laporan HACCP

23
LAPORAN TETAP HIGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) Oleh Kelompok VIII Prima Septika Dewi 05081007037 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Transcript of laporan HACCP

Page 1: laporan HACCP

LAPORAN TETAP

HIGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

Oleh

Kelompok VIII

Prima Septika Dewi

05081007037

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2011

Page 2: laporan HACCP

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang semakin cepat mendorong masyarakat bergerak

dengan cepat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, khususnya pada produk

pangan. Masalah yang ditimbulkan dalam tantangan era teknologi adalah bagaimana

memperoleh produk pertanian yang secara ekonomis layak, secara teknis mungkin

diprodukrif, secara sosial didinginkan oleh komsumen, dan secara ekologis sehat

tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan.

Semakin meningkatnya tuntutan konsumen akan keamanan makanan yang

akan mereka santap, maka perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi dan

menganalisis HACCP dalam proses pengolahan makanan. Banyaknya usaha kecil

dan menengah di bidang pengadaan makanan seperti catering, kantin, warung makan,

lesehan di pinggir jalan dan di kaki lima yang kurang terdidik dalam masalah

keamanan makanan dapat mengakibatkan timbulnya kasus-kasus keracunan makanan

yang beberapa bulan terakhir ini banyak terjadi di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya

upaya untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada para pelaku di bidang

pengadaan makanan. Salah satu cara yang digunakan untuk pendekatan adalah

melalui pemberian tugas kepada mahasiswa mengenai analisa HACCP pada

beberapa usaha pengadaan makanan.

Banyaknya kejadian keracunan yang disebabkan korban mengonsumsi

produk-produk katering yang tidak terdaftar atau industri rumah tangga disebabkan

oleh tidak adanya kesiapan industri rumah tangga untuk menerima pesanan dalam

jumlah besar. Dari pengalaman yang ada, yang sering keracunan adalah yang

memesan dari katering level bawah, karena terjadi kontaminasi silang. Oleh karena

itu perlu adanya pengawasan preventif dan penindakan. Salah satu hal yang paling

penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan keamanan pangan untuk

konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka harus tahu dan

memahami bahwa penyakit karena pangan disebabkan oleh bahaya kimia, bahaya

biologi, bahaya fisik, dan mana makanan yang bebas bahaya.

Page 3: laporan HACCP

Untuk mencegah terjadinya kasus keracunan makanan yang semakin marak

terjadi diperlukan sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan tiga jejaring,

yaitu Food Intelligence, yang mengkaji risiko keamanan pangan; Food Safety

Control, yang mengawasi keamanan pangan; dan Food Safety Promotion, yang

mengkomunikasikan keamanan pangan. Food Intelligence adalah jejaring yang

menghimpun informasi kegiatan pengkajian risiko keamanan pangan dari lembaga

terkait (data surveilan, inspeksi, riset keamanan pangan, dsb). Food Safety Control

adalah jejaring kerja sama antar lembaga dalam kegiatan yang terkait dengan

pengawasan keamanan pangan (standardisasi dan legislasi pangan, inspeksi dan

sertifikasi pangan, pengujian laboratorium, ekspor-impor, dan sebagainya). Food

Safety Promotion adalah jejaring keamanan pangan, meliputi pengembangan bahan

promosi (poster, brosur) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan

keamanan pangan untuk industri pangan, pengawas keamanan pangan, dan

konsumen.

B. Tujuan

Mengetahui titik kritis proses produksi pangan yang menggunakan metode

HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point) untuk berbagai proses produksi

produk pangan, khususnya pangan tradisional.

Page 4: laporan HACCP

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Lele

Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah

dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki kumis

yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya (Anonim, 2004)

Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang

tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya di sungai

dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.

Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan

pembuangan (Anonim, 2004)

Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam

hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap.

Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan (Anonim, 2004). Banyak jenis

lele yang merupakan ikan konsumsi yang disukai orang. Sebagian jenis lele telah

dibiakkan orang, namun kebanyakan spesiesnya ditangkap dari populasi liar di alam.

Lele dumbo yang populer sebagai ikan ternak, sebetulnya adalah jenis asing yang

didatangkan (diintroduksi) dari Afrika.

Lele dikembangbiakkan di Indonesia untuk konsumsi dan juga untuk menjaga

kualitas air yang tercemar. Seringkali lele ditaruh di tempat-tempat yang tercemar

karena bisa menghilangkan kotoran-kotoran. Lele yang ditaruh di tempat-tempat

yang kotor harus diberok dulu istilahnya sebelum siap untuk dikonsumsi. Diberok itu

ialah maksudnya dipelihara pada air yang mengalir selama beberapa hari dengan

maksud untuk membersihkannya(Anonim, 2004)

B. Ikan Mujair

Mujair adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Penyebaran alami ikan ini

adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Pak Mujair di

muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski

Page 5: laporan HACCP

masih menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan

Blitar, tak urung ikan tersebut dinamai ‘mujair’ untuk mengenang sang penemu.

Nama ilmiahnya adalah Oreochromis mossambicus, dan dalam bahasa Inggris

dikenal sebagai Mozambique tilapia, atau kadang-kadang secara tidak tepat disebut

Java tilapia (Anonim, 2005)

Mujair juga sangat peridi. Ikan ini mulai berbiak pada umur sekitar 3 bulan,

dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan sekali. Setiap kalinya, puluhan butir

telur yang telah dibuahi akan dierami dalam mulut induk betina, yang memerlukan

waktu sekitar seminggu hingga menetas. Hingga beberapa hari setelahnya pun mulut

ini tetap menjadi tempat perlindungan anak-anak ikan yang masih kecil, sampai

anak-anak ini disapih induknya. Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja,

populasi ikan ini dapat meningkat sangat pesat. Apalagi mujair cukup mudah

beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan

makanan(Anonim, 2005)

C. Ikan Nila

Ikan Nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari

Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-

kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah

Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia

(Anonim, 2009).

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh

memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari

Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-

negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang

beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik Ikan nila disukai oleh berbagai

bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Bibit ikan

didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini

disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia

yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan(Anonim, 2009)

Page 6: laporan HACCP

Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi

manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya

dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila dan

mujair tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.

Nilai kurang bagi ikan ini sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam

lemak omega-6 yang tinggi sementara asam lemak omega-3 yang rendah. Komposisi

ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit yang berkait dengan peredaran

darah (Anonim, 2009)

D. Ikan Patin

Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkembang pada tahun

1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit.

Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan Patin Siam hanya bisa

dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce

breeding).

Pematangan gonad ikan patin dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan

kolam ukuran 100 m2, keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian

kolam; isi air setinggi 50 – 70 cm dan alirkan secara kontinyu, masukan 100 ekor

induk ukuran 3 – 5 kg, beri pakan tambahan berupa pellet tenggelam sebanyak 3

persen/hari. Pematangan gonad ikan patin juga bisa dilakukan di bak. Caranya,

siapkan bak tembok ukuran panjang 8 m, lebar 4 m dan tinggi 1 m, keringkan selama

2 – 4 hari, isi air setinggi 60 – 80 cm dan alirkan secara kontinyu, masukan 50 ekor

induk, beri pakan tambahan (pelet) sebanyak 3 persen/hari. Catatan induk jantan dan

betina dipelihara terpisah.

E. Air

Air menjadi sumber kehidupan utama bagi segenap makhluk di muka bumi.

selain laut dan danau, sungai menjadi salah satu tempat air berada dan mengalir.

Dengan demikian maka sungai menjadi unsur alam yang paling penting bagi segenap

kehidupan. (Subiyakto, 2009).

Page 7: laporan HACCP

Kualitas air dapat dinilai dengan cara melihat kondisi sungai,lingkungan di

sekitarnya dan makroinvertebrata yang hidup di dalamnya, memang lebih mudah

dibandingkan dengan uji lainnya. perlu memperoleh pelatihan singkat untuk

memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya, proses pelaksanaannya agar data

yang diperoleh lebih dapat dipercaya, dan menentukan langkah-langkah selanjutnya

yang harus dilakukan.

Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia

dan hewan. Bakteri ini adalah gram negative, bergerak, berbentuk batang, bersifat

fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotype

tertentu bersifat entropathogenic dan dikenal sebagai penyebab diare pada orang

dewasa. Organisme ini berbeda di dapur dan tempat-tempat persiapan bahan pangan

melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan yan telah dimasak melalui

tangan, permukaan alat-alat, tempat-tempat masakkan dan peralatan lainnya. Masa

inkubasi adalah 1-3 hari dan gejala-gejala menyerupai gejala-gejala keracunan bahan

pangan yang tercemar demam, dingin, sakit kepala, kejang perut, dan diare berair

atau disentri (Amin, 1999).

F. Kayu Bakar

Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu, dapat berupa

serbuk gergaji, serabut kelapa, merang, ampas tebu, dan lain sebagainya (kayu

bakau, kayu bekas kotak kemasan, serbuk akasia, dan serbuk mangga). Jenis kayu

yang dipakai untuk pengasapan adalah kayu yang lambat terbakar, banyak

mengandung senyawa-senyawa yang mudah terbakar, dan menghasilkan asam.

Adapun kayu yang baik adalah yang keras, murah, dan mudah didapat. Jenis dan

kondisi kayu juga menentukan jumlah asap yang dihasilkan. Asap yang dihasilkan

dari pembakaran kayu keras, seperti kayu bakau, rasamala, serbuk dan serutan kayu

jati serta tempurung kelapa akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan

dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya, kayu keras akan menghasilkan aroma

yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung

senyawa asam dibandingkan kayu lunak.

Page 8: laporan HACCP

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan di Toko Ikan Sale ”Cek Erna” yang berlokasi di

Musi Dua Kamis, tanggal 13 April 2011 pukul 13.00 s.d selesai.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) air, 2) ikan, 3) kayu

bakar.

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) baskom, 2) pisau, 3)

tungku, 4) perekam suara.

C. Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum ini yaitu

1. Setiap kelompok akan mengamati jenis pangan yang telah ditentukan.

2. Produk di identifikasi secara menyeluruh meliputi nama produk, komposisi,

karakteristik, umur simpan, konsumen, komsumsi, dan cara pengolahan.

3. Divertifikasi bagan alir sebagai acuan dalam penetapan langkah-langkah

penerapan prinsip HACCP.

4. Dilaksanakan analisa identifikasi resiko bahaya terhadap produk (dibuat dalam

bentuk tabel dan penjelasan)

5. Diidentifikasi bahaya berdasarkan tiap-tiap proses.

6. Hasil analsisa digunakan untuk ditetapkannya titik-titik kendali kritis.

Page 9: laporan HACCP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan ikan yang dapat dilakukan

dengan peralatan yang sederhana dan mudah didapat serta murah harganya. lkan

yang diolah dengan cara pengasapan dapat menjadi awet disebabkan oleh beberapa

faktor; diantaranya berkurangnya kadar air ikan sampai di bawah 40 persen, adanya

senyawa-senyawa di dalam asam kayu yang menghambat pertumbuhan

mikroorganlsme pembusuk, dan terjadinya koagulasi protein pada permukaan ikan

yang mengakibatkan jaringan pengikat menjadi lebih kuat dan kompak sehingga

tahan terhadap serangan mikroorganisme. Senyawa-senyawa antimikroba yang

terdapat di dalam asap kayu misalnya berbagai macam aldehida, alkohol, keton,

asam dan sebagainya. Pengasapan juga dapat memperbaiki penampakan ikan karena

permukaan ikan menjadi mengkilat. Ikan asap yang bermutu tinggi dapat dihasilkan

dengan menggunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung

kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung

senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.

Proses pengasapan yang dilakukan di toko ikan sale “Cek Erna”

menggunakan sara pengasapan tradisional. Ikan yang telah disiang dan dibersihkan

kemuadian dicuci dilakukan preparasi dengan pengeringan yang bertujuan untuk

menghilangkan air pencucian. Kemudian ikan-ikan tersebut disusun dalam rak

pengasapan yang dialiri oleh asap yang berasal dari pembakaran kayu bakar. Kayu

yang digunakan dalam proses pengasapan merupakan jenis kayu keras.

Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban

udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan

dipanasi, maka beratnya kan menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara

ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melewati ikan-ikan

didalamnya. Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi

bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam

Page 10: laporan HACCP

keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat

untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.

Pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas

pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana

permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan

asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu

dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu

yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan

akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga

kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.

Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing bersifat

bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat

fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada

permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan

kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap

juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan 4 karbon

dioksida. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh

senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi 1 fenol) dan senyawa

karbonil, sedangkan kombinasi fenol dan formaldehid membentuk lapisan damar

sehingga produk yang diawetkan menjadi mengkilat. Panas dari pembakaran juga

membunuh mikroba dan menurunkan kadar air. 

Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda

komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada

umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya

kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan

kayu lunak (Girard, 1992) Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan

makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan

Darmadji, dkk (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa

menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil

11,3 %, dan asam 10,2 %.

Page 11: laporan HACCP

V. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari hasil kunjungan ketempat pembuatan ikan sale adalah

sebagai berikut :

1. Ikan salai adalah salah satu cara pengawetan makanan terutama ikan dan daging.

2. Ikan salai dibuat dengan cara pengasapan ikan dengan menggunakan asap yang

dihasilkan dari kayu bakar.

3. Kayu bakar yang digunakan dalam pembuatan ikan salai merupakan jenis kayu

keras.

4. Kandungan fenol dan senyawa lain pada kayu keras yang digunakan

memepengaruhi rasa, aroma dan penampakan dari ikan salai yang dihasilkan.

5. Pembuatan ikan salai memiliki titik kritis yaitu pada saat penyajian, jika ikan

langsung dikonsumsi tanpa pemasakan kembali.

Page 12: laporan HACCP

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Lele. (online) (http//. id.wikipedia.org. diakses 01-5-2011).

Anonim. 2005. Ikan Mujair. (online) (http//. id. wikipedia.net. diakses 1-05-2011).

Anonim. 2009. Ikan nila. (online) (http//. id.wikipedia.org. diakses 14-11-2011).

Anonim. 2010. Pengasapan Ikan. (online). (http://ayu1508. wordpress.com/2010/05/10/pengasapan-ikan/ diakses 01-05-2011).

Anonim. 2009. Pengawetan dengan teknik pengasapan. (online). (http://am3thystx.blogspot.com/2009/01/pengawetan-dengan-teknik-pengasapan.html diakses 01-05-2011).

Widyani,R dan Tety Suciaty. 2009. Prinsip Pengawetan Pangan. (online). (http://politeknikketapang.blogspot.com/2009/03/pengasapan.html?zx=272ae461b80454ab diakses 01-05-2011).

Syarief, Rizal. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Pt Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Wooton, Edwards. 2008. Ilmu Pangan. Departemen of education and culture. Jakarta.

Page 13: laporan HACCP

LAMPIRAN

Tabel 1. Identifikasi produk

Nama

Produk

Komposisi Cara Pengolahan Karakteristik Umur

Simpan

Ikan Sale

Cek Erna

Ikan Patin, Ikan

baung Sungai,

Ikan baung laut,

Ikan lambak,

Ikan Lele, Ikan

lais

Ikan disiang dan

dibersihkan, dibuang

isi perutnya dan

dicuci dengan

menggunakan air

bersih. Ikan dibelah

menjadi 2 jika

ukurannya besar dan

dibiarkan utuh jika

ukurannya kecil. Ikan

dialaikan dalam

panggangan dengan

api kecil. Pengalaian

ikan dilakukan

selama satu hari satu

malam. Pengalaian

dilakukan dengan

kayu yang keras

bukan kayu apung.

Ikan yang sudah

dialaikan kemudian

disimpan pada suhu

ruang dan kering.

Tidak ditambahkan

bumbu pada proses

pembuatan ikan sale

Warna coklat

terbakar, aroma

asap, bentuk

ikan utuh atau

dibelah, rasa

hambar.

Satu bulan

Page 14: laporan HACCP

Penerimaan air

Penyimpanan dan penjualan

Pencucian ikan

Penyiangan dan pembelahan ikan

Pengasapan ikan

Penerimaan ikan

2. Diagram Alir Proses Pengolahan

Sisik ikan, jeroan dan insang dibersihkan

Air bersih

Kayu bakar, panggangan Satu hari satu malam

Lampiran 1

Tabel 2. Identifikasi Resiko Bahaya

Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

Bahaya A -

Bahaya B Adanya bahaya fisik dan biologis dari bahan utama (ikan).

Bahaya C -

Bahaya D Penyimpanan pada suhu ruang tanpa ditutup membuat

produk dapat terkontaminasi bahaya fisik,kimia dan

mikrobiologis

Bahaya E Pengemasan dilakukan saat penjualan sehingga

kontaminan dapat masuk melalui tangan pedagang atau

konsumen

Bahaya F -

Page 15: laporan HACCP

Lampiran 2

Kategori resiko bahaya adalah III dengan karakteristik mengandung 3

diantara karakteristik bahaya dari B-F

Tabel 3. Identifikasi Bahaya

Identifikasi Bahaya

Ikan

Jenis Bahaya Bahaya B Bahaya D Bahaya E

Sebab Bahaya Ikan mengandung bakteri salmonella

Penyimpanan dilakukan diruang terbuka

Proses penjualan dapat terjadi kontaminasi dari tangan pedagang

Bahaya Potensial Biologis Biologis Biologis

Kategori Bahaya Food safety Food safety Food safety

Signifikan Bahaya Potensial

Yes Yes Yes

Alasan timbulnya Bahaya

Dapat mengakibatkan kontaminasi yang menyebabkan sakit perut

Dapat mengakibatkan kontaminasi yang menyebabkan sakit perut

Dapat mengakibatkan kontaminasi yang menyebabkan sakit perut

Upaya Pencegahan

Pembinaan pada pembuat/penjual melakukan proses preparasi bahan dengan benar

Pelatihan kepada penjual tentang proses penympanan

Penyuluhan tentang cara kemas yang baik

Lampiran 3

Tabel 4. CCP

Nama ProdukCCP

Bahan mentah Komposisi/formulasi

Ikan Sale Bukan CCP CCP