khitbah

19
A. Pinangan (Khitbah) 1. Pengertian Pinangan (Khitbah) Kata peminangan berasal dari kata pinang, meminang (kata kerja). Meminang sinonimnya adalah melamar yang dalam bahasa Arab disebut Khitbah. Menurut etimologi, meminang atau melamar artinya (antara lain) “meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain)”.20 Kata “khitbah” , dalam terminologi Arab memiliki akar kata yang sama dengan al-khithab dan alkhathab. Kata al-khathab berarti “pembicaraan”. Apabila dikatakan takhathaba maksudnya “dua orang yang sedang berbincang-bincang”. Jika dikatakan khathabahu fi amr artinya “ia memperbincangkan sesuatu persoalan pada seseorang”. Jika khitbah (pembicaraan) ini berhubungan dengan ihwal perempuan, maka makna yang pertama kali ditangkap adalah pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan pernikahannya.21 Ditinjau dari akar kata ini, khitbah berarti pembicaraan yang berkaitan dengan lamaran atau permintaan untuk nikah. Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan, disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing- masing pihak. 2. Syarat-syarat peminangan (Khitbah) Meminang dimaksudkan untuk mendapatkan atau memperoleh calon istri yang ideal atau memenuhi syarat menurut syari’at Islam. Menurut H.Mohammad Anwar untuk memiliki calon istri harus memenuhi 4 syarat, ialah: a. Kosong dari perkawinan atau iddah laki-laki lain. b. Ditentukan wanitanya. c. Tidak ada hubungan mahram antara calon suami dengan calon istrinya, baik mahram senasab (keturunan) maupun mahram sesusuan dan tidak ada hubungan kemertuaan atau bekasnya sebagaimana yang akan diterangkan nanti. d. Wanitanya beragama Islam atau kafir kitabi yang asli, bukan kafir watsani (penyembah berhala atau atheis atau tidak beragama sama sekali. Kecuali kalau wanita kafir itu diislamkan dahulu baru boleh dikawin)22 Selain itu untuk syarat-syarat wanita yang boleh dipinang terdapat pada pasal 12 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi: a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.

description

Khitbah

Transcript of khitbah

A. Pinangan (Khitbah) 1. Pengertian Pinangan (Khitbah)Kata peminangan berasal dari kata pinang, meminang (kata kerja). Meminang sinonimnya adalah melamar yang dalam bahasa Arab disebut Khitbah. Menurut etimologi, meminang atau melamar artinya (antara lain) meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain).20 Kata khitbah , dalam terminologi Arab memiliki akar kata yang sama dengan al-khithab dan alkhathab. Kata al-khathab berarti pembicaraan. Apabila dikatakan takhathaba maksudnya dua orang yang sedang berbincang-bincang. Jika dikatakan khathabahu fi amr artinya ia memperbincangkan sesuatu persoalan pada seseorang. Jika khitbah (pembicaraan) ini berhubungan dengan ihwal perempuan, maka makna yang pertama kali ditangkap adalah pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan pernikahannya.21 Ditinjau dari akar kata ini, khitbah berarti pembicaraan yang berkaitan dengan lamaran atau permintaan untuk nikah.Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan, disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing-masing pihak. 2. Syarat-syarat peminangan (Khitbah) Meminang dimaksudkan untuk mendapatkan atau memperoleh calon istri yang ideal atau memenuhi syarat menurut syariat Islam. Menurut H.Mohammad Anwar untuk memiliki calon istri harus memenuhi 4 syarat, ialah: a. Kosong dari perkawinan atau iddah laki-laki lain. b. Ditentukan wanitanya. c. Tidak ada hubungan mahram antara calon suami dengan calon istrinya, baik mahram senasab (keturunan) maupun mahram sesusuan dan tidak ada hubungan kemertuaan atau bekasnya sebagaimana yang akan diterangkan nanti. d. Wanitanya beragama Islam atau kafir kitabi yang asli, bukan kafir watsani (penyembah berhala atau atheis atau tidak beragama sama sekali. Kecuali kalau wanita kafir itu diislamkan dahulu baru boleh dikawin)22 Selain itu untuk syarat-syarat wanita yang boleh dipinang terdapat pada pasal 12 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya. b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah rajiyyah, haram dan dilarang untuk dipinang. c. dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang orang lain selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita. d. Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang telah meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.3. Landasan Hukum Pinangan (Khitbah) Memang terdapat dalam Al-Quran dan dalam banyak hadis nabi yang membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas, baik dalam Al-Quran maupun dalam hadis nabi. Oleh karena itu dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti hukumnya adalah mubah. Namun ibnu Rusyd dalam Bidayat al-Mujtahid yang menukilkan pendapat Daud al-Zhahiriy yang mengatakan hukumnya adalah wajib. Ulama ini mendasarkan pendapatnya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam peminangan itu. (Ibnu Rusyd II, 2)23 Berkenaan dengan landasan hukum dari peminangan, telah di atur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya terdapat dalam pasal 11, 12 dan 13, yang menjelaskan bahwa peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, Tapi dapat pula diwakilkan atau dilakukan oleh orang perantara yang dapat dipercaya. Agama Islam membenarkan bahwa sebelum terjadi perkawinan boleh di adakan peminangan (khitbah) dimana calon suami boleh melihat calon istri dalam batas-batas kesopanan Islam yaitu melihat muka dan telapak tangannya, dengan disaksikan oleh sebagian keluarga dari pihak laki-laki atau perempuan, dengan tujuan untuk saling kenal mengenal dengan jalan sama-sama melihat. Sebagaimana ulama berpendapat bahwa peminang boleh melihat wanita yang akan dinikahi itu pada bagian-bagian yang dapat menarik perhatian kepada pernikahan yang akan datang untuk mengekalkan adanya suatu perkawinan kelak tanpa menimbulkan adanya suatu keragu-raguan atau merasa tertipu setelah terjadi akad nikah.Pinangan atau lamaran seorang laki-laki kepada seorang perempuan boleh dengan ucapan langsung maupun secara tertulis. Meminang perempuan sebaiknya dengan sindiran. dalam meminang dapat dilakukan dengan tanpa melihat wajahnya, juga dapat melihat wanita yang dipinangnya. Dalam hal ini Al-quran menegaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 235:

Artinya: Dan tidak berdosa bagi kamu meminang perempuan dengan kata sindiran atau sembunyikan dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebutkannya kepada perempuan itu.(QS. AlBaqarah:235) Meskipun melamar atau meminang itu disunnahkan dalam ajaran Islam, akan tetapi adakalanya berubah menjadi haram. Hal itu terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:a. Melamar kepada wanita yang masih dalam masa iddah dari perceraian dengan laki-laki lain, baik dengan talak raji atau bain atau dengan fasakh atau ditinggalkan mati. Meskipun demikian, diperbolehkan kalau dengan kata-kata sindiran kepada janda yang masih dalam iddah selain talaq raji. Sebagaimana Firman Allah:

Tidaklah berdosa bagimu melamar wanita (masih dalam iddah) dengan kata-kata sindiran.

b. Melamar wanita bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talaq selama masih dalam masa iddah baik dia maupun dari perceraian dengan laki-laki lain (muhallilnya).c. Melamar wanita yang diketahui olehnya telah dilamar oleh laki-laki serta lamarannya diterima.

Anjuran mengenai adanya pinangan (khitbah) dalam pernikahan memang sangat dibenarkan dalam ajaran syariat Islam, ini terbukti dengan banyaknya ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang berkenaan dengan anjuran untuk melakukan pinangan. Sedangkan berkenaan dengan akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya prosesi peminangan telah diatur didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 13, ayat 1 dan 2, yang berbunyi:1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak berhak memutuskan hubungan peminangan. 2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan adat dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai. Mengenai waktu perkawinan, maka kebanyakan fuqaha berpendapat bahwa waktunya adalah ketika masing-masing dari kedua belah pihak (peminang dan yang dipinang) sudah cenderung satu dengan lainnya, dan bukan awal waktu peminangan.

4. Tata cara peminangan (Khitbah) 1. Syarat-syarat wanita yang boleh dipinang a. Syarat MustahsinahYang dimaksud dengan syarat mustahsinah ialah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita agar meneliti lebih duhulu wanita yang akan dipinangnya itu, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga kelak. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan, tetapi hanya berupa anjuran dan kebiasaan yang baik saja. Tanpa syarat-syarat ini dipenuhi, peminangan tetap sah. Adapun yang termasuk syarat-syarat mustahsinah ialah sebagai berikut: 1) Wanita yang dipinang itu hendaklah sejodoh dengan laki-laki yang meminangnya, seperti sama kedudukannya dalam masyarakat, sama-sama baik bentuknya, sama dalam tingkat kekayaannya, sama-sama berilmu dan sebagainya. Adanya keharmonisan dan keserasian dalam kehidupan suami istri di duga perkawinan akan mencapai tujuannya. 2) Wanita yang akan dipinang hendaklah wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan wanita yang peranak, karna adanya sifat ini sangat menentukan ketentraman dalam kehidupan rumah tangga, apalagi ketika ditengah-tengah mereka hadir anak-anak pastilah akan menambah kebahagiaan dan kesakinahan kehidupan rumah tangga.3) Wanita yang akan dipinang itu hendaklah wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang meminangnya. Agama melarang seorang laki-laki mengawini seorang wanita yang sangat dekat hubungan darahnya. Dalam pada itu saidina Umar bin Khattab menyatakan bahwa perkawinan antara seorang laki-laki yang dekat hubungan darahnya akan menurunkan keturunan yang lemah jasmani dan rohaninya. 4) Hendaklah mengetahui keadaan-keadaan jasmani, budi pekerti dan sebagainya dari wanita-wanita yang dipinang. Sebaliknya yang dipinang sendiri harus mengetahui pula keadaan yang meminangnya. Sehubungan dengan itu, maka sebaiknya para pemuda muslim menghindari pilihan dari wanita yang masih keluarga dekatnya, sekalipun dia tidak termasuk wanita yang haram dinikahi. Dengan demikian maka keluarga yang akan terbentuk nanti adalah keluarga yang sakinah dan berkualitas, selain itu akan bertambah pula jumlah keluarganya menjadi banyak karena menjalin kekeluargaan dengan keluarga baru. 5) Mereka yang menginginkan kehidupan pernikahan yang lebih baik, maka sebelumnya hendaklah ia mengetahui identitas calon pendamping hidupnya secara komprehensif, menyangkut pekerjaan, pendidikan, nasab, keluarga, dan yang lebih penting lagi adalah kualitas akhlak dan agama.6) Disunatkan agar istri yang diambil masih gadis. Karna gadis pada umumnya masih segar dan belum pernah mengikat cinta dengan laki-laki lain, sehingga kalau beristri dengan mereka akan lebih bisa kokoh tali perkawinannya dan cintanya kepada suami lebih menyentuh jantung hatinya, sebab biasanya cinta itu jatuhnya pada kekasih pertama.Syarat ini hanya merupakan sebuah anjuran, diikuti atau tidak terserah pada kita sendiri, karna dalam hukum Islam, tidak dijelaskan tentang cara-cara peminangan. Hal ini memberikan peluang bagi kita untuk melakukan pinangan sesuai dengan adat istiadat yang ada pada kita.

b. Syarat Lazimah Yang dimaksud dengan syarat lazimah ialah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Shahnya peminangan tergantung kepada adanya syarat-syrat lazimah. yang termasuk syarat-syarat lazimah ialah: a) Wanita yang dipinang tidak dipinang orang lain.Hikmah larangan ini adalah untuk menhindari terjadinya permusuhan diantara sesama muslim, karna muslim satu dengan muslim yang lainnya bersaudara. Sabda Rasulullah:

Artinya: janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya hingga peminang sebelunya meninggalkannya atau mengizinkannya (H. R. Bukhari)Larangan diatas juga terdapat dalam pasal 12 ayat 3 KHI dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita.Meminang pinangan orang lain yang dilarang itu bilamana wanita itu telah menerima pinangan pertama dan walinya telah dengan jelas mengijinkannya. Tetapi kalau pinangan semula ditolak oleh pihak yang dipinang, atau karena peminang pertama telah memberi ijin pada peminang yang kedua, maka yang demikian tidak dilarang. Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Al-SyafiI tentang makna hadist di atas sebagai berikut: bilamana wanita yang dipinang merasa ridho dan senang, maka tidak ada seorangpun boleh meminangnya lagi, tetapi kalau belum diketahui ridho dan senangnya, maka tidaklah berdosa meminangnya. Tentang hal ini Ibnu Qasim berpendapat bahwa yang dimaksud larangan tersebut adalah jika seorang yang baik (saleh) meminang di atas pinangan orang saleh pula. Sedangkan apabila peminang pertama tidak baik, sedang peminang kedua adalah baik, maka pinangan semacam itu dibolehkanb) Wanita yang dipinang adalah perempuan yang tidak bersuami dan tidak dalam keadaan iddah, boleh, baik dengan terang-terangan atau sindiran. Apabila ia dalam keadaan bersuami, tidak boleh, baik terang-terangan maupun sindiran, jika sedang iddah, ada beberapa kemungkinan: a. Tidak boleh dengan terang-terangan.b. Kalau iddahnya rajiyyah (ada kemungkinan untuk rujuk kembali) tidak boleh dipinang meskipun dengan sindiran.36 Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 228:

Artinya: dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.c. Apabila iddah karna mati atau talak batin, boleh dipinang dengan sindiran.d. Tidak boleh meminang wanita yang sedang iddah ditinggal mati suaminya dengan terang-terangan, hal ini untuk menjaga perasaan wanita dan ahli waris lainnya yang sedang berkabung tetapi tidak dilarang meminang dengan sindiran.e. Wanita yang dipinang haruslah wanita yang boleh dinikahi, artinya wanita yang bukan mahrom dari pria yang akan meminangnya. Dalam pendapat lain mengemukakan bahwa perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut:a) Tidak dalam pinangan orang lain. b) Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syari yang melarang dilangsungkannya pernikahan. c) Perempuan itu tidak dalam masa iddah karna talak raji. d) Apabila perempuan dalam masa iddah karna talak bain, hendaklah meminang dengan cara sirry (tidak terang-terangan). 2. Melihat wanita yang dipinang. Salah satu hal yang dapat membawa kesegaran bagi kehidupan rumah tangga sakinah yang akan diliputi rasa kasih sayang dan kebahagiaan ialah terbukanya kesempatan bagi pria untuk melihat calon istrinya pada waktu peminangan. Sehingga dapat diketahui kecantikannyayang bisa jadi factor menggalakkan dia untuk mempersuntingnya, atau untuk mengetahui cacat-celanya yang bisa jadi penyebab kegagalannya sehingga berganti mengambil orang lain. Orang yang bijaksana tidak akan mau memasuki sesuatu sebelum ia tahu betul baik buruknya. Al Amasy pernah berkata, Tiap-tiap perkawinan yang sebelumnya tidak saling mengetahui, biasanya berakhir dengan penyesalan dan gerutu.40 Melihat wanita yang dipinang itu dianjurkan oleh agama. Tujuannya adalah supaya laki-laki itu dapat mengetahui keadaan wanita itu sebetulnya, tidak hanya mendengar dari orang lain. Dengan melihat sendiri, maka ia dapat mempertimbangkan masakmasak apakah wanita itu sudah cocok dengan hatinya. Jangan sampai penyesalan datang dikemudian hari setelah pernikahan berlangsung, sehingga mengakibatkan pernikahan menjadi putus. 41 Namun terkadang saat dilakukan berupa ajuk-mengajuk hati dan perasaan waktu bertemu. Sudah menjadi fiterah manusia bahwa dalam hal ini masing-masing akan berusaha menampilkan hanya segi-segi positif tentang dirinya dan sedapat mungkin menyembunyikan hal-hal yang negatif baik mengenai fisik-material maupun mental-spiritual.6. Hikmah Peminangan (Khitbah) Sebagaimana sebuah tuntutan, peminangan memiliki banyak hikmah dan keutamaan. Peminangan bukan sekedar pertistriwa sosial, juga bukan semata-mata peristiwa ritual. Ia memiliki sejumlah keutamaan yang membuat pernikahan yang akan dilakukan menjadi lebih barakah. Diantara hikmah yang terkandung dalam peminangan atau khitbah adalah53: a. Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dan yang dipinang beserta kedua belah pihak. Dengan pinangan, maka kedua belah pihak akan saling menjajaki kepribadian masingmasing dengan mencoba melakukan pengenalan secara mendalam. Tentu saja pengenalan ini tetap berada dalam koridor syariat, yaitu memperhatikan batasan-batasan interaksi dengan lawan jenis yang belum terikat oleh pernikahan. Demikian pula dapat bisa saling mengenal keluarga dari kedua belah pihak agar bisa menjadi awal yang baik dalam mengikat hubungan persaudaraan dengan pernikahan yang akan mereka lakukan. b. Menguatkan tekad untuk melaksanakan pernikahan. Pada awalnya laki-laki atau perempuan berada dalam keadaan bimbang untuk memutuskan melaksanakan pernikahan.c. Menumbuhkan ketentraman jiwa Dengan peminangan, apalagi telah ada jawaban penerimaan, akan menimbulkan perasaan kepastian pada kedua belah pihak. Perempuan merasa tentram karena telah terkirim padanya calon pasangan hidup yang sesuai harapan. Kehawatiran bahwa dirinya tidak mendapat jodoh terjawab sudah. Sedang bagi laki-laki yang meminang, ia merasa tentram karena perempuan ideal yang diinginkan telah bersedia menerima pinangannya.d. Menjaga kesucian diri menjelang pernikahan Dengan adanya pinangan, masing-amsing pihak akan lebih menjaga kesucian diri. Mereka merasa tengah mulai menapaki perjalanan menuju kehidupan rumah tangga, oleh karena itu mencoba senantiasa menjaga diri agar terjauhkan dari hal-hal yang merusakkan kebahagiaan pernikahan nantinya. Kedua belah pihak dari yang meminang maupun yang dipinang harus berusaha menjaga kepercayaan pihak lainnya. Allah telah memerintahkan agar lelaki beriman bisa menjaga kesucian diri mereka,

Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".(An-nur 24:30) Selain itu, pinangan juga akan menjauhkan kedua belah pihak dari gangguan orang lain yang bermaksud iseng.d. Melengkapi persiapan diri Pinangan juga mengandung hikmah bahwa kedua belah pihak dituntut untuk melengkapi persiapan diri guna menuju pernikahan. Masih ada waktu yang bisa digunakan seoptimal mungkin oleh kedua belah pihak untuk menyempurnakan persiapan dalam berbagai sisinya. Seorang laki-laki bisa mengevaluasi kekurangan dirinya dalam proses pernikahan, mungkin ia belum menguasai beberapa hukum yang berkaitan dengan keluarga, untuk itu bisa mempelajari terlebih dahulu sebelum terjadinya akad nikah.

http://digilib.uinsby.ac.id/10762/6/bab2.pdfTaaruf Pengertian Taaruf (perkenalan) merupakan bagian dari Ukhuwah Islamiyah, dimana Islam sangat menganjurkan ummatnya saling bertaaruf satu sama lain, suku tertentu dengan suku lain, bangsa tertentu dengan bangsa lain, maupun individu tertentu dengan individu lain. Adalah sebuah kewajaran jika dalam rangkaian menuju perkawinan. Taaruf termasuk di dalamnya. Karena itu, dalam perkembangannya, taaruf saat ini juga dikenal sebagai salah satu sarana dalam pencarian pasangan hidup. Aktivitas yang dilakukan pada saat proses perkenalan biasanya yaitu bertukar biodata, kemudian melakukan diskusi dan Tanya jawab dalam forum pertemuan. Pada saat forum pertemuan ini dimungkinkan masing-masing calon untuk mengetahui calon pasangannya yang akan dijadikan sebagai suami-istri dalam batas-batas syariat. Biasanya pada proses pertemuan ini disertai guru mengaji atau orang yang diminta sebagai mediator oleh salah satu pasangan. Peran mediator adalah sebagai perantara yang memfalitasi pertemuan atau untuk mencairkan suasana karena banyak pasangan yang melakukan proses perkenalan ini, sebelumnya belum saling mengenal. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan proses taaruf (Abdullah, 2003) ini adalah: 1. Persiapan taaruf Seseorang yang hendak menikah harus mengetahui siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya tersebut secara jelas dan utuh. Hal-hal yang perlu diketahiu dari masing-masing calon pendamping antara lain: kepribadian, pandangan hidup, pola pikir berikut cara penyelesaian suatu masalah. 2. Adab atau tata cara selama melakaukan taaruf Meski taaruf merupakan salah satu cara untuk menemukan dua jenis insan dalam perkawinan, namun jika dilakukan dengan asal-asalan, gegabah, tidak cermat lagi tidak teliti, sangat terburuburu, dan mengabaikan segi-segi kebaikan lainnya, maka bukan tidak mungkin jika hanya keburukan semata yang menjadi hasil akhirnya (Abdullah, 2003).Selembar pas photo maupun secarik kertas beriisi data-data diri tentu saja sangat sulit menggambarkan secara utuh perihal siapa orang tersebut. Untuk mengetahui informasi perihal siapa sesungguhnya orang yang hendak dijadikan pasangan hidupnya itu, ia hendaknya berusaha menjemput bola dan tidak bersikap pasif. Mengutus perantara atau mediator serta mendapatkan informasi darinya memang perlu, namun bersikap aktif dalam mencari dan mendapatkan informasi sebanyakbanyaknya perihal calon pendamping tersebut yang dilakukannya sendiri, juga sangat diperlukan. Berbagai sumber dapat digunakan untuk jalur bersikap aktif ini. Sahabat-sahabatnya, tetangga terdekat, hingga kerabat dekat sang calon dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui siapa sesungguhnya calon tersebut. Selama pencarian informasi sikap yang diharapkan juga adalah pncarian dengan cara yang sopan, arif, dan bijaksana, serta mengedepankan unsure kebaikan tanpamenyinggung atau melukai sang calon yang tengah diselidiki tersebut. 3. Mediator atau perantara proses taaruf. Idealnya perantara atau mediator taaruf tersebut adalah orang yang paling dekat keberadaannya dengan sang calon tersebut. Perantara sebaiknya adalah seseorang yang dapat mengungkapkan siapa sesungguhnya jati diri sang calon (Abdullah, 2003). Orang yang patut serta pantas dipilih untuk menjadi mediator biasanya adalah orang yang intens berinteraksi dengan salah satu pihak. Peluang ini banyak dimiliki oleh orang yang hidup serumah dengan salah satu pihak, baik itu orang tua, kakak, adik, atau saudara, serta kerabat lainnya. Selain itu, satu pihak dapat mengajukan sendiri atau mempertimbangkan calon perantara yang diajukan orangtuanya sepanjang sesuai dengan syarat-syarat penting selaku perantara.4. Persiapan mental Agar proses taaruf berlangsung dengan benar masing-masing pihak yang terlibat agar mempunyai keberanian, baik itu keberanian untuk mengungkapkan secara jujur, atau benar dalam bertanya maupun juga dalam menjawab. Lebih jauh lagi adalah keberanian untuk menerima hasil akhir proses taaruf . Persiapan yang penting diadakan adalah persiapan rohani, dimana orang yang hendak melaksanakan tahap ini hendaklah mempersiapkan batin atau jiwa agar berada dalam kondisi yang stabil (Abdullah, 2003). Kondisi jiwa yang stabil ini tidak lain sumbernya hanyalah dari Allah SWT, dengan jalan mendekatkan diri , khusuk dalam beribadah, memperbanyak tilawah al Quran, serta memohon petunjuk kepadaNya. Adapun segala hasil akhir dari tahap ini, hendaklah diserahkan segalanya kepada Allah SWT dan diyakini sepenuh hati, bahwa segala keputusan yang diberikan Allah SWT adalah takdir yang terbaik bagi seseorang. 5. Jika taaruf gagal Tidak ada suatu jaminan atas kepastian, bahwa setelah melaksanakan proses taaruf ini maka keduanya secra otomatis akan segera menuju jenjang perkawinan. Memang setelah adanya kecocokan antara keduanya, maka keduanya dapat melanjutkan hubungan tersebut menjadi ikatan yang lebih kukuh menuju pelaminan. Akan tetapi, jika ternyata masing-masing atau salah satu pihak merasa tidak cocok setelah mengetahui kualitas pihak lainnya, maka pihak yang bersangkutan dapat memutusakan apakah ia akan terus maju atau tidak (Abdullah, 2003).

A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) sebagai Upaya Pemeliharan Keturunan (Hifz al-Nasl) Salah satu maqsid al-sharah yang terkandung dalam pernikahan adalah pemeliharaan keturunan (hifz al-Nasl). Yang mana salah satu tujuan pernikahan adalah guna mendapatkan seorang anak yang akan menjadi penerus garis keturunan keluarga mereka. Hal ini terlihat dari isyarat al-Nisa ayat 1:

Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menjadikan kamu dari diri yang satu (Adam) dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; menjadikani; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak (Q.S. al-Nisa: 1).Setiap pasangan suami istri pastilah berharap ingin mempunyai anak. Namun sayangnya tidak semua pasangan suami istri mampu untuk mewujudkannya. Keluarga tanpa kehadiran seorang anak akan terasa hampa. Bahkan seringkali permasalahan keturunan ini mampu membuat suatu kehidupan rumah tangga menjadi goyah dan akhirnya harus berakhir dengan perceraian. Permasalahan keturunan erat sekali kaitannya dengan permasalahan kesehatan. Salah satu penyebab seseorang gagal memiliki keturunan adalah karena faktor kesehatan pasangan tersebut yang bermasalah. Kegagalan dalam memiliki keturunan tidak hanya berasal dari permasalahan kesehatan si perempuan (istri) saja, namun juga bisa berasal dari permasalahan kesehatan yang dimiliki si laki-laki (suami). Ilmu kedokteran mengatakan, bahwa rupa dan bentuk janin bergantung pada kualitas sel sperma yang ada pada laki-laki dan kualitas ovum (indung telur) yang ada pada perempuan tersebut. Kemudian lahirlah anak yang mirip dengan kedua ibu bapaknya, baik tubuh (fisik) maupun akalnya. Dalam ilmu kedokteran terkait gen ibu, ovum berpengaruh besar terhadap pembentukan janin. Ovum yang sakit akan menghasilkan bayi yang cacat tubuh. Seorang dokter, Marshan namanya, menyatakan bahwa dampak negatif dari susunan kesehatan ibu jelas memberi pengaruh terhadap ovum sejak masih dalam ovarium. Melalui ovariumlah segala sifat-sifat ibu berpindah kepada ovum. Kadang-kadang warisan penyakit baru mulai tampak kecenderungannya ketika ovum itu tumbuh dalam rahim (uterus). Dari sini tampaklah jelas peran kesehatan masing-masing ibu bapaknya turut serta dalam menentukan kesehatan anaknya kelak. Berdasarkan permasalahan tersebut maka hadirlah yang namanya pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital check up). Berbeda dengan Imunisasi TT yang hanya diberikan kepada calon mempelai perempuan, dalam pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital check up) tiap pasangan yang hendak melakukan pernikahan dapat memeriksakan kesehatan mereka masing-masing, baik calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan. Melalui pemeriksaan kesehatan ini kita dapat mengetahui kesehatan masing-masing, terutama kesehatan organ reproduksi yang sangat erat kaitannya akan permasalahan keturunan. Tujuan utama melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah adalah untuk membangun keluarga sehat sejahtera dengan mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan (riwayat kesehatan kedua belah pihak), termasuk soal genetik, penyakit kronis, penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan. Dari tujuan tersebut tampaklah jelas bahwa pemeriksaan ini sangat memperhatikan permasalahan keturunan. Maka dari itu dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah berarti kita telah melaksanakan pemeliharaan keturunan (hifz al-Nasl) yang diperintahkan oleh agama.

B. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) Sebagai Upaya Perlindungan dari Penyakit Menular Ajaran Islam sangat memperhatikan permasalahan kesehatan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu ajaran Islam tentang kesehatan yaitu untuk menjaga kesehatan dari penyakit menular, dimana Islam mengajarkan agar mengkarantina orang yang menderita penyakit menular, sehingga penyakit itu tidak meluas. Islam juga menyarankan kepada orang yang sehat agar tidak memasuki daerah yang rentan penyakit atau menjauhkan dirinya sampai daerah itu bebas dari penyakit menular. Di zaman sekarang ini telah berkembang berbagai penyakit menular yang sangat berbahaya. Sebut saja penyakit HIV/AIDS yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. HIV/AIDS termasuk dalam penyakit menular seksual (PMS) yang penyebarannya berasal dari kegiatan seksual. Selain PMS, penyakit lain yang juga harus diperhatikan adalah penyakit keturunan seperti talasemia, hemofilia dan RH faktor yang beresiko dapat menyebabkan kematian bagi keturunan kita. Manfaat dari pemeriksaan kesehatan pranikah salah satunya adalah sebagai tindakan pencegahan yang efektif untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit menular yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal inilah yang menjadi salah satu harapan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pranikah ini. Diharapkan pasangan yang hendak menikah lebih selektif dalam memilih pasangannya agar tidak menyesal di kemudian hari. Meskipun seseorang dari luar terlihat tampak sehat namun belum tentu sepenuhnya ia sehat. Bisa saja ia menjadi pembawa bibit penyakit. Menikah dengan orang yang mempunyai penyakit menular ibarat kita telah masuk ke dalam daerah yang terjangkiti wabah penyakit menular. Sangat besar sekali kemungkinan kita untuk tertular penyakit tersebut. Apalagi di tengah kemajuan teknologi ini, penularan penyakit tersebut hampir sudah dapat dipastikan. Pernikahan merupakan perbuatan yang mulia, namun jika pernikahan itu malah mendatangkan mudarat nantinya, maka sebaiknya tidak dilakukan. Sebagaimana yang terkandung dalam kaidah fiqih:

Menolak kerusakan lebih diprioritaskan daripada mendatangkan kemaslahatan.

Pemeriksaan kesehatan pranikah memberikan gambaran-gambaran terkait kesehatan pasangan mempelai tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan kesehatan pranikah idealnya dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkannya pernikahan. Dengan tenggang waktu itu diharapkan jika ditemukan penyakit dalam diri pasangan tersebut yang bisa disembuhkan, maka masih ada waktu untuk melakukan penyembuhan terlebih dahulu. Hasil pemeriksaan kesehatan pranikah, keputusannya dikembalikan lagi kepada tiap pasangan, apakah akan tetap melanjutkan pernikahannya atau tidak. Namun yang diperhatikan adalah bahwa kita bertanggungjawab atas keselamatan diri kita dan keturunan kita. Maka dari itu keputusan harus dibuat secara arif dan bijaksana. Sebagaimana yang terkandung dalam sebuah hadits:

Dari Abu Said Sa'd bin Malik bin Sinan Al-Khudri, Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak dibolehkan seseorang membahayakan orang lain, maupun ia dikenai bahaya". Menikahi orang yang berpenyakit menular tidak hanya akan membahayakan diri kita pribadi namun juga membahayakan anak keturunan kita nanti serta juga dapat membahayakan kehidupan masyarakat sekitar kita. Seperti menikah dengan orang yang terkena penyakit HIV/AIDS, yang mana salah satu penularannya melalui hubungan kelamin. Ketika berhubungan badan antara pasangan suami istri tersubut, maka penularan akan terjadi. Dimulai dari pasangannya yang akan tertular penyakit tersebut. Kemudian jika punya anak, maka anak tersebut juga otomatis anak tersebut akan tertular ketika masih dalam kandungan. Dan bahkan bisa saja menulari masyarakat yang tinggal di sekitar mereka. Maka dari itu sebaiknya orangorang yang terkena penyakit untuk bersabar dan bertawakkal kepada Allah. Mengharap Allah untuk menyembuhkan penyakitnya.

C. Analisis Hukum Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) Al-Quran dan al-Sunnah tidak mengatur terkait hukum pemeriksaan kesehatan pranikah ini. Tidak ada dalil-dalil yang menyatakan membenarkan atau melarangnya. Penggunaan metode qiys pun sulit dilaksanakan karena tidak ditemukan padanannya pada nash (al-Quran al-sunnah) atau ijma. Maka dari itu penggunaan metode maslahah mursalah kiranya tepat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Penerapan maslahah mursalah dalam suatu kasus memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi: 1. Berupa maslahah yang sebenarnya, bukan maslahah yang bersifat dugaan. Yang dimaksud, yaitu agar terbentuknya pembentukan hukum suatu kejadian yang dapat mendatangkan keuntungan atau dapat menolak madarat. Adapun dugaan semata bahwa pembentukan hukum itu membawa keuntungan-keuntungan tanpa adanya pertimbangan maslahah dari pembentukan hukum tersebut, maka hal ini didasarkan pada dugaan semata. 2. Berupa maslahah yang bersifat umum, bukan maslahah yang sifatnya perorangan. Yang dimaksud yaitu agar terrealisir dalam pembentukan suatu hukum tersebut dapat mendatangkan keuntungan kepada kebanyakan umat manusia, atau dapat menolak madarat dari mereka, dan bukan mendatangan keuntungan hanya kepada seorang atau beberapa orang di antara mereka. Jadi maslahah harus menguntungkan (manfaat) bagi mayoritas umat manusia. 3. Pembentukan hukum bagi mas}lah}ah ini tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah ditetapkan oleh nash atau ijma.

Pemeriksaan kesehatan pranikah sangat jelas mengandung banyak kemaslahatan-kemaslahatan. Diantaranya adalah untuk memastikan lahirnya keturunan yang sehat dan berkualitas secara fisik dan mental, serta guna memastikan tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun psikologis pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan. Selain itu pemeriksaan ini juga untuk menolak mudarat yaitu mencegah penyebaran penyakit menular. Meskipun hasil pemeriksaan hanya berupa diagnosis dokter yang belum tentu terjadi (karena hanya Allah yang menngetahui takdir seseorang), namun di zaman teknologi yang canggih ini, diagnosis dokter tersebut sangat besar kemungkinan terjadinya. Kemaslahatan pemeriksaan kesehatan pranikah ini tidak hanya bermanfaat bagi pasangan pengantin yang melaksanakannya, melainkan bermanfaat juga bermanfaat bagi keturunan mereka kelak dan juga bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Salah satunya yaitu untuk pencegahan penyakit menular, yaitu dengan memilih pasangan yang bebas dari penyakit menular, maka kita sudah menciptakan lingkungan yang bebas dari penyakit. Prinsip pemeriksaan kesehatan pranikah ini tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah ditetapkan oleh nash atau ijma. Sebagaimana yang telah dijelaskan, salah satu tujuan pemeriksaan kesehatan itu sendiri yaitu untuk memelihara keturunan (hifz al-Nasl), hal ini selaras dengan apa yang menjadi salah satu tujuan shara, serta hal ini telah sesuai dengan ajaran Islam untuk menjauhi penyakit menular. Pada akhirnya dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa hukum pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pranikah (premarital check up) dalam Islam adalah diperbolehkan (mubah). Pemeriksaan kesehatan pranikah termasuk dalam kemaslahatan yang sifatnya hjiyyt. Pemeriksaan kesehatan sebelum menikah merupakan salah satu bentuk usaha untuk memudahkan dalam menjaga keturunan (hifz al-Nasl). Namun permasalahan ini bisa berubah menjadi kemaslahatan yang sifatnya dharriyyt. Jika dalam suatu daerah tersebut sedang mewabah penyakit menular yang dapat membahayakan keberlangsungan kehidupan manusia, maka saat itu hukum pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pranikah ini bisa saja menjadi wajib.

http://digilib.uinsby.ac.id/1596/3/Bab%204.pdf