Case Bedah Shabrina

41
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : RW Jenis kelamin : Perempuan Umur : 32 tahun Status : Menikah Pendidikan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Desa Batu Ampar Kel Sirah Pulau Padang, OKI Agama : Islam Bangsa : Indonesia MRS : 11 Juli 2013 II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 17 Juli 2013) Keluhan Utama Luka bakar kimia Riwayat Perjalanan Penyakit ± 2 jam SMRS penderita disiram cuka para oleh suaminya pada bagian wajah, leher, dada dan kedua lengan. Rasa perih dan penglihatan kabur pada mata (-). III. PEMERIKSAAN FISIK (17 Juli 2013) 1

description

case

Transcript of Case Bedah Shabrina

Page 1: Case Bedah Shabrina

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : RW

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 32 tahun

Status : Menikah

Pendidikan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Desa Batu Ampar Kel Sirah Pulau Padang, OKI

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

MRS : 11 Juli 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 17 Juli 2013)

Keluhan Utama

Luka bakar kimia

Riwayat Perjalanan Penyakit

± 2 jam SMRS penderita disiram cuka para oleh suaminya pada bagian

wajah, leher, dada dan kedua lengan. Rasa perih dan penglihatan kabur pada

mata (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK (17 Juli 2013)

Survei Primer

1. Keadaan umum : sedang

2. Kesadaran : compos mentis

A. Baik

B. RR : 22 x/mnt

C. TD : 130/80 mmHg

N : 92 x/mnt

1

Page 2: Case Bedah Shabrina

Survei sekunder :

Kepala & wajah : lihat status lokalis

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : sekret (-)

Dada : simetris

Jantung : HR 92 x/mnt, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler (+) normal, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal,

H/L tidak teraba membesar.

Ekstremitas atas : lihat status lokalis

Status Lokalis:

- Regio Fasial : 6 %

- Regio Trunkus Anterior : 7 %

- Regio Extremitas Superior Dextra : 5 %

- Regio Extremitas Superior Sinistra : 5 %

Jumlah : 23 %

Regio Facial Regio Trunkus Anterior

2

Page 3: Case Bedah Shabrina

Regio Extremitas Superior Dextra

Regio Extremitas Suuperior Sinistra

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 17 Juli 2013

Hematologi :

o Hemoglobin : 13,4 (n : 13,4-19,6 g/dl)

o Hematokrit : 39* (n : 51-55 %)

o Leukosit : 12,6 (n : 6-17,5 103/mm3)

o Trombosit : 355 (n: 217-497 103/µL)

o LED : 120* (n: < 20 mm/jam)

Kimia klinik :

o BSS : 129 (n: < 200 mg/dL)

o Protein total : 7,0 (n: 4,6-7,0 g/dL)

o Albumin : 3,8 (n: 3,8-5,4 g/dL)

o Globulin : 3,2 (n: 2,6-3,6 g/dL)

o Na : 141 (n: 135-155 mEq/L)

o K : 4,5 (n: 3,6-5,5 mEq/L)

3

Page 4: Case Bedah Shabrina

V. DIAGNOSIS KERJA

Luka bakar kimia 23 % grade III

VI. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL gtt 20 x/menit

- Irigasi

- Inj. Ceftriaxon 2x1

- Inj. Ranitidin 2x1 amp

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

VII. PROGNOSIS :

quo ad vitam : bonam

quo ad functionam : dubia et bonam

4

Page 5: Case Bedah Shabrina

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh panas (api, cairan panas,

arus listrik,radiasi) bahan kimia, dan penyebab lain dengan akibat serangan yang

mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Luka bakar merupakan suatu

jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan

penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

PATOFISIOLOGI

Akibat pertama luka bakar adalah shok karena kaget dan kesakitan,

pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak, aliran listrik akan merangsang

jaringan atau organ yang yang dilalui, misalnya

- Otot

Otot yang teraliri listrik akan kontraksi, sehingga telapak tangan yang

memegang listrik tidak akan melepaskan kabel, diafragma akan lumpuh sehingga

penderita berhenti bernapas bila berkepanjangan akan terjadi hipoksi

- Jantung

Terjadi fibrilasi sampai “cardiac arrest” dan asidosis. Pada resusitasi harus

diberi bicarbonas natricus.

- Tulang

Akibat tulang yang dialiri panas, otot disekitarnya akan terbakar .

Mioglobin akan keluar melalui urin dan urin berwarna hitam

Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan

bullae. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler, tubuh

kehilangan cairan antar ½-1% blood volume setiap 1% luka bakar. Kerusakan

kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan karena penguapan yang

meningkat (insensible water loss meningkat).

5

Page 6: Case Bedah Shabrina

Bila luka bakar terjadi lebih dari 20% akan terjadi shok hipovolemik

dengan gejala-gejala seperti gelisah, pucat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah

menurun.jumlah produksi urine yang turun pada luka bakar dapat mengakibatkan

kegagalan ginjal.

Pada luka bakar yang mengenai muka dapat terjadi kerusakan mukosa

jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang tersisa. Gejala yang timbul

adalah sesak napas, takipnue, stridor, suara serak, dan berdahak berwarna gelap

karena berjelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas co2, tanda-tanda keracunan yang ringan

adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah.

Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik. Pada edema yang luas

dan mendadak akibat luka bakar dapat terjadi gangguan sirkulasi karena

perubahan permebilitas pembuluh darah. Koloid dengan berat 300.000 dapat

keluar dari pembuluh darah menyebabkan menurunnya tekanan onkotik. Hal ini

menyebabkan mudahnya cairan ke luar dari pembuluh darah. Perubahan tekanan

onkotik juga menyebabkan potensial membrane sel menurun akibat na dan air

masuk kedalam sel dan kalium keluar sel, hal ini menyebabkan peristaltik usus

menurun.

DIAGNOSIS

Diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan:

1. Etiologi

2. Luas

3. Kedalaman

ETIOLOGI LUKA BAKAR

1. Luka Bakar Panas (thermal)

Luka bakar panas (thermal) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak

dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lain.

6

Page 7: Case Bedah Shabrina

2. Luka Bakar Kimia (chemical)

Luka bakar kimia (chemical) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit

dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan

banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat

kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan

zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah

tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,

pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat

menyebabkan luka bakar kimia

3. Luka Bakar Listrik (Electric)

Luka bakar listrik (electric) disebabkan oleh panas yang digerakan dari

energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka

dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang

elektrik itu sampai mengenai tubuh.

4. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.

Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada

industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia

kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama

juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

LUKA BAKAR KIMIA

Luka bakar juga dapat disebabkan oleh kontak langsung dengan zat kimia

asam atau basa, luka bakar kimia asam menyebabkan nekrosis koagulasi, kulit

yang kontak,tampak kering, teraba keras dan kasar, warna coklat kehitaman,

kecuali karena asam nitrit akan bewarna kuning kehijauan, karena adanya reaksi

xantho protein. Sedangkan luka bakar kimia basa menyebabkan nekrosis

lequefaktif, kulit yang kontak tampak basa, lunak dan oedematous, warna merah

kecoklatan dan teraba licin. Luka bakar kimia basa umumnya lebih serius

dibandingkan dengan asam, karena basa dapat menembus jaringan lebih dalam.

Segera bersihkan zat kimia dan rawat luka, karena berat-ringannya luka bakar

7

Page 8: Case Bedah Shabrina

kimia tergantung dari lamanya waktu kontak, konsentrasi dan jumlahnya. Guyur

zat kimia dengan air sebanyak-banyaknya, bila perlu gunakan penyemprot air

selama paling sedikit 20-30 menit. Zat penawar kimia jangan digunakan karena

reaksi zat kimia dengan penawarnya dapat menimbulkan panas dan menghasilkan

kerusakan jaringan yang lebih parah.

A. Klasifikasi bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar:

1. Bersifat asam

a. asam sulfat ,biasanya digunakan membersihkan toilet, pembersih logam.

Konsentrasinya lebih kental dan padat dibandingkan air, dapat

menghasilkan pasnas bila diencerkan.

b. asam nitrit

c. asam hidrofluorit

d. asam hidroclorit, merupakan asam lemah, bila kontak dengan kulit

dalam bentuk yang telah diencerkan, tidak akan langsung menyebabkan

luka bakar nyeri.

e. asam fosfat

f. asam asetat

g. asam cloroasetat, bersifat korosif, terutama asam monocloroasetat yang

dapat menyebabkan depresi saluran pernapasan.

h. fenol dan cresol

2. Bersifat basa

a. sodium hydroxide dan potassium hydroxide

b. kalsium hydroxide

c. kalsium oxide

d. amoniak, biasanya digunakan dalam pembersih dan detergen, sangat

bersifat higroskopis, menyebabkan luka bakar yang berat.

e. sodium karbonat

f. litium hidrat

8

Page 9: Case Bedah Shabrina

3. Oksidan

- klorat, kromate, peroksida dan manganat.

B. Berat / ringannya trauma tergantung :

1. Bahan

2. Konsentrasi

3. Volume

4. Lama kontak

5. Mekanisme trauma

C. Penatalaksanaan :

1. Bebaskan pakaian yang terkena

2. Irigasi dengan air yang kontinu

3. Hilangkan rasa nyeri

4. Perhatikan airway, breathing dan circulation

5. Identifikasi bahan penyebab.

6. Perhatikan bila mengenai mata.

7. Penanganan selanjutnya sama seperti penanganan luka bakar

LUAS LUKA BAKAR

Perhitungan luka bakar berdasarkan “rules of nine” dari Wallace:

- Kepala, leher 9%

- Lengan, tangan 2x9%

- Paha, betis, kaki 4x9%

- Dada, perut, punggung, bokong 4x9%

- Genitalia 1%

9

Page 10: Case Bedah Shabrina

Gambar 1. rule of nine, luas luka bakar

Untuk anak umur 5 tahun(menurut Lund and Browder):

- Kepala 14%

- Tungkai, kaki 16%

- Bagian yang lain sama dengan dewasa

Gambar 1.2 modifikasi rule of nine menurut Lund and Browder

10

Page 11: Case Bedah Shabrina

Bayi 1 tahun(menurut Lund and Browder):

- Kepala, leher 18%

- Tungkai,kaki 14%

- Bagian lain sama dengan dewasa

Gambar 1.3 modifikasi rule of nine menurut Lund and Browder

Untuk luka bakar yang distribusinya tersebar, rumus luas permukaan

telapak tangan (tidak termasuk jari-jari) penderita sama dengan 1% luas

permukaan tubuhnya.

KEDALAMAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar derajat I (luka bakar superficial)

luka bakar ini merupakan luka bakar teringan dimana kerusakan hanya

terjadi pada epidermis. Kulit yang mengalami luka bakar derajat I tampak

kering, kemerahan dikarenakan vasodilatasi kulit, dan nyeri karena ujung-

ujung saraf sensorik teriritasi. Dalam 2 hingga 3 hari biasanya kemerahan dan

rasa nyeri pada kulit akan berkurang. Luka bakar derajat ini akan sembuh

tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari, dimana epitelium yang rusak

11

Page 12: Case Bedah Shabrina

akan mengelupas. Luka bakar derajat I umumnya terjadi dikarenakan sengatan

matahari.

Gambar 2. Luka bakar

derajat I

2. Luka bakar derajat II (luka bakar dermis)

Luka bakar derajat dua meliputi epidermis dan sebagian dermis tetapi

masih ada element epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea,

kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat

ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan

kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan

merah, tergantung ada tidaknya aliran darah ke dermis, serta lebih nyeri

dibandingkan luka bakar superficial. Pada luka bakar derajat II dasar luka

terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal. Juga timbul bula berisi

cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya

meninggi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi :

a. Derajat II dangkal

12

Page 13: Case Bedah Shabrina

Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan

penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari. Apendises kulit seperti

folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea masih utuh. Luka bakar

derajat ini jarang menyebabkan parut hipertrofik, namun seringkali

menyebabkan perubahan warna kulit yang mencolok. Luka bakar derajat II

dangkal seringkali disebabkan tumpahan atau semburan air panas, dan paparan

api dalam jangka waktu pendek.

b. Derajat II dalam

Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

Permukaan luka bakar biasanya tampak bercak-bercak putih dan pink

dikarenakan perbedaan aliran darah ke dermis (bagian putih memiliki sedikit

bahkan tidak ada aliran darah, dan bagian pink memiliki aliran darah).

Penderita sering mengeluh rasa tidak nyaman dibandingkan sensasi nyeri.

Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki

kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar

keringat, kelenjar sebasea, dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi

dalam waktu lebih dari satu bulan. Pada penderita luka bakar derajat II dalam

sering terjadi parut hipertrofik dan kontraktur.4,5

13

Page 14: Case Bedah Shabrina

Gambar 3. Luka bakar derajat II (a. Luka bakar derajat II dangkal ; b. Luka bakar derajat

II dalam)

3. Luka bakar derajat III

Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin

subkutis, atau organ yang lebih dalam. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu

dan pucat, kering, letaknya lebih rendah serta dengan atau tanpa bula.

Penderita luka bakar derajat III tidak merasakan nyeri dikarenakan rusaknya

ujung-ujung saraf sensorik. Pada luka bakar derajat III dapat terbentuk eskar,

yang merupakan suatu struktur intak namun nonvital berasal dari koagulasi

protein pada lapisan epidermis dan dermis yang apabila dibiarkan selama

beberapa hari hingga beberapa minggu akan terpisah dari jaringan di

bawahnya yang viabel. Oleh karena tidak ada lagi apendises kulit yang hidup

dan dapat sembuh hanya dengan kontraktur luka, epitelialisasi tepi luka dan

cangkok kulit.

Gambar 4. Luka bakar

derajat III

KLASIFIKASI LUKA

BAKAR

1. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak-anak dan usia lanjut

14

Page 15: Case Bedah Shabrina

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat

III kurang dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa

> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang

tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas

usia 50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir

pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk

dirawat inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,

kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan

untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi

4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma

mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada

sebelumnya

15

Page 16: Case Bedah Shabrina

6. Adanya trauma inhalasi

FASE LUKA BAKAR

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan

penyakitnya dibedakan dalam 3 fase yaitu akut, subakut dan fase lanjut. Namun

demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis

pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir

dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus

terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis

pada fase selanjutnya.

1. Fase akut / fase syok / fase awal.

Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di

IRD /Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma

lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing

(mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway

tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi

dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian

utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan

keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang

berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut

dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem

instabilitas sirkulasi.

2. Fase Subakut

Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka

yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :

a. Proses inflamasi atau infeksi.

b. Problem penutupan luka

c. Keadaan hipermetabolisme.

16

Page 17: Case Bedah Shabrina

3. Fase Lanjut

Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui

rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang

hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan

MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Penanganan luka bakar secara umum :

Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong

Identifikasi sumber dan hentikan proses luka bakar

Lepaskan pakaian dan perhiasan

Lakukan penilaian dini

Tentukan derajat luka bakar dan luas luka bakar

Tutup luka bakar

Jaga suhu tubuh penderita

Rujuk ke fasilitas kesehatan

Penanganan dibagian emergensi

Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang

telah diberikan pada waktu kejadian. Penanganan luka (debridemen dan

pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam

17

Page 18: Case Bedah Shabrina

kehidupan pasien, maka masalah inilah yang harus diutamakan. Perawatan di

bagian emergensi terhadap luka bakar meliputi :

a) Bebaskan pakaian yang terbakar

b) Reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi) dan trauma

lain yang mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi

pernafasan, dan sirkulasi untuk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan

dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan

penilaian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar

seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar

dapat dengan segera diketahui dan ditangani. Bila ditemukan adanya

trauma inhalasi, dapat dilakukan intubasi pada trauma inhalasi tanpa

distres pernafasan, atau krikotiroidotomi pada trauma inhalasi dengan

distres pernafasan.

b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat

dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga

iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan

diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak

diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk

menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi

respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan

keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,

koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi

cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat

mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi

intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan

memberikan cairan pengganti.

Cara Baxter :

Dewasa hari 1 : berat badan x % luas luka bakar x 4cc ringer laktat per

24 jam

Anak hari 1 : ringer laktat : dextran = 17:3

18

Page 19: Case Bedah Shabrina

Berat badan(kg) x % luas luka bakar x 2cc (RL:D) +

kebutuhan faal

Kebutuhan faal:

1 tahun : berat badan x 100cc

1-3 tahun : berat badan x 75cc

3-5 tahun : berat badan x 50cc

Pemberian cairan :

1. ½ volume cairan diberikan 8 jam pertama

2. ½ volume sisa diberikan 16 jam berikutnya.

Dewasa hari 2 : koloid : 500-2000cc + glukosa 5% , untuk

mempertahankan cairan

Anak hari 2 : sesuai kebutuhan faal

c) Pemasangan kateter urine

Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap

jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan

keadekuatan dari resusitasi cairan.

d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT bagi pasien luka bakar 20 % -25 % atau lebih, atau pada

paasien tidak sadar, perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan

mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat

dari ileus dapat terjadi umumnya pada pasien tahap dini setelah luka bakar.

Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada

waktu itu.

e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium

Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan

untuk menentukan adekuat tidaknya resusitasi. Pemeriksaan laboratorium

dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen),

kreatinin, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri

(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat

19

Page 20: Case Bedah Shabrina

injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray

untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu

dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah

dilakukan pada semua pasien dengan luka bakar berat, khususnya jika

disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada pasien

yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.

f) Managemen nyeri

Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan

morfin atau meperidine dibagian emergensi. Umumnya untuk

menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis

kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak

0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian

methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi

penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar

dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian

morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai

tambahan. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh

pasien rawat jalan.

g) Profilaksis tetanus

h) Cegah Infeksi

i) Perawatan luka

Perawatan luka untuk luka bakar ringan terdiri dari membersihkan luka

(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang

merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep

antimikroba topikal dan balutan secara steril. Penting untuk melakukan

latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi

sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan

kemungkinan terbentuknya scar. Tindakan debridement dan pencucian

luka dikerjakan setelah sirkulasi stabil, umumnya setelah hari kedua atau

ketiga. Tujuan debridement dan pencucian luka adalah untuk memutus

20

Page 21: Case Bedah Shabrina

rantai perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis. Selanjutnya dipikirkan

proses penutupan luka dalam rangkaian proses penyembuhan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka, yakni:

Jenis perawatan luka tertutup atau terbuka

Luka bakar dapat dirawat dengan menggunakan metode

balutan terbuka maupun tertutup. metode terbuka digunakan/dioleskan

krim antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara

tanpa dibalut. Krim tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai

kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat tersebut.

kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah

diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan

luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari

metode ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia,

dan efeknya psikologis pada klien karena seringnya dilihat.

Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan

bermacam-macam tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan

untuk digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam

menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal

kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu.

Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan

kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga membantu dalam

debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas

menurunkan kemungkinan efektifitas latihan ROM. Pemeriksaan luka

juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang

mengganti balutan saja.

Aplikasi antiseptikum dan antibiotik

Penggunaan silver nitrate soaks dilaporkan mengurangi evaporative

loss dan tidak memiliki pengaruh terhadap proses kemotaksis sel-sel

granulosit.

21

Page 22: Case Bedah Shabrina

Krim silver sulfadiazine dan mafenide dapat menginduksi timbulnya

asidosis metabolik dan menekan proses kemotaksis sel-sel

granulosit, proses inflamasi yang hebat dan hambatan reepitelisasi.

Cerium nitrate memiliki efek mengurangi absorbsi toksin dari area

lokal (luka) dan memperbaiki kondisi imunosupresi melalui

perbaikan sistem imunitas seluler.

j) Pengumpulan data (anamnesis)

Perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan luka bakar tersebut.

Informasi yang diperlukan meliputi waktu, tingkat kesadaran pada waktu

kejadian, apakah ketika terjadi pasien berada di ruang tertutup atau

terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme traumanya. Jika

pasien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang

menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah

dilakukan irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika pasien menderita

luka bakar karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe

arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya

injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan

pasien masa lalu seperti kesehatan umum pasien. Informasi yang lebih

khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner,

endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi

terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat

alergi pasien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.

Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya

dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,

maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang

diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-

30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi

kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian

22

Page 23: Case Bedah Shabrina

diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya

SIRS dan MODS.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari

ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak

akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.

Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan

menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya

iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan

dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi

– komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan

nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang

menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini

mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.

Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –

organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar

yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini

disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui

infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II

dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga

“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini

23

Page 24: Case Bedah Shabrina

juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.

Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan

lebih dari 3 minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang

timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang

tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial yaitu suatu teknik

yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai

permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint), dan eksisi fasial yaitu

teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuannya:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada

luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis,

kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses

maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah

tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,

bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat

dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.

Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang

diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor

tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang

pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar

24

Page 25: Case Bedah Shabrina

1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan

dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia

pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor

sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin

‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan

epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang

dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan

hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga

terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit

donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang

dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut

tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam

dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga

penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan

kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul

pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan

sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

KOMPLIKASI

25

Page 26: Case Bedah Shabrina

Syok karena kehilangan cairan

Sepsis

Kontraktur

Hipertrofi jaringan parut

BAB III

26

Page 27: Case Bedah Shabrina

ANALISIS KASUS

Seorang wanita berumur 32 tahun berinisial RW dirujuk ke RSMH

dengan keluhan luka bakar kimia pada wajah, leher, dada dan kedua lengan.

Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa kurang lebih 2 jam

SMRS penderita mengaku disiram cuka para pada bagian wajah, leher, dada dan

kedua lengan oleh suaminya.

Pasien datang dalam fase akut luka bakar kimia. Tindakan pertama adalah

pemerikasaan dan penanganan ABCD pasien. Selanjutkan pada pemeriksaan fisik

status generalis didapatkan penderita tampak sakit sedang, vital sign dalam

keadaan normal, KGB, paru-paru, jantung, thorax dan abdomen tidak ditemukan

kelainan. Pada pemeriksaan sekunder didapatkan luka bakar kimia yang mengenai

wajah sebanyak 7 %, leher sebanyak 6 % dan masing-masing lengan 5 %.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah

lengkap. Hasil pemerikasaan darah didapatkan volume hemoglobin, trombosit dan

leukosit masih dalam batas normal, dengan jumlah hematokrit yang menurun dan

LED yang meningkat. Pada pemeriksaan kimia klinik menunjukkan hasil masih

dalam batas normal.

Diagnosis pasien ini adalah luka bakar kimia berat 23 % yang disebabkan

oleh cuka para.

Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain pemasangan IVFD RL gtt 20

x/menit, irigasi, injeksi ceftriaxon 2x1, injeksi ranitidin 2x1, injeksi ketorolac 3x.

Prognosis pada kasus ini untuk quo ad vitam adalah bonam dan quo ad

functionamnya adalah dubia et bonam.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Case Bedah Shabrina

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong

W,editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2005. h. 73-5.

2. American College Of Surgeon Committee On Trauma.2004.ATLS.

3. Asosiasi Luka Bakar Indonesia. 2005. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka

Bakar. Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.

4. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

5. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar

TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.

8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

6. Noer, M. Sjaifuddin,Dkk. 2006. Penanganan Luka Bakar. Surabaya :

Airlangga University Press

28