Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

25
SEJARAH KERAJAAN MORONENE DISUSUN OLEH : SIMON SIRUA SARAPANG 1

Transcript of Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

Page 1: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

SEJARAH KERAJAAN MORONENE

DISUSUN OLEH :

SIMON SIRUA SARAPANG

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DANKEBUDAYAAN

BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA MAKASSAR

TAHUN 2015

1

Page 2: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian dan penulisan lokal hingga kini terasa sangat

penting manfaatnya tidak hanya sebagai lokal, melainkan pula

milik nasional. Episode kerajaan lokal ( kerajaan ) didalam

konteks nasional dijadikan bukti adanya kesatuan cita,rasa dan

kehendak yang diaktualisasikan dengan kehendak nyata. Hal ini

sangat penting artinya sebagai suatu bagian dari usaha

pembinaan bangsa, karena pembinaan bangsa diperlukan suatu

landasan yang kokoh untuk memberikan landasan bagi generasi

yang akan datang. Semakin baik perlengkapan dalam menopang

jauh kebelakang ( masa lampau ), semakin baik pula potensi

yang diperoleh untuk dapat membuat perspektif kemasa depan.

Disinilah letak peranan sejarah dalam pembangunan. Untuk

memahami masa kini kita harus mengerti masa lalu, karena

masa kini sebenarnya adalah tidak lain dari kelanjutan atau

perpanjangan masa lampau.

Warisan sejarah bangsa Indonesia yang bertebaran

diseluruh Indonesia masih banyak yang belum terungkap karena

belum diteliti dan belum dikembangkan secara sempurna.

Demikian halnya penelusuran sejarah Kerajaan Moronene di

Sulawesi Tenggara yang belum sepenuhnya terungkap dengan

jelas dan sistematis. Kerajaan Moronene adalah menarik untuk

dikaji, mengingat kerajaan ini memiliki potensi kesejahteraan

yang memadai.

Dewasa ini masyarakat Indonesia banyak menaruh

perhatian serta minat terhadap sejarahnya sebagai cerita

2

Page 3: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

perilaku bangsanya dimasa lampau, sebagai suatu legitimasi

tentang eksistensinya. Hal ini Nampak dengan munculnya

banyak penerbitan serta tulisan sejarah, antara lain biografi

tokoh lokal dan nasional, penentuan hari jadi Kabupaten,

pengukuhan pahlawan nasional, sejarah kota dan sejarah

kerajaan (Sartono kartodirjo,1992)

Sejarah sebagai ilmu moralitas akan menempati sisi

tersendiri dalam suatu bangsa seperti Indonesia. Sejarah juga

selalu dipahami sebagai alat legitimasi politik atau masa lampau

suatu bangsa. Apa lagi memasuki abad XVII sampai abad-abad

kekinian, hampir setiap bangsa mencari identitas diri suatu

bangsa atau daerahnya, hal itu dilakukan untuk mengetahui dan

memahami apa dan bagaimana bangsa itu bias mundur dan

hancur. Ternyata hal seperti itu hanya mampu dipahami lewat

penelusuran terhadap jejak-jejak sejarah yang ditinggalkannya.

Disamping itu, sejarah juga dimanfaatkan sebagai ilmu untuk

dijadikan sebagai alat atau parameter pengambilan suatu

kebijakan. Hingga kini terasa sangat penting manfaatnya tidak

hanya sebagai miik lokal, melainkan pula milik nasional. Sejarah

bangsa atau sejarah nasional selalu dibangun atas sejarah-

sejarah lokal yang memiliki andil dan konteks nasional. Biasanya

sejarah lokal itu, pada masa lampau banyak diperankan oleh

kerajaan-kerajaan lokal yang banyak kita kenal sekarang.

Episode kerajaan lokal (kerajaan) didalam konteks nasional

dijadikan bukti adanya kesatuan cita, rasa dan kehendak yang

diaktualisasikan dengan kehendak nyata. Hal ini sangat penting

artinya sebagai suatu bagian dari pembinaan bangsa, karena

pembinaan bangsa diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk

memberi landasan bagi generasi mengerti serta percaya pada

diri sendiri akan terbentuk. Sehubungan pula kalangan pemikir

3

Page 4: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

menyatakan bahwa “ tanpa mengetahui sejarahnya sesuatu

bangsa, tidak mungkin mengenal dan memiliki identitas dan

orang yang tidak mengenal sejarah adalah orang yang selama

hidupnya tetap menjadi kekanak-kanakan (Irmayanti,1996;5).

Pengetahuan akan masa lampau suatu bangsa atau suatu

daerah secara khusus merupakan landasan dalam menyusun

pembangunannnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Meriam

Bidiarjo ( Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia) yang

menyatakan “ Sejarah kita pelajari untuk ditarik pelajarannya,

agar menyusun masa depan tidak terbentur pada kesalahan

yang sama(Meriam Budiarjo,1991;17). Pembangunan yang

dilaksanakan dewasa ini merupakan kelanjutan dari

pembangunan yang telah dilaksanakan masa lampau.

Kerajaan Moronene yang berada dalam Wilayah Sulawesi

Tenggara mempunyai peristiwa-peristiwa sejarah yang sangat

penting untuk diungkap demi untuk menyelamatkan kebudayaan

nasional demi kelangsungan pembangunan. Kerajaan Moronene

dengan segala kelebihan dan kekurangannya, niscaya adalah

suatu kerajaan yang mempunyai sejarah. Ia memiliki sejarah

karena manusia diatas yang mendiami, telah melibatkan diri

dalam kehidupan wilayahnya, sehingga ia sampai pada wajahnya

sekarang ini, pergi dan datang silih berganti. Melampaui

abad,tahun dan beribu-ribu tahun, hari untuk menyusul hari

esok dalam peredaran siang dan malam yang silih berganti.

Menurut yang di tuturkan dalam Kada(= Epos

kepahlawanan Moronene) pusat Kerajaan Moronene terdapat di

tengah-tengah daratan, bila berjalan dan harus melalui dua buah

pegunungan baru tiba di pusat kerajaan, maka jelas bahwa

Kerajaan Moronene berpusat di tengah-tengah daratan bukan di

pantai atau di pulau. Di Zaman Kada inilah Kerajaan Moronene

4

Page 5: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

mencapai kejayaannya, rakyat hidup rukun damai. Hasil

melimpah ruah sehingga kemakmuran dapat dinikmati

rakyatnya. Kemudian datang saat yang menyedihkan kerajaan

yang besar ini menjadi pecah dan terbentukah tiga kerajaan

yaitu :

1) Kerajaan Rumbia ibu kotanya taubonto

2) Kerajaan Polea ibu kotanya Toburi

3) Kerajaan Kotua ibu kotanyaTangkeno(Rustam

E.Taburaka,2010;66). Kerajaan Moronene terjadi perpecahan

pada abad ke XIV disebabakn karena ada perselisihan dan

kesalahpahaman.

Ketika terjadi pertempuran diantara beberapa kerajaan dan

saat pasukan Moronene terdesak, tiba-tiba muncul seorang

ksatria dari konawe dengan maksud membantu pasukan

Moronene yang hampir menyerah dari penyerangan pasukan

perompak Tobelo pimpinan Bahohoa. Kstaria tersebut lincah

bagaikan halilintar menyambar penghalang di

depannya( demikian yang dituturkan oaleh orang tua di

Moronene) dan ternyata ksatria yang baru tiba tersebut

adalah Landolaki (Haluoleo).

Kerajaan Moronene memiliki sejarah penting yang tidak

kalah dengan kerajaan lain di Sulawesi Tenggara. Tercacat dalam

sejarah bahwa pada masa terjadinya perang Tobelo dengan

pihak Moronene merasa dengan hasil kemenangan yang

gemilang dari pihak Moronene yaitu sejumlah besar pasukan

Bahohoa tewas dan banyak perahu mereka yang di bakar baik di

pelabuhan Labua maupun yang di Tasui. Oleh karena kesetiaan

dan kehebatan keunggulan yang luar biasa dari Haluoleo,

dimana seluruh masyarakat Moronene merasa lega karena sudah

tentram dari ketakutan dan gangguan musuh, maka raja-raja

5

Page 6: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

bersama semua tokoh masyarakat mengadakan pertemuan

untuk mufakat bagaimana cara memikat hati Haluoleo supaya

bisa betah tinggal bersama kita di daerah ini. Jalan yang di

tempuh adalah dengan mengangkat Haluoleo sebagai Raja guna

menggantikan Raja Moronene yang sudah lanjut usia .

Hal tersebut diatas mendorong peneliti untuk

mengungkapkan dan membahas tentang sejarah Kerajaan

Moronene. Tambahan pula bahwa penulis yang khusus menulis

sejarah Kerajaan Moronene belum terungkap secara lengkap.

Kerajaan Moronene hanya bisa dijumpai dalam tulisan-tulisan

yang membahas tentang sejarah Kerajan kerajaan Konawe. Dari

keterbatasan pengungkapan sejarah kerajaan Moronene tersebut

maka penulis ini sangat ingin untuk menambah wawasan dan

pengetahuan tentang sejarah lokal di Sulawesi Tenggara.

B. Masalah dan Ruang Lingkup

Kita banyak mengetahui tentang peristiwa masa lampau

di Sulawesi Tenggara seperti peranan perjuangan Haluoleo di

kerajaan Konawe, kerajaan Mekongga serta peran dan

perjuangan Haluoleo,melawan kerajaan Muna,dan Kesultanan

Buton . Demikian pula tentang kerajaan kerajaan di Sulawesi

Tenggara kita hanya mengenal beberapa kerajaan besar seperti

Konawe, Muna, Mekongga, Buton, dan lain-lain. Sejarah Kerajaan

Moronene sebagai bagian dari wilayah kerajaan di Sulawesi

Tenggara hampir tidak dikenal karena tak terungkap secara

khusus dalam penulisan sejarah.

Dalam perkembangan selanjutnya Kerajaan Moronene

sering diserang musuh dari mula datangnya dan berkembangnya

di daerah ini yang banyak mengalami hambatan dan tantangan

tetapi atas tekad bulat dengan istilah Measa Laro, semua

6

Page 7: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

serangan dapat dihadapi dan di hancurkan, namun banyak

mengalami kerugian.

Ruang lingkup pengungkapan penelitian terfokus dalam

lingkup Kerajaan Moronene dengan prioritas umum adalah fase-

fase perkembangan Kerajaan Moronene. Demikian pula budaya-

budaya yang berkembang di Kerajaan Moronenr juga akan

diungkapkan dalam penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas

maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah “ Bagaimana sejarah perkembangan Kerajaan

Moronene dibawa kepemimpinan Haluoleo sampai runtuhnya

Kerajaan Moronene. Karena sejarah bersifat multimensional, ia

meliputi berbagai aspek yang kompleks dalam kehidupan.

Karena itu penulis Kerajaan Moronene ini, pencapaiannya

meliputi pertumbuhan, perkembangan, pemerintahan, budaya,

agama,/ kepercayaan dan hubungan dengan daerah luar

C. Tujuan Penelitian

Dalam sejarah bangsa Indonesia, banyak peristiwa baik itu positif maupun

negatif yang dapat dijadikan pegangan dalam tingkah laku pada masa sekarang

dan masa akan datang. Usaha pencatatan, pendokumentasi dan penulisan sejarah

kerajaan lokal adalah tanggung jawab semua pihak. Sejarah Kerajaan Moronene

memilki nilai dan arti yang sangat penting, sehingga perlu

mendokumentasikannnya, dengan memelihara kelestarian yang sekaligus

membangun manusia seutuhnya.

Secara garis besar, segi-segi yang akan diungkapkan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Mengungkapkan munculnya dan perkembangan Kerajaan Moronene.

2) Membahas mengenai peranan Raja Raja Moronene.

7

Page 8: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

3) Mengungkap tentang masuknya Belanda di KerajaanMoronene.4) Mengungkapkan tentang tumbuhnya Kerajaan Moronene di Sulawesi

Tenggara

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian antara lain :

1. Memberikan gambaran yang jelas dapat menambah perbendaharaan bacaan

sejarah lokal, khususnya mengangkut perkembangan sejarah Kerajaan

Moronene.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumber dasar untuk membuat

kebijakan dalam pembangunan daerah.

3. Sebagai salah satu sumbar pengetahuan yang dapat diwariskan kepada

generasi muda dalam memahami peristiwa masa lampau, sehingga nantinya

generasi muda dapat bertindak bijaksana dalam menghadapi setiap masalah

pada zaman.

E. Metode Penelitian

Penggunaan metode dalam suatu penelitian ilmiah adalah suatu

keharusan. Didalam suatu penelitian pada hakikatnya menggunakan berbagai cara

atau metode. Penggunaan dari metode tersebut tergantung dari tujuan penelitian

sifat masalahnya yang akan digarap dan berbagai alternatif yang ada di gunakan.

Sejarah adalah bagian dari ilmu-ilmu sosial yang mengkaji peristiwa

yang terjadi pada masa lampau, memiliki metode tersendiri yang disebut metode

sejarah yang meninjau suatu masalah berdasarkan perspektif sejarah. Metode

8

Page 9: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

inilah yang diungkapkan dalam penelitian/penulisan ini : adapun metode sejarah

yang di gunakan adalah :

a). Heuristik

Heuristik yaitu mengumpulkan dan menghimpun data berupa jejak, dokumen

atau buku-buku tulisan yang ada hubungannya dengan judul penelitian.

b). Kritik/penilaian data

Tahapan kerja kritik data merupakan kegiatan menganalisis datayang telah

diperoleh guna memperoleh data autentik. Hal ini dilakukan karena tidak

semuadata yang didapatkan dijamin keabsahannya.

c). Interpretasi/penafsiran

Setelah melalui kritik sumber, fakta-fakta yang telah diperoleh itu kemudian

diinterprestasikan untuk member arti atau makna kepada suatu

peristiwa.Penafsiran dilakukan dengan jelas, member penjelasan terhadap

fakta-fakta sejarah seobyektif mungkin.

Penyajian atau histografi merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian

proses pengelolaan dan penyusunan sumber-sumber sejarah. Tahap ini adalah

penulisan hasil interperensi dalam bentuk kisah sejarah.

Prosedur kerja yang dikemukakan diatas, dalam pelaksanaan harus

sistemmatis sesuai dengan urutannya. Pada penulisan karya ini, penyajian kisah

sejarah dilakukan dengan cara deskriptif historis (penggambaran peristiwa

sejarah)

PEMBAHASAN

Daerah Moronene dahulu lebih luas dari yang ada sekarang,menurut

penuturan orang tua tua suku Moronene maupun dari suku Tolaki di Konawe dan

Mekonggao yang tinggal di sekitar perbatasan dengan daerah Moronene, bahwa

daerah kerajaan Moronene dahulu meliputi :

a. Distrik Watu Bangga, yaitu daerah yang terletak di sebelah utara sungai Tari

juga termasuk daerah moronene. Suku Bangga yang tinggal di daerah

itu(Watu Bangga) sekarang adalah suku Moronene dan Kepala Distriknya

adalah turunan Mokole asal dari Toburi(Distrik Poleang), Mokole Watu

9

Page 10: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

bangga yang terakhir bernama “Sou” meninggal pada tahun 1950 (dibunuh

oleh gerombolan Badik dari DI/TI).

b. Pomalaa dari kata asli Moronene yaitu pomala-a yang arti imbuhan Po-a ialah

tempat dan berarti tabas/tebas atau membuat. Jadi Pomalaa ini sebenarnya

adalah daerah Moronene yaitu tempatnya membuat perahu bapak dari “Elu-

Ute NtoLuwu (anak Raja polea) pada akhir abad 15.

Daerah moronene yang tinggal sekarang ini adalah meliputi tiga

Kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Rumbia ibukotanya Kasipute, dahulu Taubonto.

2. Kecamatan Poleang ibukotanya Boepinang, dahulu Toburi, kemudian Rompu-

rompu.

3. Kecamatan kabaena ibukotanya Teomokole dahulu Tangkeno (La Ode Saafi

Basari,2007;25)

Bekas Distrik Watu Bangga yang telah di masukkan ke daerah Kabupaten

Kolaka sebenarnya adalah warisan dari imperialis belanda yang telah berusaha

memecah belah kesatuan Kerajaan Poleang khususnya dari Kerajaan Moronen

pada umumnya. Batas batas daerah Moronene skarang sebagai warisan dari

Belanda adalah :

a. Bagian utara berbatasan dengan pegunungan Mendoke terus ke teluk Bone

sampai Rtoiari(sungai Toari).

b. Bagian Timur berbatasan dengan Selat Spelman, Tiworo(kecamatan

mawasangka)

c. Bagian Selatan berbatasan dengan laut Flores.

d. Bagian Barat berbatasan dengan Teluk Bone

Daerah Asal Serta Proses Kedatangan Mereka Di Sulawesi Tenggara

Seperti suku suku bangsa Indonesia lainya maka Moronene pun tidak

datang dari India belakang. Ciri ciri antropologi orang Moronene adalah tinggi

rata rata 1,60 meter, rambut lurus, kulit berwarna kulit langsat,mata sipit, maka

dapat dikatakan adalah masuk rumpun Bangsa Melayu tua yang datang dari India

10

Page 11: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

belakang pada gelombang ketiga, menurut Prof. M,P Simanjuntak Ma dalam

bukunya (Inti Ilmu Bumi jilid IV, Monografi Sultra,1976;51).

Ada tiga kemungkinan proses kedatangan mereka di daerah ini :

a. Dari Indi Belakang melalui Sulawesi tengah bersama sama suku Mori,Bungku

dan lain lain, mreka terus ke Sulaewsi Tenggara melalui darat dan mendiami

sebahgian besar Sulawesi Tenggara. Pada waktu itu belum ada suku lain di

tempat itu baik Tolaki maupun Mekongga, ada beberapa nama desa daerah

Kabupaten Kendari dan Kolaka sekarang ini adalah bekas perkampungan

(Tobu) suku Moronene dahulu seperti :

1.RanoEa, dalam bahasa daerah Moronene berarti rawa besar

(Rano=rawa,Ea=besar) dalam bahasa Tolaki rawa-rawa besar Owose jadi

seharusnya Rano Owose untuk menamakan rawa besar. Dengan demikian

RanoEa dalah dari bahasa Moronene asli yang berarti rwa besar.

2.Demikian juga kata kata Pomalaa(tempat menebas) mengerjakan perahu,

watalara (Wata=batang, lara= keras; Watalara =batang pohon. Towua sejenis

pohon yang biasa di gunakan alat mengetam padi.

Menurut Prof.H.Rustam E. Tamburaka (1989;129) mengatakan asal usul

orang Moronene jika di lihat dari ciri ciri antropologisnya mata, rambut maupun

warna kulit suku Moronene hampir sama dengan suku Tolaki memiliki kesamaan

dengan ras Mongoloid, di duga berasal dari Asia Timur mungkin dari Jepang

untuk kemudian tersebar ke Selatan melalui kepulauan Riukyu, Taiwan, Pilipina,

Sangir Talaud, pantai Timur Sulawesi sampai ke Sulawesi Tenggara. Ada juga

menyatakan bahwa perpindahan pertama berasl dari Yunan (RRC) ke Selatan

melalui Filipina, Sulawesi Utara ke pesisir Timur dan Halmahera. Pada sat

memasuki daratan Sulawesi Tenggara masuk melalui muara sungai Lasolo dan

konawe’Eha yang dinamakan Ondilaki dan terus ke Selatan melalui pegunungan

Mekongga sampai tiba di Rumbia(R.E Tamburaka 1989;48).

Wanua Ea adalah satu Tobu(kampung yang besar dan ramai penduduknya,

karena ramainya ia disebut Wanua Ea= sangat besar.Pada suatu saat ada seorang

putera Raja yang berbuat mesum dengan adiknya, senagai akibat dari perbuatan

11

Page 12: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

yang melanggar adat leluhur Moronene ini, sang Puteri melahirkan seorang anak

dan dimandikan dalam Singku (serupa loyang) terbuat dari pelepah rumbia, air

pemandiannya itu di tuangkan kebawah rumah.Air tersebut dengan cepatnya

bertambah banyak sehingga menggenangi Wonua Ea ini dan menjadi rawa besar

karena kemarahan dewa terhadap pelanggaran adat leluhur Moronene(Menurut

penuturan Alfian Pumpi,SH Raja Rumbia ke 7).

La Ea dan Wonua Ea terdiri dari daerah yang berbukit bukit di tumbuhi

ilalang diselang selingi oleh pohon pohonan. Bila kita selidiki betul maka akan

memberikan kesan pada kita bahwa daerah itu adalah bekas perladangan liar.

Beberapa puncak bukit tertentu di daerah itu akan dijumpai tumpukan kulit kerang

(korowe) dan kulit siput laut(burungo).jadi ada kemungkinan suku Moronene

pertama menempati daerah Wonua Ea sejak datang dari Hindia Belakang Pusat

Kerajaan Moronene

Menurut yang di tuturkan dalam Kada (Epos kepahlawanan Moronene)

pousat Kerjaan Moronene terdapat di tengah tengah daratan. Bila berjalan dari

pantai harus melalui dua buah pegunungan baru tiba di pusat kerajaan maka jelas

bahwa Kerajaan Moronene berpusat di tengah tengah daratan. Di zama Kada

inilah Kerajaan Moronene mencapai kejayaannya, rakyat hidup rukun dan damai.

Hasil melimpah ruah sehingga kemakmuran dapat dinikmati rakyatnya.. tapi

ketika datang masalah besar dalam lingkungan Kerajaan ini sendiri terjadilah

perpecahan yang kemudian terbentuk tiga kerajaan yaitu:

a. Kerajaan Rumbia ibu koanya Taubonto

b. Kerajaan Polea ibu kotanya Toburi

c. Kerjaan Kotua ibu kotanya Tangkeno.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pecahnya Kerajan

Moronene zaman dahulu, antara lain :

a. Tidak ada putera Raja yang cakap dan berwibawa untuk memerintah tiga

daerah tersebut karena waktu itu hanya bangsawan yang boleh menjadi

pimpinan/pemerintah.

b. Wabah penyakit yang melumpuhkan potensi rakyat termasuk rajanya sehingga

pemerintahan jadi lemah.

12

Page 13: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

c. Karena peperangan dengan suku-suku lain baik di serang maupun menyerang.

d. Raja membagi daerah kerajaannya(Moronene) kepada ketiga putranya.

Kemungkinan yang keempat ini banyak dituturkan bangsa Moronene sampai

sekarang ini, baik yang ada di Kabaena, di Rumbia,maupun yang ada di

Poleang. Pecahnya Kerajaan Moronene diperkirakan mulai pada abad ke XIV,

ketika kerajaan ini berdiri secara otonom.(Wawancara Mansyur Lababa,21

Februari 2015).

Untuk menggambarkan wilayah persebaran suku Moronene,khusunya di

Sulawesi Tenggara, maka perlu di kemukakan bahwa bersasarkan peta wilayah

kekuasaan atau kerajaan Moronene di sekitar abad ke-17 dan ke-18 maka luas

wilayah Moronene yang biasa di sebut Alamu-i Bambana Wita-i Moronene

sebenarnya lebih luas dari yang ada sekarang,dimana wilayah wilayah Moronene

tersebut meliputisebagian wilayah Tinanggea di Kabupaten Kendari dan wilayah

Watubangga di Kabupaten Kolaka, dengan batas mulai dari Pu’u Olo(pantai

sebelah timur) sampai ke pantai sebelah barat(Teluk Bone) yaitu daerah Watu

bangga yang terletak sebelah utara sungai Toari hingga sampai di sungai Oko –

Oko(Desa Tangketada)(Zainuddin Tahyas,1999;48)

Luas wilayah Moronene 3.973,67 Km2 yang terdiri atas 6 wilayah

kecamatan, yaitu 5 kecamatan di wilayah Kabupaten Buton dan 1 Kecamatan di

wilayah Kabupaten Kolaka,berdasarkan Bombana dalam angka Tahun 1995 yaitu:

1. Kecamatan Kabaena ibukotanya Teomokole

2. Kecamatan Kabaena Timur ibukotanya Donggala

3. Kecamatan Rumbia ibukotanya Kasipute

4. Kecamatan Poleang ibukotanya Boepinang

5. Kecamatan Poleang Timur ibukotanya Bamba Ea

6. Kecamatan Watubangga ibukotanya Watubangga.

Daerah Watubangga adalah juga merupakan suatu kerajaan yang berdiri

sendiri yang dipimpin oleh seorang yang pada zaman kolonial dipimpin oleh

Mokole So’u yang adalah putra Raja Toburi yang terbunuh oleh gerombolan

Badik tahun 1950. Daerah persebaran orang Moronene di beberapa wilayah

13

Page 14: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

kecamatan di Kabupaten Kolaka yang dahulu berasal dari poleang dan Rumbia.

Mereka di evakuasi oleh Pemerintah pada tahun 1952 dan tahun 1953 karena

gangguan keamanan. Sementara meraka yang berasal dari wilayah Rumbia, yaitu

dari kampung Rarowatu, Toubonto, Lakomea, Trodono, Pangkuri, Sawei, Lauru,

Rau-Rau di bawa ole gerembolan sejak tahun 1953 dan di tempatkan di Kolaka

utara untuk di jadikan tenaga kerja perkebunan (wawancara Mansyur Lababa, 21

Februari 2015).

Hubungan Dengan Suku-Suku Lain

Daerah Moronene sering di serang suku-suku dari luar seperti :

- Serangan Kerajaan Luwu kira kira pada akhir abad XV

- Serangan Tobelo dipimpin oleh La Bolontia,kerajaan Ternate kira-kira pada

permulaan abad XVI.

Laboantobelo yang terletak di ujung Lu eno dekat kampung baru adalah

bekas tempat berlabuhnya perahu-perahu pasukan Kerajaan Ternate. Pasukan

Tobelo ini mendapat perlawanan sengit dari pasukan Kerajaan Moronene di

bawah pimpinan Elutentoluwu, raja Polea yang baru berusia 12 tahun namun

sering mengikuti iparnya Haluoleo.

Menurut penuturan Mansyur Lababa, pada waktu pasukan Kerajaan

Moronene yang tiba di pinggir padang LuEno untuk menghalau pasukan Tobelo

mereka beristirahat di bawah pohon asam. Setelah Haluoleo selesai makan sirih

tempat sirihnya(kanduno) disangkutkan di batang pohon asam itu. Karena

kekuatan gaib yang di miliki Haluoleo pohon asam itu mulai setinggi satu

satengah meter melengkung kebawah sampai beberapa cm untuk menyentuh tanah

dan kemudian melengkung kembali keatas sepeti semula. Sampai sekarang pohon

asam itu masih ada yang di beri nama Saeto Kokolontu(asam berlutut) yang tidak

bisa besar karena kekuatan gaib dari Haluoleo.

Moronene melawan serangan Belanda Tahun 1910-1912

Di daerah Moronene dalam melawan tentara Belanda tahun 1910-1912

seorang bangsawan S.Dowo selaku Raja merangkap pula sebagai pimpinan

14

Page 15: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

pasukan Kerajaan Polea. Peperangan sengit terjadi dengan tembakan dan meriam

dari pasukan penjajah, pasukan kerajaan moronene tidak gentar. De Jongens

sebagai pimpinan Tentara Belanda bersama juru bahasanya akhirnya datang

menghadap kepada raja minta berdamai dan berunding. Erundingan itu diminta

oleh Belanda di luar kota yaitu di Labu-A. Karena Labu-A adalah termasuk

daerah Kerajaan Polea. Tetapi siasat politik Belanda tidak di pahami oleh S.Dowo

yang bersifat ksatria dan bijak sehingga dalam beberapa kali pertemuannya tidak

pernah merasa curiga kepada Kapten De Jongens dan akhirnya terbunuh dan Raja

ini mendapat gelar Sangia Nilemba yang artinya Raja yang di Usung(Riasa J.L

1985;25)

Setelah Sangia Dowo meninggal maka perlawanan terhadap tentara

Belanda dilanjutkan oleh Mbohogo. Mbohogo menggunakan siasat gerilya di

hutan-hutan sehingga tentara Belanda cukup kewalahan menghadapinya.Tetapi

dengan siasat picik dari tentara Belanda akhirnya Mbohogo tertangkap saat duduk

makan pada sebuah rumah kecil dimana ia di kepung . Akhirnya Mbohogo di

asingkan ke Nusakambangan.

Seiring dengan perkembangan zaman hingga tahun 1914 Kerajaan

Moronene, yang dahulunya daerah sendiri, oleh pemerintah kontroliur Belanda

ketika itu melalui Kesultanan buton merubah Kerajaan Moronene menjadi distrik

di bawah pemerintahan Kesultanan Buton. Selanjutnya berada dalam wilayah

Kesatuan Negara Republik Indonesia. Namun didalam kemerdekaan selama

kurang lebih 50 tahun wilayah Moronene kurang tersentuh dengan fasilitas

pemerintah. Sentuhan pembangunan berbagai bidang di wilayah ini amat minim

sehingga laju peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat lamban. Disamping

itu sulit untuk berurusan dengan ibukota kabupaten yang secara geografis sangat

tidak mendukung(wawancara Mansyur Lababa,21 Februari 2015).

Perjuangan yang di lakukan tokoh masyarakat untuk mengatur daerahnya

sendiri melepaskan diri dari kabupaten induknya kala itu (Swapraja Buton)

skarang Kabupaten Buton. Perjuangan itu di lakakuan oleh Mokole Muhammad

Ali Kepala Distrik Poleang, F.B. Powatu dari Distrik Rumbia serta sejumlah

tokoh masyarakat di Moronene dengan keberanian yang luar biasa menghadap

15

Page 16: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

Sultan Buton bersama 52 orang kepala kampung( sekarang setingkat desa) untuk

menyatakan melepaskan wilayah Moronene dari pemerintahan Swapraja Buton.

Namun pernyataan itu di tolak oleh Sultan yang mendapat dukungan dari

pemerintah Kolonial Belanda, itu pada tahun 1948.

Pada Zaman pendudukan Jepang telah di upayakan agar wilayah

Moronene di jadikan daerah administratif setingkat bunken(Onder Afdeling), dan

oleh Jepang pada waktu itutelah menempatkan wakil Bunken Kanrikan dengan

seluruh wilayah Moronene dengan tempat kedudukan di Boepinang, sehingga

waktu itu kepala-kepala distrik di Moronene(Poleang,Rumbia,Kabaena dan

Watubangga) tidak lagi berhubungan dengan Bau-Bau (Buton), tetapi langsung

pada Bunken Kanrikan di Boepinang yang usianya berakhir dengan takluknya

tentara Jepang kepada militer sekutu yang kemudian wilayah

Moronene(Poleang,Rumbia dan Kabaena) kembali di bawah pe 7 ngawasan

Swapraja Buton (Wawancara Mansyur Lababa 21 Februari 2015).

DAFTAR PUSAKA

Abd. Muthalib. 1980. Daerah Pemukiman di Masa Purba, Buku Petunjuk Taman

Prasejarah Leang-Leang. Ujung Pandang : Kantor Suaka

Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sul-Sel.

Anthony Reid “Sejarah Modern Awal Asia Tenggara” Sebuah Pemetaan. LP3ES,

Januari, 2004.

Budiarjo, Meriam. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia

Irmayanti.1996.Sejarah Terbentuknya Dati II Sinjai (1959-1960)

Kadir, Harun dkk. 1978. Sejarah Daerah Sul-Sel. Jakarta : Depdikbut RI.

Kartodirjo Soetomo. 1992. Pendekatan Ilmu Sejarah dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta : Gramedia

La Ode Saafi Basari,2007. Sekilas Tentang Lueno Labuaatau Kabupaten

Bombana Rumbia.

16

Page 17: Laporan Penelitian Simon Sirua Sarapang.docx

Lewa, Aminullah. Bugis Makassar Melawan Kolonialisme ( 1667-1942 ). Jilid I. (

Sebuah Makalah Belum diterbitkan )

Matukidun. Masuk dan Berkembangnya Agama Islam diWundulako Pada Zaman

Kerajaan Mekongga, Kendari : Skripsi FKIP Unhalu, 1977.

M.P Simanjuntak,1976.Ilmu Bumi Jilid IV, Monografi Sulawesi tenggara.

Riasa J.L. Sejarah Pu’uno To Moronene, Diktat,Kendari;1985.

Rustam E.Taburaka. 2010. Sejarah Sulawesi Tenggara dan 45 tahun Sultra

membangun. Jakarta: Gramedia.

Suriadi Mappangara. 2003. Kerajaan Bone Dalam Sejarah Politik Sulawesi

Selatan Abad XIX. Makassar. Dinas Kebudayaan dan Perawisata

Provinsi Sulawesi Selelatan

Zainuddin Tahyas.1999 “Kabaena Sejarah,Budaya dan Falsafah Hidup

Masyarakatnya.Depok

17