.000,-.
Hasil uji kelayakan industri didapat nilai IRR
76%, NPV Rp. 118.522.756.-, PI sebesar 5,32,
Payback Period yaitu 1,88 dengan BEP pada
tingkat produksi 45,86 % dan net R/C yaitu
1,55 dengan demikian unit produksi
pengolahan nata de coco layak untuk
dilakukan.
2. Nilai tambah yang diperoleh dari Nata de coco
adalah sebesar Rp.3.340/kg. Nilai tambah ini
diperoleh dari pengurangan nilai output
dengan biaya bahan baku dan biaya bahan
penunjang lainnya. Sedangkan rasio nilai
tambah nata de coco adalah sebesar 61%,
artinya 61 persen dari nilai output merupakan
nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan
agroindustri nata de coco dengan nilai
keuntungan sebesar 65%.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., dan Mahmud. 2003. Kemungkinan
Pengembangan Pengolahan Buah Kelapa secara Terpadu
skala pedesaan. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV.
Bandar Lampung 21 – 23 April 1998 Hal. 327 – 340.
Hamad, A., dan Kristiono, 2013. Pengaruh Penambahan
Sumber Nitrogen terhadap Hasil Fermentasi Nata de coco.
Jurnal Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal. 62-65.
BPS Ketapang. 2013. Ketapang Dalam Angka. Badan PusatStatistik Kabupaten Ketapang.
Maulidah, S., dan Kusumawardani. F., 2011. Nilai Tambah
Agroindustri Belimbing Manis ( Averrhoa carambola l.) dan
Optimalisasi Output sebagai Upaya Peningkatan
Pendapatan. Jurnal AGRISE Volume XI No. 1 Bulan Januari
2011.
Misgiyarta, 2007. Teknologi Pembuatan Nata de Coco.
Makalah disampaikan pada acara Pelatihan TeknologiPengolahan Kelapa Terpadu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. 31 Oktober-
3 Nopember 2007.
Kusuma, P.T.W., 2012. Analisis Kelayakan FinansialPengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) Nata de
coco di Sumedang, Jawa Barat.Jurnal Inovasi dan
KewirausahaanVolume 1 No. 2 Mei 2012 Hal. 113-12.
Soekartawi. 2005. Pengantar Agroindustri. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta.
Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi.
Penerbit Elexa Komputindo, Jakarta.
Suharto, I. 1998. Manajemen Proyek. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Wardanu, A.P., dan Muh Anhar, 2014. Strategi Pengembangan
Agroindustri Kelapa di Kabupaten Ketapang. Jurnal
Industria Vol. III No. 1. Hal.13-26.
Yanuar. A., Rosmalasari, Effionora. 2003. Preparation and
Characterization of Microcrystalline Cellulose from Nata
de Coco for Tablet Exipient. Institute for Science and
Technology Studies Journal, Science and Technology
Policy. Vol. IV, Hal. 71-78.
07 02 201547