KORELASI NAMA SURAH DENGAN ISI KANDUNGANNYA: …
Transcript of KORELASI NAMA SURAH DENGAN ISI KANDUNGANNYA: …
i
KORELASI NAMA SURAH DENGAN ISI KANDUNGANNYA:
ANALISIS PENAMAAN SURAH KEDUA DENGAN KATA
AL-BAQARAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
SETIA NINGSIH VERA DINAJANI: 11150340000103
ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2020 M/1442 H
KORELASI NAMA SURAT DENGAN ISI
KANDUNGANNYA: ANALISIS PENAMAAN SURAT
KEDUA DENGAN KATA AL-BAQARAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Setia Ningsih Vera Dinajani
NIM.11150340000103
Di bawah Bimbingan
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.
NIP. 19690822 199703 1 002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul KORELASI NAMA SURAH DENGAN ISI KANDUNGANNYA: ANALISIS PENAMAAN SURAH KEDUA DENGAN KATA AL-BAQARAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Desember 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 25 Januari 2021
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag
Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. M. Suryadinata, M. Ag.
Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19780424 201503 1 001
Pembimbing,
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. NIP. 19690822 199703 1 002
i
ABSTRAK
Setia Ningsih Vera Dinajani
Korelasi Nama Surah Dengan Kandungannya: Analisis Penamaan
Surah Kedua Dengan Kata al-Baqarah
Skripsi ini membahas tentang korelasi nama surat kedua di dalam
mushaf al-Qur`an dengan isi kandungannya, analisis terhadap penamaan
surat kedua dengan kata “al-Baqarah”. penelitian ini mengklasifikasikan
argumentasi ulama Islam terkait penamaan surat di dalam al-Qur`an
benar-benar tauqi>fi> atau ijtiha>di>.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan jenis kepustakaan (Library Research), yakni dengan
mengumpulkan data-data melalui literatur dan bacaan yang berkaitan
dengan pembahasan. Adapun teknis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknis analisis data.
Hasil dari penelitian ini adalah, bahwasannya dinamakannya surat
kedua dengan kata “al-Baqarah‛ ialah guna mengingat peristiwa
manakjubkan, juga karena banyaknya hikmah yang dapat diambil dari
kisah penyembelihan sapi yang terdapat di dalam surat al-Baqarah. perlu
ada peninjauan ulang mengenai penamaan surat di dalam al-Qur`an,
karena banyaknya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal ini,
ada yang mengatakan bahwa penamaan surat di dalam al-Qur`an bersifat
tauqi>fi>, dan ada pula yang mengatakan ijtiha>di>. Sehingga hal demikian
juga berpengaruh terhadap keterkaitan nama surat dengan isi kandungan
ayatnya.
Kata Kunci: Korelasi, Surat, Kandungan Ayat, Analisis, Penamaan, al-Baqarah
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
pernah bosan mendengar keluh kesah hamba-Nya. Dengan Rahmat dan
kasih sayang-Nya, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam senantiasa terhaturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan semua penerus ajarannya.
Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaat.
Skripsi berjudul (Korelasi Nama Surah Dengan
Kandungannya: Analisis Penamaan Surah Kedua Dengan Kata al-
Baqarah) merupakan karya ilmiah saya sebagai perjalanan terakhir,
setelah sekian tahun menuntut ilmu di bangku perkuliahan dan guna untuk
memenuhi persyaratan gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas
Ushuluddin, pada Jurusan ilmu al-Qur`an dan Tafsir, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari sumbangsih berbagai pihak
yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril ataupun materil.
Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-
pihak yang telah dengan rela membantu dan mendukung dalam
penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Ibu
Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA. selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman , M. Ag., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M. Ag., ketua jurusan program studi Ilmu
al-Qur`an dan Tafsir, serta Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH,
selaku sekretaris program studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir.
4. Bapak Drs. Rifqi Muchtar M.A, selaku dosen pembimbing skripsi
yang saya kagumi dan saya cintai. Dengan keikhlasan dan
kesabarannya membimbing, mengarahkan, memotivasi penulis
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah
SWT melindungi keluarganya, mempermudah segala urusannya
dan diberikan keberkahan hidup.
5. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu kelancaran
administrasi dan birokrasi. Segenap staf Perpustakaan Umum
(PU), Perpustakaan Fakultas Ushuluddin (PF) yang telah
membantu meminjamkan buku-buku dan literatur lainnya dalam
penulisan skripsi ini.
6. Yang tercinta dan terkasih kedua orang tua saya yakni, Ibu Siti
Khatimah Fauziah dan Bapak Abd Rahman Shaleh yang senantiasa
selalu mendukung, mendoakan, menginspirasi, membiayai,
mendidik, mendampingi, menguatkan dengan sabar dan penuh
kasih sayang. Tidak lupa pula kakak-kakak yakni, Dwi Handis
Jaoharmini beserta suami, Tri Rahma Syakila Wati beserta suami.
Adik Gamar Augest Panca Nurhamida, dan keponakan-keponakan
tercinta, di antaranya: Feby Qian Shena Nurhaliza, Abdullah
Syabil Muchtar Winata, Zian, Lunar Mikhailova az-Zahra, Nara,
Axcel dan Alexa, mereka semua adalah alasan saya untuk tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga mereka
senantiasa dalam lindungan Allah SWT, diberkahi kehidupannya,
dan dimudahkan segala urusannya.
iv
7. Teruntuk segenap dewan pengajar fakultas Ushuluddin program
studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir, yang telah memberikan ilmu dan
nasihatnya selama ini, semoga ilmu yang telah disampaikan dapat
bermanfaat dunia dan akhirat.
8. Terima kasih kepada Fahdrizal Muftin Aryatama S, Ip, yang telah
bersedia untuk direpotkan dengan meluangkan waktu dan
tenaganya, juga tidak pernah bosan menguatkan dan mengingatkan
sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir angkatan
2015 khususnya TH-C yang sudah sulit terdeteksi keberadaannya,
semoga mereka senantiasa dalam naungan Allah SWT.
10. Untuk jajaran sahabat yang saya kasihi dan saya sayangi, Siti
Jaronah, Syifa Fauziah, Cucu Nur Hayati, Zahra Nur Fajriyah,
Marifat Kilwakit, Isnaeni, Nanda Khoeru Hermina, Miftahus
Sabda Fitri. Adik-adik terkasih nan cantik jelita, Widiya Siti
Rahmah, Neng Maulida, Lusi, Azkiya. Teman-teman Bhineka
Tunggal Baca yang selalu menggaungkan literasi dimana pun
berada, mengajak penulis mendaki berbagai gunung di Indonesia,
mereka adalah Fahdrizal Muftin Aryatama, Suci Amelia, Bejo,
Indra, Ival, Luthfi, Almory, dan Malik.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, doa dan informasi
yang bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198
No Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا .1
B Be ب .2
T Te ث .3
Ṡ Es dengan titik atas ث .4
J Je ج .5
Ḥ h dengan titik bawah ح .6
KH ka dan ha خ .7
D De د .8
Ż Z dengan titik atas ذ .9
R Er ر .10
Z Zet ز .11
S Es ش .12
Sy es dan ya ش .13
Ṣ es dengan titik di bawah ص .14
Ḍ de dengan titik di bawah ض .15
Ṭ te dengan titik di bawah ط .16
Ż zet dengan titik di bawah ظ .17
koma terbalik di atas hadap kanan ع .18
G Ge غ .19
F Ef ف .20
Q Ki ق .21
vi
K Ka ك .22
L El ل .23
M Em م .24
N En ن .25
W We و .26
H Ha ي .27
Apostrof ˋ ء .28
Y Ye ي .29
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah
I Kasrah
U Ḍammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai Fatḥah dan ya ا ي
Au Fatḥah dan wau ا و
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
vii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas با
Ī i dengan garis di atas ب ي
Ū u dengan garis di atas ب و
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-
dīwān bukan ad- dāwān.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydìd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima
tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-ḍarūrah
melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta
marbûah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
viii
No Kata Arab Alih Aksara
Ṭarīqah طريقة 1
al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah الجامعة الإسلامية 2
Waḥdat al-wujūd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-
Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin
al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8
E. Metodologi Penelitian ....................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 14
BAB II KAJIAN TEORITIS PENAMAAN SURAT DALAM AL-
QUR`AN ............................................................................................ 17
A. Definisi dan Pengertian Nama ........................................... 17
B. Pengertian Surat dan Pengelompokan Surat dalam
al-Qur`an ............................................................................ 20
C. Ragam Nama-nama Surat dalam Al-Qur`an ..................... 28
D. Argumentasi Penamaan Surat-surat dalam al-Qur`an....... 30
E. Kaidah Penamaan Surat dalam Al-Qur`an ........................ 34
BAB III TINJAUAN UMUM SURAT AL-BAQARAH ................................... 37
A. Profil Surat al-Baqarah ...................................................... 37
B. Isi Kandungan Surat al-Baqarah ........................................ 39
C. Fad{i>lah Surat al-Baqarah ................................................... 44
D. Nama Lain Surat al-Baqarah ............................................. 50
x
BAB IV ANALISIS KONTEN PENAMAAN SURAT DENGAN
“AL-BAQARAH” ................................................................................ 53
A. Isi Kandungan Secara Keseluruhan Surat al-Baqarah ....... 53
B. Muna>sabah Qs. Al-Baqarah/ 2: 67-73 ............................... 63
C. Kisah al-Baqarah (Perintah Penyembelihan Sapi) ........... 69
D. Sikap Seorang Hamba Kepada Perintah Allah SWT ........ 77
E. Makna Ke-Islaman di Balik Kisah al-Baqarah .................. 78
F. Korelasi Nama Surat al-Baqarah dengan Isi
Kandungan-nya .................................................................. 83
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 87
A. Kesimpulan ........................................................................ 87
B. Saran .................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Surat-surat yang mempunyai nama lebih dari satu .............. 28
Tabel 4. 1 Tema Isi Kandungan Surat al-Baqarah ................................ 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an merupakan kumpulan ayat dan surat yang
diwahyukan kepada Rasulullah Saw. sebelum dan setelah hijrah. al-
Qur`an diwahyukan di berbagai kesempatan dan peristiwa secara
terpisah. al-Qur`an diwahyukan secara bertahap, ayat per ayat, surat
per surat hingga Rasulullah Saw. wafat. Setelah itu ayat-ayat dan
surat-surat itu dikumpulkan menjadi buku (mush}af).1
Adapun yang dimaksud dengan ayat adalah suatu jumlah atau
bagian (yang terdiri) dari kalam Allah SWT. yang terhimpun atau
bernaung dalam satu surat dari al-Qur`an. Beralih kepada pengertian
surat, secara bahasa surat memiliki banyak arti, diantaranya: tingkatan
atau martabat, tanda atau alamat, gedung yang tinggi dan indah,
sesuatu yang sempurna atau lengkap, dan terakhir susunan sesuatu atas
lainnya yang bertingkat-tingkat. Adapun surat menurut terminologi
para ahli ilmu-ilmu al-Qur`an, seperti dikemukakan sebagian ulama, di
antaranya menurut al-Qat}t}an "surat ialah sekumpulan ayat-ayat al-
Qur`an yang mempunyai tempat bermula dan sekaligus tempat
berhenti (berakhir)". Dari definisi surat dan ayat al-Qur`an tersebut,
dapat disimpulkan bahwa surat dalam konteks al-Qur`an pada
dasarnya bagian tertentu dari keseluruhan al-Qur`an yang
membicarakan perihal topik tertentu; sedangkan ayat adalah bagian
tertentu dari surat yang membicarakan persoalan tertentu dari surat-
surat al-Qur`an.2
1 Muhammad Hadi Marifat, Sejarah al-Qur’an (Jakarta: al-Huda, 2007), 41.
2 Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran (Depok: Rajawali Pers, 2013), 60-62.
2
Penempatan secara berurutan ayat-ayat al-Qur`an (tarti>b al-aya>t)
adalah bersifat tauqi>fi>, yaitu berdasarkan arahan dan petunjuk Nabi
dari Allah SWT. al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burh}a>n dan Abu> Ja’far
bin al-Zubair dalam Muna>sabah-nya mengatakan, “Tertib ayat-ayat
dalam al-Qur`an adalah berdasarkan perintah Rasulullah Saw. tanpa
diperselisihkan kaum Muslimin”.3
M. Quraish Shihab di dalam pengantar kitab Tafsir al-Misbah
menegaskan, “setiap kali ayat turun, sambil memerintahkan para
sahabat menulisnya, Nabi Saw. memberi tahu juga tempat ayat-ayat itu
dari segi sistematika urutannya dengan ayat-ayat atau surat-surat yang
lain. Semua ulama sepakat bahwa urutan ayat-ayat al-Qur`an adalah tauqi>fi>, dalam arti berdasarkan oleh petunjuk Allah SWT. yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. dan
bahwa urutan tersebut bukan atas dasar masa turunnya.”4
Penempatan secara berurutan surat-surat dalam al-Qur`an (tarti>b
al-suwa>r) mendatangkan banyak perdebatan di kalangan para ulama.5
Sebagian mereka mengatakan bahwa penyusunan surat dalam al-
Qur`an adalah bersifat tauqi>fi>,6 dan ada pula yang berpendapat bahwa
3 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i, al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, jilid 1 (Beirut: Dar el-
Fikr, 1988), 174. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1 (Tangerang: Lentera Hati, 2007),
xviii. 5 Manna al- Qat}t}an, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur`an (Maktabah Wahbah, 2004), 177.
6 Hal ini diperkuat oleh riwayat yang menyebutkan bahwa tertib ini sesuai dengan
tertib bacaan Nabi di dalam sholat dan ijma’ sahabat untuk meletakkan atau menyusunnya seperti yang ada dalam mushaf Utsman, yaitu hadis riwayat Abi Syaibah: Bahwa Nabi pernah memebaca beberapa surat mufas}s}al (surat-surat yang pendek) dalam satu raka’at., hadis riwayat Ibnu Mas’ud: Bahwa surat Bani> Isra>’il, al-Kahfi, Maryam, T{a>ha>, dan al-Anbiya>’ termasuk yang diturunkan di Makkah dan yang pertama-tama aku pelajari, kemudian ia menyebutkan surat-surat itu secara berurutan sebagaimana susunan seperti pada mush}af sekarang ini., hadis riwayat Sulaiman bin Bilal, ia berkata: Aku mendengar Rabi’ah ditanya orang, ‚Mengapa surat al-Baqarah dan Ali ‘Imra>n didahulukan, padahal sebelum surat itu turun sudah ada kurang lebih 80 surat Makiyyah yang turun, sedangkan kedua surat itu adalah Madaniyyah?‛ ia menjawab, ‚Kedua surat itu memang didahulukan dan al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang yang mengumpulkannya. Ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan.‛, dan lain-lain. Lihat. Manna> al-Qat}t}a>n, Mabahis| Fi> ‘Ulu >m al-Qur `’a>n, 177
3
sebagian surat disusun secara tauqi>fi> dan sebagian lain disusun
berdasarkan ijtiha>di>.7
Perlu ada pembatas antara satu surat dengan surat lainnya,
dengan demikian dapat membedakan surat-surat tersebut, juga dapat
mengklasifikasikan mengenai tema pokok tertentu dalam mushaf al-
Qur`an. oleh sebab itu, setiap surat dalam al-Qur`an harus memiliki
namanya sendiri-sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nama
adalah kata yang menyebut atau memanggil orang, tempat, barang,
binatang, dsb,. gelar atau sebutan kemasyhuran (kebaikan, keunggulan,
dan kehormatan) sebagai tanda pengenal yang membedakannya dari
yang lain.8
Muhammad Amin Suma menegaskan di dalam bukunya yang
berjudul ‘Ulu>mul Qur’a>n, “bahwa penamaan surat-surat al-Qur`an
bertujuan untuk membantu dan memudahkan siapa saja dalam
mengenali al-Qur`an dari berbagai aspeknya. Semua nama surat dalam
al-Qur`an, sendiri-sendiri ataupun secara keseluruhan, memberikan
gambaran tentang sosok utuh al-Qur`an. al-Qur`an memberikan
informasi yang tidak saja sangat luas dan bahkan tidak terbatas apalagi
dibatasi; akan tetapi juga memberikan informasi yang sangat rapi,
mendalam, dan sistematik.”9
Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua surat al-Qur`an
dinamakan oleh Rasulullah Saw. imam Ibnu Jarir at}-T{abari> berkata,
“Semua surat di al-Qur`an memiliki nama yang diberikan oleh
Rasulullah Saw.” syeikh Sulaiman al-Bajirami juga berkata, “Nama-
7 Karena ada perbedaan tarti>b dalam mush}af-mush}af sahabat. Misalnya pada
mus}h}af ‘Ali> yang disusun menurut tarti>b al-nuzu>l yakni dimulai dengan surat al-‘alaq, al-Mudas|ir, Nu>n, al-Qalam, al-Muzammil, dan seterusnya hingga akhir surat Makiyyah dan Madaniyyah., kemudian dalam mush}af Ibnu Mas’u >d, yang dimulai dengan surat al-Baqarah, an-Nisa>’, A<<<<<<>li ‘Imra>n. Dan dalam mush}af Ubay, yang pertama ditulis adalah surat al-Fa>tih}ah, al-Baqarah, an-Nisa>, A>li ‘Imra>n. Al-Suyu>t}i> mengutuip pendapat bahwa ‘Us|ma>n mengumpulkan lembaran-lembaran (s}uh}u>f) al-Qur’an kedalam satu mus}h}af menurut tertib suratnya (murattaban li-suwarihi). Sedangkan ditempat lain ia menyatakan bahwa ‘Us|ma>n memerintahkan komisinya untuk menempatkan surat-surat panjang secara berurutan, Lihat. Neng Ayu Qonitatul Hamro, Argumentasi Penamaan Surat al-Qur’an: Analisis Penamaan Surat Ke-122 dengan Kata ‚al-Ikhla>s}‛, (Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2016), 2.
8 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
9 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, 64-70.
4
nama surat, berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw. karena nama-nama
surat, dan urutan ayat-ayat, semua berdasarkan petunjuk beliau, atas
bimbingan Jibril, bahwa sistematika al-Qur`an di Lauh{ al-Mah{fu>z{
adalah seperti itu.”10
Al-Suyu>t}i> menegaskan, semua penamaan surat di al-Qur`an telah
ditentukan oleh Rasulullah Saw. dan semuanya berdasarkan hadis
shahih. “Terdapat hadis dan atsar yang shahih bahwa semua nama
surat dalam al-Qur`an berasal dari Rasulullah Saw. andaikan tidak
khawatir saya bisa sebutkan semua hadis itu”, tegas al-Suyu>t}i>.
Sementara itu, pendapat kedua mengatakan bahwa tidak semua surat di
al-Qur`an dinamai oleh Rasulullah Saw. ada sebagian surat yang
namanya diberikan oleh Rasulullah Saw., dan sebagian nama yang
lain merupakan hasil ijtihad para sahabat.11
Kendati demikian, penamaan terhadap surat-surat di dalam al-
Qur`an (yang 114 surat) belum diketahui pasti tauqi>fi> atau ijtiha>di>,
tidak ada kesepakatan formal dikalangan sarjana Muslim.
Seperti yang dikemukakan oleh Latifathul Umamah dalam
bukunya yang berjudul Misteri di Balik Penamaan Surat-Surat al-
Qur`an menjelaskan, dalam Fatwa Lajnah Daimah dinyatakan, “Kami
tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah Saw,. yang menunjukan
bahwa beliau memberi nama seluruh surat. Hanya saja, terdapat
beberapa hadis shahih yang menyebutkan nama beberapa surat dari
beliau, seperti al-Baqarah dan A<li Imra>n. Sementara nama surat-surat
lainnya, yang lebih dekat, itu dari para sahabat.” Pendapat inilah yang
dinilai kuat oleh Dr. Munirah ad-Dausiri dalam risalah beliau yang
berjudul Asma>’ al-Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m wa Fad{a>iluha>.12
Nama-nama surat yang ada pada al-Qur`an tentu memiliki
makna tertentu juga keunikan masing-masing. Sebagian ada yang
dinamakan sesuai dengan kata pertama dalam surat, seperti ad{-D{uh}a>,
at-Ti>n, dan sebagainya. Ada pula nama surat yang tidak diambil dari
ayat-ayatnya, seperti al-Fa>tih}ah. Sebagian bahkan menggunakan nama
10
Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan Surat-Surat al-Qur`an (Yogyakarta: DIVA Press, 2017), 17.
11 Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan, 17-18.
12 Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan, 18.
5
hewan, seperti an-Nah}l, an-Naml, al-Ankabu>t, dan al-Fi>l.13 Ada satu
bagian nama surat dalam al-Qur`an yang menggunakan nama hewan
juga terkait dengan satu kaum yakni surat al-Baqarah.
Pada susunan mushaf al-Qur`an, surat al-Baqarah berada di
urutan kedua setelah surat al-Fa>tih}ah. Surat ini merupakan surat
terpanjang dalam al-Qur`an, yaitu terdiri dari 286 ayat, dan hurufnya
ada 25.500 huruf dan ada 6.121 kalimat. Surat ini turun di Madinah
sehingga termasuk surat Mada>niyyah, dan sebagian besar diturunkan
pada permulaan tahun Hijriah, kecuali ayat 281 yang diturunkan
berkenaan dengan Haji Wada, di Mina. Sebagian ulama sepakat bahwa
nama al-Baqarah ini diambil dari sebagian penggalan ayat di dalam
surat yang menjelaskan mengenai al-Baqarah (sapi). Di dalamnya
dikisahkan tentang penyembelihan sapi betina yang diperintahkan
Allah SWT. kepada Bani> Isra>’i>l tepatnya pada ayat 67 sampai 74 yang
menjelaskan watak bangsa Yahudi pada umumnya.
Muh }ammad ‘Ali> As}-S}a>bu>ni> menegaskan dalam bukunya, bahwa
“surat al-Baqarah ini menitikberatkan pada sisi petunjuk, pengarahan
dan penetapan hukum syariat, dan yang pasti, ia merupakan surat yang
paling panjang dalam al-Qur`an. sebagaimana surat-surat Mada>niyyah,
surat al-Baqarah menampilkan solusi aturan dan undang-undang
hukum syari‟at Daulah Islam yang baru terbentuk. Bagian terbesar
surat ini mencakup hukum-hukum syariat, yang dapat disimpulkan
secara global dan acak pada masalah-masalah berikut: Puasa, qis}a>s}, haji dan umrah, jihad dan peperangan, seluk-beluk rumah tangga dan
yang berkaitan dengan pernikahan, penyusuan, ‘iddah, talak, khulu‟, ila>’ dan beberapa masalah terkait lainnya seperti larangan untuk
mempergauli wanita yang sedang haid, pengharaman menikahi wanita-
wanita musyrik dan lain sebagainya. Surat ini juga mencakup hukum-
hukum sumpah, hukum-hukum agama, kiblat, naskh dalam al-Qur`an,
uraian secara mendetail tentang kejahatan riba, yang secara nyata telah
meruntuhkan bangunan masyarakat dan merontokkan sendi-sendinya.
Pasalnya orang-orang Muslim pada waktu itu berada pada tahapan
awal pembentukan Daulah Islam, sehingga tak mengherankan jika
13
Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan, 29.
6
mereka sangat membutuhkan ketetapan-ketetapan syari‟at Ila>hi dan
minh}a>j Rabbani>, yang dapat memelihara mereka dari kesalahan dan
kekeliruan ketika harus menjalani kehidupan mereka di dunia, baik
dalam sektor ibadah maupun muamalat.”14
Surat al-Baqarah ini juga membicarakan Ahli Kitab, khususnya
Bani> Isra>’i>l Yahudi, karena mereka memerangi orang-orang Mukmin
di Madinah sehingga al-Qur`an perlu mengingatkan kejahatan, makar
dan berbagai macam sifat mereka yang buruk, seperti suka mengolok-
olok, melakukan tipu daya, berkhianat, mengingkari janji dan
melanggar perjanjian yang sudah disepakati. Hal ini dimaksudkan agar
ada kewaspadaan dalam menghadapi golongan yang suka melakukan
tindak kejahatan ini, agar orang-orang Muslim tidak terpuruk menjadi
mangsa mereka. Mereka adalah kelompok pertama dari Ahli Kitab.
Sedangkan kelompok kedua ialah orang-orang Nasrani, yang banyak
disinggung dalam surat A>li ‘Imra>n. Kemudian surat al-Baqarah
disudahi dengan pengarahan bagi orang-orang Mukmin untuk
bertaubat, kembali kepada Allah SWT. dan berpegang teguh kepada
tali Allah SWT.15
Sebagai muslim yang hidupnya tidak boleh lepas dari al-Qur`an,
maka perlu mengetahui pesan-pesan di balik nama surat-surat dalam
al-Qur`an termasuk surat al-Baqarah, agar dapat mentadaburi semua
pesan tersurat maupun tersirat di balik penamaan surat ke-2 dalam
mushaf al-Qur`an dengan kata “al-Baqarah.”
Di sisi lain, banyak kaum muslimin yang membaca surat-surat
tertentu dari al-Qur`an, dan berat lagi sulit bagi mereka memahami apa
yang dibacanya. Bahkan boleh jadi, ada yang salah dalam memahami
maksud ayat-ayat yang dibacanya, walau telah mengkaji
terjemahannya, maka dengan menjelaskan tema pokok yang
14
Muhammad Ali ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur`an: Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah – Al-Anam (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), 1.
15 Muhammad Aly Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur`an, 2.
7
terkandung dalam surat al-Baqarah dengan cara menghimpun pendapat
ulama yang shahih, penulis berharap dapat meluruskan kekeliruan
serta menciptakan kesan yang baik dan benar.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis
uraikan, setidaknya ada beberapa masalah yang teridentifikasi,
diantaranya:
a. Penamaan surat di dalam al-Qur`an diperselisihkan, apakah
tauqi>fi> atau ijtiha>di>.
b. Mengapa nama hewan atau tepatnya al-Baqarah yang dipilih
sebagai nama surat ke-2 di dalam mushaf al-Qur`an.
c. Korelasi apakah yang terjalin di antara nama al-Baqarah yang
disematkan untuk surat kedua di dalam mushaf al-Qur`an,
dengan isi kandungan ayat di dalamnya.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, agar pembahasan dalam
skripsi ini tidak melebar dan lebih terarah kepada tema yang
dimaksud, maka penulis membatasi pembahasan mengenai,
korelasi penamaan surat kedua di dalam mushaf al-Qur`an dengan
kata “al-Baqarah”. Tentunya dalam upaya mencapai pembahasan
tersebut, penulis juga akan menguraikan terlebih dahulu tentang
argumentasi para ulama ahli tafsir mengenai penamaan surat dalam
al-Qur`an.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat
dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: Apa korelasi penamaan
surat al-Baqarah di dalam al-Qur`an dengan isi kandungannya?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Secara umum menguraikan pendapat ulama tentang penamaan
surat al-Qur`an
b. Menganalisis korelasi penamaan surat al-Baqarah dengan
kandungan ayat di dalam surat tersebut
c. Menguraikan hal tersirat di balik kisah penyembelihan sapi.
2. Manfaat Penelitian
Sebagai karya tulis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yang bersifat teoritis maupun praktis.
a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan pengetahuan tentang korelasi
penamaan surat di dalam al-Qur`an dengan isi kandungan
ayatnya, khususnya pada surat al-Baqarah.
b. Manfaat praktis, Kesimpulan dari penelitian ini diharapkan agar
pembaca dapat mengetahui secara spesifik karakter dan makna
di balik nama al-Baqarah melalui kisah penyembelihan sapi.
D. Tinjauan Pustaka
Menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini
dengan karya tulis ilmiah lainnya, penulis mencoba menelusuri kajian
terdahulu yang pernah dilakukan dan memiliki kesamaan atau
kemiripan. Selanjutnya hasil dari penelitian ini akan menjadi acuan
penulis untuk tidak mengangkat tema maupun metodelogi yang sama,
sehingga diharapkan kajian ini benar-benar bukan hasil plagiat dari
9
kajian yang telah ada. Dalam hasil penelusuran penulis, maka dapat di
bagi menjadi dua bagian:
Pertama, penelitian yang secara langsung membahas mengenai
korelasi nama surat dengan isi kandungan ayatnya, seperti halnya
skripsi yang tulis oleh Neng Ayu Qonitatul Hamro yang berjudul,
“Argumentasi Penamaan Surat Al-Qur`an (Analisis Penamaan Surat
Ke 122 Dengan Kata Al-Ikhla>s})”. Ia membatasi pembahasannya
perihal penamaan surat ke-122 dalam al-Qur`an dengan kata “ikhla>s}”,
karena di dalam surat al-Ikhla>s} tidak ada satupun ayat yang bertuliskan
“ikhla>s}”.16
Kemudian buku karya Syaifuddin dan Wardani yang berjudul
“Tafsir Nusantara”, khususnya pada bab pertama yakni “Peta Kajian
Tafsir Nusantara dan Isu Relasi Gender dalam Tafsir Al-Misbah dan
Tarjuman Al-Mustafid”. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang
unsur-unsur metodologis penafsiran Quraish Shihab yang mencakup
beberapa hal, salah satunya yaitu tentang keserasian tema surat dengan
nama surat, yang merupakan salah satu dari bentuk munasabah di
dalam al-Qur`an menurut Quraish Shihab. Menurutnya, penelusuran
tema sentral melalui nama surat, tidak jelas dalam tulisan Quraish
Shihab. Tema perlindungan yang menjadi tema sentral surat al-Kahfi,
misalnya, yang ditarik dari analogi goa sebagai tempat berlindung
tidak memiliki dasar validitas yang kokoh. Di sini penulis juga banyak
menggunakan rujukan lain sebagai bentuk perbandingan atas bentuk
buah pemikiran dari Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dengan
tafsir Turjuman al-Mustafid karya Abdul Al-Rauf Singkel.17
16
Neng Ayu Qonitatul Hamro, ‚Argumentasi Penamaan Surat al-Qur`an: Analisis Penamaan Surat ke-122 dengan Kata al-Ikhla>s}‛ (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
17 Syaifuddin dan Wardani, Tafsir Nusantara: Analisis Isu-Isu Gender dalam al-
Mishbah Karya M. Quraish Shihab dan Tarju>man al-Mustafid karya ‘Abd al-Ra’uf Singkel (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2017), 93.
10
Kedua, penelitian yang juga dianggap relevan oleh penulis dari
segi panggunaan surat al-Baqarah dalam penelitiannya, kisah Bani>
Isra>’i>l dan penyembelihan sapi. seperti halnya skripsi yang berjudul
“Tokoh-Tokoh dalam surat al-Baqarah‛ yang ditulis oleh Siti Yuha, ia
menjelaskan setiap tokoh dan lebih menitikberatkan pengambilan
hikmah atas setiap penokohan di dalam surat al-Baqarah.18
Kemudian Skripsi yang ditulis oleh Nur Khalis yang berjudul,
“Totalitas Dalam Beragama: Telaah Penafsiran Surat al-Baqarah
Ayat 208”. penulis menjelaskan bahwa tujuan dari penulisan ini ialah
untuk menjawab permasalahan yaitu bagaimana kandungan surat al-
Baqarah dan apa faktor-faktor yang berpotensi menghambat totalitas
dalam beragama berdasarkan ayat 208 surat al-Baqarah. metode
penelitian yang digunakan oleh penulis ialah dengan metode
penafsiran tah}li>li>.19
Jurnal UINSU yang berjudul “Implementasi Surat al-Baqarah
Ayat 282 dalam Pertanggungjawaban Mesjid di Sumatera Timur”,
yang ditulis oleh Muhammad Syahman Sitompul. Dalam penelitiannya
ini ia menggunakan sampel 32 masjid di pantai timur Sumatera
sebagai responden, dan 70 pertanyaan kuesioner. Dalam hal ini ia
berupaya mengungkapkan hubungan variable sumber hukum Islam
sebagai dasar utama dalam menjalankan akuntabilitas keuangan dan
akuntansi sebagai alat akuntabilitas dan menyajikan informasi yang
akurat, karena akuntabilitas keuangan harus dilaksanakan,
sebagaimana perintah yang ditetapkan dalam surat al-Baqarah 282
18
Siti Yuha, ‚Tokoh-tokoh dalam Surat al-Baqarah‛ (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)
19 Nur Khalis, ‚Totalitas dalam Beragama: Telaah Penafsiran Surat al-Baqarah ayat
208‛ (Skipsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2010)
11
yaitu tentang perintah untuk membuat proses akuntansi untuk setiap
transaksi.20
Selanjutnya Jurnal yang ditulis oleh Ahmad Zainal Abidin yang
berjudul “Tafsir Al-Qummi dan Politik: Tela‟ah atas Kecenderungan
Tasyayyu‟ dalam Penafsiran Surat al-Baqarah” dalam tulisannya ia
membandingkan metode takwil yang digunakan oleh Tafsir al-Qummi
dengan Tafsir Kementrian Agama dalam memahami ayat-ayat tertentu
dalam menegaskan keunggulan Ali dan keturunannya, atau
menempatkan ayat-ayat dengan makna umum ke dalam makna lain
yang menegaskan keunggulan Ali dan keturunannya, atau
menempatkan lawan-lawan mereka sebagai korban. Perbedaan latar
belakang penafsiran menyebabkan perbedaan penafsiran. Tafsir al-
Qummi sebagai sebuah tafsir Syi‟ah Imamiyyah yang muncul dalam
miliu tertentu merefleksikan suatu kecenderungan politik tashayyu‟
atau sikap mengagungkan Ali dan keturunannya. Penelitian ini juga
menunjukan bahwa interpretasi hanyalah semata-mata ekspresi tentang
realitas kompetisi antara pembaca untuk memperoleh keunggulan
dibanding kelompok lain.21
Jurnal yang berjudul “Analisa Redaksi Tindak Tutur Imperatif
dalam Surat al-Baqarah”, yang ditulis oleh Faiq Ainur Rofiq. ia
menegaskan bahwa penelitiannya ini merupakan penelitian kebahasaan
yang berupaya mengungkap bagaimana bentuk tindak tutur imperatif
dalam surat al-Baqarah dan apa makna pragmatik penggunaan tindak
tutur imperatif dalam surat al-Baqarah. Dalam penelitiannya ia
menyimpulkan bahwa tindak tutur imperatif dalam surat al-Baqarah
20
Muhammad Syahman Sitompul, ‚Implementasi Surat al-Baqarah Ayat 282 dalam Pertanggungjawaban Mesjid di Sumatera Timur‛. Human Falah, vol.3, no.2, (2016)
21 Ahmad Zainal Abidin, ‚Tafsir al-Qummi dan Politik: Telaah atas
Kecenderungan Tasyayyu’ dalam Penafsiran Surat al-Baqarah‛. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, vol.16, no.2, (2016)
12
mempunyai empat bentuk, yaitu: fi’il amr, fi’il mud }a>ri yang di dahului
dengan lam amr, masdar yang menggantikan fi’il amr, dan amr dengan
redaksi khabar. Terkait dengan makna pragmatiknya, tindak tutur
imperatif (al-‘amri >) dalam surat al-Baqarah memiliki makna-makna
sebagai berikut: doa (ad-du’a>u), saran (al-irsya>du), ancaman (at-
tahdi>du), kutukan (at-taskhiru), melemahkan (at-ta’ji>zu), pemulyaan
(al-Ikra>mu), kecaman (at-taubi>hu), dan pilihan (at-Tahyi>ru).22
Kemudian Skripsi yang berjudul Penafsiran Taqiyuddin an-
Nabhani terhadap surat al-Baqarah ayat 31-33”. Penulis mengatakan
bahwa Taqiyuddin menunjukkan bahwa surat tersebut memiliki
komponen proses berfikir yang menyatakan bahwa ayat tersebut
menunjukkan informasi sebelumnya (ma’lu>ma>t sabi>qah) harus ada
sampai pada pengetahuan apapun. Penelitian ini menggunakan metode
eksplanatori dan deskriptif analitis untuk menjelaskan penafsiran
Taqiyuddin an-Nabhani terhadap surat al-Baqarah 31-33, karena unsur
dan konsepanya saling berkaitan. Penulis juga menegaskan bahwa
Taqiyuddin an-Nabhani menafsirkan surat al-Baqarah ayat 31-33
adalah cara berfikir dan memiliki bagaimana cara kerja tingkatan
berpikir. Selanjutnya mengaplikasikan bagaimana cara metode konsep
berpikir kepada manusia. Karena semua saling berhubungan satu sama
lain antara empat unsur dan metode konsep berfikir.23
Thesis yang ditulis oleh Ahmad Iqbal Hanafi yang berjudul
“Implikasi Gen Istri Terhadap Sifat Keturunan Menurut Surat al-
Baqarah ayat 223 Perspektif Para Mufasir”. Menurutnya penelitian
ini dilatarbelakangi oleh pergeseran pemikiran masyarakat dan ilmuan
modern mengenai asal-muasal suatu model pewarisan sifat.
22
Faiq Ainur Rofiq, ‚Analisa Redaksi Tindak Tutur Imperatif dalam Surat al-Baqarah‛ Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam, vol.9, no.1, (2016)
23 Megaasih Sireky, ‚Penafsiran Taqiyuddin an-Nabhani Terhadap Surat al-
Baqarah Ayat 31-33‛ (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta)
13
Selanjutnya dialognya dengan beberapa ijtihad mufasir (penafsiran
corak sains) terhadap penemuan ilmiah modern mengenai pewarisan
sifat yang lebih dominan diwariskan oleh gen istri atau mempunyai
persentase yang lebih banyak ketika proses penurunan sifat keturunan
dari proses fertilisasi (pembuahan) terhadap proses selanjutnya.24
Dari sejumlah buku atau penelitian yang relevan dan berkaitan
dengan kajian tafsir dan „Ulumul Qur‟an, juga penelitian berupa
artikel, jurnal, skripsi, tesis dan lain sebagainya. Kajian tentang
korelasi penamaan surat al-Baqarah dengan isi kandungannya masih
belum ditemukan. Sehingga penulis merasa kajian ini masih terbuka
lebar dan masih bisa ditindaklanjuti.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena data
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dokumentasi
kepustakaan. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian Library Research (Penelitian Kepustakaan). Adapun
data-data yang digunakan sebagai bahan dan materi diperoleh dari
buku-buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis, dan sebagainya yang
terkait dengan tema yang dimaksud.
2. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua kategori, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
primer merupakan rujukan utama yang menjadi landasan data yang
akan dicari dan dianalisis. Sedangkan sumber data sekunder,
24
Ahmadi Iqbal Hanafi, ‚Implikasi Gen Istri Terhadap Sifat Keturunan Manurut Surat al-Baqarah Ayat 223 Perspektif Para Mufasir‛ (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya)
14
adalah sumber data lain yang berkaitan dengan tema penelitian
guna memperoleh kelengkapan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, sumber data primer yang digunakan
adalah Al-Qur`an dan terjemahnya. Sedangkan sumber data
sekundernya adalah kitab-kitab „Ulumul Qur‟an dan kitab-kitab
tafsir klasik dan modern. Kitab-kitab „Ulumul Qur‟an yang akan
digunakan oleh penulis diantaranya adalah, „Ulum al-Qur`an karya
Syaikh Manna’ al-Qat}t}an, al-‘Itqa >n Fi> ‘Ulu >m al-Qur’a>n karya
Jala>luddi>n ‘Abdurrahma >n al-Suyu>t}i>, juga kitab „ulumul Qur‟an
lainnya. Sedangkan kitab tafsir yang akan penulis gunakan adalah
kitab tafsir karya al-Qurt}u>bi>, Hamka dan Quraish Shihab.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan metode dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan
data dari sumber-sumber bahan atau kepustakaan yang berkaitan
dengan tema penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan pembahasan yang sistematis, maka penulis
menyusun penulisan skripsi ini ke dalam bab dan sub-sub bab sebagai
berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan. Di dalamnya dikemukakan
mengenai latar belakang masalah yang merupakan alasan pemilihan
judul skripsi ini, kemudian permasalahan (meliputi identifikasi
masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah), tujuan dan manfaat
penelitian, serta kajian pustaka yang di dalamnya penulis menjelaskan
beberapa karya ilmiah yang relevan dengan skripsi ini, metodelogi
yang digunakan dalam penelitian, selanjutnya sistematika penulisan.
Bab kedua, pada bab ini, penulis akan mengetengahkan kerangka
teori penelitian dengan membahas kajian teoritis penamaan surat
15
dalam al-Qur`an yang meliputi; definisi dan pengertian nama,
pengertian surat dan pengelompokkan surat di dalam al-Qur`an, ragam
nama-nama surat dalam al-Qur`an, Argumentasi penamaan surat
dalam al-Qur`an, dan kaidah penamaan surat dalam al-Qur`an. Bab
dua ini menjadi penting sebagai gambaran umum dan langkah awal
penelitian untuk kemudian dapat melihat ruang kosong yang belum
tergarap.
Bab ketiga, berisi tinjauan umum surat al-Baqarah, pada bab ini
penulis akan menguraikan yang berkaitan dengan surat al-Baqarah,
meliputi profil surat al-Baqarah, isi kandungan pokok surat al-
Baqarah, fad}i>lah surat al-Baqarah, dan nama-nama lain dari surat al-
Baqarah.
Bab keempat, secara khusus penulis akan mengupas tentang
analisis konten penamaan surat dengan kata “al-Baqarah”, yang
meliputi; isi kandungan secara keseluruhan surat al-Baqarah, Kisah al-
Baqarah, sikap seorang hamba kepada perintah Tuhannya, makna ke-
Islam-an di balik kisah al-Baqarah, juga akan menjelaskan tentang
bagian paling penting dari penulisan skripsi ini, yakni korelasi
penamaan surat al-Baqarah dengan kandungan ayatnya.
Bab kelima, merupakan penutup dari penulisan skripsi ini yang
mencakup kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah; jawaban penulis
atas pertanyaan penelitian pada rumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian skripsi. Adapun saran adalah; beberapa rekomendasi dari
penulis bagi peneliti berikutnya atau bagi pembaca mengenai sisi
kosong yang belum teliti dari kajian ini ataupun hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian selanjutnya. Dan di akhiri dengan daftar pustaka.
Dengan segala kerendahan hati penulis membuka kritik, komentar atau
saran demi perbaikan penelitian skripsi ini.
16
17
BAB II
KAJIAN TEORITIS PENAMAAN SURAT DALAM AL-QUR`AN
Al-Qur`an terdiri atas surat-surat dan ayat-ayat, baik yang pendek-
pendek maupun yang panjang-panjang. Jumlah surat dalam al-Qur`an ada
seratus empat belas surat (114), ini berdasarkan ijma‟ para ulama. Ada
pula yang mengatakan bahwa surat-surat dalam al-Qur`an ada seratus tiga
belas (113) saja, karena al-Anfa>l dan Bara>’ah digabung dalam satu surat.
Ini dikarenakan kesamaan yang ada di ujung kedua surat tersebut
ditambah dengan ketiadaan basmalah pada keduanya. Namun kemudian
hal ini terbantahkan saat Rasulullah saw memberi nama kedua surat itu
dengan nama yang berbeda.1 Pemberian nama terhadap surat-surat al-
Qur`an pada umumnya disesuaikan dengan tema pembahasan yang ada
dalam surat tersebut, atau dengan nama yang ada dalam surat tersebut.
Nama sendiri merupakan tanda, ciri, atau pembeda antara satu hal dengan
hal lainnya, yang harus dihormati dan dijunjung tinggi sebagai
kecocokkan terhadap suatu tujuan spesifik, dan sebagai penguat terhadap
tujuan kebaikan yang diharapkan.
A. Definisi dan Pengertian Nama
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti dari kata nama.
Bahwa nama adalah kata untuk menyebut atau memanggil orang,
tempat, barang, binatang, dsb., gelar atau sebutan kemasyhuran
(kebaikan, keunggulan dan kehormatan), sebagai tanda pengenalan
yang membedakannya dari yang lain. Julukan adalah nama yang
ditambahkan pada nama asli, nama yang dipakai untuk mengganti
1 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Farikh Marzuqi
Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dan Imam Fauzi Ja’iz (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), 325.
18
nama asli (biasanya berkaitan dengan ciri-ciri khas pemilik nama).
Adapun penamaan adalah proses, cara, perbuatan menamakan.2
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam kitab tafsir al-Misbah
bahwa “kata (اسم) ism terambil dari kata (السمو) al-sumu> yang berarti
tinggi, atau (السمت) al-simah yang berarti tanda. Memang nama menjadi
tanda bagi sesuatu serta harus dijunjung tinggi. Seperti halnya kata ism
dalam Basmalah, menurut ulama secara filologis menjawab bahwa
nama menggambarkan substansi sesuatu, sehingga kalau di sini
dikatakan (Bismilla>h) dengan nama Allah SWT maksudnya adalah
(Billa>h) dengan Allah SWT. Kata ism di sini digunakan sebagai
penguat. Dengan demikian, makna harfiah dari kata tersebut tidak
dimaksudkan di sini. al-Zamakhsyari dan banyak ulama tafsir
mengemukakan bahwa orang-orang Arab, sebelum kehadiran Islam,
memulai pekerjaan-pekerjaan mereka dengan menyebut nama Tuhan
mereka, misalnya (باسم اللاث) bismil-la>ta (باسم العسى) bismil-Uzza> (keduanya nama berhala), sementara bangsa-bangsa lain memulainya
dengan menyebut nama raja/penguasa mereka. hingga kini di beberapa
negara masih terdengar ketua parlemen membuka sidang-sidangnya
dengan ucapan: Atas nama Allah SWT dan atas nama rakyat. Yang
mereka maksudkan adalah bahwa aktivitas yang mereka lakukan
dilaksanakan demi mendapat kerelaan Tuhan atau raja atau untuk
kepentingan rakyat, dan atau bahwa pekerjaan tersebut tidak akan
terlaksana tanpa restu Tuhan atau raja. Kalau demikian, memulai
pekerjaan dengan nama Allah SWT berarti pekerjaan itu dilakukan
atas perintah dan demi karena Allah SWT, bukan atas dorongan hawa
nafsu.”3
Sebagaimana penjelasan yang telah penulis uraikan maka dapat
diambil kesimpulan bahwa fungsi dari sebuah nama adalah tanda, ciri
atau pembeda antara satu hal dengan hal lainnya, sebagai tanda bagi
sesuatu yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, sebagai adaptasi
khusus atau kecocokan pada sebuah tujuan spesifik, dan juga sebagai
penguat tujuan kebaikan yang diharapkan.
2 Tim Penyusun, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), cet. IV (Departemen
Pendidikan Nasional), 950. 3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an), jil.
1 (Lentera Hati: Ciputat, 2000), 13.
19
Penamaan surat-surat al-Qur`an sangat membantu dan
memudahkan siapa saja untuk mengenali al-Qur`an dari berbagai
aspeknya. Semua dan setiap nama surat dalam al-Qur`an, sendiri-
sendiri maupun secara keseluruhan, memberikan gambaran tentang
sosok surat al-Qur`an dari aspek tertentu; sementara pada saat yang
bersamaan menggambarkan sosok utuh al-Qur`an. al-Qur`an
memberikan informasi yang tidak saja sangat luas dan bahkan tidak
terbatas apalagi dibatasi; akan tetapi juga memberikan informasi yang
sangat rapi, mendalam dan sistematik.4
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh fungsi pemberian
nama pada setiap surat-surat al-Qur`an mengandung beberapa
kepentingan, yakni: Pertama, siapa yang membacanya dengan
bersungguh-sungguh dan memerhatikan segala isinya, niscaya ia akan
mendapatkan tingkatan mulia dalam ilmu pengetahuan. Kedua, surat-
surat dalam al-Qur`an itu sebagai tanda permulaan dan penghabisan
untuk tiap-tiap bagian tertentu dari al-Qur`an. Ketiga, surat-surat di
dalam al-Qur`an itu memang laksana gedung-gedung indah, yang
memiliki berbagai aksesoris atau kelengkapan. Akan halnya gedung
yang indah, al-Qur`an mengandung beberapa hal yang lengkap dan
sempurna. Keempat, masing-masing surat al-Qur`an itu satu sama lain
berhubungan erat, tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang satu dari
yang lain; seakan-akan merupakan tangga yang bertingkat-tingkat.
Intinya, al-Qur`an itu adalah kumpulan surat-surat yang saling
berhubungan antara yang satu dengan yang lain sehingga menjadi satu
kesatuan yang utuh dan menyeluruh.5
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas bahwa satu
surat dengan surat lainnya sangat berhubungan erat, artinya satu
4 Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran (Depok: Rajawali Pers, 2013),70.
5
20
dengan yang lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Begitu juga dengan
surat dan penamaan terhadap surat tersebut. jika fungsi surat di dalam
al-Qur`an merupakan batas antara satu hal dengan hal lainnya, maka
penamaan terhadap surat berfungsi sebagai ciri atau tanda dari isi yang
terkandung dalam surat tersebut. sehingga al-Qur`an akan menjadi
satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Dengan demikian, sebelum
memasuki pembahasan mengenai penamaan surat terhadap al-Qur`an,
alangkah baiknya jika mengetahui terlebih dahulu definisi surat dan
pengelompokkan surat-surat dalam al-Qur`an.
B. Pengertian Surat dan Pengelompokan Surat dalam al-Qur`an
Menurut etimologi, surat memiliki banyak arti, diantaranya
adalah: tingkatan atau martabat, tanda atau alamat, gedung yang tinggi
dan indah, sesuatu yang sempurna atau lengkap, susunan sesuatu atas
yang lainnya yang bertingkat-tingkat.6
Imam Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, dalam Al-Itqa>n fi> Ulu>m
al-Qur’a>n ia menjelaskan pengertian surat dengan mengutip pendapat
dari penulis al-Qa>mu>s7: “Bahwa kata surat berarti “al-Manzi>lah”
(posisi) Surat dari al-Qur`an telah dikenal, karena posisinya pada suatu
tempat secara berdampingan. Masing-masing terputus dari yang lain.
juga bermakna “al-Syaraf” (kemuliaan)”. Surat juga bermakna kan
“tembok yang membatasi suatu kota” hal ini karena di dalamnya
terdapat peletakkan suatu kata di samping kata yang lain, suatu ayat di
samping ayat yang lain. Ibarat suatu tembok, yang merupakan
6 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 60.
7 Fairu>z A>ba>di> (w. 1414) adalah seorang ahli bahasa atau sastrawan, Ia dianggap
sebagai pioner istilah Qamus. Karya nya sangat banyak sekali dan yang paling momumental adalah al-Qa>mu>s al-Muhit}, Lihat Anisatu Thoyyibah, ‚Musa>hamah Fairuz A>ba>di> fi> Tat}wi>r al-Mu’jam al-Arabi> (Dira>sah Tahli>liyyah Was}fiyyah)‛ (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013), 3-4.
21
peletakkan dan penyusunan bata, baris demi baris.8 Ahmad Adil
Kamal mengatakan dalam kitab Ulu>mul Qur‟an nya bahwa segala
sesuatu yang meninggi dari bumi adalah سور (pagar). Adapun رالتسو
adalah meningkat atau memanjat dari satu tempat ke tempat yang lain,
seperti firman Allah SWT dalam al-Qur`an surat S{a>d/ 38: 21,
۞
حىك وولم نتؤا ا ص خ
ذ ال روا ا ح تسي م
٢١ راب ال
Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang
berperkara ketika mereka memanjat pagar?
Yang berarti, memanjat pagar. Maka, sekumpulan ayat al-Qur`an
yang mempunyai permulaan dan kesudahan dinamai dengan surat,
tujuannya adalah untuk memuliakan dan meninggikan derajatnya.9
Sering kali di dalam surat terdapat makna yang luhur dan tinggi
secara maknawi sama seperti tingginya tembok. Karena surat pun
merupakan benteng dan penjagaan bagi Nabi Muhammad Saw dan apa
yang dibawanya, seperti al-Qur`an serta agama Islam dari segi
keberadaannya sebagai mukjizat untuk melemahkan setiap yang
sombong. Ini lebih menyerupai benteng yang membatasi suatu kota,
untuk menjaganya dari sergapan musuh.10
Adapun pengertian surat menurut terminologi para ahli ilmu-
ilmu al-Qur`an, seperti dikemukakan sebagian ulama diantaranya:11
1. Menurut al-Ja'bari>
ت اي ث لا ا ث ه ل ق أ و ة ات خ و ة ات ف ي ذ ي أ ى لع ل م ت ش ي ن آر ق ة ر و الس د ح
"Batasan surat ialah (sebagian) Qur‟an yang mencakup
beberapa ayat yang mempunyai permulaan dan penghabisan
8 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 367.
9 Ah{mad ‘A<<<<<>dil Kama>l, Ulu>mul Qur’a>n (Al-Mukhtarul Isla>m: Da>r al-Sala>m),76-82.
10 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 367.
11 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, 61.
22
(penutup), dan paling sedikit adalah tiga ayat.” Yakni surat
al-Kautsar (108) yang terdiri dari 3 ayat, 9 kata, dan 41 huruf,
dan surat al-Nas{r (110) yang terdiri dari 3 ayat, 19 kata, dan
79 huruf."
2. Kata Manna>’ al-Qat{t{an
ع طالمق و لع ط ذات الم ت القران اي ن لة م م الج ي ى ة ر و لس ا "surat ialah sekumpulan ayat-ayat al-Qur`an yang
mempunyai tempat bermula dan sekaligus tempat berhenti
(berakhir)"
Dari argumentasi para ulama mengenai pengertian surat di
atas, maka dapat dipahami surat merupakan suatu kumpulan ayat-
ayat al-Qur`an yang memiliki permulaan dan akhiran. Dan surat
terpendek dalam al-Qur`an adalah surat al-Kaus|ar yang hanya
terdiri dari tiga ayat, sembilan kata, dan empat puluh satu huruf,
dan surat al-Nas{r yang terdiri dari tiga ayat, sembilan belas kata
dan tujuh puluh sembilan huruf.
Pembagian al-Qur`an ke dalam surat-surat mengandung
beberapa hikmah, diantaranya:12
a. Memberikan kemudahan kepada manusia dan merangsang
mereka untuk mengkaji dan mempelajari al-Qur`an, bahkan
untuk menghafalnya, sebab jika al-Qur`an hanya satu rangkaian
semata (tidak dikelompok-kelompokkan) tentu akan sulit bagi
mereka menghafal ataupun memahaminya. Dengan kata lain,
mereka akan sulit menyelami lautan yang tidak jelas pantainya.
b. Mengisyaratkan tema pembicaraan. Masing-masing surat
membicarakan tema yang jelas.
12
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 367-368.
23
c. Mengisyaratkan bahwa panjangnya suatu surat tidak menjadi
syarat kemukjizatannya. Suatu surat tetap mengandung
kemukjizatan, betapa pun pendeknya, seperti surat al-Kaus|ar.
d. Seorang pembaca, bila telah menyelesaikan satu surat atau satu
bab dari suatu buku, maka ia akan lebih semangat untuk
melanjutkan pada surat atau bab selanjutnya, bahkan akan lebih
membuatnya berhasil dalam memahaminya, dibanding bila
semuanya hanya terdiri dari satu surat atau satu bab.
Padanannya adalah seorang musafir, bila telah menempuh satu
mil atau satu farsakh, maka ia akan bersemangat untuk
melanjutkan perjalanannya. Oleh karenanya al-Qur`an dibagi-
bagi.
e. Seorang hafi>z|, bila telah lancar menghafal suatu surat, maka ia
merasa yakin bahwa ia telah mengantongi sebagian al-Qur`an
secara mandiri. Sehingga apa yang telah dihafalnya itu telah
membuatnya merasa bangga. Riwayat mengenai hal ini,
misalnya hadis Anas: “Seseorang, bila telah mampu membaca
(dengan hafalan) surat al-Baqarah dan A>li ‘Imra>n, maka ia telah
hebat di kalangan kami”. Oleh karena itu, bacaan dalam shalat
dengan satu surat utuh lebih utama.
f. Menguraikan secara rinci menurut problem-problem sejenis,
sehingga pengertian menjadi runtut.
Setiap surat dalam al-Qur`an diawali dengan basmalah
kecuali surat Bara‟ah. Manna>’ al-Qat{t{a>n menjelaskan dalam
kitabnya Maba>his| Fi> Ulu>m al-Qur’a>n yakni diriwayatkan
bahwa basmalah tetap ada pada surat Bara‟ah yakni dalam
24
mushaf Ibnu Mas’u>d dalam al-Mustadrak,13
Lafadz basmalah
ini sekaligus menjadi ciri dari bermula dan berakhirnya sebuah
surat.
Jumlah surat al-Qur`an dalam mushaf „U|sma>ni terdiri
dari 114 surat. Adapun dalam mushaf Ibnu Mas’u>d, jumlah
surat al-Qur`an terdiri dari 112 surat, sebagaimana yang telah
diketahui di dalamnya tidak tertulis surat Mu’awwiz|atain.14 Di
dalam mushaf Abdullah bin Mas’u >d, tidak mengandung surat
al-H{amdu dan dua surat Mu’awwiz|atain (an-Na>s dan al-
‘Alaq). Dia berkeyakinan bahwa pencantuman surat-surat ke
dalam mushaf itu demi menghindari keberserakan dan
kehilangan. Oleh karena surat al-H{amdu dibaca berulang-
ulang, maka ia tidak akan pernah hilang. Dengan kata lain,
karena surat al-H{amdu adalah pasangan al-Qur`an, maka tidak
boleh disebut sebagai bagian dari al-Qur`an. Kemudian,
tentang mu’awwiz|atain, dia pun tidak mengakuinya sebagai
bagian dari surat-surat al-Qur`an, melainkan menganggapnya
sebagai do‟a-do‟a penolak sihir yang diwahyukan kepada
Rasulullah saw agar dia membaca kedua do‟a tersebut.
H{asanain bisa terhindar dari bahaya mata (sihir). Karenanya
setiap kali dia melihat dua surat tersebut dalam suatu mushaf,
dia selalu menghapusnya dan berkata, “Janganlah kalian
13
Kitab al-Mustadrak ‘Ala> al-S}ahi>haini merupakan karya dari Abu> ‘Abdullah Muh}ammad bin H}amdawiyyah bin Nu’aim bin al-Bay’i al-D{abbi> al-T{ahma>ni> al-Naisa>bu>ri> dalam kajian hadis. Kitab mustadrak ini ia susun sejak 373 H, yang secara implisit dapat dikatakan bahwa, inisiatif dalam penulisan kitab al-Mustadrak berawal dari faktor internal , adalah asumsi dari al-Hakim yang berpendapat masih banyak terdapat hadis-hadis shahih yang berserakan. Lihat Muhyidin Azmi, ‚Kajian Kitab Hadis (Metode Kesahihan Hadis Kitab al-Mustadrak ‘Ala> Sahi>haini)‛ Jurnal al-Irfani, vol.4, no.1 (tahun 2020): 1.
14 Ibrahim Ibyary, Tarikh al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1992), 59.
25
mencampur adukan selain al-Qur`an dengan al-Qur`an”.15
Sedangkan dalam mushaf Ubay bin Ka‟ab ra., jumlahnya ada
116 surat, karena Ubay ini menulis di akhir mushafnya dua
buah surat, yaitu; surat al-Hafd dan surat al-Khal‟.16
Kedua
surat tersebut memuat doa qunut, karena menurut Ubay kedua
doa tersebut termasuk yang diwahyukan dan mempunyai
riwayat yang mutawatir.
Sebagaimana yang telah dijelaskan tentang mushaf Ibnu
Mas‟ud juga mushaf Ubay bin Ka‟ab, maka Muhammad Hadi
Ma‟rifat dalam kitabnya yang berjudul Tarikh al-Qur`an
menegaskan bahwasannya anggapan mengenai keterangan-
keterangan interpretatif17
dari mushaf sahabat menimbulkan
penyimpangan dan penambahan kalimat-kalimat atau keraguan
dalam al-Qur`an yang ada saat ini tidak bisa dibenarkan. Tentu
pada gilirannya sistem ini sudah ditinggalkan.18
Ulama mengelompokkan surat-surat tersebut (dalam mushaf
‘Us|ma>ni) menjadi empat kelompok, yaitu:
1. At{-T{iwal, terdiri dari tujuh surat panjang, yaitu al-Baqarah,
Ali Imra>n, an-Nisa>’, al-Ma>’idah, al-An’a>m dan al-A‟raf. Dan
yang ketujuh ada yang mengatakan al-Anfa>l dan Bara’ah juga
termasuk, karena tidak dipisahkan dengan basmalah di antara
keduanya. Ada pula yang berpendapat bahwa yang ketujuh
adalah surat Yu>nus.19
15
Muhammad Hadi Marifat, Tarikh al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda, 2010) 124-138.
16 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 326.
17 Interpretatif adalah bersifat adanya kesan, pendapat, dan pandangan;
berhubungan dengan adanya tafsiran. Lihat ‚Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)‛ Diakses, 4 Maret, 2020, https://kbbi.web.id/interpretatif.html
18 Muhammad Hadi Marifat, Tarikh al-Qur’an, 143-144.
19 Manna>’ al-Qat{t{an>, Maba>his{ Fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 181.
26
2. al-Mi’u>n yaitu; surat-surat yang jumlah ayat-ayatnya lebih dari
seratus, tetapi tidak sepanjang surat-surat At{-T{iwal. Surat-
surat ini kurang lebih ada dua belas, di antaranya, Hu>d, Yu>suf,
an-Nahl, al-Kahfi dan Maryam.20
3. al-Mas|a>ni, yaitu surat-surat yang berisikan kurang dari 100
ayat, seperti surat-surat; Maryam (19) 98 ayat, al-H{ijr (15) 99
ayat, Ya>si>n (36) 83 ayat, dan lain sebagainya.21
Sedangkan
As-Suyut{i dalam al-Itqa>n menambahkan beberapa definisi lain
mengenai al-Mas|a>ni dengan menuqil pendapat ulama-ulama,
diantaranya ialah; menurut al-Farra‟ bahwa al-Mas|a>ni adalah
surat yang ayat-ayatnya kurang dari seratus, karena al-Mas|a>ni
ini menjadi nomor dua dari at-T{iwal dan juga nomor dua dari
al-Mi’u>n. Adapula yang mengatakan, disebut demikian karena
banyaknya mas|al atau perumpamaan padanya yang mus|ana
(dua-dua), yaitu dengan adanya ‘Iba>r (pelajaran-pelajaran) dan
kebaikan-kebaikan. Yang mengisahkannya adalah an-
Nakzawi. Kemudian al-Suyu>t{i> pun menukil pendapat al-
Sakhawi dalam Jamal al-Qurra’ bahwa al-Mas|a>ni adalah
surat-surat yang kisah-kisah di dalamnya diceritakan secara
dua-dua. Terkadang kata al-Mas|a>ni ini dipergunakan untuk
menyebut seluruh al-Qur`an dan juga untuk menyebut al-
Fa>tih{ah.22
4. al-Mufas{s{al, yaitu surat-surat pendek. Dalam hal ini terdapat
perbedaan pendapat mengenai awal surat dari al-Mufas{s{al, ada
yang mengatakan dari surat Qa>f sampai surat terakhir yakni
an-Na>s, pendapat lain mengatakan dimulai dari surat al-
20
Muhammad Hadi Marifat, Tarikh al-Qur’an, 124. 21
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, 71. 22
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 321.
27
H{ujurat hingga surat an-Na>s, dan ada pula yang berpendirian
lain dari kedua pendapat tadi. Selanjutnya kelompok surat-
surat al-Mufas{s{al ini oleh para ulama dibagi kepada ketiga
bagian, yakni; pertama, T{iwal al-Mufas{s{al, yang dimulai dari
surat Qa>f atau al-H{ujurat sampai surat al-Naba / Amma, atau
al-Buru>j. Kedua, Ausat{ al-Mufas{s{al, yaitu dari surat al-Naba
atau al-Buru>j hingga surat al-Dhuha> atau al-Bayyinah. Ketiga,
Qis{ar al-Mufas{s{al, yaitu dari surat al-Dhuha> atau al-Bayyinah
sampai surat al-Na>s.23
Pembagian seperti ini dapat mempermudah orang
menghafalnya, mendorong mereka untuk mengkaji dan
mengingatkan orang yang membaca suatu surat dari surat-surat al-
Qur`an bahwa ia telah mengambil bagian yang cukup dan jumlah
yang memadai dari pokok-pokok agama dan hukum-hukum
syari‟at.24
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam buku Ulumul
Qur‟an nya menyebutkan beberapa fungsi dari pembagian al-
Qur`an menjadi surat-surat, diantaranya adalah, pertama, untuk
memudahkan dalam menghafalkannya dan menguatkan atau
meyakinkan para pembaca untuk selalu mempelajarinya. Sebab,
seandainya al-Qur`an tidak dibagi menjadi surat-surat, maka para
pembaca al-Qur`an akan mengalami kesulitan untuk
menghafalkannya dan lemah pemahamannya. Kedua, sebagai tanda
atau petunjuk atas sebuah pokok pembicaraan dan inti ucapan,
karena sesungguhnya setiap surat itu memiliki tema yang jelas
yang dibahas di dalamnya dengan bentuk yang lebih rinci. Ketiga,
sebagai petunjuk bahwasannya surat yang panjang bukanlah syarat
23
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, 71. 24
Manna>’ al-Qat{t{an>, Maba>his{ Fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 182.
28
kemukjizatan al-Qur`an. bahkan satu surat dari al-Qur`an tetap
merupakan suatu yang mengandung mukjizat, walaupun jumlah
ayatnya sedikit, seperti al-Ikhlas{, al-Kaus|ar, dan lain-lain.25
Pembahasan mengenai pengertian surat juga
pengelompokannya di dalam al-Qur`an dirasa sudah cukup jelas
dan agar tidak melebar pembahasan pada bab ini, selanjutnya
penulis akan kembali kepada penamaan surat terhadap al-Qur`an.
Pada umumnya surat-surat dalam al-Qur`an memiliki satu
nama saja, tapi tidak sedikit pula surat yang memiliki nama lebih
dari satu. hal ini menunjukkan keberagaman penamaan terhadap
surat-surat dalam al-Qur`an. Maka pada pembahasan selanjutnya
penulis akan menguraikan nama-nama surat, juga nama lain yang
disematkan bagi surat tersebut.
C. Ragam Nama-nama Surat dalam Al-Qur`an
Kadangkala sebuah surat mempunyai satu nama, inilah yang
banyak terjadi. Tapi adapula surat yang memiliki dua nama atau lebih,
dan penulis akan menguraikan hal ini dalam bentuk tabel.
Tabel 2. 1 Surat-surat yang mempunyai nama lebih dari satu26
No Nama Surat Nama Lain
1. al-Fa>tih{ah Fa>tih{at al-Kita>b (Pembuka al-Kitab),
Ummu al-Kita>b (induknya al-Qur`an), al-
Sab’u al-Mas|a>ni> (tujuh ayat yang
diulang-ulang), al-Kanz
(perbendaharaan), al-H{amd (pujian), al-
Wa>fiyah (yang lengkap) al-Ka>fiyah
(yang cukup), Asa>s al-Qur’a>n (pokok al-
Qur`an)
2. al-Ba>qarah Fust}a>tu al-Qur’a>n, dan sana>mu al-Qur’a>n
25
Muhammad Sayyid Thanthawi, Ulumul Qur’an (Teori dan Metodelogi), 46-48. 26
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 286-292.
29
3. A>li> Imra>n T{ayyibah
4. al-Ma>’idah al-‘Uqu>d (perjanjian-perjanjian) dan al-
Munqiz{ah (yang menyelamatkan);
5. Bara>’ah al-Taubah , al-Fad{i>h{ah, al-Az|a>b, al-
Muqasyqisyah, al-Munaqqirah, al-Bahu>s|,
al-H{a>firah, al-Mus|i>rah, al-Muba’s|irah
6. an-Nah{l al-Ni’a>m
7. al-Isra‟ subh{an dan Bani> Isra>il
8. al-Kahfi Ash{a>b al-Kahfi dan al-H{a>’ilah
9. T{a>ha> al-Kali>m
10. asy-Syu’ara> al-Ja>mi’ah;
11. Surat an-Naml Sulaiman
12. as-Sajadah al-Mad{a>ji’
13. Fatir al-Mal>aikah
14. Ya>si>n Qalbu al-Qur’an (hati al-Qur`an), al-
Mu’immah (yang menyebarkan segala
kebaikan di dunia dan akhirat), al-Da>fi’ah
(yang menolak), al-Qa>d{iyah (yang
memenuhi)
15. al-Zumar al-Ghuraf (kamar-kamar)
16. al-Gha>fir al{-T{awl dan al-Mu’min
17. Fus{i>lat al-sajdah dan al-Mas{a>bi>h
18. al-Ja>s|iyah Syari>’ah dan al-Dahr;
19. Muh{ammad al-Qita>l;
20. Qa>f al-Ba>siq>at
21. al-Qamar Iqtarabat dan al-Mubayyid{ah
22. al-Muja>dalah adh-Dhiha>r;
23. ar-Rah{ma>n Aru>sa al-Qur’a>n;
24. al-H{asyr Bani> Nadhir;
25. al-Mumtah{anah Fath{ah, al-Imtih{a>n, al-Mawaddah;
26. as{-S{af al-H{awa>riyyu>n
27. at-T{alaq an-Nissa al-Qus{ra (yang pendek);
28. surat at-Tah{rim al-Mutah{arrim dan surat Lima
Tuh{arrimu;
29. al-Mulk; surat al-Wa>qiyah, al-Munjiyah (yang
30
menyelamatkan), al-Muja>dilah (yang
menolak), Taba>rak
30. Sa’ala al-Ma’a>rij dan al-Wa>qi’;
40. ‘amma an-Naba’, al-Tasa>’ul, dan al-Mu’s{ira>t;
41. al-Bayyinah Lam Yakun, Ahlul Kitab
42. al-Ma>’u>n al-Di>n dan Ara’aita
43. al-Ka>firu>n; al-Muqasyqisyah, al-Ibadah
44. al-Nas{r al-Taudi’ (berpamitan)
45 surat al-Masad Tabbat;
46. al-Ikhlas{ al-Asa>s (pondasi);
47. al-Falaq dan
an-Na>s
al-Mu’awwiz|ata>ni, dan al-
Musyaqsyiqata>n (khatib yang suaranya
membahana)
Sumber : al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qura>n
Nama-nama surat dalam al-Qur`an itu sendiri paling sedikit
menurut sebagian pakar ilmu-ilmu al-Qur`an, semuanya resmi
berdasarkan tuntunan wahyu ilahi. Namun demikian, tidak berarti
julukan tertentu terhadap surah-surah al-Qur`an tidak ada yang lahir
dari sahabat.27
Seperti yang telah dipaparkan di atas, banyak surat yang
memiliki nama lebih dari satu. Sehingga dalam hal ini, banyak ulama
yang berbeda pendapat mengenai penamaan surat terhadap al-Qur`an,
apakah tauqi>fi> atau ijtiha>di>. Maka dalam pembahasan selanjutnya
penulis akan mencoba menjelaskan tentang argumentasi para ulama
mengenai penamaan surat-surat dalam al-Qur`an.
D. Argumentasi Penamaan Surat-surat dalam al-Qur`an
Pada masa Nabi saw, al-Qur`an secara keseluruhan sudah ditulis
oleh para sahabat, akan tetapi belum tersusun rapi sebagaimana al-
Qur`an yang ada sekarang ini, bahkan surat-suratnya pun belum
27
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an 1, cet. 1 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000) 67-68.
31
diurutkan secara detail. Banyak faktor yang melatar belakangi kenapa
pada saat itu Nabi tidak mengumpulkan al-Qur`an dalam satu mushaf,
antara lain adalah karena al-Qur`an pada waktu itu masih dalam masa
pembentukan atau proses. Tidak sedikit ayat yang turun belakangan
berfungsi sebagai penghapus (nasikh) hukum atau bacaan ayat
sebelumnya, sehingga menjadi salah satu kesulitan tersendiri jikalau
al-Qur`an dibukukan dalam bentuk mushaf seperti halnya al-Qur`an
yang kita ketahui sekarang ini. dan tentunya ada banyak hal lain yang
melatar belakangi kenapa al-Qur`an tidak dibukukan pada masa Nabi.
Hingga akhirnya, sahabat sepakat untuk mengumpulkan semua ayat-
ayat al-Qur`an untuk dijadikan satu mushaf dan melalui sejarah yang
panjang maka terbentuklah mushaf al-Qur`an yang ada pada saat ini.28
Salah satu tahap dalam pembentukkan mushaf al-Qur`an adalah
pemberian nama terhadap surat-surat dalam al-Qur`an.
Kalangan ulama berbeda pendapat mengenai penamaan surat al-
Qur`an, apakah penamaan surat itu tauqi>fi> atau ijtiha>di>. Ditinjau dari
segi historis , penamaan surat al-Qur`an pada awalnya menjadi olok-
olokan kaum musyrikin. Mereka mengatakan surat al-Baqarah dan
surat al-Ankabut adalah sebagai ejekan terhadap nama-nama surat.29
Maka dari itu kemudian turunlah ayat al-Qur`an:
ي ن ء ز خى مس
نك ال فح
نا ك ٩٥ا
“Sesungguhnya kami telah mencukupkan kamu terhadap
orang-orang yang mengolok-olok” (Qs. Al-Hijr/ 15: 95)
Menurut sebagian pendapat, penamaan surat al-Qur`an adalah
tauqi>fi>, sebagaimana tertib ayat-ayat dan tanda waqafnya yang telah
28
Ansharuddin M, ‚Sistematika Susunan Surat di dalam al-Qur’an: Telaah Historis‛. Studi Keislaman, vol.2, no.2 (Desember 2016): 212.
29 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 280.
32
dijelaskan dalam hadis dan as|ar yang sudah pasti, sama halnya dengan
penamaan terhadap al-Qur`an, yang semuanya tepat dan akurat,
penamaan setiap surat dalam al-Qur`an juga sangat tepat dengan isi
kandungan yang terdapat di dalam surat-surat itu sendiri. Mereka
menyatakan bahwa semua surat dalam al-Qur`an diberi nama oleh
Rasulullah saw misalnya sebagai contoh surat al-Fa>tih}ah
(pembuka/pendahuluan), surat ini memang merupakan surat
pembukaan, yang berfungsi sebagai pengantar ke dalam isi kandungan
al-Qur`an yang lebih luas. Demikian pula dengan surat al-Baqarah
yang berarti sapi, yang di dalamnya banyak dikemukakan hal-ihwal
pemotongan sapi bagi kaum Bani Isra`il.30
Demikian pula dengan surat an-Nisa >’, surat ini dinamakan
dengan an-Nisa >’ karena banyak dan berulang-ulangnya penjelasan
tentang hukum-hukum wanita pada surat tersebut. Banyak pula surat-
surat yang terdapat kisah para Nabi kemudian diberi nama dengan
nama para Nabi tersebut, seperti surat Nu>h, surat Hu>d, surat Ibrahi>m,
surat Yu>nus, surat A>li Imra>n, surat T{a> si>n Mi>m Sulaima>n, surat Yu>suf,
surat Muh}ammad, surat Maryam, surat Luqma>n. Demikian pula
dengan kisah para kaum terdahulu, seperti kaum Bani Isra`il dalam
surat Bani Israel, surat Asha>bul Kahfi, surat al-Hijr, surat Saba‟, surat
al-Mala >’ikah, surat al-Ji>n, surat Muna>fiqi>n, dan surat al-Mut}affifi>>n.
Meskipun demikian tidak ada satu surat pun yang diberi nama Nabi
Musa padahal nama Musa sangat banyak disebut dalam al-Qur`an, dan
sampai ada yang berkata bahwa hampir semua ayat dalam al-Qur`an
adalah tentang Nabi Musa, dan surat yang paling pantas diberi nama
nabi Musa adalah surat T{a>ha>, surat al-Qas}as} dan surat al-A’raf, karena
pada ketiga surat terakhir ini, kisah nabi Musa diceritakan dengan
gamblang dan jelas, tidak seperti dalam surat-surat lain yang
30
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, 62.
33
menyebutkan secara ringkas. Namun ternyata seorang sahabat ada
yang menyebut bahwa surat T{a>ha> ini disebut juga dengan surat
Musa.31
Begitu pula dengan surat-surat lainnya yang tidak hanya
mempunyai satu nama saja. Karena hal ini, maka sebagian ulama
mengatakan bahwa penamaan surat dalam al-Qur`an bersifat ijtiha>di>.
Ulama lain yang mengatakan bahwa penamaan surat adalah
ijtiha>di>, dikarenakan sebagian julukan/penamaan ada yang disematkan
oleh sahabat. Di antara contohnya adalah surat at-Taubah yang oleh
sahabat Umar bin Khattab dijuluki dengan surat al-Qita>l (peperangan)
dan surat Bara‟ah (pembebasan), dan dapat disimpulkan bahwa bagi
satu surat terdapat dua atau bahkan banyak nama.32
Akan tetapi penyematan nama terhadap suatu surat dalam al-
Qur`an tidak hanya sekedar diberi nama berdasarkan kecocokannya
saja. Jika hal ini dibenarkan maka setiap orang cerdas bisa
mengeluarkan nama yang sangat banyak dari setiap surat, apakah itu
dari isytiqa>q isimnya atau dari makna yang dikandungnya, dan sangat
jelas bahwa hal yang demikian itu sangat jauh dari benar.33
Bagi setiap
surat yang mempunyai dua nama tentu semua ini diperlukan sandaran
yang kuat dari hadis Nabi maupun ijma‟ para ulama.
Latifatul Umamah dalam bukunya ‚Misteri di Balik Penamaan
Surat-surat al-Quran‛ dengan menukil pendapat dari Fata>wa> Lajnah Da>’imah, menyatakan: “Kami tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah saw yang menunjukkan bahwa beliau memberi nama
seluruh surat dalam al-Qur`an. hanya saja memang terdapat beberapa
hadis shahih yang menyebutkan nama beberapa surat dari Nabi saw
seperti al-Fa>tih}ah, al-Baqarah, A>li ‘Imra>n, dan al-Kahfi. Sementara
nama-nama surat lainnya, yang lebih dekat, itu berasal dari para
sahabat”. Pendapat inilah yang dinilai kuat oleh Dr. Munirah ad-
31
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 294-295. 32
Ibrahim Ibyary, Tarikh al-Qur’an, 54. 33
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 292.
34
Dausiri dalam risalah beliau yang berjudul Asma>’ Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m wa Fad}a >’iluha>.34
Menurut al-Suyu>t{i penamaan surat-surat di dalam al-Qur`an
adalah tauqi>fi> sebagaimana yang dikatakannya di dalam al-Itqa>n;
وقد ثبت جميع أسمع السور باالتوقف من الأحاديث و الأثار ولولا خشية
ت ذلكالإطالة لبين
“Dan telah ditetapkan dalam hadis dan atsar akan nama-nama
surat yang datang secara tauqi>fi>, kalau tidak takut akan menjadi lebih
panjang, pasti hal ini akan saya jelaskan secara gamblang.”35
Demikianlah pendapat al-Suyu>t{i mengenai penamaan surat di
dalam al-Qur`an. Meskipun al-Suyu>t{i mengatakan bahwa penamaan
surat itu adalah tauqifi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa surat-
surat di dalam al-Qur`an banyak yang memiliki lebih dari satu nama.
Dab tidak semua nama surat dalam al-Qur`an berasal dari Nabi saw,
melainkan para sahabat juga diberi wewenang untuk memberikan
nama terhadap surat-surat dalam al-Qur`an. maka penulis mencoba
membuktikannya dengan menguraikan pedoman atau kaidah dalam
pemberian nama terhadap surat-surat al-Qur`an.
E. Kaidah Penamaan Surat dalam Al-Qur`an
Nama-nama surat yang ada di dalam al-Qur`an tentu beragam
dan memiliki maknanya masing-masing. Sebagian ada yang
dinamakan dengan kata pertama dalam surat, seperti ad}-D{uha>, at-Ti>n
dsb, Ada pula nama surat yang tidak diambil dari ayat-ayatnya seperti
34
Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan Surat-Surat al-Qur`an (Yogyakarta: DIVA Press, 2017), 18.
35 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, 119.
35
al-Ikhla>s}, al-Fa>tih}ah dsb, sebagian lainnya bahkan menggunakan nama
hewan seperti surat al-Baqarah, an-Nah}l, an-Naml, al-Ankabut, al-Fi>l.
Berdasarkan dengan apa yang telah penulis paparan di atas,
maka selanjutnya penulis akan menjelaskan berbagai pedoman atau
kaidah dalam penamaan surat-surat al-Qur`an, diantaranya:36
a. Diambil dari luar surat. Artinya, kata yang dipakai untuk menjadi
nama surat, tidak terdapat dalam ayat-ayat dari surat bersangkutan.
Surat yang pertama dinamai al-Fatih}a>h tidak ditemukan di dalam
ayat-ayatnya, namun nama tersebut telah memberikan petunjuk
kepada kita tentang fungsinya sebagai Fa>tih}ah (pembuka atau
pendahuluan) bagi al-Qur`an.
b. Nama surat diambil dari tema yang sedang dibicarakan dalam surat
tersebut. Misalnya surat an-Nisa>’, dinamakan surat an-Nisa>’ karena
banyak membahas tentang wanita.
c. Diambil dari salah satu kata yang terdapat pada ayat di dalam surat
yang bersangkutan, baik itu terletak di permulaan, di tengah, atau
bagian akhir surat. Misalnya surat ke-20, dinamai dengan T{a>ha>.
Kata T{a>ha> tersebut sudah dijumpai pada ayat pertama dari surat
tersebut. Surat ke-2 dinamai dengan al-Baqarah, kata al-Baqarah
baru dijumpai pada ayat ke-67, dari surat yang bersangkutan.
Selanjutnya surat ke-107, dinamai dengan al-Ma>’u>n, padahal kata
al-Ma>’u>n ini baru dijumpai pada akhir ayat yang terdapat pada
akhir surat bersangkutan.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa nama dan
penamaan terhadap sesuatu merupakan hal yang sangat penting guna
36
Muh. Syuhada Subir, Metodologi Tafsir al-Qur’an Muhammad Izzat Darwaza; Kajian tentang penafsiran al-Qur’an Berdasarkan Tartib Nuzuli: Kronologi Pewahyuan, 216.
36
menunjukkan tanda, ciri atau pembeda antara satu hal dengan hal
lainnya, sebagai tanda sesuatu bagi yang harus dihormati dan
dijunjung tinggi, sebagai adaptasi khusus atau kecocokkan pada
sebuah tujuan spesifik, dan juga sebagai penguat tujuan penamaan.
Setelah menemukan berbagai macam kaidah dalam penamaan
surat-surat al-Qur`an sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Pada
penjelasan tadi dikatakan, bahwa kata al-Baqarah terhadap penamaan
surat ke-2 dalam al-Qur`an diambil dari kisah yang terdapat pada
pertengahan surat tersebut. Lantas mengapa kata al-Baqarah yang
terpilih sebagai nama surat tersebut? Sedangkan dalam surat ini
banyak mencakup hukum-hukum syariat dalam sisi ibadah,
mu‟amalah, akhlak, nikah, „iddah, talak dan juga hukum-hukum
syari‟at lainnya. Seperti shalat, puasa, haji, dan zakat. Pada bab
selanjutnya penulis akan mengupasnya dengan lebih dalam dan penuh
dengan ketelitian.
37
BAB III
TINJAUAN UMUM SURAT AL-BAQARAH
A. Profil Surat al-Baqarah
Surat al-Baqarah merupakan surat kedua setelah al-Fa>tih{ah, pada
susunan mush{af al-Qur`an. Dan diturunkan pada urutan ke-87, sesudah
surat al-Mut{affifi>>n dan sebelum surat al-Anfa>l.1 Surat ini merupakan
surat terpanjang dalam al-Qur`an, yaitu terdiri atas 286 ayat. Surat ini
turun di Madinah sehingga termasuk surat Madaniyyah, dan sebagian
besar diturunkan pada permulaan Hijriah.2 Kecuali firman Allah SWT:
ثم ح ى الله ل ه ا ي ن ف جػي ما حر ا يي ا واحلي
سبج ووم ل
ا ك س م نف
ل
يفهى ك
ن مي ل ٢٨١ يظ
“Dan periharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari
yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah
SWT” (QS. Al-Baqarah/ 2: 281)
karena ayat ini adalah ayat terakhir yang diturunkan dari langit,
dan itu diturunkan pada hari Nahar saat haji Wada di Mina. Ayat-ayat
riba juga termasuk ayat-ayat al-Qur`an yang terakhir diturunkan.3
Menurut pendapat yang paling kuat, tidak semua ayatnya
diturunkan secara beruntun hingga sempurna sebelum diturunkan ayat-
ayat dari surat lain. Karena itu, merujuk dan mencermati asba>b al-
nuzu>l sebagian ayatnya dan sebagian ayat dari surat-surat Madaniyyah
lainnya (sekalipun asba>b al-nuzu>l ini tidak qat{‘iyyatu al-s|ubu>t)
1 Djohan Efendi, Pesan-Pesan al-Qur`an (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2012), 52.
2 Latifatul Umamah, Misteri di Balik Penamaan Surat-surat al-Qur’an
(Yogyakarta: DIVA PRESS, 2017) 62. 3 Muh}ammad bin ‘Ali> bin Muh}ammad Asy-Syauka>ni>, Tafsi>r Fat}ul Qadi>r (al-Jami>’
baina al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ilmi al-Tafsi>r), terj. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jil. 1 (Pustaka Azzam: Jakarta, 2008) 105.
38
memberikan kesimpulan bahwa surat-surat Madaniyyah yang
tergolong at}-T}iwa>l (panjang) tidak semua ayatnya diturunkan secara
beruntun. Tetapi yang terjadi bahwa beberapa ayat dari surat
berikutnya sudah diturunkan sebelum tuntas surat terdahulu yang
beberapa pendahuluannya telah turun. Hal yang menjadi patokan
dalam menentukan urutan surat, dari segi penurunannya, adalah
bagian-bagian awal surat yang terlebih dahulu diturunkan, bukan
keseluruhannya. Dalam surat ini terdapat ayat-ayat yang tergolong
pada ayat-ayat al-Qur`an yang terakhir diturunkan, seperti ayat-ayat
riba. Padahal menurut pendapat yang kuat, bagian awal surat ini
termasuk ayat-ayat yang pertama kali diturunkan di Madinah.4
Surat al-Baqarah di dalamnya begitu banyak persoalan yang
dibicarakan. Karena masyarakat Madinah ketika itu sangat heterogen,
baik dalam suku, agama, maupun kecenderungan. Di sisi lain, ayat-
ayat surat ini berbicara menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa yang cukup panjang. Jika peristiwa pengalihan kiblat (ayat
142) atau perintah berpuasa (ayat 183) dijadikan sebagai awal masa
turunnya surat ini, dan ayat 281 sebagai akhir ayat al-Qur`an yang
diterima oleh Nabi Muhammad Saw, ini berarti bahwa surat al-
Baqarah secara keseluruhan turun dalam masa sepuluh tahun. Karena
perintah pengalihan kiblat terjadi setelah sekitar 18 bulan Nabi
Muhammad Saw berada di Madinah, sedang ayat terakhir turun
beberapa saat atau beberapa hari sebelum beliau wafat pada 12 Rabi‟ul
Awal tahun 13 Hijrah.5 Menurut orang-orang yang menghitungnya, di
4 Sayyid Qut}b Ibrahi>m Husain asy-Sya>dzili>, Tafsi>r fi> Z|ila>li al-Qur’a>n, terj. Aunur
Rafiq Shaleh Tamhid, jil. 1, cet. 5 (Jakarta: Robbani Press, 2011), 45. 5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, jil.
1, cet. 1 (Ciputat: Lentera Hati, 2009), 99.
39
dalamnya terdapat 297 ayat, 6.221 kalimat dan hurufnya berjumlah
25.500.6
B. Isi Kandungan Surat al-Baqarah
Sebagian ulama mengatakan bahwa surat al-Baqarah
mengandung seribu kalimat berita, seribu kalimat perintah, dan seribu
kalimat larangan.7 Surat al-Baqarah menitikberatkan pada sisi
petunjuk, pengarahan, dan penetapan hukum syari‟at, dan yang pasti,
surat al-Baqarah menampilkan solusi aturan dan undang-undang
hukum syari‟at "daulah Islam" yang baru terbentuk.8 Di ayat-ayat
awal surat al-Baqarah menerangkan tentang sifat-sifat orang mukmin,
kafir, dan munafik. Kemudian menjelaskan hakekat keimanan, hakekat
kekafiran dan munafik, yang kemudian dibandingkan dengan pemilik
kebahagiaan dan pemilik kesengsaraan. Surat ini juga mengisahkan
permulaan penciptaan dengan menyebut kisah „bapak‟ manusia, yaitu
Nabi Adam as, dan kejadian-kejadian penciptaannya, serta sesuatu
yang luar biasa yang menunjukkan permuliaan Allah SWT., terhadap
manusia.9
Ayat-ayat sisanya yang ada dalam surat ini mempelajari aspek
syari‟at, sebab kaum muslimin dalam taraf permulaan pembentukkan
Negara Islam sangat membutuhkan metode Rabbani> dan syariat
„langit‟ yang mereka praktikkan dalam kehidupan bermasyarakat; baik
6 Al-Ima>m Abu al-Fida>’ Isma>’i>l Ibnu Kas|i>r ad-Dimasyqi>, Tafsi>r Ibnu Kas|i>r, jil. 2,
terj. Anwar Abu Bakar (Sinar Baru Algesindo: Bandung, 2000), 177. 7 Al-Ima>m Abu al-Fida>’ Isma>’i>l Ibnu Kas|i>r ad-Dimasyqi>, Tafsi>r Ibnu Kas|i>r, jil. 2,
177. 8 Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni>, Qabas min Nu>r al-Qur’a>n: Dira>sah Tah}li>liyyah
Muwassa'ah Li-ahda>f wa Maqa>s}id al-Suwar al-Kari>mah, cet. 1(Beirut: Dar al-Qalam, 1986), 1.
9 Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni, S|afwatu al-Tafa>si>r, jil. 1, terj. Yasin (Pustaka al-
Kautsar: Jakarta, 2010), 21.
40
dalam ibadah maupun mu’a>malah (interaksi).10
Oleh karenanya,
bagian terbesar surat ini mencakup hukum-hukum syari‟at dalam sisi
ibadah, mu’amalat, akhlak, nikah, ‘iddah, talak dan juga hukum-
hukum syari‟at lainnya. Seperti shalat, puasa, haji, dan zakat.
Pasalnya, orang-orang muslim berada pada tahapan awal pembentukan
"Daulah Islam", sehingga tak mengheran jika mereka sangat
membutuhkan ketetapan-ketetapan syari‟at Ila>hi> dan minhaj Rabba>ni>
sebagaimana yang telah dikatakan tadi. Yang akan dapat memelihara
mereka dari kesalahan dan kekeliruan ketika harus menjalani
kehidupan mereka di dunia, baik dalam sektor ibadah maupun
mu’amalat. Meskipun di sana ada pula sentilan yang halus tentang
aqidah dan iman. Tapi untuk masalah yang terakhir ini tidak
mengambil tempat yang cukup banyak di dalamnya, dan itu hanya
gambaran secara umum yang dihadirkan surat ini, yang dimaksudkan
untuk memberikan bimbingan kepada kaum Muslimin sebelum masuk
ke ketetapan syari‟at dan hukum.11
Surat al-Baqarah ini juga membicarakan Ahli Kitab, khususnya
Bani Isra‟il Yahudi, karena mereka memerangi orang-orang Mukmin
di Madinah, sehingga al-Qur`an perlu mengingatkan kejahatan, makar
dan berbagai macam sifat mereka yang buruk, seperti suka mengolok-
olok, melakukan tipu daya, berkhianat, mengingkari janji dan
melanggar perjanjian yang sudah disepakati. Hal ini dimaksudkan agar
ada kewaspadaan dalam menghadapi golongan yang suka melakukan
tindak kejahatan ini, agar orang-orang Muslim tidak terpuruk menjadi
mangsa mereka. mereka adalah kelompok pertama Ahli Kitab.
10
Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni, S|afwatu al-Tafa>si>r, 22. 11
Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni>, Qabas min Nu>r al-Qur’a>n: Dira>sah Tah}li>liyyah Muwassa'ah Li-ahda>f wa Maqa>s}id al-Suwar al-Kari>mah, 1-2.
41
Sedangkan kelompok kedua ialah orang-orang Nasrani, yang banyak
disinggung dalam surat A>li ‘Imra>n.12
Selanjutnya ayat ini menjelaskan tentang kejahatan riba yang
mengancam dan merusak pondasi kehidupan bermasyarakat. Surat ini
juga mengkritik dan mengecam keras pelaku riba, disertai pernyataan
perang dari Allah SWT dan Rasul-Nya kepada setiap orang yang
melakukan transaksi dengan riba atau mengambil riba.13
Tentang hal
ini, Allah SWT berfirman:
ن ي ن م ؤ خم م ج ن ك ةيا ا ن الر ي م ا ما ةق وذرو
منيا احليا اللهي ن ا ذ
يىا ال
يا
م فا ٢٧٨ك
خم فل ن حب وا ل ه ن الله ورسي ب م ر ح ا ب ذني
ا فأ ي
ػل م حف
ن ل
ن مي ل ا حظ
ن ول مي ل ا حظ
ل م
يال ك م
س ا ٢٧٩رءو
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
SWT dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah SWT
dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak pula) dianiaya.” (Qs. Al-Baqarah/ 2:
278-279)
Ayat-ayat riba selanjutnya diikuti dengan peringatan akan hari
yang menakutkan, hari ketika manusia akan dibalas sesuai dengan
amalnya, jika di dunia baik, maka baginya kebaikan; dan jika jelek,
maka baginya kejelekkan. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman,
12
Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni>, Qabas min Nu>r al-Qur’a>n: Dira>sah Tah}li>liyyah Muwassa'ah Li-ahda>f wa Maqa>s}id al-Suwar al-Kari>mah, 2.
13 Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni, S|afwatu al-Tafa>si>r, 22-23.
42
ا ما واحلي ن يي جػي ه حر ي ى ف ل حيفهى ثم الله ا
ل
س ك ا نف سبج م
ووم ك
ان ل مي
ل ٢٨١ يظ
“Dan periharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari
yang pada waktu itu kamu semua dikembalikkan kepada Allah
SWT, kemudian masing-masing diri diberi balasan yang
sempurn terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka
sedikitpun tidak diniaya (dirugikan)” (al-Baqarah: 281)
Ayat ini merupakan ayat al-Qur`an terakhir yang diturunkan;
akhir wahyu yang diturunkan dari langit ke bumi. Setelah turunnya
ayat ini, terputuslah wahyu, dan Rasulullah berpulang ke sisi-Nya,
setelah mengemban risalah dan menyampaikan amanah. Surat al-
Baqarah ditutup dengan anjuran kepada kaum mukmin supaya
bertaubat dan berserah diri kepada Allah SWT dengan menghilangkan
belenggu keduniaan, memohon kemenangan atas orang-orang kafir,
dan berdoa untuk kebahagiaan dunia serta akhirat.14
Allah SWT
berfirman,
اف ل
يكل سا الله ا نف
ل ػىا ا ىا وس
سبج ما ل
ىا ك ي
تسبج ما وعل
اك
ا ربنانا ل ذ ن حؤاخ نا ا ح س
و ن
نا ا
عأ خ
ا ربنا ا
ول
ل م ح
نا ت ح
را عل ص ما ا
ك
خه ى حمل
ي ن عل ذ
ن ال نا م ل ا ربنا كت
م ول ح
نات
ا ما ل
نا ظاكث ل
ل ه ف ة واغ
ا ر غن ف نا واغ
نا ل حم ن ج وار
دنا ا
ل نا مي ى فان طر
م عل لي
ي ن ال ر ف
ك
٢٨٦ ال
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
14
Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni, S|afwatu al-Tafa>si>r, 23.
43
Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah penolong kami, mak tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir” (al-Baqarah: 286)
Dalam Tafsir al-Azhar disebutkan beberapa intisari dari surat al-
Baqarah yang nantinya akan disempurnakan lagi oleh surat-surat
berikutnya seperti A>li ‘Imra>n, an-Nisa>’ dan surat-surat selanjutnya,
diantaranya adalah; 15
1. Supaya mempunyai kesungguh-sungguhan dan memberikan
teladan yang baik yang akan ditiru orang.
2. Kesanggupan menegakkan dalil dan alasan bahwa golongan yang
tidak menyetujui ajaran Islam, adalah pada pendirian yang salah.
3. Jangan merasa lemah dan hina karena kemiskinan atau karena
berpindah dari tempat kelahiran ke tempat yang baru, karena
mereka pindah adalah karena dibawa cita-cita, dan jangan gentar
menghadapi bahaya.
4. Bersiap dan berwaspada terus, sedia senjata dan berani
mengahadapi bahaya, karena mereka selalu dalam kepungan
musuh.
5. Kuatkan hati, perdalam pengertian tentang iman dan perhebat
hubungan dengan Allah SWT dengan melakukan ibadah dan
taqwa; sehingga kikis dari diri sendiri dan masyarakat segala
kebiasaan jahiliyah yang telah lalu.
6. Dirikan rumah tangga yang baik, persuami-istrian yang tentram
dan alirkan pendidikan kepada keluarga terdekat, anak yatim dan
orang fakir miskin.
15
Haji Abdul Malik Abdullah Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, jil. 1 (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 2001), 112.
44
Pendapat beberapa ulama ahli tafsir mengenai pokok kandungan
surat al-Baqarah; Pertama, menurut Abu Ja’far al-Zubair al-Gharnat{i;
ia mengatakan bahwa surat ini dengan segala rahasianya adalah
“Penjelasan tentang al-s|ira>t{ al-mustaqi>m (jalan yang lurus) dengan
sempurna, tidak tertinggal sedikit pun, dan penjelasan mulianya orang
yang mengambil (pelajaran) darinya dan buruknya orang yang
menjauhkan diri darinya”. Kedua, Burh{a>nuddi>n al-Biqa>’i mengatakan
“Sumber hukum yang tegas bahwa al-Kita>b (al-Qur`an) adalah
petunjuk agar diikuti semua perkataan di dalamnya, petunjuk teragung
mengenai iman kepada hal gaib, dan kumpulan (petunjuk tentang)
iman kepada hari akhir. Isinya seputar iman kepada kebangkitan yang
diterangkan melalui kisah penyembelihan sapi, yang juga masih
seputar iman kepada hal gaib”. Ketiga, at{-T{ahir bin ‘Asyur: “Tujuan
terbesar surat ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu (1) Tujuan untuk
menetapkan martabat agama ini (Islam) di atas agama terdahulu dan
kemuliaan petunjuk dan norma-norma penyucian jiwa di dalamnya
serta (2) Tujuan untuk menjelaskan hukum-hukum agama ini dan
maslahatnya kepada para pengikutnya”.16
C. Fad{i>lah Surat al-Baqarah
Imam Ah{ma>d, Imam Musli>m, Imam Tirmiz|i, dan Imam Nasa>’i
meriwayatkan dari hadis Sahl bin Abi> Sha>lih, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda:
16
Terjemahan Dan Makna Surat 02 Al Baqarah (Sapi Betina); The Cow Versi Bilingual, (Jannah Firdaus Mediapro: 2019), 5-6.
45
يو سورة الب قرة لا يدخلو لا تعلوا ب ي وتكم ق ب ورا فإن الب يت الذي ت قرأ ف
7الشيطان
“Janganlah kamu menjadikan rumahmu sebagai kuburan.
Sesungguhnya rumah yang dibacakan padanya surat al-Baqarah
tidak akan dimasuki setan.” Menurut Tirmiz|i, hadis ini hasan dan
shahih.
Imam Tirmiz|i, Nasa>’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis
Abdul H{ami>d bin Ja’far dengan sanadnya dari Abu Hurairah, dia
berkata,
هم رجل فاست قرأ كل ,فاست قرأىم عدد و ذ ب ع ا وىم ب عث رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من
ل: )ما معك ي فلان؟( ف قا ،فأتى على رجل من أحدثهم سنا ،من القرآن معو
قال معي كذا وكذا وسورة الب قرة، ف قال: )أمعك سورة الب قرة؟( قال ن عم قال:
رىم( ف قال رج من عن أن ما الله ل و س ر ي ل من أشرفهم: والله )إذىب فأنت أمي
رآن ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ت علموا الق ،ألا أق وم با خشية إلا الب قرة سورة أت علم
راب مشو ج كم ل لمو ف قرأه وقام بو لمن ت ع القرآن ، فإن م لوأقرئ وه وه ا اق ر ف
كئ راب و ي رقد وىو ف جوفو ج مكان وم ل من ت علمو ف كل و ري ب ح مسكا ي فو
على مسك
“Rasulullah saw. mengirim utusan dalam jumlah tertentu.
Beliau memeriksa seluruhnya, lalu memeriksa satu demi satu,
apakah ada al-Qur`an yang dibawanya. Beliau menghampiri
orang yang paling muda usianya seraya bersabda, „Hai Fulan,
apa yang kamu bawa?‟ Dia menjawab, „Aku membawa anu dan
17
46
anu serta surat al-Baqarah.‟ Nabi bersabda, „Kamu membawa surat al-Baqarah?‟ Dia menjawab, „Benar.‟ Nabi bersabda, „Pergilah, dan kamu sebagai pemimpin utusan.‟ Orang yag
paling terpandang di antara utusan itu berkata, „Tiada yang
menghalangiku untuk mempelajari surat al-Baqarah kecuali
kekhawatiranku kalau-kalau aku tidak dapat mengamalkannya.‟
Maka Rasulullah saw. bersabda, „Pelajarilah dan bacalah al-
Qur`an. Sesungguhnya al-Qur`an bagi orang yang
mempelajarinya, membaca, dan mengamalkannya adalah seperti
kantong yang berisi kesturi. Ia akan menyebarkan wanginya
pada setiap tempat. Adapun orang yang mempelajarinya, lalu
dia tidur sedang al-Qur`an dalam benaknya, adalah seperti
kantong yang diikat karena di dalamnya ada kesturi."18
Al-Bukha>ri> meriwayatkan dari Usaid bin Had{i>r r.a., dia berkata,
“Pada suatu malam, tatkala dia membaca surat al-Baqarah, sementara
kudanya ditambatkan di dekatnya, tiba-tiba kuda itu berputar-putar.
Ketika Usaid diam, kuda pun diam. Lalu dia membaca lagi, maka kuda
pun berputar-putar kembali. Usaid diam, kuda pun diam. Usaid
membaca, maka kuda pun berputar-putar. Kemudian Usaid
mendekatinya karena putranya yaitu Yahya, ada di dekat kuda. Dia
mengkhawatirkan anaknya akan diterjang kuda. Setelah ia mengambil
anaknya, dia menengadahkan kepalanya ke langit hingga dia melihat
sesuatu. Tatkala pagi tiba, dia menceritakan hal itu kepada Nabi saw.
maka beliau bersabda, „Hai putra Had{i>r, bacalah terus!‟ Usaid berkata,
Wahai Rasulullah, aku kasihan kepada Yahya. Kuda itu dekat
dengannya. Aku pun berhenti membaca lalu menuju Yahya. Kemudian
aku menengadahkan kepala ke langit. Tiba-tiba di sana ada sesuatu
seperti bayangan yang mirip dengan beberapa lampu. Kemudian aku
pergi hingga aku tak dapat melihatnya. Nabi bersabda,‟Apakah
malaikat yang mendekati suaramu. Seandainya kamu terus
membacanya, niscaya pada pagi hari manusia dapat melihat bayangan
itu tanpa terhalang.”19
Selanjutnya ulama menyebutkan keutamaan surat al-Baqarah
bersama dengan surat A>li ‘Imra>n. Dalam Shah{i>h{ain ditegaskan bahwa
Rasulullah saw. membaca surat al-Baqarah dan A>li ‘Imra>n dalam satu
raka‟at. Imam Ah{ma>d meriwayatkan dari Abu> Uma>mah, dia berkata,
18
Abu Isa Muhammad bin Surat at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz. 5 (Riyadh: Maktabah al-Maarif, 1997), 156.
19 Abu Isa Muhammad bin Surat at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, 157.
47
آل عمران الزىراوين الب قرة و لأىلو ي وم القيامة، إق رءوا ءوا القرآن فإنو شافع إق ر )
فإن هما يتيان ي وم القيامة، كأن هما غمامتان أو كأن هما غياي تان أو كأن هما
إق رءوا الب قرة فإن ث قال قان من طي صواف تاجان عن أىلهما ي وم القيامة فر
عها البطلة أخذىا ب ركة وت ركها حسرة و (لا تستطي
“Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda “Bacalah al-
Qur`an karena ia akan memberi syafa‟at kepada pembacanya
pada hari kiamat. Bacalah az-Zahrawain, yaitu surat al-Baqarah
dan A>li ‘Imra>n, karena kedua surat itu akan datang pada hari
kiamat seolah-olah dua tumpuk awan, atau dua bentuk payung
yang menaungi, atau dua kelompok burung yang
mengembangkan sayapnya. Keduanya akan berdalih untuk
pembacanya pada hari kiamat.‟ Kemudian beliau bersabda,
„Bacalah al-Baqarah, karena membacanya mendatangkan berkah
dan tidak membacanya berarti kerugian, dan tukang-tukang sihir
tidak akan sanggup mengganggu pembacanya. “ Hadis ini
diriwayatkan oleh Muslim.
Selanjutnya adapula riwayat yang mengemukakan mengenai
keutamaan tujuh surat yang panjang (as-Sab’u at{-T{iwa>l) karena surat
al-Baqarah sendiri merupakan salah satu dari tujuh surat yang panjang.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu „Ubaid dari Was|ilah
bin al-Asqa’ dari Nabi saw, beliau bersabda:
يل, وأعطيت الم ان السبع مكان الت وراة, أعطيت ن وأعطيت المئ ي مكان الإ
لت بالمفصل مكان الزب ور وفض
“Aku diberi tujuh (surat) sebagai pengganti Taurat, dan
aku diberi surat-surat yang lebih dari seratus ayat sebagai
pengganti Injil, dan aku diberi surat yang berulang-ulang
20
Lihat Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru al-‘Aliyyu al-Qadi>r li-Ikhtis}a>ri Tafsi>r Ibnu Katsi>r, juz. 1, terj. Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 71-72.
48
sebagai pengganti Zabur, dan aku pun telah diutamakan dengan
al-Mufas{s{al (surat-surat pendek).”
Diriwayatkan juga dari Aisyah, dari Nabi saw, beliau
bersabda: ر من أخذ السبع الأول ف هو حب
“Barangsiapa mengambil tujuh (surat) pertama dari al-
Qur`an, maka ia adalah alim.”
Abu Ubaid meriwayatkan dari Sa‟id bin Jubair mengenai firman
Allah SWT: ث او ي ه ال م ب عا م ات ي ىل س ل ق د ء Dan sesungguhnya kami telah) و
berikan kepadamu tujuh yang dibaca berulang-ulang). (Qs. Al-Hijr
[15]: 87), ia berkata, “Itu adalah tujuh surat yang panjang, yaitu: al-Baqarah, A>li ‘Imra>n, an-Nisa>’, al-Ma>’idah, al-An’a>m, al-A’raf dan
Yu>nus.” Demikian juga yang dikatakan oleh Mujahid, Makhul, At{iyyah
bin Qais, Abu> Muh{ammad al-Qari Syaddad bin ‘Abdullah dan Yahya
bin al-Haris| Az|-Z|imari.21
Keutamaan selanjutnya yang terdapat dalam surat al-Baqarah
yakni dua ayat terakhir sebagai penutup surat ini, Surat al-Baqarah
memuat banyak cerita dan banyak pula yang terdapat mengenai
masalah ketuhanan (Tauhid), salah satunya adalah ayat 255;
Ayat ini ada yang mengatakan sebagai penghulu al-Qur`an,
puncak dari surat al-Baqarah dan yang paling agung diantara ayat-ayat
al-Qur`an. itulah di surat al-Baqarah ayat- 255, “Ayat ini dinamakan
Ayat Kursi, karena di dalamnya terdapat nama Kursi”. Ayat ini
dikatakan paling agung, karena di dalamnya disebutkan minimal enam
belas bahkan tujuh belas kata yang menunjukkan kepada Allah SWT.,
betapa pemeliharaan dan perlindungannya terhadap para hamba dan
21
Muh}ammad bin ‘Ali> bin Muh}ammad Asy-Syauka>ni>, Tafsi>r Fat}ul Qadi>r (al-Jami>’ baina al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ilmi al-Tafsi>r), terj. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jil. 1 (Pustaka Azzam: Jakarta, 2008), 111.
49
semua makhluk ciptaan-Nya dengan ayat ini anggapan negatif
terhadap Allah SWT., dapat tertolak, dan lebih jauh seseorang dapat
ma‟rifatullah (mengenalnya) dengan sebaik-baik pengenalan.22
Ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang keutamaan
ayat kursi diantara; Dari T{abarsi dalam Majma’ al-Baya>n mengutip
dari Rasulullah saw., beliau ditanya, “Surat apa yang paling utama?”
Beliau menjawab, “Al-Baqarah.” Ketika ditanya lagi, "Ayat apa yang paling utama dalam surat al-Baqarah?” Beliau menjawab, “Ayat Kursi.”
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir al-Misbah dengan
menuqil hadis riwayat at-Tirmiz|i, “Siapa yang membacanya di rumah
selama tiga malam, maka setan tidak akan mendekatinya.”23
Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu Mas‟ud ia menceritakan,
Rasulullah saw bersabda:
لة 24كفتاه من ق رأ بالي ت ي من آخرسورة الب قرة ف لي
“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surat al-Baqarah
pada malam hari, maka kedua ayat ini mencukupinya.” (HR. Al-
Bukhari).
Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abu Dzar, katanya Rasulullah
saw bersabda:
ي, ل ي عطهن نب ق بل أعطيت خواتيم سورة الب قرة من كنز تت العرش
“Aku telah diberi beberapa ayat penutup surat al-Baqarah dari perbendaharaan di bawah „Arsy, yang belum
pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku.”
(HR. Ahmad)
22
Husin Naparin, Memahami Kandungan Ayat Kursi (Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan, 2016), 8.
23 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an,
618. 24
Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, juz. 3
(Riyadh: Dar as-Salam, 1999), 342.
50
Sedangkan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah, ia
menceritakan: “Ketika Rasulullah di perjalanan hingga sampai di
Sidratul Muntaha, yang berada pada langit lapis ke tujuh. Padanya
berakhir apa yang dibawa naik dari bumi, lalu ditahan dan padanya
pula berakhir apa yang dibawa turun dari atasnya, lalu ditahan. Ia
(Abdullah) berkata, (yaitu berkenaan dengan firman-Nya):
“(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya.” (QS. An-Najm: 16) Abdullah
mengatakan, yaitu permadani dari emas. Lebih lanjut ia
mengatakan, dan Rasulullah saw diberi tiga hal: shalat lima waktu,
ayat-ayat penutup surat al-Baqarah, dan ampunan bagi umatnya
yang tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu pun.”25
Surat al-Baqarah ini utama karena inklusifitasnya, dan Ayat
Kursi itu utama karena kandungannya tentang tauhid secara
khusus.26
D. Nama Lain Surat al-Baqarah
1. Fust{a>t{ al-Qur’a>n
Menurut al-Suyu>t{i> berdasarkan hadis riwayat Khalid bin
Ma’dan
فتعلموىا فإن تعليمها بركة البقرة فسطاط القرآنالسورة التي يذكر فيها
27وتركها حسرة ولا يستطيعها البطلة
“Surat yang disebut di dalamnya al-Baqarah (Fust{a>t{ al-
Qur’a>n) maka pelajarilah, karena sesungguhnya mempelajari
surat al-Baqarah terdapat keberkahan dalam mempelajarinya
dan terdapat kerugian dalam meninggalkannya.‛
25
Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abdurrahman bin Isha>q al-Syeikh, Luba>bu al-Tafsi>r min Ibnu Katsi>r, terj. M. Abdul Ghofar, Abdurrahim Mu’thi, Abu Ihsan al-Atsari, jil. 1(Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004), 578.
26 Syeikh Nasir Makarim, Tafsir Nemuneh, terj. Akmal Kamil, jil. 1 (Jakarta: Sadra
Press, 2015), 78. 27
Musnad Firdaus, 241
51
2. Sana>m al-Qur’an
Menurut al-Suyu>t{i> alasan penamaan tersebut berdasarkan
hadis yang terdapat di dalam kitab al-Mustadrak.
ث نا أبو , ر ض الن ن ب د ح أ ن ب د م ا م ن ث د , ح و ي و ل با ن ب د ح أ ن ب د م م ر ك ب حد
, ح ال ص ب أ ن , ع ي ب ج ن ب م ي ك ح ن , ع ة د ائ ا ز ن ث د , ح ر م ع ن ب ة ي او ع ا م ن ث د ح
ء ي ش ل ك ل ن : إ صلى الله عليه وسلم الله ل و س ر ال : ق ال , ق و ن ع الله ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع
ة ر ق ب ال ة ر و س آن ر الق ام ن س ن إ , و اام ن س 28
‚Telah menceritakan kepada kami Abu> Bakr
Muh{ammad ibn Ah{mad ibn Ba>lawaih, telah menceritakan
kepada kami Muh{ammad ibn Ah{mad ibn al-Nad{i>r, telah
menceritakan kepada kami Za>’idah dari H{aki>m ibn Jubair dari
Abi> S{a>lih dari Abi> Hurairah rad{ialla>hu anhu ia berkata:
Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya segala sesuatu
punya puncak, dan puncak al-Quran adalah surat al-Baqarah‛.
3. Al-Zahra>wayni
Al-Suyu>ti{> menjelaskan bahwa penamaan surat ini
berdasarkan hadis yang tertera di dalam kitab S{ahi>h Muslim;
ن ث د ح ي ل ع ن ب ن س ا – ع ف ن ن ب ع ي ب الر و ى و – ة ب و ت وب ا أ ن ث د ح ان ل و ا
ن ث د ح ل و ق م ي لا س با أ ع سم و ن أ د ي ز ن ع – م لا س ن اب ن ع ي – ة ي او ع م ان ث د ح
ى ت ي و ن إ ف آن ر ق وا ال ء ر ق إ ) ل و ق صلى الله عليه وسلم ي الله ل و س ر ت ع سم ل اق ي ل اى ب ال ة ام م أ وب أ
ا م ه ن إ ف ان ر م ع آل ة ر و س و ة ر ق ب ال ن ي او ر ى الز وا ء ر ق إ و اب ح ص ا لأ ع ي ف ش ة ام ي ق ال م و ي
28
‘Abdilla>h al-H{a>kim, al-Mustadrak ‘Ala> S{ah}ih}ain, jil. 2 (Beirut: T. Pn., 1427),
259.
52
غمامت ان أو كأن هم ا غياي ت ان أو كأن هم ا فرق ان م ن ا م ه ن أ ك ة ام ي الق م و ي ان ي ت ت
ة ك ر ا ب ى ذ خ أ ن إ ف ة ر ق ب ال ة ر و وا س ء ر ق إ ط ي ص واف تاج ان ع ن أص حابما
عها ة ر س ا ح ه ك ر ت و 9ة ر ح الس ة ل ط ب ال ن أ ن غ ل ب ة ي او ع م ال (. ق البطلة ولا تستطي
‚Telah menceritakan kepadaku H{asan ibn ‘Ali> al-
Hulwa>ni>, telah menceritakan kepada kami Abu> Taubah dia
adalah al-Rabi>’ ibn Na>fi’, telah menceritakan kepada kami
Mu’a>wiyah yaitu Ibnu Sala>m dari Zaid sesungguhnya ia telah
mendengar Aba> Sala>m berkata: Telah menceritakan kepadaku
Abu> Uma>mahal-Ba>hili> dia berkata: Telah menceritakan
kepadaku Abu> Uma>mah al-Ba>hili> dia berkata: Telah
mendengar Rasulullah saw bersabda: “Bacalah oleh kalian al-
Qur‟an. karena al-Qur`an akan datang pada hari Kiamat kelak
sebagai pemberi syafa‟at bagi orang-orang yang rajin
membacarnya, Bacalah oleh kalian dua bunga, yaitu surat al-Baqarah dan Surat A>li ‘Imra>n karena keduanya akan datang
pada hari kiamat seakan-akan keduanya dua awan besar atau
dua kelompok besar dari burung yang akan membela orang-
orang yang senantiasa rajin membacanya. Bacalah oleh kalian
surat al-Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya adalah
barakah, meninggalkannya adalah kerugian, dan sihir tidak
akan mampu menghadapinya”.
29
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Farikh Marzuqi
Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dan Imam Fauzi Ja’iz (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006),
122.
53
BAB IV
ANALISIS KONTEN PENAMAAN SURAT DENGAN
“AL-BAQARAH”
pada bab-bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai argumentasi
penamaan surat dalam al-Qur`an dan tinjauan umum terhadap surat al-
Baqarah. Maka kemudian dalam bab ini sesuai dengan tujuan dari
penelitian, penulis akan meneliti secara khusus perihal penamaan surat al-
Baqarah. Alangkah baiknya jika diawali dengan pembahasan secara
terperinci mengenai tema kandungan ayat per ayat dalam surat al-Baqarah.
A. Isi Kandungan Secara Keseluruhan Surat al-Baqarah
Tabel 4. 1 Tema Isi Kandungan Surat al-Baqarah
Ayat dalam Surat al-Baqarah Isi Kandungan Ayat
Qs. al-Baqarah/ 2: 1-5 sifat-sifat orang beriman dan
ganjaran orang yang bertaqwa.
Qs. al-Baqarah/ 2: 6-7 sifat-sifat kaum kafir.
Qs. al-Baqarah/ 2: 8-20 sifat-sifat kaum munafik dan
perumpaan kaum munafik.
Qs. al-Baqarah/ 2: 21-22 Perintah untuk menyembah Allah
SWT semata dan faktor-faktor yang
menuntutnya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 23-24 tantangan kepada kaum yang inkar
agar mereka menyusun kalimat yang
serupa dengan surat terpendek dalam
al-Qur`an.
Qs. al-Baqarah/ 2: 25 ganjaran bagi orang yang beriman
dan beramal shaleh.
54
Qs. al-Baqarah/ 2: 26-27 perumpamaan bagi manusia di dalam
al-Qur`an.
Qs. al-Baqarah/ 2: 28-29 tanda-tanda kekuasaan Allah SWT
dengan menciptakan manusia,
mematikannya, dan menciptakan
bumi dan langit.
Qs. al-Baqarah/ 2: 30-33 manusia dijadikan sebagai khalifah
di muka bumi dan diajari banyak
bahasa.
Qs. al-Baqarah/ 2: 34 Tuhan memuliakan Adam dengan
memerintahkan para malaikat
bersujud kepadanya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 35-39 Adam dan Hawa tinggal di surga dan
sikap setan terhadap mereka.
Qs. al-Baqarah/ 2: 40-43 perkara yang diminta Bani Israel.
Qs. al-Baqarah/ 2: 44-48
contoh-contoh keburukan moral
kaum Yahudi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 49-54 sepuluh nikmat Allah SWT kepada
kaum Yahudi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 55-60 kelanjutan sepuluh nikmat Allah
SWT kepada Bani> Isra>’i>l.
Qs. al-Baqarah/ 2: 61 ketamakan kaum Yahudi, sebagian
kejahatan mereka, dan hukuman
mereka.
Qs. al-Baqarah/ 2: 62
kesudahan yang baik bagi kaum
Mukminin secara umum.
Qs. al-Baqarah/ 2: 63-66 sebagian kejahatan kaum Yahudi dan
hukuman mereka
55
Qs. al-Baqarah/ 2: 67-73 kisah penyembelihan sapi betina.
Qs. al-Baqarah/ 2: 74 kekerasan hati kaum Yahudi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 75-78 kaum Yahudi dianggap mustahil
untuk beriman
Qs. al-Baqarah/ 2: 79-82 pengubahan dan rekaan-rekaan para
pendeta Yahudi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 83 Kaum Yahudi melanggar perjanjian.
Qs. al-Baqarah/ 2: 84-86 beberapa kasus pelanggaran janji
oleh kaum Yahudi
Qs. al-Baqarah/ 2: 87-89 sikap-sikap kaum Yahudi terhadap
para rasul dan kitab-kitab yang
diturunkan Allah SWT.
Qs. al-Baqarah/ 2: 90-91 kaum Yahudi mengingkari kitab
yang diturunkan Allah SWT dan
membunuh para Nabi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 92-93 bantahan atas klaim mereka, bahwa
mereka beriman kepada taurat.
Qs. al-Baqarah/ 2: 94-96 keserakahan kaum Yahudi terhadap
kehidupan.
Qs. al-Baqarah/ 2: 97-98 sikap kaum Yahudi terhadap Jibril,
Mikail dan para Rasul.
Qs. al-Baqarah/ 2: 99-101 kaum Yahudi ingkar terhadap al-
Qur`an dan melanggar perjanjian.
Qs. al-Baqarah/ 2: 102-103 kaum Yahudi mempraktekkan sihir,
sulap, dan mantera.
Qs. al-Baqarah/ 2: 104-105 etika berbicara kepada Nabi Saw.,
dan pihak yang menentukkan beliau
56
menjadi rasul.
Qs. al-Baqarah/ 2: 106-108 bukti adanya penghapusan hukum-
hukum syariat.
Qs. al-Baqarah/ 2: 109-110 sikap Ahli Kitab terhadap kaum
Mukminin dan cara menghadapinya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 111-113 Kaum Yahudi dan Nasrani:
pandangan masing-masing tentang
lawannya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 114-115 kedzaliman orang yang
mengahalangi shalat di masjid dan
sahnya shalat dimanapun
Qs. al-Baqarah/ 2: 116-118 kebohongan-kebohongan Ahli Kitab
dan kaum musyrikin dengan
menisbatkan anak kepada Allah
SWT meminta-Nya berbicara dengan
manusia.
Qs. al-Baqarah/ 2: 119-121 peringatan agar tidak mengikuti
kaum Yahudi dan Nasrani.
Qs. al-Baqarah/ 2: 122-123 Allah SWT kembali
memperingatkan Bani> Isra>’i>l akan
nikmat yang telah anugerahkan
kepada mereka di dunia maupun
nikmat agama.
Qs. al-Baqarah/ 2: 124-126 ujian kepada Nabi Ibrahim as,
karakteristik Ka‟bah, dan keutamaan
mekah.
Qs. al-Baqarah/ 2: 127-129 pembangunan Ka‟bah serta doa Nabi
Ibrahim dan Ismail.
57
Qs. al-Baqarah/ 2: 130-132 kebodohan orang yang benci kepada
agama Ibrahim.
Qs. al-Baqarah/ 2: 133-137 bantahan atas klaim kaum Yahudi
bahwa mereka menganut agama
Ibrahim dan Ya`kub.
Qs. al-Baqarah/ 2: 138-141 sibghah iman dan pengaruhnya
dalam jiwa serta kehambaan kepada
Allah SWT.
Qs. al-Baqarah/ 2: 142-143 Pendahuluan mengenai pengalihan
kiblat.
Qs. al-Baqarah/ 2: 144-147 bagian kedua mengenai pengalihan
kiblat
Qs. al-Baqarah/ 2: 148-152 perselisihan tentang kiblat dan
sebab-sebab pengalihannya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 153-157 sabar atas cobaan. Dalam ayat yang
lalu dijelaskan tentang pengalihan
kiblat.
Qs. al-Baqarah/ 2: 158 sa‟i antara Shafa dan Marwah.
Qs. al-Baqarah/ 2: 159-162 sanksi penyembunyian ayat-ayat
Allah SWT.
Qs. al-Baqarah/ 2: 163-164 keesaan Tuhan, kasih sayang-Nya,
dan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 165-167 keadaan kaum musyrikin bersama
Tuhan-Tuhan mereka.
Qs. al-Baqarah/ 2: 168-171 penghalalan barang-barang yang
baik, dan sumber pengharaman
benda-benda yang haram
Qs. al-Baqarah/ 2: 172-173 makanan yang halal dan yang haram
58
Qs. al-Baqarah/ 2: 174-176 kaum Ahli Kitab menyembunyikan
apa yang diturunkan Allah SWT
Qs. al-Baqarah/ 2: 177 bentuk-bentuk kebajikan yang
sesungguhnya
Qs. al-Baqarah/ 2: 178-179 legalitas Qishas dan hikmahnya
Qs. al-Baqarah/ 2: 180-182 wasiat yang wajib
Qs. al-Baqarah/ 2: 183-185 kewajiban puasa.
Qs. al-Baqarah/ 2: 186-187 hukum-hukum puasa.
Qs. al-Baqarah/ 2: 188 memakan harta orang lain dengan
cara yang bathil.
Qs. al-Baqarah/ 2: 189 penanggalan hijriyyah dan hakikat
kebajikan
Qs. al-Baqarah/ 2: 190-195 prinsip-prinsip perang di jalan Allah
SWT
Qs. al-Baqarah/ 2: 196-197 hukum-hukum haji dan umrah
Qs. al-Baqarah/ 2: 198-203 lanjutan hukum-hukum haji
Qs. al-Baqarah/ 2: 204-207 manusia terbagi menjadi dua jenis:
orang munafik, dan orang yang
ikhlas.
Qs. al-Baqarah/ 2: 208-212 seruan untuk menerima Islam dan
mengikuti hukum-hukumnya, dan
sanksi bagi pelanggar
Qs. al-Baqarah/ 2: 213-214 kebutuhan kepada para Rasul dan
apa yang mereka alami bersama
kaum Mukminin dalam dakwah
Qs. al-Baqarah/ 2: 215 ukuran nafkah sukarela dan
salurannya
59
Qs. al-Baqarah/ 2: 216-218 kewajiban berperang dan
kebolehannya dalam bulan-bulan
haram.
Qs. al-Baqarah/ 2: 219 fase kedua dalam pengharaman
khamar dan keharaman judi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 220 perwalian atas harta anak yatim
Qs. al-Baqarah/ 2: 221 hukum pernikahan laki-laki muslim
dengan wanita musyrik.
Qs. al-Baqarah/ 2: 222-223 haid dan hukum-hukumnya
Qs. al-Baqarah/ 2: 224-225 sumpah dengan nama Allah SWT
dan sumpah laghwi.
Qs. al-Baqarah/ 2: 226-227 hukum iilaa
Qs. al-Baqarah/ 2: 228 iddah istri yang ditalak dan hak-hak
wanita.
Qs. al-Baqarah/ 2: 229-230 jumlah talak dan hal-hal yang timbul
akibat talak
Qs. al-Baqarah/ 2: 231-232 kewajiban laki-laki dalam
memperlakukan istri yang ditalak,
dan hak perwalian untuk
menikahkan.
Qs. al-Baqarah/ 2: 233 mengupah orang untuk menyusui
bayi, masa penyusuan, nafkah anak
dan hukum-hukum lainnya
Qs. al-Baqarah/ 2: 234 idah wanita yang ditinggal mati
suaminya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 235 pinangan secara implisit kepada
wanita yang ditinggal mati
suaminya, dan waktu akad
60
Qs. al-Baqarah/ 2: 236-237 wanita yang ditalak sebelum digauli
dan mutahnya atau wajibnya separuh
mahar untuknya.
Qs. al-Baqarah/ 2: 238-239 menjaga shalat
Qs. al-Baqarah/ 2: 240-242 wasiat nafkah setahun bagi wanita
yang ditinggal mati oleh suaminya,
dan mutah setiap wanita yang
ditalak.
Qs. al-Baqarah/ 2: 243-245 matinya berbagai umat akibat sikap
pengecut dan kikir, dan hidupnya
mereka lantaran keberanian dan
kegemaran berinfak.
Qs. al-Baqarah/ 2: 246-247 kisah Nabi Samuel dan raja Thalut,
dan keengganan Bani> Isra>’i>l untuk
berjihad
Qs. al-Baqarah/ 2: 248-252 pembuktian kelayakkan Thalut
menjadi raja, ujian yang
diberikannya kepada para
pengikutnya, dan jumlah besar
dikalahkan jumlah kecil.
Qs. al-Baqarah/ 2: 253 derajat para Rasul dan keragaman
sikap manusia dalam merespon
dakwah mereka
Qs. al-Baqarah/ 2: 254 perintah berinfak di jalan Allah SWT
Qs. al-Baqarah/ 2: 255 Ayat kursi
Qs. al-Baqarah/ 2: 256-257 larangan memaksa untuk memeluk
Islam dan Allah SWT., adalah Dzat
memberi petunjuk kepada keimanan
61
Qs. al-Baqarah/ 2: ayat 258 kisah raja Namrud dan kandungan
kisah yang menunjukkan wujud
Allah SWT.
Qs. al-Baqarah/ 2: 259 kisah al-uzair dan keledainya serta
kisah yang menunjukkan adanya hari
kebangkitan
Qs. al-Baqarah/ 2: 260 semangat ingin tahu Nabi Ibrahim as
Qs. al-Baqarah/ 2: 261-264 pahala berinfak di jalan Allah SWT
dan etikanya
Qs. al-Baqarah/ 2: 265-266 berinfak karena Allah SWT., dan
berinfak karena selain-Nya
Qs. al-Baqarah/ 2: 267 harta yang diinfakkan harus harta
yang baik, bukan yang buruk.
Qs. al-Baqarah/ 2: 268-269 setan menakut-nakuti atas
kemiskinan dan pemahaman yang
benar terhadap al-Qur`an
Qs. al-Baqarah/ 2: 270-271 sedekah secara sembunyi-sembunyi
dan sedekah secara terang-terangan.
Qs. al-Baqarah/ 2: 272-274 orang-orang yang berhak menerima
sedekah
Qs. al-Baqarah/ 2: 275-281 riba dan berbagai dampak
negativenya bagi individu dan
masyarakat.
Qs. al-Baqarah/ 2: 282-283 ayat utang-piutang, ayat jaminan
utang, menguatkan muamalah tidak
secara tunai dengan mencatat atau
mempersaksikan atau dengan
jaminan.
62
Qs. al-Baqarah/ 2: 284 kepunyaan Allah SWT-lah segala
apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi, ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu dan perhitungan-Nya
terhadap para hamba atas semua
amal perbuatan dan niat yang
tersembunyi di dalam hati
Qs. al-Baqarah/ 2: 285-286 Iman kepada para Rasul dan
pembebanan perintah sesuai dengan
batas kemampuan
Sumber: Tafsir al-Munir Juz 1
Demikianlah isi kandungan secara menyeluruh dari surat al-
Baqarah. sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama bahwa surat al-
Baqarah mengandung seribu kalimat berita, seribu kalimat perintah,
dan seribu kalimat larangan.1 Surat al-Baqarah menitikberatkan pada
sisi petunjuk, pengarahan, dan penetapan hukum syariat, dan yang
pasti, surat al-Baqarah menampilkan solusi aturan dan undang-undang
hukum syariat "daulah Islam" yang baru terbentuk.2 Di sisi lain surat
al-Baqarah pun banyak menceritakan mengenai kisah-kisah, salah
satunya kisah mengenai Bani Isra`il. Kata Bani Isra`il di dalam al-
Qur`an jika merujuk kepada kata Israil berjumlah 43 kata yang
tersebar dalam 40 ayat.3
1 Al-Ima>m Abu al-Fida>’ Isma>’i>l Ibnu Kas|i>r ad-Dimasyqi>, Tafsi>r Ibnu Kas|i>r, jil. 2,
terj. Anwar Abu Bakar (Sinar Baru Algesindo: Bandung, 2000),177. 2 Muh}ammad ‘Ali> as|-S|a>bu>ni>, Qabas min Nu>r al-Qur’a>n: Dira>sah Tah}li>liyyah
Muwassa'ah Li-ahda>f wa Maqa>s}id al-Suwar al-Kari>mah, cet. 1(Beirut: Dar al-Qalam, 1986), 1.
3 Muhammad Fuad Abdul Ba>qi, al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n (Cairo:
Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1945), 33 dan 775.
63
Mengkaji sebuah tema di dalam surat maupun ayat al-Qur`an
tidak dibenarkan jika kita hanya memperhatikan bagian dari satu
pembicaraan saja. Oleh sebab itu kita harus mengetahui munasabah
antar ayat, sesudah maupun sebelum dari ayat-ayat yang akan dibahas.
Maka akan dibahas lebih lanjut mengenai munasabah Qs. Al-Baqarah:
67-73.
B. Muna>sabah Qs. Al-Baqarah/ 2: 67-73
Ilmu munasabah adalah ilmu tentang keterkaitan antara satu
surat/ayat dengan satu surat/ayat yang lain.4 Selain itu munasabah juga
diartikan sebagai suatu yang menerangkan korelasi (hubungan) antara
suatu ayat dengan ayat yang lain, baik yang ada di belakangnya atau
yang ada di mukanya.
Munasabah antar ayat dan antar surat di dalam al-Qur`an
didasarkan pada teori bahwa teks merupakan kesatuan struktural yang
bagian-bagiannya saling terkait. Sehingga ilmu munasabah di
operasionalisasikan untuk menemukan hubungan-hubungan yang
memngaitkan antara satu ayat dengan ayat yang lain.
Mengenai munasabah QS. al-Baqarah/ 2: 67-73, ayat ini memiliki
hubungan dengan ayat sebelumnya. Dimana dalam ayat sebelumnya
juga disebutkan beberapa kedurhakaan orang-orang Bani Israil.
Seperti, mengingkari janji, berlebihan dan melampaui batas pada hari
sabtu, merubah dan menyembunyikan isi yang ada dalam kitab
Taurat, Melakukan permusuhan terhadap nabi dan rasul utusan Allah
SWT, dan bahkan sampai membunuh mereka.5
4 Hasani Ahmad Said, Dikursus Munasabah al-Qur`an: Dalam Tafsir al-Misbah
(Jakarta: Amzah, 2015), 13. 5 Wahbah al-Zuhaili. Tafsir al-Munir (Beirut: Darul Fikri, 2003), 203.
64
Dari hubungan di atas, maka munasabah QS. al-Baqarah/ 2: 67-73
adalah sebagai berikut:
1. Muna>sabah Sebelum Ayat
a. Qs. al-Baqarah/ 2: 65
لد خم ول م ي ن عل ذ
ا ال خدو م اغ
ك ن ى م ب ج ف نا الس
ىم فلل
ا ل ني ي
ردة ك ك
ن ي ـ ٦٥ خس Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang
melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu
Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!”
(Qs. Al-Baqarah/ 2: 65)
Ayat ini menjelaskan bagaimana perilaku yang juga
dimiliki oleh kaum Bani Israil. Tepatnya pada masa Nabi
Daud, orang-orang Bani Israil dilarang keras untuk menangkap
ikan di sungai. Hari sabtu merupakan hari yang ditetapkan
Allah SWT untuk bebas dari segala macam urusan duniawi.
Namun dari adanya larangan tersebut banyak dari mereka
yang melanggarnya. Sebagian dari mereka menggunakan cara
yang licik dalam melanggarnya. Mereka tidak mengail ikan
pada hari sabtu, namun mereka membendung ikan dengan
menggali kolam sehingga air dan ikan masuk ke dalam kolam
yang mereka buat. Atas tindakan mereka ini Allah Swt
mengutuk mereka menjadi kera.6
Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini suatu
perumpamaan, artinya hati mereka menyerupai hati kera
karena sama-sama tidak menerima nasihat dan peringatan.
6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian (Tangerang:
Lentera Hati, 2007), 265.
65
Namun pendapat jumhur ulama mengatakan bahwa mereka
benar-benar berubah menjadi kera. Hanya tidak beranak, tidak
makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.
a. Qs. al-Baqarah/ 2: 63-64
Ketika datang wahyu berupa kitab Taurat, banyak kaum
Bani Israil yang enggan untuk melaksanakan apa yang
terkandung di dalamnya. Allah Swt memerintahkan untuk
mengangkat gunung Turisin ke atas kepala kaum Bani Israil,
karena merasa takut kemudian kaum Bani Israil mau bersujud
dan bersedia menjalankan apa yang ada di dalam kitab Taurat.
Namun untuk kesekian kalinya Bani Israil mengingkari
janji yang mereka buat, hal tersebut dijelaskan pada Qs. al-
Baqarah/ 2: 63-64,
ذ نا وا خذ م ا
ثاكك ح نا م م ورفػ
كك ر في ي ا الع م ما خذو
نك حح
ة ا لي ة
ا رو اذ ك ه ما و ي م ف
ك
ػل
ن ل لي خم ثم ٦٣ حخ ح
حيل ن د م ك ةػ ا ذل
ل ي
فل
ل م الله فض ك ي
مخه عل خم ورح ج
ك
ي ن ن م ل ر خس
٦٤ ال
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami
angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang
teguhlah apa yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah
apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.” Kemudian
setelah itu kamu berpaling. Maka sekiranya bukan karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, pasti kamu termasuk
orang yang rugi. (Qs. Al-Baqarah/ 2: 63-64)
Itulah salah satu sifat buruk Bani Israil, dengan mudahnya
mengingkari janji yang mereka buat. Mereka tidak lagi
melaksanakan kitab Taurat yang menjadi tuntunan bagi
66
mereka. ketika ditinggal Nabi Musa bermunajat ke gunung
Turisin, mereka justru menyembah patung berbentuk sapi.7
b. Qs. al-Baqarah/ 2: 61
ذ خم وا سى كل ن يمي
د ل ب
ى نص د ظػام عل اح نا فاد ع و
ر ج رةك ل
نا يخ ل
ا ج م ت ض حج ر
ا ال ن ىا م ل
ثاىىا ةل ىا وك م ىا وفي ىا وعدس وةصل
كال
ن ي ل د تت تس
ي ا ذ
نى وي ال د
ي ا ذ
ال د وي ة ا خي عي ت
و را ا ط ن م فا
م ك
ا ل خم م
لةج سا م وضر ى ي
ة عل
ل نث الذ
ك مس
غضب وةاءو وال ن ة م
ك الله نهم ذل ا ا ة اني
ن ك فرو
يج يك
ا ن الله ة ي
خل ن ويل ي ت
غي د الج ة
حق ك ال ما ذل ا ة ا غصي اني
ن وك خدو ٦١ يػ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami
tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja,
maka mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia
memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-
mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas dan bawang
merah.” Dia (Musa) menjawab, “Apakah kamu meminta
sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik?
Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang
kamu minta.” Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan
kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari
Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang
benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan
melampaui batas. (Qs. Al-Baqarah/ 2: 61)
Ayat ini menenrangkan juga salah satu bentuk
kedurhakaan mereka. kaum Bani Israil adalah orang yang
berani membunuh utusan Allah SWT tanpa alasan yang benar.
7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, 263.
67
Karena tindakan mereka tersebut, mereka semakin mendapat
murka dari Allah SWT.
c. Qs. Al-Baqarah/ 2: 42
اسيا ول ب
حق حل
ل ال باظ
ال خميا ة
حق وحك
ن خم ال
ن وا مي
ل ٤٢ حػ
Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan
kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran,
sedangkan kamu mengetahuinya. (Qs. Al-Baqarah/ 2: 42)
Kedurhakaan lainnya yang terdapat pada ayat ini adalah
keberanian mereka menyembunyikan isi kandungan yang ada
dalam kitab Taurat. Sesuatu yang disembunyikan di sini
adalah menyembunyikan keterangan mengenai nabi akhir
zaman yang ada pada kitab Taurat.
Dalam kitab al-Barzanji diterangkan, ada seorang bernama
Ka’ab al-Achbar. Dia menceritakan bahwa ayahnya telah
mengajarinya kitab Taurat, namun ternyata ada satu lampiran
yang belum diterangkan oleh ayahnya. Hal itu ia ketahui
setelah ayahnya wafat, ia membuka sebuah kotak yang
ternyata di dalamnya terdapat satu lembar isi Taurat.
Lampiran tersebut menerangkan mengenai Nabi akhir
zaman. Ciri nabi yang dimaksudkan dalam lampiran tersebut
adalah: nabi yang lahir di Mekkah, lalu hijrah ke Madinah,
kerajaannya di kota Syam dan lain sebagainya.8 Namun
keterangan tersebut sengaja mereka sembunyikan, dan hal ini
merupakan suatu kedurhakaan yang besar bagi mereka.
8 Al- Barzanji, Majmu’ (Semarang: Pustaka Alawiyah, t,th.), 12.
68
2. Muna>sabah Setelah Ayat
Munasabah ayat pada Qs. al-Baqarah/ 2: 67-73 yang
terletak setelahnya adalah Qs. al-Baqarah/ 2: 74. Pada keterangan
di atas munasabah ayatnya tertuju pada sifat-sifat yang dimiliki
oleh kaum Bani Israil.
Qs. al-Baqarah/ 2: 74 dijelaskan mengenai keadaan Bani
Israil secara keseluruhan. Meski memiliki sifat yang buruk, Allah
SWT selalu memeberikan kemudahan bagi mereka agar hati
mereka luluh dan mau menjalankan segala perintah yang ada.
Namun yang terjadi, meskipun segala kebaikan yang Allah SWT
berikan tidaklah membuat mereka luluh. Hati mereka semakin
menjadi keras. Allah SWT berfirman dalam Qs. al-Baqarah/ 2:
74,
م كسج ثم ةك ي
كل ن د م ك ةػ ي ذل جارة فه ح
ال
و ك
شد ا
ية ا كس
ن ن وا جارة م ح ما ال
ر ل ه يخفج ن ن ىر م
ا ن ال ىا وا ن ما م
ق ل ل يش
رج ه فيخ ن ماء م ن ال ى وا ن ما ام
ط ل ت ن يى يث م وما الله خش الله
ل غاف ا ة ن غم ي مل ٦ٮ حػ
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras,
sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras.
Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang
(airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang
meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah
tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-
Baqarah/ 2: 74)
Ayat di atas adalah bukti kedurhakaan Bani Israil yang
semakin parah, meski telah diberi begitu banyak kemudahan, hati
mereka malah bertambah keras. Dalam ayat di atas digambarkan
bahwa hati mereka lebih keras dari pada batu. Batu yang begitu
69
keras saja jika terkena air secara terus menerus akan menjadi
berlubang, atau bahkan atau bahkan akan hancur. Namun hati
Bani Israil yang telah begitu banyak diberi kenikmatan malah
tidak tahu diri dan semakin durhaka.
C. Kisah al-Baqarah (Perintah Penyembelihan Sapi)
Terdapat suatu kisah yang terbilang menakjubkan dan menjadi
salah satu sebab dinamakannya surat ke-2 dalam mushaf al-Qur`an
dengan kata Baqarah. Yakni, kisah kaum Bani Isra`il dengan
penyembelihan sapi.
Kisah Bani Isra`il dan penyembelihan sapi ini terjadi pada
zaman Nabi Musa as. setelah sebelumnya mereka diselamatkan oleh
Allah SWT. lolos dari kejaran Firaun dan bala tentaranya, dengan
terbelahnya lautan yang merupakan salah satu mukjizat yang
dikaruniakan Allah SWT. kepada Nabi Musa. Kemudian mukjizat
lainnya yang diberikan Allah SWT. kepada Nabi Musa as. yakni
menghidupkan orang yang telah meninggal dunia, tepatnya pada
peristiwa yang terdapat dalam ayat 67-71, yang menceritakan dialog
antara Nabi Musa as, dengan kaumnya yang bernama Bani Isra`il.
Banyak riwayat yang menceritakan tentang kronologi penyembelihan
sapi betina ini, dan dari semua riwayat itu yang membedakan
hanyalah redaksinya saja.
Kronologi kisahnya bermula dari terbunuhnya seorang laki-laki
lanjut usia dari kalangan Bani Isra`il, lelaki yang terbunuh itu
memiliki banyak harta namun tidak memiliki seorang anak pun yang
akan mewarisi hartanya. Di sisi lain ada anak dari saudara laki-
lakinya yang kelak akan mewarisi sebagian harta kekayaannya, anak
saudaranya itu sangat menginginkan kematian dari pamannya segera
70
tiba, karena anak laki-laki itu ingin secepatnya menguasai harta
pamannya. pada suatu malam ia membunuh pamannya sendiri dan
menggeletakkan mayatnya di antara dua desa. Sementara hukum yang
berlaku pada saat itu adalah, apabila ditemukannya mayat diantara
dua desa, maka diukur jarak mayat dengan masing-masing desa
tersebut, dan jarak terdekat antara mayat dengan salah satu desa
tersebut, maka desa itulah yang harus menanggung hukuman diyat.
Keesokkan harinya, si pembunuh itu mengeluarkan dakwaan
bahwa kedua kampung itulah yang telah membunuh pamannya. Maka
penduduk dari dua desa tersebut saling bersitegang, membantah, dan
bahkan menyerang. Masing-masing warga dari dua desa tersebut
saling melempar tuduhan terhadap kampung lainnya dan masing-
masing dari mereka membuat pembelaan atas kampungnya sendiri.
Kemudian ada salah seorang yang menengahi mereka yang sedang
bertengkar dan menuduh, orang itu berkata, Untuk apa sebagian dari
kita hendak membunuh sebagian yang lain, sedangkan di tengah-
tengah kita ada Rasul Allah SWT yakni Nabi Musa, dan sekarang
beliau ada di hadapan kita. Selanjutnya mereka menghampiri Nabi
Musa dan menceritakan kronologi permasalahannya.
Bani Isra`il meminta kepada Nabi Musa untuk berdoa kepada
Allah SWT agar diberi petunjuk siapa sebenarnya pelaku
pembunuhan tersebut. kemudian tidak berselang lama, Allah SWT
memberi wahyu kepada nabi Musa supaya melakukan penyembelihan
seekor sapi. pemilihan sapi sebagai hewan untuk disembelih ini
sebenarnya memiliki alasan, salah satunya adalah untuk
menghilangkan bekas-bekas penghormatan mereka terhadap sapi,
sebelumnya mereka jadikan hewan sapi sebagai sesuatu yang agung
yang mereka sembah.
71
Sikap dan sifat tercela Bani Isra`il tampak jelas pada kisah ini,
setelah turun perintah kepada Bani Isra`il tentang penyembelihan sapi,
mereka tidak lantas mengindahkan perintah Allah SWT., mereka tidak
lantas percaya meski Nabi Musa menegaskan bahwa perintah ini
datangnya dari Allah SWT,. mereka menduga bahwa Nabi Musa
hendak mengejek atau menjadikan mereka bahan olok-olokan.
Sebagaimana firman Allah SWT,
ذنا حخخ ا ا ي
ا ةلرة كال ي بح ن حذ
م ا
مرك
يأ ن الله ا ه م لي سى ل مي
ذ كال وا
ن ي ل جى ن ال ن م ي
ك
ن ا
الله ا ذ ة غي
ا
٦٧وزوا كال
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah
SWT memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi
betina.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan
kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung
kepada Allah SWT agar tidak termasuk orang-orang yang
bodoh.” (Qs. Al-Baqarah/ 2: 67)
Tabiat kaum Bani Isra`il yang tampak dalam kisah sapi betina
ini adalah terputusnya hati diantara mereka.9 hal tersebut dikarenakan
dangkalnya keimanan mereka, sehingga mereka sering enggan
melaksanakan perintah rasul kepada mereka dengan mencari berbagai
macam alasan. Tidak hanya sampai disitu, mereka bahkan membuat
berbagai pertanyaan, bahkan pertanyaan yang tidak pada tempatnya
yang mengandung redaksi mengejek Allah SWT, dan Nabi-Nya.
timbullah pertanyaan kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya,
Sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah SWT,
9 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari Umar Sitanggal,
dkk., cet. 2, jil. 1 (Semarang: Karya Toha Putra, 1993), 250.
72
ض ا فار نىا ةلرة ل ا
ل نه يلي ا
ي كال نا ما ه
ن ل نا رةك يتي
يا اد ع ل
كال
ن مرو ا ما حؤ ي ػل ك فاف ن ذل ر غيان ةي
ك ا ة
ل نا رةك ٦٨و
يا اد ع ل
كال
نه ا
نىا كال ي نا ما ل
ن ل نىا تصر يتي ي
ع ل راء فاك نىا ةلرة صف ا
ل يلي
ي ن ر ظ نا ٦٩النه ح تلر تشته عل
ن ال ي ا نا ما ه
ن ل نا رةك يتي
يا اد ع ل
كال
ن خدو مى ل ن شاء الله نا ا نىا ة ٪٦وا ا
ل نه يلي ا
د كال ي حث
ل ي
ا ذل
لرة ل
ج خ ن ج ـ يا ال
ىا كال ي يث ف اش
مث ل
ث مسل حر
ى ال ق ا تس
ض ول ر
ا ال
ن ي ػل ا يف ادو
وا وما ك ي فذبح
حق ال ٦٫ ة
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.”
Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah SWT) berfirman, bahwa
sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan
antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu.” Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.”
Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah SWT) berfirman, bahwa
(sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang
menyenangkan orang-orang yang memandang (nya).” Mereka
berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena)
sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah
SWT menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk.” Dia
(Musa) menjawab, “Dia (Allah SWT) berfirman, (sapi) itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan
tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau
menerangkan (hal) yang sebenarnya.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 68-
71)
Bani Isra`il hanya menyulitkan diri mereka dengan berbagai
pertanyaan yang mereka ajukan kepada Nabi Musa, dengan dalih
73
mereka meminta petunjuk Allah SWT, mengenai sapi yang dimaksud.
Padahal jika mereka tidak mengajukan pertanyaan, boleh jadi sapi itu
sesuai seperti apa yang mereka kehendaki. Apapun sapi itu jantan atau
betina, karena kata baqarah di sini bukan dalam arti sapi betina tetapi
menunjukkan seekor sapi.
Kemudian Allah SWT, memberi ciri-ciri khusus dari sapi yang
akan disembelih dengan ciri-ciri yang sulit untuk didapatkan. Allah
SWT,. memerintahkan kepada mereka untuk mencari sapi yang tidak
terlalu tua dan tidak terlalu muda, berwarna kuning dan dapat
membuat orang senang memandangnya. Rupa nya mereka masih
belum puas dan hanya makin mempersempit dalam melaksanakan
perintah yang sebelumnya longgar. Mereka kembali menanyakan ciri-
ciri selanjutnya dan Allah SWT pun menanggapi pertanyaan mereka,
“ciri-ciri selanjutnya yakni sapi tersebut belum pernah dipekerjakan
membajak sawah atau mengairi ladang dan tidak ada cacat pada
tubuhnya juga tidak ada warna lain pada seluruh bagian tubuhnya
kecuali warna kuning.”
Pada ayat selanjutnya, mereka baru mengungkapkan rasa puas
akan informasi yang diberikan oleh Nabi Musa,. Dalam Tafsir Fi>
Dzilal al-Qura>n dijelaskan bahwa ciri yang begitu banyak tersebut
menjadikan persoalan kaum Bani Isra`il semakin sulit. Namun mereka
justru berkata, “sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi
betina yang sesungguhnya.” Dalam pernyataan kaum Bani Isra`il tadi
mereka menggunakan kata “barulah sekarang”, dari pernyataan
tersebut seolah-olah mereka menganggap bahwa apa yang
disampaikan oleh Nabi Musa itu bohong atau juga berarti apa yang
74
disampaikan oleh Nabi Musa adalah salah kecuali pada keterangan
bagian akhir.10
Setelah merasa puas bertanya, kemudian mereka mencari sapi
betina itu. Dengan susah payah akhirnya mereka mendapatkan sapi
betina yang dimaksud dan selanjutnya mereka menyembelih sapi
betina itu. Hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah Nabi
Musa untuk menyembelih sapi betina, hal itu dikarenakan mereka
mengalami kesulitan dalam menemukan sapi yang telah disebutkan
ciri-cirinya atau dapat diartikan pula bahwa Bani Isra`il enggan untuk
melaksanakan perintah tersebut.11
ذ خم وا سا كخل حم نف رء ىاف فاده ي ر ج والله
ا مخ خم م ج ن ك خمي
٦٬ حك
“Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu
kamu tuduh-menuduh tentang itu. Tetapi Allah menyingkapkan apa
yang kamu sembunyikan.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 72)
Ayat ini merupakan latar belakang dari kisah sapi betina,
namun dalam hal penyebutannya ayat ini di akhirkan.
Sesungguhnya latar belakang dari kisah sapi ini dijelaskan setelah
turunnya perintah untuk menyembelih sapi.
Kemudian para pakar ilmu Ushul Fiqh berpendapat bahwa
seandainya setiap yang diberi perintah bertanya kepada Allah
SWT, apa rahasia perintah-Nya, maka ketika dia melakukan
perintah itu karena rahasia yang melatarbelakangi perintah
tersebut, bukan karena Allah SWT, jika demikian yang terjadi,
maka tidak ada bedanya antara yang berimana dan tidak beriman.
Hanya saja, para ulama ini membatasi atau mengkhususkannya
10
Sayyid Qut}b Ibrahi>m Husain asy-Sya>dzili>, Tafsi>r fi> Z|ila>li al-Qur’a>n, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, jil. 1, cet. 5 (Jakarta: Robbani Press, 2011), 95.
11 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur`an Majid an-Nur
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), 133.
75
pada hal-hal yang bersifat ibadah, bukan perintah yang berkaitan
dengan adat istiadat atau kehidupan sosial.12
ي اللهك يح ذل
ىا ك ض تػ ه ة ةي ر
نا اض م فلل
ك
ػل
ه ل يخ
م ا
ي ك ىى وير مي
ال
ن ي ل ل ٦٭حػ
“Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan
bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah SWT menghidupkan
(orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.” (Qs. al-
Baqarah/ 2: 73)
Setelah si mayyit dipukul dengan bagian tubuh sapi betina
yang telah disembelih tadi, mayyit tersebut hidup kembali dengan
berlumuran darah segar di kepalanya. bukan Nabi Musa yang
melakukan pemukulan terhadap si mayyit, melainkan salah
seorang dari Bani Isra`il-lah yang melakukannya. Hal itu
dikarenakan Nabi Musa khawatir jika pemukulan dilakukan
olehnya maka mereka akan menganggap kalau hal tersebut adalah
sihir belaka, dengan cara seperti itulah Allah SWT,. menghidupkan
si mayyit.13
Si mayyit pada akhirnya menceritakan siapa yang sebenarnya
telah membunuhnya, dan pelaku pembunuhan tersebut tidak lain
adalah keponakan dari mayyit itu sendiri. Setelah diketahui pelaku
pembunuhan tersebut, kemudian pelaku dikenai hukuman mati.
Tanda kebesaran Allah SWT dan kebenaran atas kabar yang
disampaikan oleh nabi-Nya untuk kesekian kali ditampakkan
kepada kaum Bani Isra`il. Yakni menghidupkan orang yang telah
meninggal dengan cara yang menakjubkan, yaitu dipukulkannya
tubuh orang yang mati dengan yang telah mati pula. Kemudian
12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, 72. 13
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, 259.
76
mayyit yang telah mati itu menceritakan perihal kematiannya,
sehingga hilanglah saling tuduh menuduh diantara kaum Bani
Isra`il.14
Pada ayat selanjutnya memaparkan tentang sikap keras hati
dari sebagian besar kaum Bani Isra`il, sehingga Allah SWT
mengumpamakan hati mereka sekeras batu, bahkan melebihi
kerasnya batu. Hal ini tertera dalam firman Allah SWT,
م كسج ثم ةك ي
كل ن د م ك ةػ ي ذل جارة فه ح
ال
و ك
شد ا
ية ا كس
ن ن وا جارة م ح ما ال
ر ل ه يخفج ن ن ىر م
ا ن ال ىا وا ن ما م
ق ل ل يش
رج ه فيخ ن ماء م ن ال ىا وا ن ما م
ط ل ت ن يى يث م وما الله خش الله
ل غاف ا ة ن غم ي مل ٦ٮ حػ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras,
sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras.
Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang
(airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang
meluncur jatuh karena takut kepada Allah SWT. Dan Allah
SWT tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(Qs. al-Baqarah/ 2: 74)
Meskipun mereka telah menyaksikan tanda-tanda kekuasaan
Allah SWT,. hati mereka tetap keras dan enggan menerima
kebenaran. Allah SWT telah mengumpakan hati mereka seperti
batu, bahkan lebih keras lagi dari batu. Tidak terpengaruhnya
mereka dengan ibrah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang
mereka alami. Hati mereka menjadi seperti benda mati bahkan
14
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur`an Majid an-Nur, 134.
77
lebih rendah lagi derajatnya daripada benda mati, sebab
adakalanya batu dapat memancarkan air dan mengalirkan sungai-
sungan juga menyuburkan tanah dan menyegarkan tanaman, baju
juga terkadang dapat retak sehingga mengalirlah air sedikit demi
sedikit dari celah itu yang kemudian menjadi mata air, dan
perintiwa ini menjadi manfaat bagi makhluk hidup tak terkecuali
manusia.15
D. Sikap Seorang Hamba Kepada Perintah Allah SWT
Sebagai seorang hamba kita diwajibkan mentaati segala yang
diperintahkan oleh sang Maha Pencipta yakni Allah SWT. ketaatan
seorang hamba kepada Allah SWT ini mengandung konsekwensi
mentaati ketetapan-Nya yang terdapat di dalam al-Qur`an. dalam
menerima perintah Allah SWT hendaklah segera menjalankan
perintah tersebut tanpa disertai banyak bertanya yang cenderung
meragukan akan perintah-Nya. seperti halnya yang dilakukan oleh
kaum Bani Isra`il yang terus menerus membuat pertanyaan setelah
turunnya perintah Allah SWT untuk menyembelih seekor sapi,
bahkan mereka sempat meragukan perintah Allah SWT dan
menganggap bahwa perintah tersebut merupakan bentuk ejekan atau
cemoohan Allah SWT kepada mereka.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah telah mengutip
penjelasan dari seorang ulama Mesir yang bernama Syeikh Mutawlli
asy-Asyarawi, bahwa pertanyaan tentang sebab suatu perintah hanya
wajar dikemukakan jika perintah tersebut bersumber dari siapa yang
setingkat dengan yang bertanya atau yang lebih tinggi kedudukannya.
Jika perintah itu ditujukan kepada yang lebih rendah kedudukannya,
maka tidaklah wajar bagi yang kedudukannya lebih rendah untuk
menanyakan latar belakang perintah itu. Dalam hal ini, Allah SWT
mengajarkan kepada kaum Bani Isra`il dan umat Islam agar tidak
15
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., juz. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2013), 152.
78
bertanya yang bukan pada tempatnya. Karena pertanyaan yang bukan
pada tempatnya bisa mengundang jawaban yang memberatkan hati
dan menyulitkan dalam pelaksanaannya.16
Bertanya secara berlebihan tidak selalu menunjukkan
kecerdasan, namun justru menunjukkan kebodohan, terutama dalam
hal beriman kepada Allah SWT. hendaklah beriman dengan ikhlas
sebagaimana iman manusia-manusia sempurna yang telah menyambut
seruan akal, karena pengetahuan tentang keimanan memerlukan
perenungan, pikiran, bahkan menjadi kukuh jika dibarengi oleh
pengetahuan, bukan melalui pertanyaan-pertanyaan.17
E. Makna Ke-Islaman di Balik Kisah al-Baqarah
Terdapat ibrah positif selaksa hikmah di balik kisah-kisah
mengenai Bani Isra`il khususnya dalam tema pembahasan mengenai
kisah penyembelihan sapi.
Dalam Tafsir al-Muni>r disebutkan beberapa poin hikmah yang
dapat diambil dari kisah penyembelihan sapi ini, diantaranya:18
1. Sikap keras kepala dalam beragama bukanlah sikap terpuji,
mendesak dengan berbagai pertanyaan juga bukan merupakan
perbuatan yang dibolehkan. Oleh karenanya Allah SWT melarang
di dalam firman-Nya,
ن م وا ك م تسؤ
ك
د ل ن حت ياء ا ش
ا غن ا ي
ل ـ ا تس
ا ل مني
ي ن ا ذ
يىا ال
يا
ر غفي ىا والله غن غفا الله م ك
د ل ن حت
ا لر
ال
ل ن ينذ ي ىا ح ا غن ي
ل ـ تس
م ي ١٠١حل
16
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, juz.1, 228. 17
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, juz.1, 104. 18
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jil. 1, 148-150.
79
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu
menanyakannya ketika Al-Qur`an sedang diturunkan, (niscaya)
akan diterangkan kepadamu. Allah SWT telah memaafkan (kamu)
tentang hal itu. Dan Allah SWT Maha Pengampun, Maha
Penyantun.” (Qs. al-Maidah/ 5: 101)
2. Perintah untuk menyembelih seekor sapi bukan hewan yang lain
bukanlah tanpa sebab, alasannya karena hewan sapi merupakan
hewan yang pernah mereka sembah, yakni ijl (anak lembu), agar
mereka tidak lagi mengagungkan hewan tersebut.
3. Olok-olok mereka terhadap perintah nabi menyebabkan mereka
mendapat celaan juga hukuman.
Proses penghidupan orang yang terbunuh dengan cara
membunuh makhluk yang hidup, hal ini menunjukkan dengan
sangat jelas bahwa hanya kekuasaan Allah SWT, yang dapat
menciptakan sesuatu dari lawannya. Setidaknya terdapat lima
ayat di dalam surat al-Baqarah yang menyebutkan Allah SWT
menghidupkan orang-orang yang telah mati, yakni pada ayat 56
a. Qs. al-Baqarah/ 2: 56
ن رو ك م تش
ك
ػل
م ل
ك ح د مي ةػ ن م م
نك
٥٦ثم ةػث
“Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati,
agar kamu bersyukur.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 56)
b. Qs. al-Baqarah/ 2: 73
نا ه فلل ةي ر
ىا اض ض تػ ك ة ذل ي ك
يح ىىا الله مي م ل
ي ك ه وير يخ
ا
م ك
ػل
ن ل ي
ل ل ٦٭ حػ
80
“Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian
dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah SWT menghidupkan
(orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.” (Qs. al-
Baqarah/ 2: 73)
c. Kisah orang-orang yang berjumlah ribuan yang keluar dari
kampung halaman, Qs. al-Baqarah/ 2: 243
م ۞ لى حر ا
ل ي ن ا ذ
ا ال ن خرجي م م و يار ف ووم د ي
لت حذر ا مي
ال
ىم فلال ل ا الله حي ياوم ثم مي ح
ن ا ا ذو الله
ل ل ى فض
الناس عل
ن ك ثد ول
ك
ا الناس ا
ن ل رو
ك ٢٤٣ يش
“Tidakkah kamu memperhatikan „orang-orang yang keluar
dari kampung halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena
takut mati? Lalu Allah SWT berfirman kepada mereka,
“Matilah kamu!” Kemudian Allah SWT menghidupkan
mereka. Sesungguhnya Allah SWT memberikan karunia
kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
(Qs. al-Baqarah/ 2: 243)
d. Kisah Uzair: Qs. al-Baqarah/ 2: 259
و ي ا ذ
الى مر ك
يث عل ي كر ه يث و ى خاو
ىا عل ش غرو
نهى كال
ي ا
يح
ه وذ د الله ىا ةػ ح ماحه مي فا ائث الله ةػثه ثم عام م
م كال
ج ك ث ب
ل
ج كال ث ب ما ل و يي
ض ا م ةػ يي
كال
ةل
ج ل ث ائث ب ى فان ظر عام م
ل ا
ك ك ظػام م وشراة ه ل ى وان ظر يتسن
ل ك ا مار ك ح
ػل نج يث ول
ا
81
اس لن ى وان ظر ل
ل ظام ا ػ
ف ال ي
زوا ك ش
وا ثم نج سي ما نك ح
ا ل م
فل
ه حتين ل
م كال
ل ع
ا
ن ا ى الله
عل
ل
ء ك ي ر شي ٢٥٩ كد
“Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang
(bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi
(reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah
SWT menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?”
Lalu Allah SWT mematikannya (orang itu) selama seratus
tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya)
kembali. Dan (Allah SWT) bertanya, “Berapa lama engkau
tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di
sini) sehari atau setengah hari.” Allah SWT berfirman,
“Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah
makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah
keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar
Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia.
Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan
daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata,
“Saya mengetahui bahwa Allah SWT Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 259)
e. Kisah Ibrahim: Qs. al-Baqarah/ 2: 260
ى ةل
كال ن م م حؤ
ول
ا
ىى كال مي
ي ال
ح
ف ت ي ي ك ن ر
م رب ا رو ة ا
ذ كال وا
ك ثم ي ل ون ا د فطر ي ن الع ةػث م ر
فخذ ا
كال ي ب
مىن كل يع
ن ل ك
ول
ءا ثم ىن جز ن جتل م
لى ك
عل
ػل م اج
ل يا واع نك سػ ح ح
غىن يأ اد
م ي ي ز حك غز ن الله ٢٦٠ ا
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
82
menghidupkan orang mati.” Allah SWT berfirman,
“Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab,
“Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia
(Allah SWT) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat
ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan
di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah SWT
Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 260)
4. Kecaman yang keras atas pembunuhan terhadap jiwa yang tak
bersalah, Allah SWT menyebutkan hal ini belakangan. Terlebih
dahulu Allah SWT menyebutkan sikap mereka yang mengejek
dan membangkang, guna memberi perhatian dan menunjukkan
kekejian serta celaan terhadap sikap pembangkangan mereka.
selain itu juga untuk merangsang keingintahuan tentang latar
belakang dari di perintahkannya menyembelih sapi. al-Qur`an
dalam menceritakan berbagai kejadian dan peristiwa, tidak
mengikuti urutan-urutan waktu seperti yang dipakai oleh para
sejarawan. Melainkan dengan menyebutkan suatu kisah sesuai
dengan tujuannya, yaitu untuk memberi pelajaran, menarik
perhatian, dan membangkitkan kesadaran.
5. Pernyataan dan perumpamaan yang paling buruk ialah
sebagaimana yang ditujukan kepada kaum Yahudi, yakni batu
lebih bermanfaat daripada hati kaum Yahudi.
Pelajaran atau hikmah lain yang dapat diambil dari kisah
penyembelihan sapi ini sebagaimana yang dijelaskan oleh M. Quraish
Shihab, diantaranya ialah; Pertama, petunjuk Allah SWT. pastilah
benar adanya, walaupun mulanya ada yang meragukan, tetapi pada
akhirnya terbukti kebenarannya dan dengan mengikutinya, harapan
dapat tercipta. Kedua, seseorang harus pandai memilih apa yang
ditanyakan. Tidak menanyakan setiap persoalan, karena sebagian
83
pertanyaan tidak bermanfaat mengetahui jawabannya, bahkan dapat
menimbulkan kesulitan bagi si penanya setelah mengetahuinya.
Ketiga, Allah SWT.. ketika tidak memerintahkan sesuatu atau tidak
melarangnya, maka itu bukan disebabkan karena lupa atau tak tahu,
tetapi itu semata-mata untuk memudahkan manusia. keempat,
seseorang yang berada dalam kedudukan yang lebih rendah daripada
yang memerintah tidak wajar menanyakan tentang tujuan perintah
untuk maksud menimbang-nimbangnya, lalu atas dasar
pertimbangannya itu dia melaksanakan, menangguhkan, atau
menolaknya. Memang boleh saja dia bertanya-setelah kesediaan
penuh untuk mengerjakannya-namun pertanyaan tersebut dalam
rangka mengetahui apa hikmah di balik perintah dan larangan itu,
bukan untuk menerima atau menolaknya. Kelima, kelemahlembutan
dari kelapangan dada adalah sesuatu yang sangat terpuji, berbeda
dengan sikap keras kepala dan hati. Sikap mengalah selama bukan
dalam prinsip ajaran agama dan moral adalah sikap yang terpuji.
"Tidaklah satu kelemahlembutan yang menghiasi sesuatu, kecuali
membuahkan keindahan bagi sesuatu itu."19
F. Korelasi Nama Surat al-Baqarah dengan Isi Kandungan-nya
Permulaan surat al-Baqarah di awali dengan pembagian sifat
manusia yaitu sifat orang yang bertaqwa, orang kafir dan orang
munafik. Terdapat 13 ayat pada kelompok ayat-ayat pertama surat al-
Baqarah yang membicarakan dan menguraikan panjang lebar
mengenai sifat-sifat juga perumpamaan kaum munafik. Pada ayat 17
dijelaskan bahwa orang munafik adalah Ahli Kitab (orang Yahudi).
Mereka bukan termasuk orang-orang yang beriman dengan benar dan
merasakan keagungan Allah SWT, mereka tidak pula menyadari
bahwa Allah SWT mengetahui yang lahir dan yang batin. Sekiranya
mereka beriman dengan benar, mereka tidak akan melakukan hal yang
menyakitkan bagi hati Nabi dan kaum Muslimin.20
19
M. Quraish Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surat-Surat al-Qur`an, Jil. 1 (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 24-25.
20 Kemenag RI, Tafsir al-Qur`an dan Tafsirnya, jil. 1 (Jakarta: Lentera, 2010), 44-
48.
84
Orang munafik itu bermuka dua, di hadapan Nabi mereka
mengaku beriman, di belakang Nabi mereka memperolok, berprilaku
durhaka mengemasnya dengan lihai agar mereka tidak dijatuhi
hukuman. Allah SWT membalas olok-olok mereka dengan
menimpakan kehinaan terhadap mereka dan Allah SWT membiarkan
mereka bergelimangan dalam kesesatan.
Sapi di dalam Islam dijadikan sebagai salah satu hewan yang
biasa digunakan untuk berkurban, dan bagi agama lain sapi dianggap
suci. Bani Isra`il pada saat itu pernah menjadikan sapi sebagai sesuatu
yang mereka sembah dan mereka agung-agungkan. Sebagaimana
Firman Allah SWT,
ذ نا وا سى وعد ن مي ي ةػ ر ة ا
ل ي
حم ثم ل ذ خ
ات
ل ج ػ
ال ن ه م د ن خم ةػ
وا
ن مي ٥١ ظل “Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa
empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Isra`il)
menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah
(kepergian) nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim.” (Qs.
al-Baqarah/ 2: 51)
Allah SWT menjanjikan kepada Nabi Musa akan memberikan
kitab Taurat dan Allah SWT menentukan waktunya yakni 40 malam.
Namun Bani Isra`il menganggap bahwa waktu yang ditentukan terlalu
lama, maka mereka membuat patung berupa anak sapi yang kemudian
mereka sembah.21
Dalam ayat lain diperintahkan kepada mereka untuk
menyembelih seekor sapi, guna mengungkap kasus pembunuhan gelap
yang terjadi diantara mereka. dalam hal ini, Allah SWT ingin
21
Kemenag RI, Tafsirnya dan al-Qur`an Tafsirnya, jil. 1, 107.
85
menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya dalam menghidupkan orang
yang telah mati dengan sesuatu yang sudah mati pula. Di sisi lain
Allah SWT ingin menghilangkan bekas-bekas penghormatan mereka
terhadap sapi yang sebelumnya sempat mereka sembah.
Uraian mengenai korelasi nama surat al-Baqarah dengan isi
kandungannya sebagai berikut;
1. Isi kandungan surat al-Baqarah banyak menerangkan tentang sikap
dan sifat keingkaran kaum Bani Isra`il terhadap utusan Allah SWT,
dan ingkar akan segala nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan
terhadap mereka.
2. Salah satu dari sekian banyak keingkaran kaum Bani Isra`il adalah
sikap tidak sabar mereka akan diberikannya kitab Taurat kepada
Nabi Musa yang membutuhkan waktu 40 malam.
3. Mereka justru membuat patung dari anak sapi dan kemudian
mereka sembah.
4. Kisah penyembelihan sapi betina terhadap peritiwa pembunuhan
gelap yang terjadi diantara mereka, guna mengurangi rasa hormat
dan merendahkan pandangan mereka terhadap sapi yang
sebelumnya pernah mereka sembah.
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i> di dalam kitab al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an
menjelaskan dengan mengutip pendapat al-Zarkasyi, bahwa dalam
penamaan surat-surat al-Qur`an terdapat kekhususan atas setiap surat
yang ia diberi nama dengan nama tersebut. Karena sudah menjadi
kebiasaan orang Arab jika mereka menamakan sesuatu, mereka pasti
mengambil nama tersebut dari sesuatu yang jarang, atau yang aneh
yang mempunyai ciri khas, dan juga mengandung hikmah lebih
banyak, hal ini mereka lakukan agar sesuatu yang diberi nama dapat
dikenali dan menyentuh hati. Mereka juga memberi nama suatu
ungkapan atau qasidah yang panjang dengan nama yang paling
masyhur dari kata-kata yang terdapat di dalamnya. Seperti itulah tata
cara yang berlaku pada nama-nama surat di dalam al-Qur`an. seperti
halnya penamaan surat al-Baqarah, ia dinamakan dengan al-Baqarah
86
karena adanya penjelasan tentang kisah sapi betina dan banyaknya
hikmah yang agung terdapat di dalamnya.22
Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa dianggap tepat jika
dinamakannya surat ke-2 di dalam mushaf al-Qur`an ini dengan al-
Baqarah.
22
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i>, Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Farikh Marzuqi
Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dan Imam Fauzi Ja’iz (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006),
292.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan
dengan tema yang dibahas, yakni mengenai korelasi penamaan surat
kedua di dalam mushaf al-Qur`an dengan kata al-Baqarah, nama ini
yang lebih masyhur dan dipakai dibandingkan nama-nama lain yang
banyak diriwayatkan oleh para ulama.
Pembahasan mengenai penamaan surat al-Baqarah juga
mengandung banyak hikmah kehidupan yang dapat diambil, seperti
perintah untuk selalu mentaati Allah SWT dan rasul-Nya, jangan
sekali-kali menyekutukan Allah SWT, jangan mendustakan ayat-ayat
Allah SWT. Binatang dapat menjadi perantara bagi Allah SWT untuk
menunjukan akan kebesaran dan kuasa-Nya, jangan bersikap
sombong, berbohong apalagi berbuat zhalim terhadap siapapun.
Binatang merupakan salah satu yang disebutkan dalam ayat-ayat
Allah SWT, sehingga dapat diperoleh ilmu dan pelajaran akan hal-hal
baik lagi berguna sekalipun kepada binatang.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak
terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis
dalam meneliti. Kajian ini dirasa masih sangat jauh dari
kesempurnaan.
1. Selain dari surat al-Baqarah, banyak surat yang menarik untuk
dibahas agar mengetahui alasan atau hikmah di balik penamaan
surat-surat lainnya di dalam al-Qur`an.
88
2. Kajian tentang argumentasi penamaan surat di dalam al-Qur`an
perlu ditinjau ulang, karena masih sangat banyak perspektif
lainnya, dari ulama Islam maupun orientalis Barat.
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan hingga akhir
tentulah masih sangat banyak kekurangan, yang berkaitan dengan ide,
sistematika penulisan dan pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
budiman demi kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian
selanjutnya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Ahmad Zainal. “Tafsir al-Qummi dan Politik: Telaah atas
Kecenderungan Tasyayyu‟ dalam Penafsiran Surat al-Baqarah.”
Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, Vol.16, No.2, (Desember
2016)
Ainur, Faiq Ainur. Analisa Redaksi Tindak Tutur Imperatif dalam Surat
al-Baqarah. Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam, Vol.9, No.1,
(Juni 2016)
Amrullah, Haji Abdul Malik Abdullah Karim. Tafsir al-Azhar, jilid 1.
Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.
Azmi, Muhyidin. “Kajian Kitab Hadis (Metode Kesahihan Hadis Kitab
al-Mustadrak ‘Ala> Sahi>haini)” Jurnal al-Irfani, vol.4, no.1
(Januari 2020)
Ba>qi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n. Cairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1945
al-Bukha>ri>, Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad bin Isma>’il. S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, jilid 3. Riyadh: Dar as-Salam, 1999.
Departemen Agama RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya Jakarta: PT. Syamil
Cipta Media, 2004.
ad-Dimasyqi>, Al-Ima>m Abu al-Fida>’ Isma>’i>l Ibnu Kas|i>r. Tafsi>r Ibnu Kas|i>r, terj. Anwar Abu Bakar, jilid 2. Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2000.
Efendi, Djohan. Pesan-Pesan al-Qur`an. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2012.
al-H{a>kim, ‘Abdilla>h. al-Mustadrak ‘Ala> S{ah}ih}ain, jilid 2. Beirut: T. Pn.,
1427.
Hamro, Neng Ayu Qonitatul. “Argumentasi Penamaan Surat Al-Qur`an (
Analisis Penamaan Surat ke-122 dengan Kata Al-Ikhlas).” Skripsi
S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Hanafi, Ahmadi Iqbal. “Implikasi Gen Istri Terhadap Sifat Keturunan
Manurut Surat al-Baqarah Ayat 223 Perspektif Para Mufasir.”
90
Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
2018.
Ibyary, Ibrahim. Tarikh al-Qur‟an, terj. Halimuddin. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1992.
Isha>q al-Syeikh, Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abdurrahman bin.
Luba>bu al-Tafsi>r min Ibnu Katsi>r, terj. M. Abdul Ghofar,
Abdurrahim Mu‟thi, Abu Ihsan al-Atsari, jilid . Bogor: Pustaka
Imam Syafi‟i, 2004.
Kama>l, Ah{mad ‘A<<<<<>dil. Ulu>mul Qur’a>n. Kairo: al-Mukhtarul Isla>m, tt.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Kemenag RI, Tafsir al-Qur`an dan Tafsirnya, jilid 1. Jakarta: Lentera,
2010.
Khalis, Nur. “Totalitas Dalam Beragama: Telaah Penafsiran Surat al-
Baqarah ayat 208.” Skipsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2010.
M, Ansharuddin. “Sistematika Susunan Surat di dalam al-Qur‟an: Telaah
Historis”. Studi Keislaman, vol.2, no.2 (Desember 2016)
Makarim, Syeikh Nasir. Tafsir Nemuneh, terj. Akmal Kamil, jilid 1.
Jakarta: Sadra Press, 2015.
al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari Umar
Sitanggal, dkk., cet. 2, jilid 1. Semarang: Karya Toha Putra, 1993.
Marifat, Muhammad Hadi. Tarikh al-Qur`an. Jakarta: al-Huda, 2007.
Mediapro, Jannah Firdaus. Terjemahan Dan Makna Surat 02 Al Baqarah
(Sapi Betina); The Cow Versi Bilingual. Blurb, Incorported,
2019.
https://books.google.co.id/books?id=DIRuzQEACAAJ&dq=terje
mah+dan+makna+surat+albaqarah+(sapi+betina)+versi+bilingual
&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiSwZXf4r7sAhVA73MBHSG6B
2IQ6AEwAHoECAEQAg
Naparin, Husin. Memahami Kandungan Ayat Kursi. Banjarmasin: PT
Grafika Wangi Kalimantan, 2016.
al- Qat}t}an, Manna’. Maba>his| Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Maktabah
Wahbah, 2004.
91
Al- Qurt}ubi, Abu ‘Abdullah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abi> Bakr al-
Ans}a>ri, al-Ja>mi’ li-Ahka>m al-Qur’a>n. Cet. 1. Kairo: Dar al-Gad
al-„Arabi, 1989.
ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. Taisiru al-‘Aliyyu al-Qadi>r li-Ikhtis}a>ri Tafsi>r Ibnu Katsi>r, terj. Syihabuddin, jilid 1. Jakarta: Gema
Insani Press, 1999.
as|-S|a>bu>ni, Muh}ammad ‘Ali.> S|afwatu al-Tafa>si>r, terj. Yasin, jilid 1.
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010.
as|-S|a>bu>ni>, Muh}ammad ‘Ali>. Qabas min Nu>r al-Qur’a>n: Dira>sah Tah}li>liyyah Muwassa'ah Li-ahda>f wa Maqa>s}id al-Suwar al-Kari>mah, cet. 1. Beirut: Dar al-Qalam, 1986.
Ash-Shabuny, Muhammad Aly. Cahaya Al-Qur`an: Tafsir Tematik Surat
Al-Baqarah – Al-Anam. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Tafsir al-Qur`an Majid an-
Nur. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Shihab, M. Quraish. al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surat-Surat al-Qur`an, Jilid 1. Tangerang: Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian, jilid
1. Tangerang: Lentera Hati, 2007.
Sireky, Mega Asih. “Penafsiran Taqiyuddin an-Nabhani Terhadap Surat
al-Baqarah Ayat 31-33.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017.
Sitompul, Muhammad Syahman. “Implementasi Surat al-Baqarah Ayat
282 dalam Pertanggungjawaban Mesjid di Sumatera Timur.”
Jurnal Human Falah: Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.3, No.2,
(Desember 2016)
Subir, Muh. Syuhada. “Metodologi Tafsir al-Qur‟an Muhammad Izzat
Darwaza; Kajian tentang penafsiran al-Qur‟an Berdasarkan Tartib
Nuzuli: Kronologi Pewahyuan.” Tesis S2., Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Suma, Muhammad Amin. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an 1, cet. 1. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Quran. Depok: Rajawali Pers, 2013.
92
Al-Suyu>t{i> al-Sya>fi’i, Jala>l al-Di>n. Al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Farikh
Marzuqi Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dan Imam Fauzi Ja‟iz.
Surabaya: Bina Ilmu, 2006.
Asy-Sya>dzili>, Sayyid Qut}b Ibrahi>m Husain. Tafsi>r fi> Z|ila>li al-Qur’a>n, terj.
Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, jilid 1, cet. 5. Jakarta: Robbani
Press, 2011.
Asy-Syauka>ni>, Muh}ammad bin ‘Ali> bin Muh}ammad. Tafsi>r Fat}ul Qadi>r (al-Jami>’ baina al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ilmi al-Tafsi>r), terj. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jilid 1.
Pustaka Azzam: Jakarta, 2008.
Thanthawi, Muhammad Sayyid. „Ulumul Qur‟an (Teori dan Metodelogi).
Yogyakarta: Irchisod, 2013.
Thoyyibah, Anisatu. “Musa>hamah Fairuz A>ba>di> fi> Tat}wi>r al-Mu’jam al-
Arabi> (Dira>sah Tahli>liyyah Was}fiyyah)‛ Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013.
at-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Sunan. Sunan at-Tirmidzi, jilid 5.
Riyadh: Maktabah al-Maarif, 1997.
Umamah, Latifatul. Misteri di Balik Penamaan Surat-Surat al-Qur`an.
Yogyakarta: DIVA Press, 2017.
Wardani, Syaifuddin. Tafsir Nusantara: Analisis Isu-Isu Gender dalam al-
Mishbah Karya M. Quraish Shihab dan Tarjuman al-Mustafid
karya „Abd al-Ra‟uf Singkel. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara,
2017.
Yuha, Siti. “Tokoh-Tokoh dalam Surat al-Baqarah.” Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.
az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.,
jilid 1. Jakarta: Gema Insani, 2013.