Laporan Pendahuluan Sle

download Laporan Pendahuluan Sle

of 23

description

weqwqe

Transcript of Laporan Pendahuluan Sle

LAPORAN PENDAHULUAN SLEA. PengertianLupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.( Sudoyo Aru,dkk 2009 )Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.B. Etiologi Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui, Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B2. Hiperaktivitas sel T helper3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :1. Infeksi2. Antibiotik3. Sinar ultraviolet4. Stress yang berlebihan5. Obat-obatan yang tertentu6. HormonLupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.C. PatofisiologiPenyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Kerusaan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu : 1) Sel T dan sel B menjadi otoreaktif2) Pembentukan sitokin yang berlebihan3) Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain : a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin dalam tubuhb. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosisc. Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekuler.Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan/organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.D. Manifestasi Klinis Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.a) Gejala MuskuloskeletalGejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.b) Gejala MukokutanKelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks. Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.c) GinjalKelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.d) Susunan Saraf PusatGangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia. e) MataKelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retinaf) JantungPeradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.g) Paru-paruPada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas. h) Saluran PencernaanNyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.i) Hemik-LimfatikKelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau thrombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.E. KlasifikasiPenyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.1. Discoid Lupus Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritemayang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbuldi kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).2. Systemic Lupus ErythematosusSLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).3. Lupus yang diinduksi oleh obatLupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asingoleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).F. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorim yang dilakukan terhadap pasien SLE adalah:1. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)2. Tes Anti dsDNA (double stranded)3. Tes Antibodi anti-S (Smith)4. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin). 5. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)6. Tes sel LE7. Tes anti ssDNA (single stranded) G. Penatalaksanaan1. Secara UmumPenyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis. Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun di tubuh. Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):a. KelelahanHampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup.b. Hindari merokokWalaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada sigaret/rokok.c. CuacaWalaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.d. Stres dan trauma fisikBeberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik dapat mempengaruhi sistem imun melalui: penurunan respons mitogen limfosit, menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel NK (Natural Killer). Keadan stress tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit, sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya. Umumnya beberapa peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki penyakitnya.e. DietTidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa minyak ikan (fish oil) yang mengandung eicosapentanoic acid dan docosahexanoic acid dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel monosit dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.f. Sinar matahari (sinar ultra violet)Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik. Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut.g. Kontrasepsi oralSecara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.2. Terapi konservatifDiberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita. Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi. Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon asetonid.3. Terapi agresifPemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLEc. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan gejala artritis.e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.f. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti hidroksikolorokuinsulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus, faskulitis dan gangguan pada SSP. (Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).

H. Pathway

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SLE ( SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS )

A. PENGKAJIAN1. Data DemografiNama Klien:Jenis kelamin:Umur:Suku:Agama:Status perkawinan:Pekerjaan :Pendidikan terakhir:Alamat:2. Riwayat Penyakita. Keluhan UtamaKeluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti, tergantung kapan dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah demam, kelemahan, nafsu makan menurun dan BB menurun.b. Riwayat Penyakit SekarangRiwayat dari dimulainya gejala penyakit sampai pasien atau keluarga memutuskan untuk dibawa ke RS. Yang biasa muncul adalah riwayat demam, kelemahan sampai intoleransi aktifitas, penurunan nafsu makan dan penurunan BB.c. Riwayat Penyakit TerdahuluKaji apakah pasien mengalami hipertensi, gangguan pada mata, dan adanya nyeri sendi.d. Riwayat Kesehatan KeluargaKaji adanya keluarga yang memiliki penyakit yang sama.3. Pemeriksaan fisika. Aktivitas1). Gejala: Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan2). Tanda : Penurunan semangat bekerja, toleransi terhadap aktivitas rendah, penurunan rentang gerak sendi, gangguan gaya berjalan.b. Sirkuasi1). Gejala: Nyeri dada2). Tanda:TD : tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme anemia), warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa, kulit terdapat ruam.c. Integritas Ego 1). Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain, harga diri buruk, kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat2). Tanda: Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendirid. Eliminasi1). Gejala: Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar2). Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat darah atau protein.e. Makanan/Cairan 1). Gejala: Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan, adanya penurunan BB2). Tanda : Turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah daging, bibir : disudut bibir terdapat luka.f. Higiene 1). Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat), berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi. 2). Tanda: ceroboh, tak rapih, kurang bertenaga.g. Neurosensori 1). Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan, bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas. 2). Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang, pembekakan sendi simetri.h. Nyeri/Kenyamanan 1). Gejala: nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi, sakit kepala berulang, tajam, sementara, nyeri tekan abdomen, nyeri dada 2). Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit.i. Penapasan 1). Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas. 2). Tanda: takipnea, distres pernapasan akut, bunyi napas menurun.j. Keamanan 1). Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam ringan menetap, lesi kulit, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk 2). Tanda: berkeringat, mengigil berulang, gemetar, luka pada wajahk. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan, pertimbangan rencana pemulangan : lama perawatan: 4-8 hari, memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit3. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan defometas skletal4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang di akibatkan penyakit kronik5. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi

C. RENCANA KEPERAWATANDiagnosa KeperawatanRencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringanNOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.5. Tanda vital dalam rentang normal.6. Tidak mengalami gangguan tidurNIC : Paint management1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...9. Tingkatkan istirahat.10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous MembranesSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.3. Perfusi jaringan baik.4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang.5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alamiNIC : Pressure Management1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.2. Hindari kerutan pada tempat tidur.3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.5. Monitor kulit akan adanya kemerahan .6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan .7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.8. Monitor status nutrisi pasien.9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.10. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan.

Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan defometas skletal

NOC : Joint Movement : Active. Mobility Level. Self care : ADLs. Transfer performanceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)NIC : Exercise therapy : ambulation1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera.4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang di akibatkan penyakit kronik

NOC: Body image Self esteemSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . gangguan body imagepasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Body image positif2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal.3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh.4. Mempertahankan interaksi sosialNIC : Body image enhancement1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya.2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya.3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu.6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi

NOC: Activity Tollerance Energy Conservation Nutritional Status: EnergySetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . kelelahan pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Kemampuan aktivitas adekuat2. Mempertahankan nutrisi adekuat3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat4. Menggunakan tehnik energi konservasi5. Mempertahankan interaksi sosial6. Mengidentifikasi faktor-faktor fisik dan psikologis yang menyebabkan kelelahan7. Mempertahankan kemampuan untuk konsentrasiNIC : Energy Management1. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, dispneu, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik dan jumlah respirasi).2. Monitor dan catat pola dan jumlah tidur pasien.3. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama bergerak dan aktivitas.4. Monitor intake nutrisi.5. Monitor pemberian dan efek samping obat depresi.6. Instruksikan pada pasien untuk mencatat tanda-tanda dan gejala kelelahan.7. Ajarkan tehnik dan manajemen aktivitas untuk mencegah kelelahan.8. Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan proses penyakit.9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan intake makanan tinggi energi.10. Dorong pasien dan keluarga mengekspresikan perasaannya.11. Catat aktivitas yang dapat meningkatkan kelelahan.12. Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan relaksasi (membaca, mendengarkan musik).13. Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas.14. Batasi stimulasi lingkungan untuk memfasilitasi relaksasi

D. PENATALAKSANAAN : TINDAKAN KRITISTindakan Keperawatan di lakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat.

E. EVALUASI1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri serta mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).2. Kerusakan integritas kulit pada pasien teratasi.3. Gangguan mobilitas fisik pada pasien teratasi.4. Gangguan body image pasien teratasi.5. Pasien tidak mengalami kelelahan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGCNanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGCKowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGCSmeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.Sukmana, Nanang. 2011. Systemic Lupus Erytemathossus : Pathogenesis. Upload : www.New England Of Medicine Journals (diakses 30 April 2013)

FORMAT PENILAIAN PRESENTASI KELOMPOK

A. IDENTITAS KELOMPOK

1. Nama Kelompok: Kelompok2. Jumlah Anggota Kelompok: 5 Orang

B. PENILAIANAspek yang dinilaiSkorKet.

Kejelasan mengemukakan inti sari dari tulisan4321>80 %60-79%50-59%80%60-79%50-59%80%60-79%50-59%80% sesuai kaedah penulisan EYD60-59% sesuai kaedah penulisan EYD50-59% sesuai kaedah penulisan EYD80% sesuai topik60-79% sesuai topik50-59% sesuai topik