Laporan Lengkap Fito II

83
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN LENGKAP FITOKIMIA II Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak n-Heksan Daun kamboja (Plumeria acuminata) Laporan Lengkap Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir praktikum Fitokimia II Menyetujui, Koordinator Praktikum Fitokimia II Asisten Pembimbing

Transcript of Laporan Lengkap Fito II

Page 1: Laporan Lengkap Fito II

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP

FITOKIMIA II

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia

Ekstrak n-Heksan Daun kamboja (Plumeria acuminata)

Laporan Lengkap

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir praktikum

Fitokimia II

Menyetujui,

Koordinator Praktikum Fitokimia II Asisten Pembimbing

Ahmad Najib,S.Si.,M.Far m .,Apt. Wisdawati, S.Si., Apt

Page 2: Laporan Lengkap Fito II

LAPORAN LENGKAP

FITOKIMIA II

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia

Ekstrak n-Heksan Daun kamboja (Plumeria acuminata)

OLEH :

KELOMPOK III

KELAS L1

Pembimbing :

Wisdawati, S.Si., Apt

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2011

Page 3: Laporan Lengkap Fito II

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan masalah

C.Maksud dan Tujuan Praktikum

D.Prinsip Praktikum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Bahan

a. Sampel

1. Klasifikasi tumbuhan

2. Morfologi tumbuhan

3. Ekologi tumbuhan

4. Nama daerah

5. Kandungan kimia

6. Penggunaan atau Khasiat

Page 4: Laporan Lengkap Fito II

B. Metode isolasi bahan alam

1. Tujuan isolasi

2. Jenis-jenis metode isolasi

C. Kristalisasi

1. Pengertian

2. Metode penguapan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi

D. KLT dua dimensi dan multi eluen

1. Dua dimensi

2. Multi eluen

E. Penampakan bercak pada KLT

1. Lampu UV

2. Pereaksi KLT

F. Karakteristik dengan spektroskopi

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang dipakai

2. Bahan-bahan yang digunakan

B. Prosedur kerja

1. Identifikasi simplisia

2. Kromatografi kolom

3. Kromatografi cair vakum

4. KLTP

5. Kristalisai

Page 5: Laporan Lengkap Fito II

6. KLT dua dimensi dan multi eluen

7. Penampakan bercak pada KLT

a. Lampu UV

b. Pereaksi KLT

8. Karakteristik dengan spektroskopi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

B. Pembahasan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Page 6: Laporan Lengkap Fito II

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan Kehadirat Allah SWT karena

atas berkat rahmat dan hidayahNya jualah sehingga laporan lengkap

praktikum Fitokimia Lanjutan dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun sebagai tugas yang harus dipenuhi dalam

mengikuti praktikum Fitokimia II semester akhir 20011/2012 dan

merupakan salah satu rangkaian kegiatan akademik di jurusan Farmasi,

Universitas Muslim Indonesia.

Terwujudnya laporan ini berkat bantuan dari semua pihak antara

lain Dosen, Asisten, terutama K'Wisda selaku asisten pembimbing

kelompok III yang telah meluangkan waktu membimbing kami dalam

praktikum sehingga selesainya laporan ini disusun.

Pada penyusunan laporan ini saya menyadari bahwa di dalamnya

masih terdapat kekurangan yang merupakan keterbatasan saya sebagai

manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu

dengan rasa rendah hati saya mengharapkan kepada pembaca agar

memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan

laporan berikutnya.

Demikianlah semoga laporan ini bermanfaat bagi dunia ilmu

pengetahuan di bidang Farmasi, khususnya Fitokimia.

Makassar, Mei 2011

Page 7: Laporan Lengkap Fito II

Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia

Ekstrak n-Heksan Daun kamboja (Plumeria acuminata)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal abad XXI, perkembangan farmakognosi mulai terarah

pada penggunaan bahan aktif yang terdapat pada tanaman obat sebagai

prototipe untuk kemudian dibuat bahan kimia yang sama strukturnya

dengan senyawa yang berkhasiat obat tersebut sehingga pembuatan obat

tidak harus menguras banyak sumber daya alam. Senyawa aktif tersebut

disebut sebagai Lead Compound.

Pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam

telah sangat berkembang hingga saat ini, dan sangat menarik minat

masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan bahan-bahan

alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

dengan obat-obat sintesis.

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari kandungan kimia dari

bahan alam yang mempunyai khasiat obat. Bahan alam meliputi

tumbuhan, hewan, mineral, serta biota laut. Bahan alam tersebut

mengandung beberapa komponen kimia yang dapat digunakan bagi

kehidupan manusia terutama digunakan sebagai obat. Obat yang berasal

dari bahan alam dikenal luas sebagai obat tradisional.

Page 8: Laporan Lengkap Fito II

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain

berupa bahan yang telah dikeringkan. Penyiapan simplisia merupakan

satu proses memperoleh simplisia dari alam yang meliputi tahap-tahap

pengumpulan (panen), pencucian dan sortasi, pengeringan dan sortasi

kering, pewadahan dan pengepakan.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yaitu bagaimana cara memperoleh

senyawa tunggal dari suatu sampel ekstrak n-eter daun Kamboja

Plumeria acuminata) dengan menggunakan metode isolasi kromatografi

kolom, kromatografi cair vakum, kromatografi Preparatif, Kromatografi

multi eluen dan dua dimensi, dan Pemurnian dengan kristalisasi.

C. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara mengisolasi dan mengidentifikasi

komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak eter Daun kamboja

(Plumeria acuminata) dengan menggunakan metode yang sesuai.

D. Tujuan Praktikum

Mengisolasi komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak eter

Daun kamboja (Plumeria acuminata) dengan menggunakan metode

kromatografi kolom, kromatografi cair vakum, kromatografi Preparatif,

Kromatografi multi eluen dan dua dimensi, dan kristalisasi dan

mengidentifikasinya dengan menggunakan pereaksi spesifik.

Page 9: Laporan Lengkap Fito II

E. Prinsip Praktikum

1. Prinsip Identifikasi KLT

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang berdasarkan

prinsip partisi dan absorpsi secara selektif, komponen kimia bergerak

naik mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben

terhadap komponen kimia tidak sama maka komponen dapat bergerak

dengan kecepatan yang berbeda. hal ini yang menyebabkan terjadinya

pemisahan.

2. Prinsip Metode Isolasi

a. Kromatografi Lapis Tipis

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang

berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi secara selektif, komponen

kimia bergerak naik mengikuti cairan pengembang karena daya

serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama

maka komponen dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda

dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

b. Kromatografi Kolom

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang

berdasarkan prinsip partisi dan absorpsi secara selektif, komponen

kimia bergerak berdasarkan pengaruh gaya grafitasi mengikuti

cairan pengembang karena daya serap adsorben terhadap

komponen-komponen kimia tidak sama, maka akan terjadi

pemisahan berdasarkan tingkat kepolaran yang akan ditampung

dalam vial sebagai suatu fraksi.

Page 10: Laporan Lengkap Fito II

c. Kromatografi Kolom cair vakum

Terjadi peristiwa adsorbsi dan partisi yang dipercepat

dengan bantuan pompa vakum dan tekanan rendah yang

mempercepat aliran fase gerak.

d. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang

berdasarkan prinsip partisi dan absorpsi secara selektif, komponen

kimia bergerak naik mengikuti cairan pengembang karena daya

serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama

maka komponen dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda

dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan, di mana

lempeng yang digunakan adalah lempeng kaca yang berukuran

besar yaitu 20 x 20 cm atau 40 x 40 cm, ekstrak ditotolkan berupa

garis pada salah satu sisi lempeng dan noda yang nampak pada

sinar UV berupa pita garis horizontal, yang akan dikeruk dan

dikumpulkan dalam bentuk fraksi-fraksi.

3. Prinsip Penggunaan Berbagai Macam Pelarut

Prinsip “like dissolve like” dapat digunakan untuk pemilihan

pelarut dalam menentukan jenis senyawa kimia yang mungkin

terekstraksi dari organisme. Dimana pelarut non-polar akan

mengkstraksi senyawa-senyawa non-polar dan senyawa polar akan

terekstraksi oleh pelarut polar.

Page 11: Laporan Lengkap Fito II

4. Prinsip KLT Multi Eluen dan 2 Dimensi

Suatu metode pemisahan komponen kimia yang berdasarkan

prinsip partisi dan absorpsi secara selektif, komponen kimia bergerak

naik mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben

terhadap komponen-komponen kimia tidak sama maka komponen

dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda dan hal inilah yang

menyebabkan terjadinya pemisahan. Dimana KLT 2 dimensi

digunakan untuk menentukan noda tunggal.

5. Prinsip Spektroskopi

Spektroskopi (UV-VIS) didasarkan pada interaksi antara

molekul dalam hal ini gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik.

Metode spectrometer Visible berdasarkan penyerapan sinar tampak

oleh suatu larutan berwarna. Jadi, hanya larutan berwarna yang dapat

ditentukan dengan metode ini. Spektrometer UV untuk mengukur

larutan yang tak berwarna, energi cahaya terserap digunakan untuk

transisi electron sama pada spektrometer visible. Karena energi

cahaya UV lebih besar dari energi cahaya tampak, maka energi UV

dapat menyebabkan transisi electron δ dan π.

6. Prinsip Kristalisasi

Pengkristalan

Kristalisasi adalah pemurnian dari zat padat. Secara umum

teknik yang dilakukan adalah melarutkan zat yang akan dikristalkan

dalam pelarut yang panas (campuran pelarut) dan larutan tersebut

didinginkan secara perlahan-lahan, zat yang terdapat dalam larutan

Page 12: Laporan Lengkap Fito II

akan berkurang kelarutannya pada suhu rendah dan akan

mengendap pada pendinginan. Bila kristal timbul secara perlahan-

lahan dan selektif mka peristiwa ini disebut kristalisasi. Jika tidak

terbentuk kristal, maka dapat dibantu dengan cara :

a. Diaduk-aduk dengan batang pengaduk pada dinding labu

b. Pelarut didinginkan dalam lemari pendingin

c. Ditambahkan sedikit kristal murni untuk memancing

terbentuknya kristal.

Pengumpulan Kristal

a. Kristal dikumpulkan dengan cara menyaring dengan

menggunakan corong Buchner

b. Mencuci kristal dengan pelarut dingin

c. Kristal dikeringkan

Pengeringan Kristal

a. Dalam udara terbuka

b. Dalam oven

c. Dalam vacum desicator

Page 13: Laporan Lengkap Fito II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian tanaman

1. Daun kamboja (Plumeria acuminata)

a) Klasifikasi (www. plantamor. com)

Kingdom : Plantae

      Subkingdom : Tracheobionta

      Super Divisi : Spermatophyta

            Divisi : Magnoliophyta

            Kelas : Magnoliopsida

            Sub Kelas : Asteridae

            Ordo : Gentianales

            Famili : Apocynaceae

            Genus : Plumeria

            Spesies : Plumeria acuminata

b) Morfologi (www. Wikipedia. Com)

Kamboja atau semboja merupakan sekelompok tumbuhan

dalam marga Plumeria. Bentuknya berupa pohon kecil dengan daun

jarang namun tebal. Bunganya yang harum sangat khas, dengan

mahkota berwarna putih hingga merah keunguan, biasanya lima helai.

Bunga dengan empat atau enam helai mahkota bunga oleh

masyarakat tertentu dianggap memiliki kekuatan gaib.

Page 14: Laporan Lengkap Fito II

c) Nama Daerah

Kemboja, atau semboja

d) Kandungan Kimia

Tanaman kamboja (Plumeria acuminate, W.T.Ait)

mengandung senyawa agoniadin, plumierid, asam plumerat,

lipeol, dan asam serotinat, plumierid merupakan suatu zat pahit

beracun. Menurut Sastroamidjojo (!967). kandungan kimia getah

tanaman ini adalah damar dan asam plumeria C10H10O5 (oxymethyl

dioxykaneelzuur) sedangkan kulitnya mengandung zat pahit

beracun. Menurut Syamsulhidayat dan Hutapea (1991) akar dan

daun Plumeria acuminate, W.T.Ait mengandung senyawa

saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga

mengandung alkaloid. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin,

yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri,

selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain geraniol,

farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool (Tampubolon, 1981).

Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol

(Dalimartha, 1999 ; Prihandono, 1996).

e) Kegunaan

Bunganya berkhasiat menurunkan panas, menghentikan batuk,

meluruhkan air seni. Batangnya melancarkan buang air besar.

Kulit batang kamboja mengandung senyawa plumerid yang

Page 15: Laporan Lengkap Fito II

bersifat racun dan bisa digunakan untuk menyembuhkan tumit

yang pecah-pecah.

B. Metode Isolasi Bahan Alam

a. Tujuan isolasi

Dilakukan isolasi terhadap bahan alam karena dengan

adanya isolasi maka komponen kimia yang terdapat di dalam

bahan alam dapat dipisahkan, sehingga diperoleh komponen-

komponen kimia murni yang berguna sebagai bahan baku obat.

Adapun dasar pemilihan metode isolasi yaitu kompleks tidaknya

komponen kimia, bagus tidaknya penampakan noda pada lampu

UV dan rapat rengangnya jarak antar noda. Jika suatu ahan alam

mempunyai noda yang kompleks maka dibutuhkan metode isolasi

yang kepekannya tinggi dan makin rapat suatu noda maka tidak

dibutuhkan metode pemisahan yang cepat melainkan metode yang

pemisahannya lambat (Gritter, 1991).

b. Jenis-jenis metode isolasi

1. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, campuaran yang akan

dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom,

penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau

bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir

melalui kolomkarena aliran yang disebabkan oleh gaya berat

atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak

Page 16: Laporan Lengkap Fito II

melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan

dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom. Metode

ini merupakan contoh kromatografi elusi karena linarut dielusi

dari kolom (Sastrohamidjojo, 1985).

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi

klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah

yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan

adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60,

kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua

macam (Wijayakusuma, 1996):

a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang

telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.

b. cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan

dengan cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian

dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secara

kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil

kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mampat,

setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai

batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel

dimasukkan yang terebih dahulu dilarutkan dalam eluen

sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel

dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding

kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran

Page 17: Laporan Lengkap Fito II

dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi

ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-

fraksi.

2. Kromatografi Kolom Vakum Cair

Suction coloumn merupakan alat kromatografi yang

merupakan modifikasi kromatografi kolom serapan. Prinsip

pemisahannya sama dengan kromatografi kolom serapan. Bedanya

terletak pada adanya isapan pompa vakum di bagian bawah kolom

ini. Alat ini dirancang mengingat pada kromatografi kolom serapan

yang pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Prinsip

pemisahan komponen kimia berdasarkan adsorpsi dan partisi serta

dipercepat dengan isapan pompa vakum. Seperti halnya

kromatografi kolom serapan, senyawa yang akan dipisahkan

dilarutkan dengan pelarut yang cocok kemudian dimasukkan dalam

kolom isap, selanjutnya ditambahkan eluen, eluen yang mengalir

turun yang disebabkan oleh isapan pompa vakum. Hasil pemisahan

ditampung dalam setiap fraksi. Volume penampungan 25 ml/fraksi

dan untuk berat sampel q 10 - 30 gram volume penampungan 50

ml/fraksi. Adsorben yang digunakan sedikit lebih berbeda yaitu 35

gram silica gel 7733 dan 10 gram silika gel 7731 (Gritter, 1991).

a. Suction Colomn

Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak,

berdasarkan absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan

fase diam divakumkan dengan suatu pompa vakum agar eluen

Page 18: Laporan Lengkap Fito II

dapat turun mengelusi komponen kimia yang selanjutnya keluar

sebagai fraksi-fraksi (Hargono, 1986)

b. Rapid-Sigel

Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit

berdasarkan absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan

fase diam divakumkan dengan suatu pompa vakum agar eluen

dapat turun mengelusi komponen kimia yang selanjutnya keluar

sebagai fraksi-fraksi (Wijayakusuma, 1996).

Kromatografi rapid si-gel adalah termasuk jenis

kromatografi kolom isap. Kromatografi rapid si-gel mempunyai

prinsip dan cara kerja yang sama dengan suction kolom.

Perbedaan yang nyata adalah bentuk dari kolomnya yang lebih

kecil dari suction kolom. Kromatografi rapid si-gel mempunyai

diameter 4 cm dan panjang 30 cm sehingga perbandingan

adsorben kasar dan halus yang digunakan adalah 30 : 10 gr

(Hostettmann, 1995).

c. Press Colomn

Kromatografi flash kolom atau kromatografi press kolom

adalah merupakan kebalikan dari kromatografi kolom isap.

Digunakan untuk memisahkan komponen kimia dari bahan alam

dan hasil isolasi yang belum tunggal. Kromatografo flash kolom

terbuat dari gelas dengan ukuran panjang 50 cm berdimeter 2

cm dan pada bagian bawah kolom dilengkapi dengan kran

(Hostettmann, 1995).

Page 19: Laporan Lengkap Fito II

Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak

bergerak dengan cepat karena penggunaan tekanan positif dari

tabung nitrogren. Udara yang ditekan mengandung O2 dan uap

air yang dapat menyebabkan peruraian produk dari ekstrak dan

berubah saat pemisahan kromatografi Wijayakusuma, 1996).

d. Kromatotron

Proses isolasi yang didasarkan pada kemampuan

adsorpsi dan partisi yang dipercepat dengan adanya bantuan

gaya sentripental atau perputaran lempeng yang digunakan

sehingga diperoleh pemisahan yang cepat dan akurat

(Wijayakusuma, 1996).

Perbedaan besar antara kromatotron dan radas KLT

sentrifugal yakni bahwa rotornya miring tidak mendatar. Jantung

radas ini adalah pelat kaca bundar bergaris tengah 24 cm yang

dilapisi dengan penjerap yang cocok sehingga terbentuk lapisan

tipis untuk pemisahan preparative (Hostettmann, 1995).

Pelat yang telah dibuat dipasang pada poros motor listrik

dan diputar pada 800 rpm. Pelarut pengelusi dimasukkan ke

bagian tengah pelat yang tidak dilapisi penjerap melalui pompa

torak yang mampu mengalirkan 1-10 mL per menit dan

merambat melalui lapis tipis karena gaya sentrifugal

(Hostettmann, 1995).

Rotor terdapat dalam ruang yang tertutup dengan pelat

kaca kuarsa. Penutup ini memungkinkan kita mengamati bercak

Page 20: Laporan Lengkap Fito II

warna tetapi dapat menyerap sinar UV dengan memakai lampu

UV. Gas nitrogen dialirkan ke dalam ruang pelat untuk

mencegah pengembunan pelarut pengelusi dan untuk mencegah

oksidasi cuplikan (Hostettmann, 1995).

3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya

serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen

kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena

daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka

komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal

inilah yang menyebabkan pemisahan (Wijayakusuma, 1996).

KLT preparatif adalah cara yang ideal untuk pemisahan

cuplikan kecil (50 mg – 1 gram) dari senyawa yang kurang atsiri. KLT

sebenarnya dapat dipakai untuk masalah preparative dengan 2 cara.

1. KLT preparative yabg sebenarnya.

2. Pemakainan KLT untuk memnadu kondisi untuk kromatografi

kolom atau KCKT.

Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan

ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi plat lapisan besar dan

dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga

campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan

dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tahan warna, dan

penjerap yang mengandung pita dikerok dari plat kaca. Kemudian

cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna

Page 21: Laporan Lengkap Fito II

untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa

murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan

analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil

dan campurannya rumit, dan untuk memperoleh cuplikan yang murni

untuk mengkalibrasi KLT kuantitatif. (Sastrohamidjojo, 1985).

C. KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen

KLT dua arah atau dua dimensi ini bertujuan untuk

meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute

mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf

juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu,

2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara

berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan

analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda (www.

Redaksi chem-is-try.org).

Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan

satu system fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur

yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan

dan diputar 90°, dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang

berisi fase gerak kedua, sehingga bercak yang terpisah pada

pengembangan pertama terletak dibagian bawah sepanjang

lempeng, lalu dikromatografi lagi (www. Redaksi chem-is-try.org ).

Elusi 2 dimensi diidealkan dengan menggunakan sistem fase

gerak yang sama untuk kedua arah. Pada elusi dengan metode

seperti ini sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan

Page 22: Laporan Lengkap Fito II

dengan satu system fase gerak sehingga campuran terpisah

menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng

diangkat, dikeringkan dan diputar 90oC dan diletakkan kedalam

bejana kromatografi yang berisi sistem fase gerak kedua sehingga

bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian

bawah sepanjang lempeng lalu dikromatografi lagi. Komponen yang

terpisah dapat terdapat dimana saja dalam lempeng (www. Redaksi

chem-is-try.org).

D. Kristalisasi

1. Pengertian

Bila terdapat senyawa tunggal, Kristal dapat dimurnikan

dengan pengkristalan kembali, dengan demikian bahan tersedioa

untuk dianalisis lebih lanjut

Dengan Teknik ini, produk yang kotor mula-mula

dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut panas (Umumnya

digunakan solvent dimana produk tersebut kurang larut

dibandingkan kotorannya). Jika larutan panas tersebut dibiarkan

mendingin produk yang murni memisahkan dari campuran,

meninggalkan larutan dalam kotorannya.

Akhirnya Kristal-kristal dari produk disaring dari

larutannya yang sudah dingin dan dikeringkan. Jumlah produk

murni dapat diperoleh dengan cara ini tergantung dari kadar

kotoran-kotoran dari kelarutannya.

Page 23: Laporan Lengkap Fito II

2. Metode penguapan

a. Teknik penyaringan

Teknik penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan

benda-benda padat dari larutan dan mengumpulkan zat padat

dari larutannya dimana zat ini akan mengendap atau

mengkristal.

Teknik penyaringan meliputi :

1. Penyaringan biasa

Merupakan penyaringan lewat kertas saring (Bentuk

kerucut atau lipat dengan menggunakan corong)

2. Penyaringan vakum

Penyaringan ini menggunakan corong penyaring

Buchner, besarnya corong disesuaikan dengan endapannya

b. Teknik kristalisasi kembali

Senyawa organik yang padat pada suhu kamar

umumnya dapat dimurnikan dengan cara kristalisasi. Secara

umum teknik yang dilakukan adalah dengan melarutkan zat

yang akan dikristalkan dengan pelarut yang panas (campuran

pelarut) dan dinginkan larutan tersebut secara perlahan-lahan,

zat yang terdapat dalam larutan akan berkurang kelarutannya

pada suhu rendah dan akan mengendap pada pendinginan.

Metode kristalisasi dapat dilakukan dengan :

1. Melarutkan zat padat

2. Penyaringan

Page 24: Laporan Lengkap Fito II

Larutan panas disaring jika terdapat zat yang tidak larut.

Cara penyaringan panas dilakukan dengan bantuan

waterbath, bila Kristal mulai terbentuk pada waktu

penyaringan, cairan dipanaskan kembali untuk melarutkan

Kristal yang terbentuk tersebut

3. Kristalisasi

Bila pelarut setelah didinginkan tidak terbentuk Kristal ,

dapat dibantu dengan cara :

a. Diaduk-aduk dengan pengaduk didinding labu

b. Dinginkan pelarut dalam lemari pendingin

c. Tambahkan sedikit Kristal murni untuk memancing

terbentuknya Kristal

4. Isolasi Kristal

Kristal dikumpulkan dengan penyaringan vakum

menggunakan corong Buchner, Kristal dicuci dengan pelarut

dingin

c. Teknik sublimasi

Sublimasi terjadi karena sifat zat padat yang langsung

menguap tanpa melewati fase cair, dengan cara zat padat

dipanaskan sampai tekanan uapnya cukup tinggi untuk

menguap dan mengalami kondensasi pada pendinginan.

d. Teknik pengeringan

Untuk menguap larutan, sampel kering atau pekat

dilarutkan dengan menghilangkan pelarut secara sempurna.

Page 25: Laporan Lengkap Fito II

Penguapan harus dilakukan dalam lemari asam karena banyak

uap pelarut beracun dan cepat terbakar.

e. Teknik Destilasi

Untuk menghilangkan pelarut dalam jumlah besar,

dapat digunakan cara destilasi. Jangan menguapkan eter

sampai kering, kecuali p[engeringan dilakukan dengan uap atau

dengan metode pengurangan tekanan, karena eter dapat

membentuk peroksida yang menyebabkan ledakan

Bila suatu pelarut didestilasi, uapnya akan naik dalam

labu destilasi dan bersentuhan dengan thermometer, uap

tersebut lewat kondensor dan terjadi pendinginan menjadi cair

dan masuk kelabu penampung

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi

a. Pendinginan larutan yang terlalu cepat

b. Penambahan tiba-tiba pelarut lain yang tidak bercampur ke

dalam larutan semula

Page 26: Laporan Lengkap Fito II

BAB III

METODELOGI KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada selama praktikum ini adalah

Batang pengaduk, Botol eluen, Chamber , Corong kaca, Cutter,

Eksikator, Erlenmeyer, Gelas kimia, Gelas piala, Gelas ukur, Gunting,

Kolom kaca, Kompor listrik, Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm ,

Lempeng aluminium, Lempeng kaca, Mistar, Pipa kapiler, Pinset,

Pensil, Pompa vakum, Sprayer, Statif dan Klem dan vial.

2. Bahan yang digunakan

Air, Ekstrak n-Heksan Daun kamboja (Plumeria acuminata),

Etil asetat, Kloroform, Kapas, Kertas saring, Methanol, n-Heksan,

Silica gel.

B. Prosedur Kerja

1. Isolasi sampel

Ekstrak kental ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian

ditambahkan sedikit pelarut dietil eter/heksan lalu ditambahkan sedikit

demi sedikit silika gel G.60 sambil diaduk hingga homogen,diamkan

hingga kering. Setelah kering dimasukan kedalam kolom, diratakan

dan dimampatkan kemudian bagian atasnya ditutup dengan kertas

saring untuk mencegah pengotoran oleh cairan pengelusi cairan

pengelusi yang kepolarannya paling rendah yaitu heksan-etil asetat

Page 27: Laporan Lengkap Fito II

(50:0) ditambahkan melalui dinding kolom dan pompa vakum

dijalankan sehingga eluen turun dan mengelusi kompenen kimia.

Kemudian dilanjutkan dengan cairan penyari yang kepolaranyya lebih

tingg, berturut-turut yaitu heksan-etil asetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4),

(5:0), (0:5) dan terakhir metanol 50 ml sebagai pembilas. Cairan yang

keluar ditampung sebagai fraksi. Fraksi-fraksi tersebut kemudian

ditotol dan yang memberikan profil kromatogram yang sama

disatukan dalam satu fraksi.

2. Metode Kromotografi kolom

a. Pengemasan Alat Isolasi

Kolom disiapkan, kemudian dibebas lemakkan dengan

membilasnya dengan metanol. Dimasukkan kapas pada bagian

bawah dari kolom kmudian dimasukkan silica gel sampai mengisi ½

dari kolom lalu diketuk –ketuk sampai tidak terbentuk gelembung

gas.

b. Penyiapan sampel

Ditimbang silica gel sebanyak 65 gram berdasarkan

perbandingan 1 gram : 100 gram silica gel. Dalam praktikum ini

digunakan metode basah dimana silica gel disuspensikan dengan

eluen hexan : Etil asetat dengan perbandingan 10:0. Kemudian

suspense dari silica gel dimasukkan ke dalam kolom kemudian

mampatkan. Ditimbang sampel sebanyak 0,5 gram dengan

menggunakan metode basah yaitu sampel disuspensikan dengan

eluen hexan : Etil asetat dengan perbandingan 9 :1 selapis diatas

Page 28: Laporan Lengkap Fito II

kertas saring, selanjutnya isolate ditampung ke dalam vial. Eluen

yang telah habis diganti dengan eluen 8 : 2 kemudian begitu

selanjutnya dengan perbandingan eluen 7:3, 6:4, 5:0, 0:5, 8:2, 9:1.

Dari hasil kromotografi kolom, fraksi-fraksi yang menunjukkan

warna yang sama digabung dan dianggap satu fraksi.

3. Kromatografi kolom cair vakum

Penyiapan kolom

Kolom isap yang berdiameter 6 cm dan panjang 25 cm,

dibersihkan dan dibilas dengan metanol kemudian dipasang tegak

lurus pada statif, kolom dikemas dalam keadaan vakum agar diperoleh

kerapatan kemasan maksimum. Adsorbrn silika gel G.60 seanyak 20

gram dimasukkan kedalam kolom dan dimampatkan dan permukaan

adsorben diratakan dengan batang pengaduk. Dalam keadaan vakum

dialirkan n-heksan beberapa kali agar diperoleh kerapatan kemasan

yang maksimal.

4. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Ekstrak ditotolkan berbentuk pita yang sesempit mungkin

pada lempeng dengan ukuran yang lebih besar biasanya 20 x 20 cm.

Setelah sampel ditotolkan pada lempeng, kemudian dikembangkan

pada pelarut yang dapat memisahkan kompenen kimia.

Setelah pengembangan pita-pita tersebut diberi tanda dan

dikeruk dan disebut sebagai fraksi. Kemudian ditotol tiap-tipa fraksi

Page 29: Laporan Lengkap Fito II

tersebut pada lempeng KLT analitik untuk melihat profil

kromatogramnya.

5. KLT Multi Eluen dan Dua Dimensi

Kristal murni yang telah diperoleh kemudian ditotol pada

lempeng KLT dengan ukuran 20 x 20 cm, kemudian dielusi dengan

menggunakan dua cairan pengelusi. Cairan pengelusi yang pertama

adalah eluen n-heksan; etil asetat (7:3) dan cairan pengelusi yang

kedua adalah eluen n-Heksan : etil asetat (8:2). Untuk proses elusi

yang pertama dilakukan dengan cara menotolkan filtrat yang telah

dilarutkan dengan pelarut yang cocok pada lempeng kemudian

dielusi, selanjutnya proses elusi yang kedua dilakukan dengan cara

memutar lempeng 90o berlawanan arah jarum jam sehingga hasil

elusi yang pertama menjadi titik awal pengelusian untuk proses elusi

yang kedua.

Cara kerja KLT multi eluen

1. Penjenuhan chamber

a. Disiapkan tiga buah chamber yang bersih lengkap dengan

penutupnya.

b. Masing-masing chamber diisi dengan tiga macam eluen yang

berbeda yaitu Kloroform : Aseton (9 ; 1), Kloroform : Metanol

(1 : 1), dan n-Heksan : Etil (8 : 2).

c. Kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang panjangnya

lebih dari tiga chamber dan kemudian ditutup.

Page 30: Laporan Lengkap Fito II

d. Dibiarkan hingga eluen naik pada kertas saring hingga melewati

penutup kaca (chamber telah jenuh).

2. Penotolan sampel

a. Disipkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

b. Isolat dilarutkan dengan kloroform/methanol 1:1.

c. Isolat diambil dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian

ditotolkan pada lempeng yang telah disiapkan sebanyak 5-20

mikroliter.

d. Lempeng yang telah ditotol diangin-anginkan sebentar untuk

menguapkan pelarutnya lalu dimaskkan ke dalam chamber

yang telah dijenuhkan.

e. Lempeng diangkat setelah mencapai garis batas atas lempeng.

f. Amati dengan penampak bercak UV 254, UV 366, dan H2SO4

10% (foto atau cetak dengan menggunakan kertas kalkir yang

ukurannya disesuaikan dengan ukuran lempeng KLT). Tentukan

tunggal tidaknya noda.

6. Kristalisasi

1. Teknik penyaringan

Teknik penyarian dimaksudkan untuk memisahkan benda-

benda padat dari larutan dan mengumpulkan zat padat dari

larutannya dimana zat ini akan mengendao atau mengkristal.

Page 31: Laporan Lengkap Fito II

Teknik penyaringan meliputi :

a. Penyaringan biasa

Merupakan penyaringan lewat kertas saring (bentuk kerucut atau

lipat) dengan menggunakan corong, hal yang perlu diperhatikan :

Larutan yang akan disaring suhunya dijaga tetap dekat pada

suhu didihnya

Corong harus tetap panas

Filtratnya ditampung dalam tempat yang panas (dijaga dengan

pemanas)

b. Penyaringan vakum

Penyaringan ini menggunakan corong penyaring Buchner.

Besarnya corong disesuaikan dengan endapannya.

2. Teknik kristalisasi kembali

Senyawa organik yang padat paa suhu kamar umumnya dapat

dimurnikan dengan cara kristalisasi. Secara umum teknik yang

dilakukan ialah dengan melarutkan zat yang akan dikristalkan dalam

pelarut yang panas (campuran pelarut) dan dinginkan larutan tersebut

secara perlahan-lahan, zat yang terdapat dalam larutan akan

berkurang kelarutannya pada suhu rendah dan akan mengendap pada

pendinginan.

Hal-hal yang harus diperhatikan atau dihindari meliputi :

Pendinginan larutan yang terlalu cepat

Penambahan tiba-tiba pelarut lain yang tidak tercampur ke dalam

larutan semula

Page 32: Laporan Lengkap Fito II

Metode-metode kristalisasi dapat dilakukan dengan :

a. Melarutkan zat padat

b. Penyaringan

Larutan panas disaring jika terdapat zat yang tidak larut. Cara

penyaringan panas dilakukan dengan bantuan waterbath, bila

kristal mulai terbentuk pada waktu penyaringan, cairan dipanaskan

kembali untuk melarutkan kristal yang terbentuk tersebut.

c. Kristalisasi

Bila pelarut setelah didinginkan tidak terbentuk kristal, dapat

dibantu dengan cara :

- Diaduk-aduk dengan pengaduk di dinding labu

- Didinginkan pelarut dalam lemari pendingin

- Tambahkan sedikit kristal murni untuk memancingb

terbentuknya kristal

d. Isolasi kristal

Kristal dikumpulkan dengan penyaringan vakum menggunakan

corong Buchner, kristal dicuci dengan pelarut dingin.

3. Teknik sublimasi

Sublimasi terjadi krena sifat zat padat yang langsung menguap tanpa

melewati fase cair, dengan cara padat dipanaskan sampai tekanan

uapnya cukup tinggi untuk menguap dan akan mengalami kondensasi

pada pendinginan.

Page 33: Laporan Lengkap Fito II

4. Teknik pengeringan

Untuk menguapkan larutan sampai kering atu pekat, dilarutkan dengan

menghilangkan pelarut secara sempurna. Penguapan harus dilakukan

dalam lemari asam karena banyak uap pelarut beracun dan cepat

terbakar.

5. Teknik penyarian

6. Teknik destilasi

Untuk menghillangkan elarut dalm jumlah besar, dapat digunakan cara

destilasi. Jangan menguapkan ester sampai kerin, kecuali pengeringan

dilakukan dengan uap atau dengan metode penguapan.

Bila suatu pelarut destilasi, uapnya akan naik dalam labu destilasi dan

bersentuhan dengan termometer, uap tersebut lewat kondensor dan

terjadi pendinginan menjadi cair dan masuk kedalam kedalam labu

penampung.

Page 34: Laporan Lengkap Fito II

BAB IV

HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil

1. Profil Kromatografi lapis tipis

Rf= jarak noda

jarak eluen

Eluen n-heksan :etil Asetat

Eluen dengan perbandingan 6:4

Rf 1 = 5 = 0,9090

5,5

Rf 2 = 4 = 0,7272

5,5

Eluen dengan perbandingan 7:3

Rf = 3,5 = 0,6363

5,5

Eluen dengan perbandingan 8:2

Tidak ada jarak noda

Eluen dengan perbandingan 9:1

Tidak ada jarak noda

Page 35: Laporan Lengkap Fito II

2. Kromatografi Kolom

Gambar

Page 36: Laporan Lengkap Fito II

3. Kromotografi Kolom Cair Vakum

a. Nilai RfUntuk eluen 9:1Untuk 7:3Rf 1 = 3,3 = 0,6

5,5Rf 2 = 2,6 = 0,47

5,5Rf 3 = 2,2 = 0,4

5,5Rf 4 = 1,8 = 0,33

5,5Untuk 6:4Rf 1 = 5,1 = 0,93

5,5Rf 2 = 4,5= 0,82

5,5Rf 3 = 3,9 = 0,71

5,5Rf 4 = 3,0 = 0,55

5,5

Page 37: Laporan Lengkap Fito II

Untuk 5:0Rf 1 = 4,9 = 0,89

5,5Rf 2 = 4,0 = 0,73

5,5Rf 3 = 3,3 = 0,6

5,5Untuk 0:5Rf 1 = 2,7 = 0,49

5,5Rf 2 = 1,3 = 0,24

5,5Rf 3 = 0,8 = 0,15

5,5

Untuk Eluen 8:2Untuk 9:1Rf 1 = 4,3 = 0,78

5,5 Rf 2 = 3,6 = 0,65

5,5Rf 3 = 2,6 = 0,47

5,5Untuk 8:2

Page 38: Laporan Lengkap Fito II

Rf 1 = 5,3 = 0,96 5,5

Rf 2 = 4,3 = 0,78 5,5

Rf 3 = 3,6 = 0,65 5,5Rf 4 = 2,6= 0,47

5,5Untuk 7:3Rf 1 = 4,9 = 0,89

5,5Rf 2 = 3,9 = 0,71

5,5Rf 3 = 3,0 = 0,55

5,5Rf 4 = 2,4 = 0,44

5,5 Untuk 6:4

Rf 1 = 4,6 = 0,84 5,5

Rf 2 = 3,9 = 0,71 5,5

Rf 3 = 0,9 = 0,53 5,5

Untuk eluen 7 : 3Untuk 9:1 tidak ada noda

Page 39: Laporan Lengkap Fito II

Untuk 8:2 tidak ada noda

Untuk 7:3

Rf 1 = 5,1 = 0,93

5,5

Rf 2 = 4,6 = 0,84

5,5

Rf 3 = 4,1 = 0,75

5,5

Rf 4 = 3,4 = 0,62

5,5

Untuk 6:4

Rf 1 = 5,1 = 0,93

5,5

Page 40: Laporan Lengkap Fito II

Rf 2 = 4,9 = 0,89

5,5

Rf 3 = 4,4 = 0,8

5,5

Rf 4 = 3,9 = 0,7

5,5

Untuk 5:0

Rf 1 = 5,3 = 0,96

5,5

Rf 2 = 4,6 = 0,84

5,5

Untuk 0:5

Rf 1 = 4,5 = 0,82

5,5

Rf 2 = 1,3 = 0,23

5,5

Page 41: Laporan Lengkap Fito II
Page 42: Laporan Lengkap Fito II

4. Kromatografi kolom konvensional

A. noda

Rf 1 = 2,9 = 0,57

5,5

Rf 2 = 2,0 = 0,36

5,5

Rf 3 = 1,1 = 0,2

5,5

B. noda

Rf 1 = 3,7 = 0,0,67

5,5

Rf 2 = 2,9 = 0,52

5,5

Rf 3 = 1,8 = 0,32

5,5

Rf 4 = 1,0 = 0,18

5,5

C Noda

Rf 1 = 3,9 = 0,70

5,5

Rf 2 = 3,1 = 0,56

5,5

Rf 3 = 2,3= 0,42

5,5

Page 43: Laporan Lengkap Fito II

Rf 4 = 1,8 = 0,33

5,5

Rf 5 = 1,3 = 0,24

5,5

D. noda

Rf 1 = 4,8 = 0,87

5,5

Rf 2 = 4,3 = 0,78

5,5

Rf 3 = 3,5= 0,64

5,5

Rf 4 = 2,7 = 0,49

5,5

Rf 5 = 1,9 = 0,34

5,5

Rf 6 = 1,5 = 0,27

5,5

E. noda (Tidak ada noda)

5. Dua Dimensi suction collom

a. pita hijau Rf 1 =6,1/8.5 = 0,71Rf 2 =2,0/8.5 = 0,23

b. Pita kuning Rf 1 =6,4/8.5 = 0,75Rf 2 =5,2/8,5 = 0,61

Page 44: Laporan Lengkap Fito II
Page 45: Laporan Lengkap Fito II

B. Pembahasan

Dewasa ini penggunaan bahan alam sebagai bahan obat

berkembang pesat seiring dengan banyaknya penelitian dan penelitian

dan penemuan mengenai cara-cara isolasi dan ekstraksi dari senyawa

aktif dalam tumbuhan. Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan

untuk ekstraksi komponen kimia yang terdapat dalam daun kamboja

(Plumeria acuminata) dengan menggunakan metode maserasi,

mengidentifikasinya dengan metode kromatografi lapis tipis dan

mengisolasinya dengan kromatografi lapis tipis preparatif dan

kromatografi kolom dan untuk mendapatkan noda tunggal dari daun

kamboja (Plumeria acuminata) kita menggunakan metode dua dimensi

dan multieluen.

Isolasi adalah proses pemisahan komponen kimia yang

terdapat dalam suatu ekstrak. Pemisahan ini didasarkan pada sifat

adsorbsi dan partisi dari senyawa yang dipisahkan terhadap adsorben

dilakukan dengan cara kromatografi.

Pada praktikum ini, mula-mula sampel ekstrak n-heksan daun

kamboja (Plumeria acuminata) diambil sebanyak 5 gram kemudian di

suspensikan dengan n-heksan dan dilanjutkan dengan diisolasi

dengan menggunakan metode suction untuk fraksinasi kasar. Adapun

pengerjaannya yaitu kolom isap yang berdiameter 6 cm dan panjang

25 cm, dibersihkan dan dibilas dengan metanol kemudian dipasang

tegak lurus pada statif, kolom dikemas dalam keadaan vakum agar

Page 46: Laporan Lengkap Fito II

diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Adsorben silika gel G.60

seanyak 20 gram dimasukkan kedalam kolom dan dimampatkan

kemudian permukaan adsorben diratakan dengan batang pengaduk.

Dalam keadaan vakum dialirkan n-heksan beberapa kali agar

diperoleh kerapatan kemasan yang maksimal. Setelah ekstrak

dimasukkan dan diikuti dengan eluen yaitu eluen n-Heksan : Etil asetat

dari perbandingan 9 : 1, n-Heksan : etil asetat 7 : 3, n-Heksan :

etil asetat 8 : 2, n-Heksan : etil asetat 6 : 4, n-Heksan : etil asetat 5 : 0

dan n-Heksan : etil asetat 0 : 5 kemudian Hasilnya ditampung dalam

botol kaca. Selanjutnya fraksi dari kromatografi kolom vakum cair di

profil KLT untuk menguji sebagai bercak tunggal dan selanjutnya

diambil satu fraksi yang akan dilanjutkan ke kromatografi lapis tipis

preparatif.

Setelah dilakukan penampakan noda dengan metode KLT,

fraksi dari hasil suction kolom yang paling berpotensi untuk diisolasi

yaitu fraksi dari eluen 8 : 2 yang kemudian dilanjutkan pada

Kromatografi kolom yang merupakan metode kromatografi klasik yang

masih banyak digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam

jumlah banyak. Kolom kromatografi atau tabung yang digunakan

pengaliran karena adanya gaya gravitasi atau bertekanan rendah.

Pada kromatografi kolom ini dicampuran yang akan dipisahkan

diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom, penjerap yang berada

pada tabung kaca, tabung logam, bahkan plastik. Pelarut dibiarkan

mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya tarik

Page 47: Laporan Lengkap Fito II

bumi atau gravitasi dengan tekanan. Pada percobaan ini dimana yang

kita gunakan adalah kromatografi kolom dengan menggunakan 2 jenis

silica gel dengan perbandingan silica gel kasar : silica gel halus (60 :

40) dan menggunakan variasi perbandingan pelarut n-Heksan : Etil

asetat dari perbandingan 9 : 1, 8 : 2, 7 : 3 dan 6 : 4. Adapun

pengerjaannya yaitu pertama – tama ekstrak daun kamboja d

suspensikan dengan pelarut n-heksan kemudian sampel yang telah

disuspensikan tadi dimasukkan dalam kolom dimana kolom tersebut

telah diisi dengan kapas pada bagian bawahnya kemudian di atasnya

diberi kertas saring dan kemudian silica gel kasar halus dengan

perbandingan 60 : 40. Diatas silica gel tersebut diberi kertas saring lagi

dan kemudian masukkan ekstrak n-heksan daun kamboja yang telah

disuspensikan tadi dan masukkan eluennya dengan berbagai

perbandingan. Setelah itu hasil isolat ditampung didalam vial dan

digabung dalam beberapa fraksi berdasarkan warna, dan hasil yang

didapatkan yaitu sebanyak 6 fraksi. Hasil dari fraksi tersebut kemudian

dilakukan profil KLT untuk mengetahui fraksi mana yang lebih

berpotensi untuk dilanjutkan ke Kromatografi Preparatif.

Selanjutnya hasil fraksi dari Kromatografi Suction kolom dan

Kromatografi kolom dipisahkan lagi dengan menggunakan

Kromatografi Preparatif. Pemisahan komponen kimia dengan metode

kromatografi lapis tipis preparatif pada dasarnya juga sama dengan

kromatografi lapis tipis biasa, namun perbedaan yang nyata adalah

pada KLT preparatif menggunakan lempeng yang kaca dengan ukuran

Page 48: Laporan Lengkap Fito II

10 x 10 cm agar dapat dikeruk dan sampel ditotolkan berupa garis

pada salah satu sisi lempeng, lempeng yang sudah ditotolkan

dimasukkan pada chamber yang telah dijenuhkan dengan cairan

pengembang yang cocok secara tegak lurus, sehingga komponen

kimia yang terpisah membentuk pita-pita berupa garis horizontal yang

tampak dibawah sinar UV. Pita-pita yang terbentuk ditandai kemudian

dikeruk dan ditampung sebagai fraksi-fraksi. Hasil dari Kromatografi

Preparatif kemudian di profil KLT dan akan dilanjutkan ke Kromatografi

Dua Dimensi.

Selanjutnya hasil pemisahan dari Kromatografi Preparatif

dilanjutkan ke kromatografi Dua dimensi. Hasil dari kerukan pita

ditambahkan metanol kemudian disentrifuge selama 20 menit dengan

kecepatan 3500 rpm. Setelah terpisah sampel ditotolkan pada

lempeng KLT dengan ukuran 10 x 10 cm. Kemudian dielusi dalam

chamber dengan menggunakan eluen n-Heksan : etil asetat 8 : 2 dan

dikeringkan kemudian diamati di bawah UV 254 dan 366 nm. Setelah

itu lempeng diputar 90 berlawanan dengan arah jarum jam dan dielusi

kembali. Setelah itu dikeringkan dan diamati dibawah lampu UV 254

dan 366 nm. Adapun hasil yang diperoleh pada kromatografi Dua

dimensi dimana dipilih dua jenis noda dengan nilai Rf dan warna yang

berbeda dari kromatografi preparatif dimana masing-masing nampak

dua noda yang belum diketahui dengan pasti jenis senyawa tersebut.

Page 49: Laporan Lengkap Fito II

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa noda yang

didapat bukan merupakan noda tunggal melainkan terdapat dua

noda pada kromatografi 2 dimensi yang belum diketahui dengan

pasti jenis senyawa tersebut. Adapun nilai Rf dari masing-masing

noda tersebut adalah :

a. pita hijau (dari KLT preparatif)

Rf 1 =6,1/8.5 = 0,71

Rf 2 =2,0/8.5 = 0,23

b. Pita kuning (dari KLT preparatif)

Rf 1 =6,4/8.5 = 0,75

Rf 2 =5,2/8,5 = 0,61

Ini diperoleh setelah ekstrak daun kamboja diisolasi dengan

beberapa metode dimulai dengan kromatografi kolom, kromatografi

vakum cair, kromatografi lapis tipis preparatif dan terakhir adalah

kromatografi lapis tipis 2 dimensi.

B. Saran

Sebaiknya alat-alat di laboratorium sebaiknya lebih

dilengkapi lagi sehingga proses praktikum bisa berjalan dengan

lancar .

Page 50: Laporan Lengkap Fito II

LAMPIRAN

KROMATOGRAFI KOLOM CAIR VAKUM

RAPID SI GEL

Ket :

1. Kolom terbuat dari kaca

2. Cairan pengelusi

3. Sampel

4. Kertas saring

5. Adsorben

6. Pita-pita pemisahan

7. Gelas Masir

8. Aliran kepompa vakum

9. Labu penampung

10.Fraksi-fraksi

11.Statif dan klem

Page 51: Laporan Lengkap Fito II

KROMATOTRON

Page 52: Laporan Lengkap Fito II

DAFTAR PUSTAKA

DEPKES RI., (1989), “Sediaan Galenik”, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Gritter J.R., James, M.B., (1991), “Pengantar Kromatografi”, Penerbit ITB, Bandung.

Hostettmann. K,dkk (1995), “Cara Kromatografi Preparatif”, Penerbit ITB, Bandung.

Hargono, (1986), “ Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan”, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta

Kisman .Dr. Sastro ,ddk (1994) “Analisis Farmasi” Cet. 2 , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta .

Stahl Egon, (1985), "Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskop, ITB, Bandung.

Mufidah, (2001), "Analisis Instrumental Farmasi", Laboratorium Kimia Farmasi Unhas, Makassar.

Tim Dosen, (2010), “Penuntun Praktikum Fitokiomia I”, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Farmasi, UMI, Makassar.

Tim Dosen, (2010), “Penuntun Praktikum Fitokimia II”, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Farmasi, UMI, Makassar.

Sastrohamidjojo, Dr.H., (1985), ”Kromatografi”, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 27.

Wijaya, Kusuma Hembing, (1996), “Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Jilid IV, Pustaka Kartini, Jakarta.

www.plantamor.com

Page 53: Laporan Lengkap Fito II

SKEMA KERJA

I. Sampel buah merah (Pandanus conoideus)????

SKEMA EKSTRAKSI

Ektraksi dengan metode maserasi dengan metanol

Sampel

Ampas Ekstrak methanol cair

Page 54: Laporan Lengkap Fito II

diuapkan

kromatografi lapis tipis

+ air + hexan dalam corong pisah

+ n-butanol jenuh air

Diuapkan

KLT

SKEMA KERJA KLT

Ekstrak metanol /eter/n-butanol

Ditotolkan pada bagian bawah lempeng dengan menggunakan pipa kapiler

Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan

Chamber ditutup dan dibiarkan terelusi sampai 0,5 cm dari atas lempeng

Ekstrak methanol

Lapisan air LapisanHexan

Lapisan air Ekstrak

n-butanol

Ekstrak Hexan

Page 55: Laporan Lengkap Fito II

Dikeluarkan lempeng dari chamber, dibiarkan kering

Diamati noda-noda terbentuk dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm

Noda yang tak tampak di UV disemprotkan dengan H2SO4 10%

Dipanaskan diatas pemanas listrik

Digambar dan dihitung nilai Rfnya

SKEMA KERJA KROMATOGRAFI KOLOM

Disiapkan dan dirangkai perangkat kolom

Disiapkan eluen heksan:etil asetat (10:0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, dan 0:10)

Disiapkan silika sebanyak 10g dengan metode kering

Disiapkan sampel 0,5 g dengan metode basah

Dimasukkan silika dalam kolom sambil dimampatkan

Page 56: Laporan Lengkap Fito II

Dimasukkan sampel

Diletakkan kertas saring di atas pelarut sampel

Dilakukan Pengelusian dari eluen nonpolar ke yang lebih polar dan terakhir metanol

Hasil elusi ditampung dalam vial @ 5 ml

SKEMA PROFIL KOLOM

Chamber dijenuhkan dengan eluen heksan:etil asetat (4:1)

Lempeng dipotong, diberi batas atas dan bawah, dibagi 12 bagian tempat penotolan dengan lebar 1 cm untuk 1 totolan

Diambil vial yang akan ditotol (perwakilan masing-masing fraksi + metanol)

Ekstrak dilarutkan dengan kloroform metanol (1:1)

Page 57: Laporan Lengkap Fito II

Ekstrak dari tiap vial ditotolkan

Dielusi dalam chamber

Dikeringkan

Diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm

Disemprot H2SO4 10%

Amati noda yang terbentuk

Ditentukan noda yang akan dilanjutkan

SKEMA KROMATOGRAFI VAKUM

Disiapkan ekstrak buah merah (Pandanus conoideus) 1 gr

Dirangkai alat kromatografi kolom vakum cair

Dibuat eluen N- heksan:etil asetat (10:0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, 0:10)

Silika gel halus 20g dimasukkan ke kolom dengan metode kering kemudian + kapas dan kertas saring

Dimasukkan sampel yang telah disuspensikan dengan silika gel

Page 58: Laporan Lengkap Fito II

Eluen dimasukkan ke dalam kolom mulai dari yang paling nonpolar dan selanjutnya lalu pompa vakum dijalankan

Sampel ditampung dalam botol tiap perbandingan eluen yang berbeda disimpan dalam botol yang berbeda

Dilakukan terus hingga eluen habis

SKEMA KLTP

Chamber dijenuhkan dengan eluen heksan:etil asetat (4:1)

Lempeng KLTP dibuat 20 x 20 cm, diberi batas atas dan bawah

Dipilih fraksi dari hasil profil KLT hasil kromatografi kolom dengan 1 noda tunggal

Ekstrak dilarutkan dengan kloroform metanol (1:1)

Ekstrak ditotolkan sepanjang batas bawah dari lempeng

Page 59: Laporan Lengkap Fito II

Dielusi dalam chamber

Dikeringkan

Diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm

2 pita yang terbentuk ditandai dengan pensil dan dikeruk

Masing-masing dilarutkan dengan kloroform-metanol (1:1) dan disentrifuge

Diambil supernatannya dan dimasukkan ke dalam vial dan diberi label

SKEMA KLT 2 DIMENSI

Dibuat eluen n-Heksan : Etil asetatl (8:2)

Chamber dijenuhkan dengan eluen n-Heksan : Etil asetatl (8:2)

Lempeng KLT dibuat 8 x 8cm, diberi batas atas dan bawah

Dipilih fraksi dari hasil profil KLT hasil kromatografi kolom dengan 1 noda tunggal

Ekstrak dilarutkan dengan kloroform metanol (1:1)

Page 60: Laporan Lengkap Fito II

Ekstrak ditotolkan 1 titik pada batas bawah sebelah kiri lempeng

Dielusi dalam chamber

Dikeringkan

Diamati pada UV 254 nm dan 366 nm, terbentuk 1 noda tunggal

Lempeng diputar 90 dan noda tadi dielusi kembali dengan eluen yang sama dan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu n-Heksan :

Etil asetat (7:3) dan diamati noda yang terbentuk.

Diamati lagi pada UV 254 nm dan 366 nm

Sampel apa y klian pake????krm prbaikanx plg lmbt 28 Mei jam 20.00 WITA,