Laporan Besar DIT

24
COVER 1 |DIT

description

laporan

Transcript of Laporan Besar DIT

COVER

DAFTAR ISIContents

41. PENDAHULUAN

41.1 Latar Belakang

41.2 Tujuan

51.3 Manfaat

62. METODOLOGI

62.1.Tempat dan Waktu

62.2 Alat, Bahan dan Fungsi

62.2.1 Deskripsi tanah (minipit/singkapan)

72.2.2 Deskripsi fisika tanah

82.2.3 Deskripsi biologi tanah

82.2.4 Deskripsi kimia tanah

92.3 Langkah langkah pengamatan

92.3.1 Deskripsi tanah (minipid/singkapan)

92.3.2 Deskripsi fisika tanah

102.3.3 Deskripsi biologi

102.3.4 Deskripsi Kimia

113. KONDISI UMUM WILAYAH

113.1 Kondisi Biofisik

113.2 Kondisi fisiografis (lereng pada titik 1)

124.HASIL DAN PEMBAHASAN

124.1 Hasil Deskripsi

144.2 Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah (pada semua titik)

174.3 Perbandingan Kondisi Biofisik Lahan terhadap Sifat Fisika Tanah (Tingkat Erosi), Kimia Tanah (Kesuburan), dan Biologi Tanah (Biodiversitas) pada Lahan Tadah Hujan dan Lahan Musiman.

174.4 Perbandingan Kondisi Biofisik Lahan terhadap Sifat Fisika Tanah (Tingkat Erosi), Kimia Tanah (Kesuburan), dan Biologi Tanah (Biodiversitas) pada Lahan Komoditas Pangan dan Non Pangan

195. PENUTUP

195.1 Kesimpulan

195.2 Saran

1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan suatu benda yang berbentuk tiga dimensi, yang tersusun dari masa padat, cair dan gas yang terdapat di permukaan bumi.Tanah juga merupakan hasil pelapukan batuan. Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan dan keberadaannya yaitu bahan induk, iklim, topografi, organisme, waktu, vegetasi, dan lain-lain. Untuk mendeskripsikan suatu tanah dapat dilihat dari sifatnya.Sifat tanah sendiri dapat digolongkan menjadi tiga kategori diantaranya sifat fisik, sifat kimia dan biologi tanah.dengan pengujian dari ketiga kategori tersebut akan diketahui ciri-ciri suatu tanah dan tingkat kesuburannnya.

Pada fieldtrip kali ini dilakukan pengamatan di Dusun Klerek Desa Torongrejo Kecmatan Junrejo Kota Batu. Pengamatan dilakukan pada semua kategori sifat tanah mulai dari sifat fisik, kimia, biologi, begitu juga dengan pedologi dan penggunaan serta pengolahan lahan. Hal ini dimaksudkan setelah mengetahui seluruh kategori sifat tanah, pedologi, penggunaan serta pengolahan tanah tersebut, akan dapat diketahui pula tingkat kesuburan tanah, sehingga bisa mengetahui potensial lahan tersebut dalam pemanfaatan serta pengolahannya. Apabila potensial lahan tersebut telah diketahui, maka diharapkan dalam pemanfaatannya dapat dilakukan secara bijaksana dan tidak merusak ekosistem yang ada.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dengan disusunnya laporan praktikum ini yaitu, diantaranya:

Untuk mendalami teori yang telah didapatkan pada waktu praktikum.

Untuk mengetahui unsur-unsur fisika tanah yang terdapat di daerah Torongrejo.

Untuk mengetahui unsur-unsur biologi tanah yang terdapat di daerah Torongrejo.

Untuk mengetahui unsur-unsur kimia tanah yang terdapat di daerah Torongrejo.

Untuk mengetahui unsur-unsur pedologi yang terdapat di daerah Torongrejo.

Untuk mengetahui deskripsi tanah di daerah Torongrejo.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat disusunnya laporan ini adalah, sebagai berikut:

1. Agar dapat mengetahui unsur-unsur fisika tanah.

2.Agar dapat mengetahui unsur-unsur biologi tanah.

3. Agar dapat mengetahui unsur-unsur kimia tanah.

4. Agar mengetahui unsur-unsur pedologi tanah.

5. Agar mengatahui deskripsi tanah pada suatu daerah.

2. METODOLOGI

2.1.Tempat dan Waktu

Tempat: Ds. Torongrejo Kec. Jungrejo Kota Batu Jawa Timur

Waktu

: Minggu, 30 November 2014 Pkl 06.00 WIB 11.00 WIB 2.2 Alat, Bahan dan Fungsi

2.2.1 Deskripsi tanah (minipit/singkapan)

Alat

Cangkul

Untuk menggali lubang penampang/profil tanah dengan membuat sisi penampang tegak lurus ke bawah tergantung dari penampang profil yang digunakan.

Pisau lapang

Untuk menarik garis atau menandai batas lapisan, perbedaan warna, mengambil gumpalan tanah untuk melihat struktur, tekstur, gumpalan bahan kasar (konkresi), selaput liat, mengiris perakaran, dan mengambil contoh tanah. Buku munsell soil colour chart

Sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah dan semua gejala karatan yang terdapat di dalam penampang.Botol semprot berisi air

Sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah dan semua gejala karatan yang terdapat di dalam penampang.

Meteran jahit

Untuk mengukur kedalamana horizon tanah.

Sabuk profil

Untuk dapat membedakan horizon yang satu dengan yang lainnya.

Form pengamatan

Untuk mencatat pengamatan yang diperoleh sebagai bahan untu membuat laporan.

Alat tulis

Untuk mencatat hasil pengamatan

Kamera

Untuk pengambilan dokumentasi/gambar hasil pengamatan penampang profil.Klinometer

Untuk melihat tingkat kelerengan lahan

Kompas

Sebagai penunjuk arah mata anginBahan

Air

Untuk membasahi tanah dalam konsistensi tanah basah.

Tanah

Sebagai objek pengamatan.

2.2.2 Deskripsi fisika tanah

Alat

Klinometer

Untuk mengukur sudut kemiringan lereng.

Buku panduan fieldtrip DIT

Untuk panduan fieldtrip

Buku catatan

Untuk mencatat hasil pengamatan.

Alat Tulis

Untuk mencatat hasil pengamatan.

Kamera

Untuk mengambil dokumentasi hasil.Bahan :

Lokasi pengamatan yang mencakup landuse, landcover, pengolahan tanah.2.2.3 Deskripsi biologi tanah

Alat Tali raffia

Untuk membuat batasan frame yang akan diamati.Alat tulis

Untuk mencatat hasil pengamatanFrame

Untuk menentukan vegetasi yang berada di lahan.

Kamera:

Untuk mengambil dokumentasi hasil pengamatan.

Pasak

Membuat batas frame yang akan diamati

Bahan Lokasi pengamatan yang mencakup keragaman vegetasi.

2.2.4 Deskripsi kimia tanah

Alat 1.Indikator universal

Untuk mengukur pH tanahFial film

Untuk tempat tanah yang akan diuji.

Aquades

Untuk larutan penentu PH.

Kamera

Untuk mengambil dokumentasi hasil pengamatan.Bahan

Tanah

Sebagai obyek pengamatan pH.

Daun yang kekurangan hara

Sebagai objek pengamatan defisiensi hara.

2.3 Langkah langkah pengamatan2.3.1 Deskripsi tanah (minipid/singkapan)

1. Pengamatan morfologi

Pengamatan morfologi hanya dilakukan pada pos 1. Setelah menyiapkan alat dan bahan hal pertama yang dilakukan adalah membuat minipid / singkapan dengan menggunakan sekop . Setelah itu, menentukan batas-batas horizon tanah pada singkapan tersebut dengan cara memukul-mukul tanah tersebut dengan pangkal pisau dan dirasakan perbedaan bunyi dari ketukan pada horizon tersebut. Setelah menentukan batas horizon, hal berikutnya yang dilakukan adalah mengambil sampel tanah masing-masing horizon dari bawah ke atas agar sampel tanah tidak tercampur. Lalu, analisa dan identifikasi warna tanah pada horizon dengan menggunakan Munsell Colour Chart, tekstur, struktur, dan konsistensi masing-masing horizon tersebut. Setelah itu catatlah hasil pengamatan dan dokumentasikan singkapan tersebut dengan terlebih dahulu menempelkan sabuk profil.

2. Pengamatan Fisiologi

Pengamatan fisiologi dilakukan pada pos 1. Setelah menyiapkan alat dan bahan, selanjutnya pengamatan dilakukan dengan klinometer, dimana proses pengoperasiannya adalah dengan cara mengambil dua anak yang memiliki tinggi yang sama lalu berdiri di lereng atas dan lereng bawah dengan posisi dapat ditarik satu garis lurus secara vertikal. Selanjutnya anak yang berada pada lereng atas membawa alat klinometer, lalu amati angka yang muncul pada alat tersebut, sebagai hasil dari kemiringan tempat.2.3.2 Deskripsi fisika tanah

Pada pengamatan fisika tanah hal pertama yang dilakukan ialah mengamati land use dan land cover lahan tersebut, selanjutnya menganalisa tekstur tanah dengan cara merasakan persentase perbandingan antara liat, pasir dan debu. Berikutnya mengamati konsistensi tanah dalam keadaan kering, basah dan lembap. Selanjutnya menentukan struktur tanah, lalu setelah hasilnya didapatkan catatlah hasil tersebut dan dokumentasikan.2.3.3 Deskripsi biologi

Aspek biologi diamati pada pos 2,3 dan 4 dengan cara membuat frame 50 x 50. Lalu letakkan pada permukaan lahan pada pos 2,3 dan 4 selanjutnya amatilah organisme dan ketebalan seresah yang ada di dalam frame tersebut dan amatilah keragaman serta kotoran cacing yang ada pada frame lalu setelah hasilnya didapatkan catatlah organisme apa saja yang terdapat di dalamnya lalu dokumentasikan.

2.3.4 Deskripsi Kimia

Pengamatan kimia dilakukan pada pos 2, 3 dan 4 dimana aspek yang dianalisa adalah ketersediaan N, P, K untuk tanaman di lahan tersebut, dan juga pH tanah di lahan tersebut, untuk pengamatan pH dilakukan di laboratorium dengan terlebih dahulu mengambil sampel tanah di lahan tersebut. Pengukuran pH dilakukan dengan menggnakan pH meter dengan cara mengeringkan tanah terlebih dahulu, kemudian menimbang tanah sebesar 10 gr, berikutnya masukkan tanah tersebut dan aquades 10 ml dalam fial film, kemudian kocok campuran tersebut selama 15 menit sampai homogen, lalu diamkan selama 15 menit agar tanah mengendap, kemudian uji air campuran tanah dengan pH meter dan jangan sampai alat mengenai endapan tanah.

3. KONDISI UMUM WILAYAH

Pelaksanaan fieldtrip dilakukan pada daerah Desa Torongrejo ,Kecamatan Junrejo Kota Batu. Daerah ini memililki daerah berlereng dan areal persawahan, dan memiliki kenampakan biofisik serta fisiologis yang berbeda antar pos.3.1 Kondisi Biofisik

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di daerah Desa Torongrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu secara keseluruhan didominasi oleh tanaman budidaya, di daerah fieldtrip tersebut terbagi atas beberapa pos, ada yang berlereng dan ada yang berada di daerah persawahan, pada daerah yang berlereng didominasi oleh tanaman hutan dan pada areal persawahan didominasi oleh tanaman bawang dan jagung.Tutupan Lahan

Pada lahan basah kami tidak menemui adanya tutupan lahan,namun pada lahan tada hujan adalah waru, lamtoro, kapuk, mahoni, durian, rumput gajah , kaliandra, kopi, dan jahe.

Tingkat Pengolahan Lahan

Tingkat pengolahan lahan pada daerah lahan Torongrejo memiliki variasi pada daerah lahan basah pengolahan lahannya untuk penggemburannya masih menggunakan teknik tradisional (pencangkulan) untuk pemupukannya adalah menggunakan pupuk NPK (pupuk kimia) karena itu pada tanaman di daerah basah tidak ditemukan adanya defisiensi unsur hara, dan penggunaan irigasi baik. Sedangkan pada daerah tadah hujan dibiarkan secara alami, tanpa pemupukan serta tidak menggunakan teknik irigasi karena hanya memanfaatkan hujan.

3.2 Kondisi fisiografis (lereng pada titik 1)

Pada lokasi praktikum lapang yang dilakukan di desa Torongrejo Kecamatan Junrejo Batu Malang didapatkan hasi l pengamatan fisiografis di titik 1 kondisi lereng curam,hal ini menyebabkan kemungkinan erosi kecil. Sehingga lahan tersebut cocok dijadikan sebagai lahan tegalan yang vegetasinya merupakan tanaman tahunan yang memiliki akar yang kuat. Kemiringan pada lereng di lahan titik 1 sebesar 17,5 dan 10%, data tersebut menunjukkan bahwa lahan dititik 1 ini tidak terlalu curam.

4.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Deskripsi

Fisiografis

Fisiografis adalah ilmu yang mempelajari tentang genesis dan evolusi landform. Fisiografi juga diartikan sebagai bentukan alam di permukaan bumi, baik didaratan maupun di bawah permukaan air, yang dibedakan berdasarkan proses-proses pembentukannya. Fisiografis tanah dalam praktikum kali ini, memiliki arah lereng 290 dari arah utara, dengan derajat kelerengan 17,5 % dan 10 O. Di sekitar lereng tersebut memiliki berbagai macam vegetasi, meliputi:

Tanaman kopi

Rumput gajah

Talas

Pisang

Lamtoro

Pohon buah naga

Pohon durian

Pohon nangka

Pohon kapuk

Diantara vegetasi tersebut terdapat tanaman utama yaitu d ibagian atas terdapat pohon kopi, di bagian tengah terdapat talas, dan di bagian bawah terdapat rumput gajah. Tidak seperti pada umumnya yang menganggap rumput gajah sebagai tanaman gulma, akan tetapi pada lahan tersebut rumput gajah merupakan tanaman budidaya, untuk dijadikan makanan ternak pada masyarakat sekitar.

Pada lahan tersebut pengolahan tanah sangat jarang dilakukan, sehingga kualitas tanah cukup bagus. Vegetasi utama yang terdapat pada lahan tersebut tumbuh secara alami tanpa diberi pupuk dan pestisida. Bibit yang tumbuh pada lahan tersebut berasal dari tumbuhan yang tumbuh pada lahan tersebut, sehingga jauh dari campur tangan manusia.

Morfologi Tanah

Morfologi tanah merupakan ilmu yang mengamati sifat tanah dalam berbagai lapisan tanah dan susunannya di dalam lapisan tersebut. Morfologi tanah berbeda dengan klasifikasi tanah dalam teori pedogenesis karena pembentukan tanaah bersifat dinamis dan tidak tetap sehingga berubah seiring waktu.

Pada pengamatan kali ini, kami menggunakan singkapan untuk mengamati profil tanah dengan ketinggian 1,2 meter. Pada saat melakukan penentuan lapisan tanah metode yang digunakan yaitu berdasarkan warna tanah dan kepadatan tanah. Pengamatan berdasarkan warna tanah dilakukan dengan cara mengamati warna tanah menggunakan mata telanjang, sedangkan jika berdasarkan kepadatan tanah dilakukan dengan cara mengetuk-ngetuk tanah menggunakan benda keras (misalnya : pisau lapang, batu, dsb). Berdasarkan warna tanah, horizon yang terbentuk 3 lapis, sedangkan berdasarkan kepadatan tanah, horizon yang terbentuk 6 lapis.

Berdasarkan warna tanah, tiga horizon yang terbentuk memiliki tebal lapisan yang berbeda-beda. Horizon tersebut meliputi A(44 cm) dan B(76 cm).

Berdasarkan kepadatan tanah horizon yang terbentuk terdapat 6 horizon. Keenam horizon tersebut memiliki tebal lapisan yang berbeda-beda.

Lapisan teratas/pertama memiliki tebal sebesar 12 cm (0 cm-12 cm) dengan tingkat peralihannya nyata, topografinya rata,bertekstur liat berdebu, berstruktur butir, konsistensi dalam keadaan lembab gembur sedangkan pada keadaan sangat lekat, plastisitasnya plastis. Lapisan kedua memiliki tebal 31 cm (12 cm- 43 cm) dengan tingkat peralihannya baur, topografinya tidak teratur, bertekstur lempung liat berpasir, berstruktur gumpal membulat, konsistensi dalam keadaan lembab gembur sedangkan pada keadaan basah agak lekat, plastisitasnya tidak plastis.Lapisan ketiga memiliki tebal 1 cm (43 cm-44 cm) dengan tingkat peralihannya berangsur, topografinya rata, bertekstur liat berpasir, berstruktur gumpal membulat, konsistensi dalam keadaan lembab agak teguh sedangkan pada keadaan basahlekat, plastisitasnya plastis.Lapisan keempat memiliki tebal 17 cm (44 cm- 61 cm) dengan tingkat peralihannya berangsur, topografinya rata, bertekstur liat, berstruktur gumpal membulat, konsistensi dalam keadaan lembab teguh sedangkan pada keadaan basahlekat, plastisitasnya plastis. Lapisan kelima memilik tebal 23 cm (61 cm- 84 cm) dengan tingkat peralihannya jelas, topografinya rata, bertekstur lempung liat berpasir, berstruktur gumpal bersudut, konsistensi dalam keadaan lembab agak teguh sedangkan pada keadaan basahlekat, plastisitasnya plastis.Lapisan keenam memiliki tebal 25 cm (84 cm- 109 cm) dengan tingkat peralihannya berangsur,topografinya rata,bertekstur liat, berstruktur gumpal bersudut, konsistensi dalam keadaan lembab teguh sedangkan pada keadaan basahlekat, plastisitasnya tidak plastis.4.2 Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah (pada semua titik)

Pengukuran Tingkat Erosi dan Sifat Fisik

Bentuk erosi terdapat 4 macam, yaitu erosi percikan, erosi alur, erosi selokan dan longsor. Hasil pengamataan menunjukkan bahwa tingkat erosi yang terjadi pada ke empat titik berbeda-beda. Pada titik pertama (pengamatan pedologi), erosi yang mungkin terjadi yaitu erosi percikan, hal ini dikarenakan pada lahan tersebut terdapat banyak pepohonan, seresah sertapermukaan tanah yang dibuat terasering.Ini menyebabkan aliran air terhambat, sehingga kemungkinan terjadinya erosi tingkat alur, selokan dan longsor sangat kecil. Pada pengamatan di titik pertama terdapat 2 horison, masing-masing horizon memiliki struktur, yaitu:

Horison A : Butir

Horison B : Gumpal bersudutPada titik ke dua (lahan tadah hujan), erosi yang mungkin terjadi yaitu erosi percikan, hal ini dikarenakan pada lahan tersebut terdapat banyak pepohonan, seresah sertapermukaan tanah yang dibuat terasering, ini menyebabkan aliran air terhambat, sehingga kemungkinan terjadinya erosi tingkat alur, selokan dan longsor sangat kecil. Padatitik ketiga (lahan basah) yaitu tanaman jagung, erosi yang mungkin terjadi adalah erosi percikan dan erosi alur. Sedangkan pada titik keempat (lahan basah) yaitu tanaman bawang merah, terjadi erosi percikan dan erosi alur, ini dikarenakan tanaman bawang memerlukan pengairan untuk pertumbuhannya serta menjaga kondisi tanah agar tetap gembur

Selain melakukan pengamatan terhadap tingkat erosi yang kemungkina terjadi, kami juga mengamati kondisi fisik pada masing- masing titik, yang meliputi tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah, permeabilitas tanah, draenase tanah dan pemadatan tanah.

Seperti halnya pada pengamatan tingkat erosi, pada pangamatan kondisi fisik juga mendapatkan hasil yang berbeda- beda pada setiap titik. Hal ini dikarenakan pada tiap titik mendapatkan tingkat pengolahan yeng berbeda-beda. Pada titik pertama dan kedua, tanah mendaptkan pengolahan yang lebih minim daripada pada tanah di titik ketiga dan keempat. Hal ini tentu mempengaruhi kondisi fisik pada tanah tersebut. Semakin sering tanah diolah, maka permeabilitasnya akan semakin rendah, sehingga draenase akan menjadi rendah pula. Begitu pula pemadatan tanah, semakin tanah sering diolah, maka tanah akan semakin padat. Bila dibandingkan dengan tanah yang jarang diolah, tanah yang sering diolah akan lebih padat daripada tanah yang jarang diolah. Tentunya, hal ini akan mempengaruhi sistem perakaran tanaman, semakin padat suatu tanah, maka akar tanaman akan semakin sulit menembus tanah, sehingga akar akan kesulitan untuk menyerap unsur hara.

Pada titik pertama (pengamatan pedologi), sifat tanah secara keseluruhan memiliki tekstur liat berpasir, berstruktur gumpal membulat, konsistensi dalam keadaan lembab gembur sedangkan pada keadaan basah dan plastisitasnya plastis.Dengan kondisi fisik seperti ini, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tanah mengalami pengolahan yang rendah, sehingga permeabilitasnya sedang, draenasenya sedang, dan kepadatan tanahnya rendah. Kondisi yang demikian merupakan kondisi yang dibutuhkan tanaman, karena sistem perakaran tanaman dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat menyerap unsur-unsur yang dibutuhkan.

Pada titik ke dua (lahan tadah hujan), sifat tanah bertekstur lempung liat berdebu, berstruktur remah, konsistensi dalam keadaan lembab gembur, jika dalam keadaan basah agak lekat, dan plastisitasnya agak plastis. Dengan kondisi fisik seperti ini, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tanah mengalami pengolahan yang rendah, sehingga permeabilitasnya sedang, draenasenya sedang, dan kepadatan tanahnya rendah. Kondisi yang demikian merupakan kondisi yang dibutuhkan tanaman, karena sistem perakaran tanaman dapat tumbuh dengan baiksehingga dapat menyerap unsur-unsur yang dibutuhkan.

Pada titik ketiga (lahan basah) yaitu tanaman budidaya jagung, sifat tanah bertekstur lempung liat berpasir, berstruktur gumpal membulat, konsistensi dalam keadaan lembab teguh, jika dalam keadaan basah sangat lekat, dan plastisitasnya agak plastis. Dengan kondisi fisik seperti ini, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tanah mengalami pengolahan yang cukup tinggi, sehingga permeabilitasnya lambat, draenasenya lambat, dan kepadatan tanahnya tinggi. Kondisi yang demikian merupakan kondisi yang kurang sesuai untuk tanaman (terutama tanaman tahunan), karena sistem parakaran tanaman kurang dapat tumbuh dengan baik. Pada titik keempat (lahan basah) yaitu tanaman budidaya bawang merah, sifat tanah bertekstur liat berdebu, berstruktur gumpal bersudut, konsistensi dalam keadaan basah lekat, dan plastisitasnya sangat plastis. Tanah tersebut memiliki sifat yang gembur, sehingga permeabilitasnya cepat, draenasi baik dan pemadatan tanah rendahPengukuran Biodiversitas

Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan, baik tingkatan gen, tingkatan spesies, maupun tingkatan ekosistem.Biodiversitas merupakan salah satu indikator kualitas suatu tanah, semakin tinggi biodiversitas suatu area, maka tanah tersebut semakin kaya akan unsur hara dan bahan organik.

Pada titik pertama (pengamatan pedologi), hanya melakukan pengamatan terhadap morfologi sama fisiografis dan tidak melakukan pengamatan terhadap biodiversitas. Tanaman utama yang terdapat pada titik pertama meliputi, rumput gajah, kopi dan talas.

Pada titik ke dua (lahan tadah hujan), biodiversitasnya cukup tinggi. Tanaman yang tumbuh pada lahan tersebut meliputi lamtoro (legume), kaliandra, pohon waru, kopi, jahe dan rumput gajah,, pohon kapuk, pohon pisang, pohon durian, ketela pohon, pohon buah naga, mahoni dan pohon nangka. Makroorganisme yang ditemukan meliputi cacing, semut, rayap., laba-laba dan ular. Keanekaragaman ini dikarenakan tanah di lahan tersebut memiliki kondisi yang sesuai untuk prtumbuhan makroorganisme termasuk cacing (hanya dapat tumbuh pada kondisi tanah yang kelembabannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Selain itu, tanah pada lahan tersebut memiliki bahan- bahan makanan yang dibutuhkan oleh makroorganisme.

Pada titik ketiga (lahan basah) yaitu tanaman jagung, terdapat tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan tersebut yaitu jagung, lamtoro(kecil) , sawi(kecil) , dan rumput teki (kecil). Tidak seperti halnya pada titik pertama dan kedua yang ditemukan cacing, pada titik ketiga tidak ditemukan cacing maupun kascing. Hal ini dikarenakan tanah tersebut selalu dioalah sehingga peluang munculnya cacing akan sangat kecil.Makrooorganisme yang ditemukan pada lahan ini meliputi semut, laba-laba, kelabang dan siput.

Pada titik keempat (lahan basah) yaitu tanaman bawang merah, tumbuhan yang ditemukan hanya tanaman bawang merah, tidak terdapat begetasi jenis lainnya. Makroorganismeyang ditemukan meliputi ulat gagak. Pada titik keempat tidak ditemukan cacing, seperti halnya pada titik ketiga, hal ini dikarenakan pada lahan tersebut selalu dialiri air, sedangkan cacing tidak akan tumbuh pada lahan yang terlalu banyak mengandung air. Cacing hanya akan tumbuh pada kondisi yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Begitu juga tingkat kelembaban tanah tersebut, cacing hanya akan tumbuh pada kondisi kelembaban tanah.

Pengukuran pH dan Defisiensi Hara

Dari hasil pengukuran pH sampel tanah yang dilakukan di laboratorium maka didapat pH tanah 6,487. Dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut bersifat asam karena pH tanah dibawah 7. Sementara itu untuk defisiensi hara ditemukan pada Jagung, Cabai dan Tanaman Y dapat dilihat pada tabel berikut:No.Nama TanamanGejalaKelebihan / Kekurangan Unsur

1.CabaiPada tepi daun berwarna kunng dan daun kerdil.Kekurangan unsur K.

2.JagungTerdapat warna kuning pada tepi daunKekurangan unsur K

3.Tumbuhan YTepi daun berwarna kuningKekurangan unsur K

4.3 Perbandingan Kondisi Biofisik Lahan terhadap Sifat Fisika Tanah (Tingkat Erosi), Kimia Tanah (Kesuburan), dan Biologi Tanah (Biodiversitas) pada Lahan Tadah Hujan dan Lahan Musiman.

Pengamatan di lapang menunjukkan perbedaan yang mencolok antara lahan tadah hujan dan lahan musiman. Hal ini dikarenakan berbedanya penggunaan lahan. Tadah hujan dijadikan agroforestry dan lahan musiman dijadikan areal persawahan.

Lahan tadah hujan dalam area pengamatan berupa tanah berlereng yang menjadi agroforestry. Tanah berlereng dengan sudut kisaran 10o menyebabkan erosi yang umum terjadi adalah erosi percikan. Lahan tadah hujan juga memiliki biodiversitas tinggi yang tampak dari beragamnya vegetasi dan biota tanah. Vegetasi didominasi oleh tanaman liar, namun diselingi tanaman mahoni, kopi, dan buah naga. Banyaknya variasi tanaman mengindikasikan suburnya tanah dan juga menjadikan tebalnya seresah akibat daun dan ranting yang berguguran.

Untuk lahan musiman, area pengamatan merupakan lahan persawahan bersistem irigasi baik. Pemberian pupuk,pencangkulan, dan baiknya irigasi menyebabkan tingginya kesuburan tanah. Berbeda dengan lahan tadah hujan, lahan musiman diperkirakan dahulu berupa lereng namun telah diubah menjadi lahan terasering. Penggunaan lahan sebagai areal persawahan menjadikan jagung dan bawang sebagai komoditas utama diselingi cabe dan sawi. Lahan pertanian tampak monokultur menyebabkan minimnya biodiversitas di lahan. Hal ini terbukti dari minimnya biota tanah dan variasi vegetasi pada lahan.

4.4 Perbandingan Kondisi Biofisik Lahan terhadap Sifat Fisika Tanah (Tingkat Erosi), Kimia Tanah (Kesuburan), dan Biologi Tanah (Biodiversitas) pada Lahan Komoditas Pangan dan Non Pangan

Bedasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada lahan pertanian di desa Torongrejo kecamatan Junrejo terdapat dua jenis lahan, yaitu lahan pangan dan lahan non pangan. Lahan pangan di daerah tersebut termasuk ke dalam jenis lahan basah atau wetland. Lahan basah adalah merupakan wilayah di mana tananhnya jenuh dengan air, biasanya untuk tanaman musiman seperti tanaman padi dan tanaman bawang. Wilayah tersebut biasanya tergenangi oleh air yang dangkal. Pada hasil pengamatan, di lahan pangan (lahan basah) tidak banyak di temukan adanya organisme yang hidup didalam tanah. Hanya ada beberapa ulat gagak yang gidup di permukaan tanah. Hal tersebut terjadi karena organisme tidak bisa bertahan hidup pada daerah yang kondisinya terlalu basah atau jenuh air, misalnya seperti cacing. Namun di sisi yang lain banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan diubah menjadi lahan-lahan pertanian (persawahan). Pada lahan basah presentasi terjadinya erosi lebih kecil, karena lahan basah memiliki lahan yang datar. Namun saat curah hujan tinggi biasanya sebagian tanah di permukaan terkikis oleh aliran air hujan yang mengalir.

Lahan non pangan biasanya termasuk lahan kering, biasanya terdapat di dataran tinggi dan memiliki kemiringan lereng tertentu. Kondisi itulah yang menyebabkan presentasi terjadinya erosi lebih tinggi dari lahan pangan (lahan basah). Erosi yang biasa terjadi yaitu erosi percikan, namun kemungkinan terjadinya erosi rendah karena tanah yang ada di lahan non pangan atau kering diikat oleh akar-akar tanaman. Di lahan non pangan memiliki biodiversitas yang tinggi karena lingkungannya memiliki suasana yang cocok untuk tempat hidup berbgi orgnisme. Berdasarkan hasil pengamatan, di lahan agroforesti terdapat banyak terdapat organisme kecil seperti semut dan lain sebagainya serta ditemukan beberapa kascing (kotoran cacing) yang menandakan bahwa di lahan tersebut terdapat cacing. Dilihat dari biodiversitas yang beragam, tanah di lahan kering bisa digolongkan sebagai tanah yang subur. Karena aktivitas dari organisme yang ada di tanah bisa meningkatkan porositas tanah dan menggemburkan tanah.5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan yang kami lakukan pada aspek fisiologi, lahan tadah hujan adalah lahan lereng dengan kemiringan 17,5% dan derajat kemiringan 100 . Sementara itu untuk arah kelerengan lahan ialah 290o dari arah utara.

Sementara itu dari aspek marfologi, bila diamati dari kenampakan horizonnya, tanah tersebut digolongkan tanah berkembang dan kandungan bahan organiknya mencukupi.

Diinjau dari semua aspek fisika,tanah di lokasi tersebut cocok untuk lahan pertanian,hal ini dibuktikan dengan tanaman di atasnya tumbuh dengan subur.

Dari hasil pengamatan biodiversitas, di lahan tadah hujan ditemukan organisme seperti semut, rayap, dan ular. Sementara itu di lahan basah ditemukan ulat bawang, semut, kelabang, laba-laba dan keong.

Untuk aspek kimia, dari hasil pengujian di laboratorium, sampel tanah memiliki pH 6,487 jadi termasuk asam sementara itu defisiensi hara tidak ditemukan.

Setelah dianalisa,pada lahan tadah hujan tingkat biodiversitas dan tingkat kesuburanya tinggi dan lahannya tidak diolah oleh manusia dan sering terjadi erosi percikan.Sedangkan lahan basah berbentuk terasering dan sistem irigasi baik serta pengelolan tanah dengan pencangkulan dan pemupukan .Untuk biodiversitasnya tergolong rendah karna menerapkan sistem monokultur.

5.2 Saran

Secara keseluruhan pelaksanaan sudah baik,tapi kalau bisa angkotnya tolong dikoordinir,usahakan pergantian posnya lebih diefisienkan lagi.

19 |DIT