Laporan Praktikum Ilmu Bedah Khusus Veteriner
Transcript of Laporan Praktikum Ilmu Bedah Khusus Veteriner
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER
( LAPAROTOMI PADA KUCING )
OLEH
YOHANES PAKA LAKA
1309012030
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bedah laparotomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen . Menurut
Jong dan sjamsuhidayat (2004) bedah laparotomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen. Laparotomi terdiri atas laparotomi flank,
laparatomi medianus dan laparatomi paramedianus. Laparotomi flank terbagi
menjadi dua yakni laparotomi flank kiri untuk melihat organ rumen, abomasum
dan uterus, dan laparotomi flank kanan untuk melihat organ omentum
intestine, caecum, kolon dan uterus kanan.
Teknik laparotomi yang umumnya dilakukan pada hewan kecil adalah
laparatomi medianus, yang daerah orientasinya pada bagian ventral abdominal
(linea alba). Pada teknik ini lapisan yang disayat meliputu kulit, aponeurosus
musculus obliqus abdominis externus, musculus obliqus abdominis internus,dan
peritoneum. Keutungan dari bedah laparatomi medianus adalah kita mudah
menemukan daerah yang akan disayatdengan melihat linea alba dan umbilicalis
selain itu dareah tersebut jarang terjadi pendarahan. Tetapi kerugian dengan
melakukan laparatomi medianus dalah kemungkinan terjadi hernia cukup tinggi
karena karena pada daerah operasi merupakan titik dimana tegangannya paling
besar ditambah dengan posisi berdirinya hewan yang semakin menambah beban
dan kemungkina terjadi hernia semakin besar. Persembuhan lukanya juga lama,
hal ini dikarenakan pada daerah ini suplai darah sedikit , sehingga suplai oksigen
juga kurang dan menyebabkan metabolismejuga rendah sehingga persembuhan
luka menjadi lama.
1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui teknik laparatomi pada hewan kecil
1.2.2. Untuk mengetahui cara penangan postoperasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Laparatomi
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian
perut). Kata "laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam
ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut
terbentuk dari dua kata Yunani, ”lapara” dan ”tome”. Kata ”lapara” berarti bagian
lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan ”tome”
berarti pemotongan (Kamus Kedokteran, 2011).
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Laparatomi
yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum
pembedahan perut (Harjono, 1996). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa
laparatomi yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000), laparotomi adalah pembedahan yang
dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada
usus halus.
2.2. Teknik Sayatan Laparatomi
Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2006), bedah laparatomi merupakan teknik
sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen. Teknik sayatan dapat dilakukan
pada bedah digestif dan kandungan (Bedah Unhas, 2013), dimana arah sayatan
meliputi :
a. Midine Epigastric Insision (irisan median atas) Insisi dilakukan persis pada garis
tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga satu sentimeter diatas
umbilikus. Membuka peritoneum dari bawah.
b. Midline Sub-umbilical Insision (irisan median bawah) Irisan dari umbilikus
sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas. Irisan median atas dan
bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
c. Paramedian Insision ”trapp door” (konvensional) Insisi ini dapat dibuat baik di
sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5cm sampai 5cm dari garis
tengah. Insisi dilakukan vertikal, diatas sampai bawah umbilikus, M. Rectus
Abdominis didorong ke lateral dan peritoneum dibuka juga 2,5cm lateral dari
garis tengah.
d. Lateral Paramedian Insision Modifikasi dari paramedian insision yang dikenalkan
oleh Guillou. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang konvensional. Secara
teoritis, teknik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence
dan insisional hernia dan lebih baik dari yang konvensional
e. Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect) Insisi ini sama dengan
paramedian insision konvensional, hanya otot rectus pada insisi ini dipisahkan
secara tumpul (splitting longitudinally) pada tengahnya, atau jika mungkin pada
tengahnya. Insisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari insisi
paramedian sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.
f. Kocher Subcostal Insision Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk
pembedahan empedu dan saluran empedu. g. McBurney Gridiron (Irisan oblique)
Dilakukan untuk kasus apendisitis akut dan diperkenalkan oleh Charles
McBurney pada tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul.
h. Rocky Davis Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease,
irisan ini lebih kosmetik.
i. Pfannenstiel Insision Insisi yang popular dalam bidang ginekologi dan juga dapat
memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan
extraperitoneal retropubic prostatectomy.
j. Insisi Thoracoabdominal Insisi Thorakoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan
membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Insisi
thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi
ataupun elektif reseksi hepar. Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan
untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari
lambung.
2.3. Komplikasi Post-Laparatomi
a. Stitch Abscess
Biasanya muncul pada hari ke-10 pasca operasi atau bisa juga sebelumnya,
sebelum jahitan insisi tersebut diangkat. Abses ini dapat superfisial atau lebih
dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang berada dibawah luka, dan terasa
nyeri jika diraba.
b. Infeksi Luka Operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan
proses inflamasi sekitarnya. Infeksi luka sering muncul pada 36 jam sampai 46
jam pasca operasi. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,
Streptococcus Faecalis, Bacteroides. Pasien biasanya akan mengalami demam,
sakit kepala, anorexia dan malaise.
c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12 jam
sampai 72 jam pasca operasi, peningkatan temperature (39°C sampai 41°C),
takikardia, dan syok yang berat.
d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang
dengan sendirinya.
e. Keloid Scar
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang
sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari
orang lain.
f. Abdominal Wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara
0% sampai 3% dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari 60 tahun.
2.4. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan merupakan suatu sifat dari jaringan-jaringan yang hidup. Hal ini juga
diartikan sebagai pembentukan kembali atau pembaharuan dari jaringan-jaringan
tersebut. Dalam Potter dan Perry (2006) disebutkan bahwa penyembuhan dapat
dibagi dalam tiga fase:
a. Fase Peradangan (Inflamasi) Fase peradangan atau inflamasi merupakan reaksi
tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung
selama sekitar tiga hari setelah cedera. Ada dua proses utama yang terjadi
selama fase peradangan ini, yaitu hemostatis (mengontrol perdarahan) dan
epitelialisasi (membentuk selsel epitel pada tempat cedera). Respon terhadap
peradangan ini sangat penting terhadap proses penyembuhan. Terlalu sedikit
inflamasi yang terjadi akan menyebabkan fase inflamasi berlangsung lama dan
proses perbaikan menjadi lama. Terlalu banyak inflamasi juga dapat
memperpanjang masa penyembuhan karena sel yang tiba pada luka akan
bersaing untuk mendapatkan nutrisi yang memadai.
b. Fase Regenerasi (Proliferasi) Fase proliferatif (tahapan pertumbuhan sel), fase
kedua dalam proses penyembuhan, memerlukan waktu tiga sampai 24 hari. Fase
regenerasi merupakan fase pengisian luka dengan jaringan granulasi yang baru
dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi.
c. Fase Remodeling (Maturasi)
Maturasi merupakan tahap terakhir proses penyembuhan luka, dapat
memerlukan waktu lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman dan luas
luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat
setelah beberapa bulan. Namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki
daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya.
2.5. Pengobatan dan Perawatan Luka
Menurut Efendi dan Ferry (2007) yang dijabarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Nursiah (2010), bahwa pengobatan dengan terapi antibiotik pasca operasi laparatomi
dapat diindikasikan untuk pembedahan dengan risiko tinggi, pada pasien dengan risiko
tinggi, atau pada pembedahan risiko rendah yang dapat membantu penyembuhan luka,
sehingga lama rawat pada pasien pasca laparatomi menjadi lebih efisien.
Fokus perawatan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan
komplikasi, lama perawatan dan biaya perawatan. Manajemen luka pada ruang
perawatan meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Umumnya luka
jahitan pada kulit dilepaskan tiga sampai lima hari pasca operasi. Idealnya balutan luka
diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pembersihan yang
sering harus dihindari, karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan
memperlambat penyembuhan dan memperpanjang perawatan di rumah sakit (Majid,
Judha, dan Istianah, 2011).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Waktu dan Tempat
Waktu : Jumad 22 April 2016, Pukul 16.30 -18.30
Tempat : Lab Bedah, Fakultas Kedokteran Hewan
3.1.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah perlengkapan bedah minor 1 set, cat gut chromic, cut
gut plain, benang jahit biasa, lap tampon, kapas , kain penutup , duk steril,
stetoskop, thermometer, perban, plester, syiringe, needle, IV cateter, meja dan
tiang infus. Peralatan operator meliputi : Baju operasi, masker, penutup kepala,
sarung tangan, sikat, dan lap tangan steril.
Bahan yang digunakan selama operasi adalah Xylazine 2% , Ketamine 2.5%,
atropine, Betadine , Alkohol 70%, Larutan NaCl fisiologis, Oxytetracycline,
Amoxiciline, Ringer Laktat.
3.2. Metode
3.2.1. Preparasi Alat dan Ruang Bedah
Untuk preparai alat, obat dan ruang bedah tidak dilakukan oleh praktikan tetapi
sudah dilakukan oleh mahasiswa koasistensi dan laboran.
3.2.2. Persiapan Hewan Percobaan
1. Signalement : Jenis kelamin, Jenis hewan, Ras, Warna rambut dan kulit, Umur ,
Berat badan, Nama pemilik, dan Alamat pemilik
2. Anamnesis, Status present, Perawatan, Habitus, Gizi, Pertumbuhan badan, Sikap
berdiri, Suhu tubuh, Frekuensi nadi, Frekuensi nafas, Cara berjalan, Adaptasi
lingkungan, Turgor kulit, Selaput lender, Kelenjar pentahanan, Reflex
palpebrae, Kulit dan keadaan rambut
3. Rambut kucing pada daerah yang akan dibedah dicukur bersih.
3.2.3. Persiapan Operator dan Asisten
1. Kuku dipotong, jam tangan, cincin, da aksesoris dilepas
2. Memakai tutup kepala dan masker
3. Tangan dicuci dengan sabun dan dibilas dengan dengan air mengalir sebanyak
10 – 15 kali
4. Tangan dikeringkan, didesinfeksi, memakai baju operasi, dan sarung tangan.
3.2.4. Teknik Operasi
1. Kucing diinjeksi dengan atropine sebagai premedikasi, lalu diberi obat
anastesi ketamin 2,5% dan xylazin 2 %.
2. Hewan disiapkan dan diposisikan dengan rebah dorsal
3. Hewan yang sudah teranastesi di infus
4. Letak duk steril disekita tempat yang akan disayat
5. Sayatan dilakukan tepat pada linea alba di cranial dari umbilicalis
6. Linea alba yang merupakan persatuan dari aponeurose m. obliquus
abdominis dan m. transverses abdominis disayat sedikit dengan mengunakan
scalpel, tepi luka ditarik dengan allis forceps lalu dilanjutkan dengan
menggunakan gunting yang tumpul dibagian bawah ke arah cranial.
(perdarahan yang ada diligasi atau ditampon)
7. Ruang abdomen dan organ – organ yang berada di dalamnya terlihat.
Kemudian dilakukan eksplorasi
8. Setelah dilakukan eksplorasi terhadap organ – organ, Diberikan NaCL
fisiologis pada ruang abdomen yang dibuka ruang abdomen sebelum dijahit.
9. Ruang abdomen ditutup kembali dengan Jahitan sederhana tunggal lewat
dari linea alba termasuk peritoneumnya dijahit dengan benang absorbable
cat gut chromic.
10. Unutk jahitan subcutan dijahit dengan sederhana menerus dengan benang
absorbable cat gut plain, dan kulit dijahit dengan sederhana tungga non-
absorbable ( benang katun)
3.2.5. Teknik Pasca Operasi
Setelah operasi, dilakukan perawatan terhadap hewan. Perawatan tersebut
meliputi:
1. Pemberian antibiotic topical Oxytetrcicline dan amoxicillin selama 7 hari
2. Pemberian pakan konsistensi lunak (ikan dan nasi) dan minum yang
cukup.
3. Perlindungan terhadap luka bekas operasi: diberikan betadin pada bekas
luka jahitan.
4. Benang jahitan dibuka setelah 10 hari pasca operasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan