Laporan Pbl IV Blok Neurology

download Laporan Pbl IV Blok Neurology

of 22

Transcript of Laporan Pbl IV Blok Neurology

LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPESIFIC SENSE SISTEM SUBDURAL HEMATOME (SDH)

Tutor: dr. Khusnul Muflikhah Kelompok XI Anggota Kelompok:

G1A009010 G1A009068 G1A009069 G1A009086 G1A009096 G1A009100 G1A009114 G1A009115 G1A009118 G1A008027 G1A008067

Karina Adistiarini Miftahul Falah Yuni A. Akhmad Ikhsan P. P. Rizka Oktaviana P. Nita Irmawati Handiana Samanta Nugroho Rizki P. Irma Widyaningtyas Annisaa Auliyaa Tini Rohmantini Irham Tahkik

JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012 DAFTAR ISI

1

I.

PENDAHULUAN.A. SKENARIO KASUS. B. INFORMASI.

3 3 3

1. 2. 3.

Informasi 2.. Informasi 3.. Informasi 4..II.

3 3 4 5 5

PEMBAHASAN....A. PEMBAHASAN KASUS..

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Klarifikasi Istilah. Batasan Masalah.. Rumusan Masalah Diagnosis Banding... Informasi 2... Informasi 3... Informasi 4... Kesadaran.... Organ Terkait... Informasi Tambahan.... Klasifikasi Cedera Kepala... Patofisiologi Muntah Proyektil... 9 Patofisiologi GCS Menurun....10 Patofisiologi Pupil Anisokor...13 Interval Lucid.. Hematom Intrakranial.....15

5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 8

B. PEMBAHASAN LAIN.. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

13

10. Penatalaksanaan..16 11. Peran Dokter di IGD...18

12. Prognosis.. I. PENDAHULUAN

20 21

DAFTAR PUSTAKA.

2

A. SKENARIO KASUS Judul Uraian : : RPS

Seorang laki-laki, usia 30 tahun dibawa ke IGD oleh tukang ojek karena tertabrak mobil saat sedang menyebrang jalan. Menurut keterangan tukang ojek, kejadian berlangsung sekitar 30 menit sebelum pasien tiba di IGD. Saat itu pasien tengah menyebrang jalan, kemudian tiba-tiba meluncur sebuah mobil dengan kecepatan tinggi dan menabrak dari arah kiri pasien. Pasien terpelanting dan kepalanya membentur tiang listrik yang ada di pinggir jalan. Pasien seketika langsung tidak sadarkan diri. Ketika sampai di IGD, pasien tampak gelisah, mata tertutup dan sesekali mengerang kesakitan. Pasien kemudian muntah menyemprot. B. INFORMASI 1. Uraian KU Kesadaran Vital sign Kepala Informasi 2 : Pemeriksaan Fisik : Tampak sakit berat : E2M4V3 : : Pupil anisokor, diameter D/S = 2mm/4mm, reflek cahaya N/ Thorax/Abdomen : dbn Ekstremitas luka terbuka2. Informasi 3

TD 150/90mmHg, Nadi 94x/menit, RR 20x/menit, S 37C

: tidak ditemukan adanya kecurigaan fraktur maupun

Uraian Meningeal Sign (-)

: Pemeriksaan Neurologis

N. Cranialis : sulit dinilai Fungsi Motorik Gerak Kekuatan Superior (D/S) N/N 5/5 Inferior (D/S) N/N 5/5

3

Refleks fisiologis N/N Refleks patologis -/Tonus N/N Trofi Eutrofi Tabel. Hasil Pemeriksaan Fungsi Motorik Fungsi sensorik Fungsi vegetatif3. Informasi 4

N/N -/N/N Eutrofi

: sulit dinilai : sulit dinilai

Uraian Brain CT-scan

: Pemeriksaan Penunjang : Tampak gambaran hiperdens, bulan sabit, diregio

temporal sinistra, ukuran 5 x 2 x 2 cm

4

II. PEMBAHASAN A. PEMBAHASAN KASUS 1. Klarifikasi Istilah Tidak terdapat istilah yang sulit dipahami. 2. Batasan Masalah a. Identitas Pasien Nama Usia b. RPS KU Onset : Tidak sadar setelah kecelakaan : 30 menit yll : Tn. X : 30 th

Kronologis :1. Sebelum masuk IGD (30 menit yang lalu) : Pasien menyebrang

jalan, tiba-tiba sebuah mobil meluncur dengan kecepatan tinggi dan menabrak dari arah kiri pasien. Pasien terpelanting dan kepalanya membentur tiang listrik yang ada di pinggir jalan. Pasien seketika langsung tidak sadarkan diri. 2. IGD : pasien tampak gelisah, mata tertutup dan sesekali mengerang kesakitan. Pasien kemudian muntah menyemprot. 3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam kasus diatas adalah: a. Berapakah GCS pada kasus ini? b. Bagian anatomis manakah yang terlibat dalam kasus ini? c. Informasi apakah yang diperlukan dalam penegakkan diagnosis?d. Klasifikasi cedera kepala.

4. a.

Diagnosis Banding Diagnosis banding berdasarkan kasus adalah: Hematoma Epidural

5

b. c. 5.

Hematoma Subdural Hematoma Intraserebral Informasi 2

a. Tingkat kesadaran masuk dalam tingkat delirium (GCS= 9) b. Peningkatan tekanan darah abnormal yang mengindikasikan adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap adanya perdarahan intracranial yang bisa masuk dalam patofisiologi interval lucid.6.

Informasi 3 pemeriksaan neurologis fungsi sensorik, vegetative, meningeal sign, dan pemeriksaan nervus kranialis.

a. Kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan

b. Tidak terdapat kelemahan anggota gerak (paresis/ plegi) dan paresis nervus kranialis sentral maupun perifer. Hal ini menandakan bahwa desakan dari perdarahan masih belum masiv. 7. Informasi 4 CT-scan merupakan gold standard dalam pemeriksaan trauma kepala. Hasil pemeriksaan pada CT-scan pasien mendandakan adanya lesi yang khas pada kelainan subdural hematom.B. PEMBAHASAN LAIN

1. Kesadaran Berdasarkan patologinya, trauma kepala/kapitis dibedakan menjadi komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasio serebri. Berdasarkan lokasi lesi, ada lesi yang yang difus, lesi kerusakan vaskuler otak dan lesi fokal yang terdiri atas kontosio serta laserasio, dan hematoma intrakranial. Sedangkan klasifikasi pasca perawatan terdiri dari empat, meliputi trauma kapitis minimal, ringan, sedang dan berat. Disebut minimal bila tidak ada gangguan kesadaran (GCS 15), tidak ada amnesia pasca trauma (APT) dan tidak ada defisit neurologi (Wijoto, 2008).

6

Trauma kapitis ringan adalah apabila kesadaran menurun (GCS 1315), APT kurang dari 1 jam, tidak ada luka operatif dan rawat rumah sakit kurang dari 48 jam serta pemeriksaan CT scan yang normal. Trauma kapitis sedang ditandai kesadaran yang menurun (GCS 9-12), pingsan lebih dari 3 menit hingga 24 jam, APT 1-2 jam, terdapat lesi operatif inrakranial atau CT scan kepala yang abnormal. Dan yang disebut dengan trauma kepala berat adalah kesadaran yang menurun (GCS 7 hari (Wijoto, 2008). 2. Organ yang terkait Trauma murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor. Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain. 3. Informasi tambahan a. Anamnesis1)

Bagaimana kronologis Tn. X tersebutt? Terplantingnya

seperti apa? Yang terpelanting sebelah mana? Yang terbentur sebelah mana?2) 3)

Apakah terjadi kejang? Apakah keluar darah dari telinga dan hidung? Penurunan kesadaran Muntah

4) 5)

b. Pemeriksaan fisik

1) GCS

7

2) Pemeriksaan Kardiovascular : TD, Nadi, RR, S 3) Pemeriksaan Mata : pupil, refleks cahaya 4) Pemeriksaan Neurologis : sensorik dan motorik. 5) Pemeriksaan Telinga dan Hidung : leukorea/othorea c. Pemeriksaan penunjang

1) CT Scan2) X-ray

4. Klasifikasi Cedera Kepala a. Berdasarkan mekanisme 1)2) 3)

Cedera kepala tertutup High velocity, contoh: kecelakaan lalu lintas Low velocity, contoh: kecelakaan kerja (jatuh dari gedung) Cedera kepala terbuka Ada hubungan intrakranial dengan dunia luar. Contoh: luka tembak, penganiayaan

4)

b. Berdasarkan berat-ringan (derajat) 1)2)

Cedera kepala ringan: GCS 13-15, hilang kesadaran selama < 30 menit Cedera kepala sedang: GCS 9-12, hilang kesadaran selama 30 menit - 24jam Cedera kepala berat: GCS 3-8, hilang kesadaran selama >24 jam. Adanya fraktur a) Calvaria (1) Linier (2) Ada pergeseran segmen b) Basis cranii (1) Anterior (2) Media (3) Posterior

3) 1)

c. Berdasarkn morfologi

2)

Adanya lesi intracranial

8

a) Fokal (1) Hematom epidural (2) Hematom subdural (3) Hematom intracerebral b) Difus (1) Konkusi ringan (2) Konkusi klasik (3) Cedera aksonal difusa5. Patofisiologi Muntah Proyektil

Peningkatan tekanan intracranial yang terjadi

merangsang pusat

muntah yang terletak di daerah postrema medulla oblongata di dasar ventrikel keempat, dan secara anatomis berada di dekat pusat salivasi dan pernapasan, menerima rangsang yang berasal dari korteks serebral, organ vestibuler, chemoreseptor trigger zone (CTZ), serabut aferen (n. X dan simpatis) dan system gastrointestinal. Impuls ini kemudian akan dihantarkan melalui serabut motorik yang melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen. Akibatnya akan terjadi pernapasan yang dalam, penutupan glottis, pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior, kemudian kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot abdomen akan memeras perut diantara difragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Hal kemudian diikuti dengan relaksasi otot sfingter esophagus sehingga terjadi pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Hal ini menyebabkan pada pasien terdapat gejala muntah (Olson, 2011).

6. Patofisiologi GCS menurun

9

Komplikasi dini, yang paling sering dari trauma kepala adalah cedera saraf otak. Semua saraf otak berisiko kecuali nervus IX dan X. Pada fraktur dasar tengkorak sering terjadi 13% cedera nervus I, sedangkan pada semua jenis trauma kepala 0,3-5% mengalami parese N.VII. Trauma yang berat seringkali akan merobek lapisan meningen bagian dura dan arachnoid. Hal ini terjadi dalam 3% penderita trauma kepala tertutup dan 5-10% pada fraktur dasar tengkorak. Cedera kepala yang menyebabkan fraktur sinus frontalis akan menyebabkan penumpukan udara pada rongga tengkorak, biasanya pada ruang subarachnoid, disebut pneumosefalus. Komplikasi lainnya adalah fistula sinus kavernosus yang paling banyak disebabkan karena robeknya arteri karotis yang melalui sinus kavernosus. Trias klinisnya adalah eksophtalmus yang pulsasif, kemosis konjungtiva dan bruit pada orbita. Tanda dan keluhan lain adalah distensi vena orbita serta paresis nervus III, N.V cabang 1 dan 2, serta N.VI karena saraf tersebut melalui dinding kavernosus. Patah tulang dasar tengkorak kadang menyebabkan trombosis dural sinus di dekatnya. Trombosis ini akan timbul setelah beberapa hari, dan yang paling sering terkena adalah sinus sigmoid dan transversus. Gejala klinis yang muncul berupa peningkatan tekanan intrakranial (TIK) meningkat yang ditandai dengan nyeri kepala, mual, muntah,kesadaran menurun, kejang dan hemiparesis. Infeksi intrakranial pasca trauma sangat mungkin terjadi karena trauma menyebabkan kontak substansi di dalamnya dengan dunia luar. Misalnya pada osteomyelitis tulang tengkorak, subdural empiema, meningitis, serebritis dan abses (Wijoto, 2008). Komplikasi bisa juga datang dalam waktu yang relatif lambat. Misalnya sindroma postkontusio. Masih ada sekitar 40% penderita yang masih mengeluh skait kepala, pusing, lelah, gangguan tidur, penglihatan kabur, iritabel, gelisah, dan gangguan konsentrasi yang sering tumpang tindih dengan gangguan cemas dan depresi. Pemeriksaan radiologis yang menunjukkan adanya atrofi pada lobus frontalis dan temporalis akan diikuti dengan gangguan fungsi eksekutif dan perubaha kepribadian. Disamping lesi fokal, mekanisme lain ialah disfungsi HPA axis (Hypothalamic Pituitary

10

Adrenal axis) yang menyebabkan depresi. Komplikasi lambat lainnya adalah kejang yang disebut dengan istilah post traumatic epilepsi. Gangguan kognitif merupakan gejala sisa neuropsikiatrik yang paling banyak terjadi dan dapat terjadi pada semua tingkatan keparahan trauma kepala. Kelainan ini diperantarai oleh abnormalitas fungsi kolinergik pasca trauma. Keadaan ini berkaitan dengan kelebihan produksi atau penghantaran dari neurotransmitter asetilkolin yang terjadi secara mendadak. Atau bisa juga kombinasi dengan produksi berlebihan dari neurotransmitter lain misalnya glutamat, katekolamin dan serotonin yang mucul dengan gejala gangguan siaga, atensi, dan memori. Hampir setiap penderita yang mengalami trauma kepala mengalami gangguan kognitif setelah sadar.Perubahan yang biasa terjadi adalah agitasi atau gangguan orientasi serta gangguan memori, atensi, konsentrasi, gangguan bahasa dan gangguan kepribadian. Sekitar 40% penderita pada tahun pertama pasca trauma ditengarai mengalami depresi (Wijoto, 2008). Hubungan trauma dengan terjadinya disfungsi neurotransmitter kholinergik. Disfungsi kolinergik pasca trauma kepala pada binatang percobaan menunjukkan bahwa goncangan yang keras paa kepala awalnya menunjukkan aktivasi yang berlebihan dari neuron kolinergik sentral, kemudian diikuti dengan berkurangnya fungsi kolnergik secara persisten. Penurunan fungsi tersebut diduga karena penurunan sintesis asetilkolin, berubahnya pelepasan asetilkolin karena perubahan ikatan autoreseptor asetilkolin dan signal tranduksi serta adanya cedera pada serat-serat neuron proyeksi kolinergik sendiri. Pada cedera garis tengah (midline injury) menyebabkan penurunan neuron kolinergik bilateral secara bermakna pada area Ch1 (nukleus medial septal), Ch.2 (Nukleus berkas diagonal area Broca), dan Ch.4 (nukleus basal dari Meynert). Sedang pada cedera lateral menunjukkan hasil yang mirip yaitu kehilangan neuron kolinergik ipsilateral dan hanya 11-28% kehilangan neuron kolinergik kontralateral. Sedang pada neuron kolinergik di batang otak selama proses pemulihan kesadaran mengalami penurunan tidak bermakna, sehingga penemuan ini menguatkan

11

bahwa hilangnya kolinergik adalah relatif selektif pada neuron kolinergik kortikal (Wijoto, 2008). Tenaga peregangan dan tekanan yang diterima akson di otak saat trauma akan menimbulkan abnormalitas influks natrium melalui mekanikal sensitif yang nantinya akan memicu peningkatan intra aksonal kalsium melalui pembukaan voltgegated calcium channels dan pembalikan (reversal) dari pertukaran ion Na dan Ca. Proses ini menyebabkan depolarisasi dari akson yang trauma dan menyebarkan potensial aksi ke synaptic terminal. Apabila neuron kolinergik atau dopaminergik pada trauma mengalami aktivasi dan melepas neurotransmitter berlebihan baik sendiri atau kombinasi pada postsinaptik target dan presinaptik aferen pada lokasi otak yang penting untuk fungsi kognitif maka dapat diramalkan terjadi disfungsi kognitif akut atau kronis. Hal ini juga ditunjang dengan bukti MRI pada beberapa kelompok trauma kepala yang didapatka penurunan densitas grey matter di basal forebrain, formatio hipokampus dan daerah neokorteks (Wijoto, 2008). Saat terjadi benturan kepala akan terjadi gerakan akselerasi deselerasi dari kepala khususnya dengan komponen angulary rotary menyebbakan peregangan dan pemotongan (shearing) dari akson yang berakibat klinis berupa hilangnya kesadaran saat benturan. Hilangnya kesadaran adalah sesaat (