LAPORAN PENDAHULUAN
description
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
AKNE VULGARIS
OLEH :
SGD 1
I GUSTI AYU CITRA KUSMALA DEWI 1302105001
NI KADEK AMARA DEWI 1302105008
NI WAYAN LUH WAHYUNI 1302105011
A.A SAGUNG DIAH GAYATRI DIPPA 1302105026
I DEWA MADE SURYA WIBAWANTARA 1302105034
NI PUTU PEBRIANI WIDIASIH 1302105039
I GUSTI AYU SRI MAHARANI DEVI 1302105026
HARISTA MIRANDA SALAM 1302105059
A.A PURNAMA JAYANTI 1302105078
MADE AYU WEDASWARI WIDYA 1302105080
NI PUTU EKA YANTI 1202105002
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN AKNE VULGARIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Pengertian
Akne vulgaris adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
sebasea. Penyakit ini dapat bersifat minor dengan hanya komedo atau peradangan
dengan pustula multipel atau kista. (Price&Wilson, 2005)
Akne vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai
folikel pilosebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di
daerah muka, leher serta badan bagian atas. Akne ditandai dengan komedo
tertutup (whitehead), komedo terbuka (blackhead), papula, pustula, nodul dan
kista (Smeltzer, Suzanne C. 2001)
Akne vulgaris (jerawat) adalah penyakit kulit akibat peradangan kronik folikel
pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis
berupa komedo, papula, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya
(Mansjoer, Arif. 2000)
Jadi, Akne vulgaris adalah kelainan pada kelnjar sebasea dalam memproduksi
minyak sehingga produksi minyak berlebih dan menyumbat folikel polisebasea
sehingga timbullah akne yang ditandai dengan adanya papula, pustula, nodul dan
kista.
2. Epidemiologi
Laki-laki dan perempuan terkena sama banyaknya, dengan insidensi tertinggi
antara usia 14 dan 17 tahun untuk anak perempuan, serta antara usia 16 dan 19
tahun untuk anak laki-laki (Clark,1993).
Kelainan kulit ini semakin nyata pada pubertas dan usia remaja, dan kenyataan
tersebut mungkin terjadi karena fungsi kelenjar endokrin tertentu yang
mempengaruhi sekresi kelenjar sebasea mencapai aktifitas puncaknya pada usia
ini. Akne tampaknya berakar dari interaksi factor genetic, hormonal dan bacterial.
Pada sebagian besar kasus terdapat riwayat akne dalam keluarga (Stawiski, 1992)
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab pasti timbulnya akne belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya akne vulgaris antara lain (Price&Wilson, 2005) :
a. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebakterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale.
b. Genetik
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal.
c. Ras
Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan karena
adanya ras-ras tertentu seperti oriental (Jepang, Cina, Korea) yang lebih jarang
dibandingkan dengan ras caucasian (Eropa, Amerika) dan orang kulit hitam
pun lebih jarang terkena daripada orang kulit putih.
d. Hormon
Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin
serta ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum
meningkat. Hormon estrogen dapat mencegah terjadinya akne karena bekerja
berlawanan dengan hormon androgen. Hormon progesteron dalam jumlah
fisiologik tidak mempunyai efektivitas terhadap aktivitas kelenjar sebasea,
akan tetapi terkadang progesteron dapat menyebabkan akne sebelum
menstruasi. Pada wanita, 60-70% menjadi lebih parah beberapa hari sebelum
menstruasi danmenetap sampai seminggu menstruasi.
e. Diet
Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah
makanan yang tinggi lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim),
makanan tinggi karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi
(makanan asal laut) dan pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan
tinggi glukosa susu dapat meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor
(IGF-I) yang dapat merangsang produksi hormon androgen yang
meningkatkan produksi jerawat.
f. Psikis
Stres psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan meningkatkan
produksi androgen. Naiknya hormon androgen inilah yang menyebabkan
kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum bertambah.
g. Iklim
Pada daerah yang mempunyai empat musim biasanya akne akan bertambah
hebat pada musim dingin dan sebaliknya membaik pada musim panas. Hal ini
disebabkan karena sinar ultraviolet (UV) yang mempunyai efek membunuh
bakteri dapat menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang
berpengaruh pada bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.
h. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri
dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustula pada pipi dan dagu.
Bahan yang sering menyebabkan akne bisa terdapat pada berbagai krem wajah
seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), tabir surya
(suncreen) dan krem malam.
i. Trauma kulit berulang
Menggosok dengan cairan pembersih wajah, scrub atau penggunaan pakaian
ketat misalnya tali bra, helm, kerah ketat dapat memperburuk jerawat.
j. Merokok
Rokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan
acne yang dikenal dengan “smoking acne”. Berdasarkan penelitian sekitar
42% perokok menderita akne vulgaris. Partisipasi non-perokok yang memiliki
akne vulgaris tidak meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti sering terkena uap atau terus menerus terpapar asap rokok.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Suzanne C. 2001, selama usia kanak –kanak, kelenjar
sebasea berukuran kecil dan pada hakekatnya tidak berfungsi, kelenjar ini berada
dibawah kendali endokrin, khususnya hormon - hormon androgen. Dalam usia
pubertas, hormon androgen menstimulasi kelenjar sebasea dan menyebabkan
kelenjartersebut membesar serta mensekresikan suatu minyak alami ,yaitu sebum,
yang merembas naikhingga puncak folikel rambut dan mengalir keluar pada
permukaan kulit.Pada remaja yang berjerawat, stimulasi androgen akan
meningkatkan daya responsivekelenjar sebasea sehingga akne terjadi ketika
duktus pilosebaseus tersumbat oleh tumpukan sebum. Bahan bertumpuk ini akan
membentuk komedo.
Patofisiologi akne vulgaris dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu :
a. Peningkatan sekresi sebum
b. Penyumbatan saluran pilosebasea
c. Perubahan komposisi lemak permukaan kulit
d. Kolonisasi baktri dalam folikel sebasea
Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori
tersumbat. Secaranormal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan
menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketikakelenjar tersebut menghasilkan
minyak yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat olehpenumpukan kotoran
dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai komedo.Pembentukan komedo
dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan keratinsehingga dinding
folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara bertahap akan
terjadipenumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan
dilatasi. Pada waktu yangbersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti
dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi.Komedo yang telah terbentuk
sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka(blackheads)
mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris
denganrambut pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena
trauma. Komedo tertutup(whiteheads) mempunyai keratin yang tidak padat,
lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnyalesi yang inflamasi
5. Klasifikasi
Selama ini, tidak terdapat standart internasional untuk pengelompokan dan
sistem grading acne. Hal ini tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam
pengelompokan acne. Saat ini, terdapat lebih dari 20 metode berbeda yang
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan acne.
Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman, yang mengelompokkan acne
vulgaris menjadi :
a. Acne komedonal
- Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
- Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
- Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
- Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
b. Acne papulopustul
- Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
- Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
- Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
- Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
c. Acne konglobata
Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 yang mengelompokkan acne
menjadi tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat sebagai berikut
(Wasitaatmadja, 2010)
Derajat Komedo Papul / pustul Nodul
- Ringan < 20 < 15 Tidak ada
- Sedang 20-100 15-50 < 5
- Berat >100 > 50 > 5
6. Gejala Klinis (DAPUS BELUM)
Gejala Klinis akne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan
komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul) dan lesi inflamasi dalam
(nodul).
a. Komedo
Komedo adalah tanda awal dari akne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum
pubertas. Komedogenic adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam
duktus folikel sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo
(mikroskopik komedo) yang merupakan inti dari patogenesis akne.
Mikrokomedo berkembang menjadi lesi non inflamasi yaitu komedo
terbuka dan komedo tertutup atau dapat juga berkembang menjadi lesi
inflamasi
- Komedo terbuka (Blackhead)
Komedo terbuka disebut juga blackhead secara klinis dijumpai lesi
berwarna hitam berdiameter 0,1-3mm, biasanya berkembang waktu
beberapa minggu. Puncak komedo berwarna hitam disebabkan
permukaan lemaknya mengalami oksidasi dan akibat pengaruh
melamin. Komedo terbuka (blackhead) merupakan lesi obstruktif yang
terbentuk dari lipid atau minyak yang terjepit dan keratin yang
menyumbat folikel yang melebar. Whitehead merupakan papula kecil
berwarna keputihan dengan lubang folikuler yang halus sehingga
umumnya tidak terlihat.
- Komedo tertutup (Whitehead)
Komedo tertutup disebut juga whitehead secara klinis dijumpai lesinya
kecil dan jelas berdiameter 0,1-3mm, komedo jenis ini disebabkan oleh
sel-sel kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit.
Secara berkala pada kulit terjadi penumpukan sel-sel kulit mati, minyak
dipermukaan kulit kemudian menutup sel-sel kulit dan terjadilah
sumbatan. Warna blackhead bukan terjadi karena kotoran melainkan
karena akumulasi lipid, bakteri serta debris epitel. Sebagaian komedo
tertutup dapat mengalami rupture dan menimbulkan reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh perembasan isi folikel (sebum, keratin, bakteri)
ke dalam dermis. Reaksi inflamasi ini dapat terjadi akibat kerja bakteri
kulit tertentu, seperti Propionibacterium acnes yang hidup dalam folike
rambut dan menguraikan trigliserida dari sebum menjadi asam lemak
bebas serta gliserin. Inflamasi yang ditimbulkan terlihat secara klinis
sebagai papula eritematosa, pustule dan kista inflamatorik. Papula serta
kista yang ringan akan kempis dan sembuh sendiri tanpa terapi. Papula
dan kista yang lebih dalam menimbulkan jaringan parut pada kulit.
(Stawiski, 1992).
b. Jerawat biasa
Jerawat jenis ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau
kemerahan. Terjadi karena terinfeksi dengan bakteri. Bakteri ini terdapat
dipermukaan kulit, dapat juga dari waslap, kuas make up, jari tangan juga
telepon. Stres, hormon dan udara lembab dapat memperbesar
kemungkinan infeksi jerawat karena kulit memproduksi minyak yang
merupakan perkembangbiakannya bakteri berkumpul pada salah satu
bagian muka.
c. Papula
Penonjolan padat diatas permukaan kulit akibat reaksi radang, berbatas
tegas dan berukuran diameter <5mm. Papul superfisial sembuh dalam 5-
10 hari dengan sedikit jaringan parut tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi
pasca inflamasi terutama remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul
yang lebih dalam penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama
dan dapat meninggalkan jaringan parut.
d. Pustula
Pustul akne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus.Letak
pustula bisa dalam ataupun superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai
dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering dijumpai pada akne
vulgaris yang parah.
e. Nodul
Nodul pada akne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm
atau lebih, disertai dengan nyeri.
f. Cystic Acne/jerawat Kista (jerawat batu)
Acne yang besar dengan tonjolan-tonjolan yang meradang hebat,
berkumpul diseluruh muka. Penonjolan diatas permukaan kulit berupa
kantong yang berisi cairan serosa atau setengah padat atau padat. Kista
jarang terjadi, bila terbentuk berdiameter bisa mencapai beberapa
sentimeter. Jika diaspirasi dengan jarum besar akan didapati material
kental berupa krem berwarna kuning. Lesi dapa menyatu menyebabkan
terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan granulomatous.
Keadaan ini sering disebut akne konglobata. Penderita ini biasanya juga
memiliki keluarga dekat yang juga menderita akne yang serupa.
g. Parut
Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang.
Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang
besar. Ada beberapa bentuk jaringan parut, antara lain:
- Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler
terutama pada wajah
- Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin kuning disekitar folikel
- Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat didada,
punggung, garis rahang (jaw line) dan telinga, lebih sering ditemukan
pada orang berkulit gelap
7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan
penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik
komedo terbuka maupun komedo tertutup. Adanya komedo diperlukan untuk
menegakkan diagnosis acne vulgaris (Wolff dan Johnson, 2009).
Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah –
daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar lemak. Secara umum,
pemeriksaan laboratorium bukan merupakan indikasi untuk penderita acne
vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya hiperandrogenism (Zaenglein dkk., 2008).
8. Terapi/tindakan penanganan
Menurut Smeltzer, Suzanne C tahun 2001 tujuan penatalaksanaan akne adalah
untuk mengurangi koloni bakteri, menurunkan aktivitas kelenjar sebasea,
mencegah agar folikel tidak tersumbat, mengurangi inflamasi, memerangi infeksi
sekunder, meminimalkan pembentukan jaringan parut dan mengeliminasi faktor-
faktor presdiposisi terjadinya akne. Program terapi tergantung dari tipe lesi
(komedo, papuler, pustule, kristik).
a. Terapi Diet
Meskipun pembatasan makanan terus dianjurkan dalam penanganan akne,
diet tidak memainkan peranan utama dalam terapi. Penghindaran jenis atau
produk makanan tertentu yang berkaitan dengan peningkatan intensitas
akne, seperti: coklat, cola, gorengan dan produk susu
b. Higiene Kulit
Pada kasus akne yang ringan, tindakan yang diperlukan mungkin hanya
dengan memabasuh muka 2 kali sehari dengan menggunakan sabun
pembersih muka seperti: Lave, Dial atau Neutrogena. jenis sabun ini dapat
menghilangkan minyak kulit yang berlebihan dan pada sebagian besar
kasus melenyapkan komedo. Metode lain yang efektif untuk
menghilangkan komedo adalah dengan pemakaian spons sperti Buf-Puf
(Clark, 1993). Penggunaan krim atau produk kosmetik yang berbahan
dasar minyak tidak dianjurkan.
c. Farmakologi Topikal
- Benzoil Peroksida : Preparat benzoil peroksida banyak digunakan
karena preparat ini dapat memgurangi lesi inflamasi dengan cepat dan
berkelanjutan. Preparat tersebut menekan produksi sebum dan mengurangi
sumbat komedo. obat ini juga mempunyai efek anti bakteri dengan
menekan pertumbuhan Propionibacterium acnes. pada walanya, benzoil
peroksida menimbulkan kemerahan dan deskuamasi, terapi kulit
kemudian menyesuaikan dirinya secara cepat dengan pemakaian preparat
tersebut.
- Asam Vitamin A : Asam vitamin A (tretinoin) yang dioleskan secara
topikal digunakan untuk menghilangkan sumbat keratin dari duktus
pilosebaseus. Preparat ini akan mempercepat proses penggantian sel,
menghilangkan komedo dan mencegah pembentukan komedo yang baru.
jadi, asam vitamin A merupakan preparat yang efektif mengobati akne
yang disertai pembentukan komedo (comedonal acne).
- Antibiotik Topika : Pemakaian antibiotic topical dalam pengobatan
akne sudah meluas. antibiotik topikal akan menekan pertumbuhan
P.acnes; menurunkan kadar asam lemak bebas pada permukaan kulit;
mengurangi komedo, papula serta pastula; dan tidak menimbulakan efek
samping sistemik. preparat topical yang mengandung tetrasiklin,
klindamisin, eritromisin atau meklosiklin kerap kali digunakan.
d. Terapi Sistemik
- Antibiotik Sistemik : Preparat antibiotik oral, seperti tetrasiklin, yang
berikan dengan dosis kecil dalam periode waktu yang lama sangat efektif
untuk mengobati pasien-pasien dengan akne yang sedang dan berat,
khususnya kalau akne tersebut bersifat inflamatorik serta menimbulkan
pasula, abses dan sikatriks. Terapi dapat dilanjutkan selama berbulan-
bulan dan bertahun-tahun. pemakaian tetrasiklin merupakan kontrainsikasi
pada anak-anak di bawah usia 12 tahun dan pada wanita hamil. pemberian
selama kehamilan dapat mempengaruhi gigi yang sedang tumbuh karena
akan menyebabkan hipoplasia enamel dan perubahan warna permanen
pada gigi bayi (Stawiski,1992).
- Retinoid Oral : Senyawa vitamin A sintetik (retinoid) kini digunakan
dengan hasil-hasil yang dramatis pada penderita akne kistik noduler yang
tida responsif terhadap terapi konvensional. salah satu senyawanya asalah
isotretinoin (Accutane). Isoretinoin akan mengurangi ukuran kelenjar
sebasea dan mengahambat produksi sebum. Efek samping yang paling
sering ditemukan dan dialami oleh hampir semua pasien adalah keilitis
(inflamasi bibir).
- Terapi Hormon : Terapi estrogen (preparat progesterone-strogen)
ternyata dapat mensupresi produksi sebum dan mengurangi keadaan kulit
yang berminyak. biasanya terapi ini hanya dilakukan pada wanita muda
kalau penyakit akne dimulai pada usia yang lebih lanjut daripada biasanya
dan cenderung meningkat intensitasnya pada waktu-waktu tertentu dalam
siklus haid yang kerap kali ireguler. estrogen tidak diberikan kepada anak
laki-laki karena efek sampingnya tidak dikehendaki.
e. Terapi Bedah
Terapi bedah akne terdiri dari ekstrasi komedo, penyuntikan
kortikosteroid ke dalam lesi yang mengalami inflamasi dan insisi serta
drainase pada lesi kistik noduler yang berfluktasi dan berukuran besar.
- Ekstrasi komedo : Komedo dapat dihilangkan dengan alat ekstraktor
komedo. Lesi pertama-tama dibersihakan dengan kapas alkohol. komedu
ditusuk dengan jarum dengan ukuran 18 atau dengan ujung skapel untuk
memudahkan pengeluaran komedo. mulut ekstraktor kemudian
ditempatkan pada lesi dan dilakukan penekanan langsung agar isi kelenjar
komedo dpat keluar. pengeluaran komedo akan meninggalkan daerah
eritema yang memerlukan waktu beberapa minggu sebelum sembuh.
pemebntukan kembali komedo sesudah ekstraksi sering dijumpai karena
kerap kali ada bagian komedo yang tertinggal dalam kanalis pilosebasea.
- Kriosurgeri : (pembekuan dengan nitrogen cair) dapat digunakan pada
penyakit akne bentuk noduler dan kistik.
- Dermabrasi : Pasien dengan sikatriks yang dalam dapat ditangani
dengan terapi abrasi dalam, dimana epidermis dan sebagian lapisan dermis
superfisal dibuang sampai setinggi sikatriks.
9. Komplikasi
Semua tipe akne berpotensi meninggalkan sekuele. Hampir semua lesi acne
akan meninggalkan makula eritema yang bersifat sementara setelah lesi sembuh.
Pada warna kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi dapat bertahan
berbulanbulan setelah lesi acne sembuh. Acne juga dapat menyebabkan terjadinya
scar pada beberapa individu. Selain itu, adanya acne juga menyebabkan dampak
psikologis. Dikatakan 30– 50% penderita acne mengalami gangguan psikiatrik
karena adanya acne (Zaenglein dkk., 2008).
10. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering residif.
Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi
akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat
sehingga perlu rawat inap di rumah sakit. Namun ada yang sukar diobati, mungkin
ada faktor genetika. Bila banyak sikatrik bisa dilakukan dermabrasi oleh yang
ahli. (Andrianto, P., dan Sukardi, E., 1988)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
- Pengkajian Pola Gordon
a. Pemeliharaan dan Persepsi Terhadap Kesehatan
b. Nutrisi dan Metabolik
c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas dan Latihan
e. Pola Tidur dan Istirahat
f. Pola Kognitif dan Perseptual
g. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
h. Pola Seksual dan Reproduksi
i. Pola Peran dan Hubungan
j. Pola Manajemen Koping Stres
k. Pola Keyakinan-Nilai
II. Diagnosa Keperawatan
a. Analisis Data
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Integritas Kulit b.d kondisi gangguan metabolik ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan faktor risiko kerusakan integritas kulit
dan trauma jaringan
3. Gangguan Citra Tubuh b.d penyakit ditandai dengan perubahan aktual pada
struktur dan mengungkapkan perasaan malu terhadap kondisi penampilan
tubuh
4. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ditandai
dengan pengungkapan masalah dan prilaku tidak tepat
III. Intervensi
Hari/
Tgl
Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Kerusakan
Integritas Kulit
b.d kondisi
gangguan
metabolik
ditandai
dengan
kerusakan
lapisan kulit
Setelah diberikan asuhan
keperawatan
selama….x24 jam
diharapkan citra tubuh
pasien membaik dengan
kriteria hasil:
NOC Label: Tissue
Integrity : Skin &
Mucous Membran
1. Klien mengatakan
tidak merasakan
panas lagi pada
kulitnya yang
terinfeksi
2. Tidak terlihat adanya
NIC Label : Skin Care :
Topical Treatment
1. Kaji keadan kulit pasien
(derajat kerusakan
integritas)
2. Bersihkan kulit pasien
dengan sabun antibakteri
3. Aplikasikan antibiotic
topikal pada area yang
mengalami kerusakan
integritas
4. Aplikasikan antiinflamsi
topikal pada area yang
mengalami kerusakan
1.Derajat kerusakan integritas menunjukan kondisi
kulit klien
2. Penggunaan sabun antibakteri digunakan untuk
mencegah infeksi berlanjut
3. Antibotik topikal dapat memperbaikan
kerusakan kulit akibat jerawat
4. Antiinflamasi digunakan untuk mencegah
peradangan yang terus-menerus
kemerahan pada kulit
klien yang terinfeksi
3. Integritas kulit klien
dapat membaik
dibanding keadaan
sebelumnya
4. Lesi pada kulit pasien
dapat teratasi
5. Rasa sakit akibat
papula (jerawat yang
berisi cairan)
berkurang.
integritas
5. Dokumentasikan derajat
kerusakan integritas
sebelum dan sesudah
dilakukannya terapi serta
terapi yang telah dilakukan
6. Memonitor warna dan
kelembapan kulit
5. Pendokumentasian sebelum dan sesudah terapi
mengindikasikan keberhasilan tindakan
keperawatan
6. Warna dan kelembapan kulit menunjukan
kondisi kulit
Risiko Infeksi
berhubungan
dengan faktor
risiko
kerusakan
integritas kulit
dan trauma
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam pasien
dapat melakukan kontrol
status imun, dengan
criteria :
NIC label : Infection
Control
1. Membersihkan
lingkungan pasien setelah
pasien lain
menggunakannya
1. Untuk menghindari pasien tertular virus
dari pasien sebelumnya
jaringan NOC label : Immune
Status
1. Pasien mengetahui
pentingnya cuci
tangan
2. Pasien
mengetahui yang
berpengaruh
terhadap
penyebaran infeksi
2. Membatasi jumlah
pengunjung yang masuk
3. Menginstruksikan
pengunjung mencuci
tangan sebelum masuk ke
ruangan
4. Menggunakan sabun
antiseptic untuk mencuci
tangan.
5. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah merawat
pasien.
6. Memberikan terapi
antibiotic seseuai yang
ditetapkan (Obat Derajat
sedang: Topikal retinoid+
topikal antimikroba atau
kombinasi,topikal dapson
atau Aze laic acid atau
salicylic acid, atau
penggunaan laser/terapi
sinar, terapi fotodinamik)
2. Untuk menghindari pasien tertular virus yang
dibawa oleh pengunjung lain.
3. Untuk menghindari pasien tertular virus dari
pasien yang akan masuk untuk berkunjung
4. Untuk membunuh bakteri dan kuman
penyakit dari tangan pengunjung yang masuk
5. Untuk mencegah penularan virus dan bakteri
setelah merawat pasien lain, dan tidak
menularkannya ke pasien lainnya
6. Penggunaan terapi antibiotik disesuaikan
dengan derajatnya untuk meningkatkan
efektifitas kerja obat.
NIC label : Infection
Protection
1. Memantau kadar
granulosit, leukosit,dan
perbedaannya
2. Memantau asupan nutrisi
3. Mengajari pasien dan
keluarga bagaimana cara
mencegah infeksi
4. Menganjurkan pemberian
asupan cairan sesuai
kebutuhan.
NIC Label: Infection Protection
1. Mengetahui perubahan yang terjadi pada
kadar granulosit dan leukosit.
2. Mengetahui apakah kebutuhan nutrisi
sudah terpenuhi
3. Pasien dan keluarga mengetahui
bagaimana cara mencegah infeksi
4. Mengetahui apakah kebutuhan cairan
sudah terpenuhi.
Gangguan Citra
Tubuh b.d
penyakit
ditandai dengan
perubahan
aktual pada
Setelah diberikan asuhan
keperawatan
selama….x24 jam
diharapkan citra tubuh
pasien membaik dengan
kriteria hasil:
NIC Label: Body Image
Enhancement
1. Tentukan harapan
citra tubuh pasien
berdasarkan tahap
NIC Label: Body Image Enhancement
1. Dengan mengetahui harapan pasien
terhadap citra tubuhnya sendiri dapat
membantu dalam memberikan tindakan
yang sesuai
struktur dan
mengungkapkan
perasaan malu
terhadap
kondisi
penampilan
tubuh
Noc Label: Body Image
1. Puas terhadap
penampilan tubuh
2. Puas terhadap fungsi
tubuh
3. Menyesuaikan terhadap
perubahan tubuh akibat
operasi
perkembangan
2. Bantu pasien
menentukan tingkat
perubahan aktual
dalam tubuh atau
terhadap level
fungsinya
3. Bantu pasien untuk
mendiskusikan
stressor yang
mempengaruhi citra
tubuh akibat operasi
4. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
tindakan yang akan
meningkatkan
penampilan
2.Membantu pasien untuk mengetahui kondisinya
dapat meminimalkan kecemasan pasien
3. Dengan berdiskusi pasien akan merasakan
masalahnya sedikit teratasi karena mendapatkan
jawaban atas masalahnya
4. Identifikasi penting untuk dilakukan agar klien
dapat menambah ilmu terkait kesehatannya
Defisiensi
Pengetahuan
berhubungan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama … x
24 jam diharapkan pasien
Nic Label :
Teaching : Disease Process
1. Pengetahuan pasien menunjukan sejauh mana
klien tahu mengenai kesehatan
dengan
keterbatasan
kognitif
ditandai dengan
pengungkapan
masalah dan
prilaku tidak
tepat
membaik dengan criteria
hasil :
a. NOC Label :
Knowledge: Disease
Process
Dengan kriteria hasil:
a. Klien mengetahui
penyebab dan faktor
yang berkontribusi
terhadap terjadinya
penyakit
b. Mengetahui tanda dan
gejala dari penyakit
c. Klien mengetahui
faktor risiko
d. Klien dapat
menggunakan strategi
untuk meminimalisir
laju penyakit
e. Dapat mengetahui
dampak psikososial
1. Kaji tingkat
pengetahuan pasien
2. Jelaskan tentang
penyakit yang dialami
pasien (penyebab,
faktor resiko, dampak
yang ditimbulkan,
gejala dan tanda
penyakit
3. Tanya kepada pasien
usaha apa yang sudah
dilakukan untuk
memenejemen gejala
yang muncul
4. Jelaskan kepada
pasien gaya hidup
yang baik
5. Jelaskan pilihan terapi
yang dapat pasien
pilih
2. Penjelasan tentang penyakit dapat menambah
wawasan pasien terkait kondisinya
3. Usaha yang dilakukan sebelumnya dapat
menjadi acuan untuk pengobatan selanjutnya
4.Gaya hidup yang baik dapat meningkatkan
derajat kesehatan pasien
5. Pasien memiliki hak untuk memilih jenis terapi
yang akan diterimanya
penyakit pada diri
sendiri dan keluarga.
IV. Implementasi
Implementasi diberikan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan
V. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah implementasi dilakukan dengan menggunakan SOAP, dimana :
- S : merupakan data subjektif yang didapat pada saat evaluasi dari pasien setelah dilakukan tindakan
- O : merupakan data objektif yang didapat oleh perawat pada saat evaluasi dari pasien setelah pasien setelah dilakukan tindakan
- A : merupakan tujuan yang telah dicapai perawat setelah dilakukan implementasi
- P : merupakan rencana tindakan selanjutnya untuk meningkatkan status kesehatan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Price Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Media Aesculapius : Jakarta
Stawiski MA. Acne and related conditions. In Price SA and Wilson LM. 1992 Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease. New York, McGraw-Hill, Inc
Clark C. Acnegeneral Practice Management. Practitioner. 1993 Feb; 237: 160-164
Andrianto, P., dan Sukardi, E., 1988, Kapita Selekta Dermato-Venerologi, Akne Vulgaris, EGC, Jakarta, Hal : 132-135.