LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

25

Click here to load reader

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMAPTOE DAN

TUBERKULOSIS PARU

A. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang ditularkan melalui udara, dimana

bakteri basil yang infeksius terhirup (droplet) di udara (Jurdao & Otilia VV,

2011). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama

menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian

tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer

& Brenda, 2001).

Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang

berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah masif

apabila jumlah darah yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam. Hemaptoe

adalah ekspetorasi darah / mukus yang berdarah (Anonimous, 2012).

Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan sputum yang mengandung darah

yang berasal dari paru atau percabangan bronkus (Kusmiati & Laksmi, 2011).

Hemaptoe diklasifikasikan menjadi (Tafti SF dkk, 2005):

1. Hemaptoe masif : perdarahan lebih dari 200cc per 24 jam

2. Hemaptoe moderat : perdarahan kurang dari 200cc per 24 jam

3. Hemaptoe ringan : sputum dengan bercak darah.

B. Penularan dan Faktor-faktor Risiko

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui

udara. Individu terinfeksi , melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau

bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100µ) dan kecil (1-5 µ).

Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara

dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk

tertular tuberkulosis adalah (Smeltzer & Brenda, 2001):

1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

2

2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka

yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV).

3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik

4. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis.

Diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass

gastrektomi atau yeyunoileal)

5. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,

Afrika, Amerika Latin, Karibia)

6. Setiap individu yang tinggal di institusi (mis, fasilitas perawatan jangka

panjang, institusi psikiatrik, penjara)

7. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh

8. Petugas kesehatan

C. Etiologi

Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah bakteri

batang aerobik tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan

sinar ultraviolet. Mycobacterium tuberculosis kompleks terdiri dari strain

lima spesies yaitu M. tuberkulosis, M. canettii, M. africanum, M. microti, dan

M. bovis dan dua subspesies yaitu M. caprae dan M. Pinnipedii. Mikobakteri

ini ditandai dengan 99,9% kesamaan pada tingkat nukleotida dan hampir

identik dengan urutan 16S rRNA tetapi berbeda dalam hal inang tropisme,

fenotipe dan patogenisitas (Jurdao & Otilia VV, 2011). M. Bovis dan M. Avium

pernah, pada kejadian yang jarang, berkaita dengan terjadinya infeksi

tuberkulosis (Smeltzer & Brenda, 2001).

Hemaptoe adalah gejala pernafasan non-spesifik dan memiliki

hubungan yang signifikan dengan TB paru (Tafti SF et al, 2005). Etiologi

hemaptoe antara lain (Flores & Sunder, 2006) :

1. Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis,

bronchiectasis (fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis.

2. Neoplasma: karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma

bronkial, sarcoma.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

3

3. Benda asing/ trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma

dada, broncholith.

4. Pembuluh darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup

mitral, infark/emboli pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari

kateter arteri pulmonal).

5. Alveolar hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit

vaskular kolagen, obat-obatan (nitrofurantoin, isocyanate, trimellitic

anhydrid, D-penicillamine, kokain), koagulopati.

6. Iatrogenik: post biopsi paru, rupturnya arteri pulmonal dari kateter Swan-

Ganz

7. Lain-lain: malformasi arterivenous pulmonal, bronkial telangiectasia,

pneumoconiosis.

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

4

D. Patofisiologi

Sembuh dengan bekas fibrosis

Menyebar ke organ lain (paru lain,saluran

pencernaan, tulang) melalui media (bronchogen,

percontinuitum, hematogen, limfogen)

Sembuh sendiri tanpa pengobatan

Limfadinitis regionalLimfangitis LokalKomplek primer

Hipertermi Mempengaruhi sel pointSarang primer/afek primer (focus ghon)

Mempengaruhi hipotalamus

Tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag

Pengeluaran zat pirogen

Terjadi proses peradangan

Sembuh tanpa pengobatan

Menetap di jaringan paru

Dibersihkan oleh makrofag

Keluar dari tracheobionchial bersama secret

Menempel pada paru

Masuk lewat jalan napas

Droplet infectionMicrobacterium tuberculosa

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

5

Gambar 1. Patofisiologi Hematoma Paru (Nurarif AH & Hardhi K, 2013;

Anonimous, 2012)

Nyeri akut

Gangguan rasa nyaman

Ansietas, takut

Ketidakefektifan bersihan jalan

napas

Psikologis Fisik (batuk)

Terjadi robekan pembuluh darah pada

paru-paruResiko infeksi

Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intake nutrisi kurang

Mual, muntah

Distensi abdomenBatuk berat

Terhirup orang sehat

Droplet infection

Batuk produktif (batuk terus menerus

Secret keluar saat batuk

Radang tahunan bronkus

Menurunnya permukaan efek

paru

Kerusakan membran alveolar

Pembentukan sputum berlebihan

Membentuk jaringan keju

Bagian tengah nekrosis

Pembentukan tuberkel

Berkembang menghancurkan

jaringan ikat sekitar

Pertahanan primer tidak adekuat

Alveolus

Hemaptoe

Kurang pengetahuan

PK infeksi

Perdarahan

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

6

E. Tanda dan Gejala

1. Pada hemaptoe, darah adalah berbusa karena dicampur dengan udara dan

lendir dan kadang-kadang lendir yang bernoda darah.

2. Kuantitas mungkin berbeda dengan jumlah yang kecil karena iritasi

tenggorokan atau jumlah yang besar dalam kasus kanker.

3. Darah mungkin berwarna merah terang atau mungkin berwarna kekuningan.

4. Jika batuk disertai dengan demam tinggi, sesak napas, pusing, nyeri dada

dan darah dalam urin atau feses, pasien harus mendapatkan perhatian medis

yang mendesak tanpa penundaan (Anonimous, 2012).

F. Pemeriksaan Penunjang (Flores & Sunder, 2006)

1. Pemeriksaaan laboratorium (Hb, Ht)

2. Bronkoskopi

3. CT scan dada. Mendeteksi adanya aneurysm dan malformasi arterivenous

atau bronchiectasis yang terkadang tidak terlihat pada radiografi dada.

4. X-Ray dada. Bermanfaat untuk menentukan sumber lokasi perdarahan jika

terdapat masa, lesi atau alveoli hemoragik.

5. Sputum sitologi

G. Penatalaksanaan Medis

Dalam kasus tuberkulosis, yang merupakan masalah kesehatan nasional,

rejimen yang tepat dari obat anti-TBC dapat diberikan (Nakhoda N, 2012). ada

umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya

berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.

Tujuan pokok terapi ialah (Anonimous, 2011):

1.      Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku

2.      Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

3.      Menghentikan perdarahan

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport

kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

7

merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis

masif (Anonimous, 2011).

Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam

saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat

kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang

multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat

menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan

hipovolemik (Anonimous, 2011).

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah (Anonimous,

2011):

1.      Terapi konservatif

a.       Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral

decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk

mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.

b.      Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

c.       Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran

saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.

d.      Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.

e.       Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),

misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

f.        Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

g.       Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang

terjadi.

h.       Pemberian oksigen.

i.         Tindakan selanjutnya bila mungkin :

1)      Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

2)      Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan

bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2.      Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

8

a.       Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b.      Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakan operasi.

c.       Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe

yang berulang dapat dicegah.

H. Masalah Keperawatan

Pengkajian (Anonimous, 2011)

1. Jumlah dan warna darah

2. Lamanya perdarahan

3. Batuknya produktif atau tidak

4. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan

5. Sakit dada, substernal atau pleuritik

6. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan

batuk

7. Wheezing

8. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu

9. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

10. Perokok berat dan telah berlangsung lama

11. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

12. Hematuria yang disertai dengan batuk darah

13. Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat

digunakan petunjuk sebagai berikut :

Keadaan Hemoptoe Hematemesis

1. Prodromal Rasa tidak enak di

tenggorokan, ingin batuk

Mual, stomach distress

2. Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai batuk

Darah dimuntahkan dapat

disertai batuk

3. 3. Penampilan Berbuih Tidak berbuih

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

9

darah

4. Warna Merah segar Merah tua

5. 4. Isi Lekosit, mikroorganisme,

makrofag, hemosiderin

Sisa makanan

6. 5. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7. 6. Riwayat

Penyakit

Dahulu

Menderita kelainan paru Gangguan lambung,

kelainan hepar

8. 7. Anemi Kadang-kadang Selalu

9. 8. Tinja Warna tinja normal

Guaiac test (-)

Tinja bisa berwarna

hitam, Guaiac test (-)

14. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat

mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan

opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis,

teleangiektasi (Anonimous, 2011).

I. Diagnosa Keperawatan (NANDA International, 2009; Carpenito LJ, 2007)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi

dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi).

2. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik).

3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi.

4. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi

(hemaptoe).

5. Gangguan rasa nyaman

6. PK infeksi

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

10

J. Rencana Tindakan (Ackley & Ladwig, 2011; Carpenito LJ, 2007; Nurarif AH

& Hardhi K, 2013; Moorhead S, et all. 2008)

1. Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas

(sekresi dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi) ditandai

dengan adanya batuk, suara nafas tambahan (wheezing), perubahan pada

pola dan respiratory rate, sputum berlebihan.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan bersihan

jalan klien menjadi efektif.

NOC: Patensi jalan napas, status respirasi.

Kriteria hasil:

a) Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)

b) Menunjukkan jalan napas yang paten (irama nafas, frekuensi pernapasan

dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)

c) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat

jalan napas.

NIC label: Manajemen jalan napas

1. Auskultasi suara napas 1 -4 jam. Suara napas normal jelas atau krakels

tersebar dibagian dasar yang jelas dengan napas dalam. Adanya

krakles kasar diakhir inspirasi mengindikasikan adanya cairan di jalan

napas, wheezing mengindikasikan adanya sumbatan jalan napas (Fauci

et al, 2008)

2. Pantau pola napas, meliputi rate, kedalaman dan upaya bernapas.

Respiratory rate normal untuk dewasa tanpa dispneu adalah 12-16

(Bickley & Szilagyi, 2009). Dengan adanya sekresi pada jalan napas

respiratori rate akan meningkat.

3. Berikan oksigen sesuai order. Pemberian oksigen dapat memperbaiki

hipoksemia (Wong & Elliot, 2009).

4. Observasi sputum, warna, bau, dan volume. Sputum normal adalah

bening atau abu-abu dan minimal; sputum abnormal adalah hijau,

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

11

kuning atau terdapat bercak darah; berbau; dan biasanya dalam

jumlah banyak.

5. Dorong pemberian cairan lebih dari 2500ml/ hari kecuali klien dengan

gangguan jantung atau ginjal. Cairan membantu meminimalisasi

keringnya mukosa dan memaksimalkan kerja silia untuk mengeluarkan

sekresi.

6. Berikan pengobatan seperti obat koagulan, dan antitusif. Obat koagulan

diberikan untuk menghentikan perdarahan dan obat golongan antitusif

untuk mengurangi batuk pada klien melalui penekanan pusat saraf

batuk.

7. Berikan kompres dingin dibagian leher dan dada klien. Kompres dingin

memberikan efek vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga

perdarahan dapat dikontrol.

2. Diagnosa 2: Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) ditandai dengan perubahan

nafsu makan, perubahan respiratory rate, melaporkan nyeri secara verbal.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 2 jam diharapkan nyeri yang

dirasakan klien berkurang.

NOC: Tingkat nyeri, kontrol nyeri.

Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

NIC label: Manajemen nyeri

1. Lakukan pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi. Pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi penting untuk menentukan penyebab utama

nyeri dan pengobatan yang efektif (Breivik et al, 2008; Ming Wah, 2008).

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

12

2. Kaji adanya nyeri secara rutin, biasanya dilakukan pada pemeriksaan TTV

dan selama aktivitas dan istirahat. Pengkajian nyeri merupakan tanda-tanda

vital fisiologis yang penting dan nyeri termasuk dalam “kelima tanda-tanda

vital” (APS, 2008). Nyeri akut sebaiknya dikaji saat istirahat (penting untuk

kenyamanan) dan selama bergerak (penting untuk fungsi dan menurunkan

risiko terjadinya kardiopulmonari dan tromboembolitik pada klien)(Breivik

et al, 2008).

3. Minta klien untuk menjelaskan pengalaman nyeri sebelumnya, keefektifan

intervensi manajemen nyeri, respon pengobatan analgetik termasuk efek

samping, dan informasi yang dibutuhkan. Memperoleh riwayat nyeri

individu membantu untuk mengidentifikasi faktor potensial yang mungkin

mempengaruhi keinginan pasien untuk melaporkan nyeri, seperti intensitas

nyeri, respon klien terhadap nyeri, cemas, farmakokinetik dari analgesik

(Kalkman et al, 2003; Deane & Smith, 2008; Dunwoody et al, 2008).

Regimen manajemen nyeri harus secara individu kepada klien dan

mempertimbangkan kondisi medis, psikologis dan fisiologis, usia, respon

sebelumnya terhadap analgesik.

4. Manajemen nyeri akut dengan pendekatan multimodal. Multimodal

analgesik mengkombinasikan dua atau lebih pengobatan, metode (Pasero,

2003a, 2009a). Manfaat dari pendekatan ini adalah dosis efektif terendah

dari setiap obat bisa diberikan, hasilnya efek samping dapat diminimalkan

seperti terjadinya oversedasi dan depresi respirasi (Pasero, 2003a; Parvizi

et al, 2007; APS, 2008).

5. Jelaskan pada klien mengenai pendekatan manajemen nyeri, termasuk

intervensi farmakologi dan nonfarmakologi. Salah satu langkah penting

untuk meningkatkan kemampuan kontrol nyeri adalah klien memahami

nyeri secara alami dengan baik, pengobatannya dan peran klien dalam

mengontrol nyeri (APS, 2008).

6. Minta klien untuk menjelaskan nafsu makan, eliminasi, dan kemampuan

untuk istirahat dan tidur. Administrasikan terapi dan pengobatan untuk

meningkatkan/ memperbaiki fungsi ini. Obat-obatan golongan opioid

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

13

dapat menyebabkan konstipasi yang biasanya terjadi dan menjadi masalah

yang signifikan dalam manajemen nyeri. Opioid menyebabkan konstipasi

dengan cara menurunkan motilitas usus danmengurangi sekresi mukosa

(Friedman &Dello Buono, 2001; Panchal, Muller-Schwefe, Wurzelmann,

2007).

7. Sebagai tambahan administrasi obat analgesik, dukung klien untuk

menggunakan metode nonfarmakologi untuk membantu mengontrol nyeri,

seperti distraksi, imaginary, relaksasi dengan menarik napas dalam. Strategi

perilaku-kognitif dapat menjadi sumber kontrol diri klien, keberhasilan

personal, dan berpartisipasi aktif dalam pengobatannya sendiri.

3. Diagnosa 3: Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi ditandai

dengan memverbalkan masalah yang dialami.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit (1X pertemuan)

diharapkan pengetahuan klien bertambah.

NOC: Pengetahuan: proses penyakit, pengobatan.

Kriteria hasil:

a) Klien dan keluarga mampu menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis dan program pengobatan.

b) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah

dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya.

NIC label: Mengajarkan: Proses penyakit (Ackley & Gail, 2010; Nurarif &

Hardhi, 2013)

1. Pertimbangkan kemampuan dan kesiapan klien untuk belajar (mis. mental,

kemampuan melihat dan mendengar, adanya nyeri, kesiapan emosional,

motivasi dan pengetahuan sebelumnya) ketika mengajarkan klien.

Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien.

2. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat. Memudahkan klien

dalam memahami proses penyakit.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit. Klien

mengetahui tanda dan gejala sehingga jika terjadi kegawatan, klien dapat

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

14

melapor kepada petugas kesehatan/ perawat dan mendapatkan penanganan

yang tepat.

4. Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

faktor biologi (hemaptoe) ditandai dengan berat badan turun dengan intake

makanan yang tidak adekuat, nyeri dada, kesulitan menelan makanan.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan

nutrisi klien terpenuhi.

NOC: Status nutrisi, status nutrisi: intake makanan dan minuman, status

nutrisi: intake nutrisi, kontrol berat badan.

Kriteria hasil:

a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.

b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

c) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

NIC label: Manajemen nutrisi (Ackley & Gail, 2010; Nurarif & Hardhi, 2013)

1. Pantau intake makanan. Pencatatan intake makanan membantu klien dan

perawat, mengakaji makanan yang biasa dimakan, pola makan ( Shay,

Sorbert & Seibert, 2009.

2. Tawarkan makanan yang biasa klien makan. Setiap orang menyukai

makanan yang biasa dimakan, terutama ketika mereka sakit (O’Regan,

2009).

3. Berikan pengobatan antiemetik dan nyeri sesuai order dan keperluan.

Adanya mual/ muntah atau nyeri menimbulkan penurunan nafsu makan.

5. Diagnosa 5: Gangguan rasa nyaman ditandai dengan ansietas, takut, kurang

istirahat, ketidakmampuan untuk rileks.

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 12 jam diharapkan klien

merasa nyaman.

NOC: Ansietas, rasa nyaman.

Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol kecemasan

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

15

b) Kualitas tidur dan istirahat adekuat

NIC label: Inspirasi harapan (Ackley & Gail, 2010; Nurarif & Hardhi, 2013)

1. Kaji tingkat kenyaman klien saat ini. Langkah ini dapat digunakan untuk

membantu meningkatkan rasa nyaman klien. Sumber pengkajian data

tingkat kenyamanan bisa berupa subjektif, objektif, primer, sekunder,

fokus (Kolcaba, 2003; Wilkinson & VanLeuven, 2007).

2. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. Mambantu klien

untuk mendapatkan rasa nyaman tanpa teknik farmakologi.

6. Diagnosa 6: PK Infeksi

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan infeksi

dapat diatasi.

NOC (Carpenito, 2006)

Kriteria hasil:

a) Komplikasi dapat dicegah

b) Tidak terjadi distres pernapasan, tidak terjadi syok.

NIC label: Kontrol infeksi (Ackley & Gail, 2010; Nurarif & Hardhi, 2013)

1. Kaji tanda-tanda infeksi; suhu tubuh, nyeri, perdarahan, dan pemeriksaan

labolatorium ,radiologi. Mengetahui keadaan pasien.

2. Kaji tanda-tanda syok dan distress pernapasan. Monitor komplikasi.

3. Kolaborasi pemberian antibiotik yang sesuai. Mengatasi penyabab.

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

16

Daftar Pustaka

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Anonimous. 2011. Hemaptoe. Diakses pada tanggal 22 April 2013http://uzanxwsdcito.blogspot.com/2011/07/hemaptoe.html

Anonimous. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien hemaptoe (batuk darah). Diakses pada 22 April 2013.http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-hemaptoe.html

Bicley LS, Szilagy P. 2009. Guide to Physical Examination, Ed 10. Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.

Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM et al. 2008. Assesment of Pain. Br J Anaesth; 101 (1): 17-24.

Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC.

Deane G, Smith HS. 2008. Overview of Pain Management in Older Persons. Clin Geriatr Med; 24: 185-20.

. Dunwoody CF, K renzischek DA, Pasero C et al. 2008. Assesment,

Physiologycal Monitoring, and Consequences of Inadequately Treated Pain. J Perianesth Nurs; 23 (1A): S27.

Fauci A, Braunwald E, Kasper DL et al. 2008. Harrison’s principles of internal medicine, ed 17. New York: McGraw-Hill.

Flores RJ, Sunder S. 2006. Massive Hemoptysis. Hospital Physician: 37-43.

Jurdao L, Otilia VV. 2011. Review Articel Tuberculosis: New Aspect of An Old Disease. International Journal of Cell Biology: 1-13.

Kalkman CJ, Visser K, Moen J et al. 2003. Preoperative Predication of Severe Postoperative Pain. Pain; 57: 415-423.

Kolcaba K. 2003. Comfort Theory and Practice A Holistic Vision for Health Care. New York: Springer.

Kusmiati T, Laksmi W. 2011. Terapi Bedah pada Penderita dengan Persistent Hemoptysis. Majalah kKedokteran Respirasi, 2 (1); 26.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN hemaptoe TB paru.docx

17

Ming Wah IJ. 2008. Pain Management in The Hospitalized Patient. Md Clin N Am; 92: 371-385.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier.

Nakhoda N. 2012. Hemoptysis. mDhil.Diakses pada tanggal 22 April.http://www.mdhil.com/hemoptysis/

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

O’Regan P. 2009. Nutrition for Patients in Hospital. Nurs Stand; 23 (32): 35-41.

Parvizi J, Reines D, Steege J et al. 2007. CSI: investigating Acute Postoperative Pain: Improving Outcomes and Clinical Horizons.

Pasero C. 2003a. Multimodal Balanced Analgesia in the PACU. J Perianesth Nurs; 18 (4): 265-268.

-----------. 2009a. Challenges in Pain Assesment. J Perianesth Nurs; 24 (1): 50-54.

Shay LE, Shobert JL, Seibert D et al. 2009. Adult Weight Management: Translating Resource and Guidelines Into Practice. J Am Acad Nurse Pract; 21 (4): 197-206.

Smeltzer SC, Brenda GB. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Tafti SF, Mehran M, Seyed MM, Mehdi KD. 2005. Outcome and Evaluation of Hemoptysis in Patients with Old Pulmonary TB. Tanaffos; 4 (15) : 43-8.

The American Pain Society (APS). 2008. Principle of Analgesic Use in Acute and Chronic Pain, ed. 6. Glenview, IL: The Society.

Wilkinson J, VanLeuven K. 2007. Fundamental of Nursing. Philadelphia: E.A Davis.

Wong M, Elliot M. 2009. The Use of Medical Orders in Acute Care Oxygen Therapy. Br J Nurs; 18 (8): 462-464.