Laporan Sms '12

22
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH SISTEMATIKA DAN MORFOLOGI SATWA DiSusun oleh : Abang Deni.M Adi Kasman Fadli Muhammad Jhony Sastro.D Marselina Elmi Oki Herli.U Riyo Suseno Revain Junata.G FAKULTAS KEHUTANAN

Transcript of Laporan Sms '12

Page 1: Laporan Sms '12

LAPORANPRAKTIKUM MATA KULIAH

SISTEMATIKA DAN MORFOLOGI SATWA

DiSusun oleh :

Abang Deni.MAdi Kasman

Fadli MuhammadJhony Sastro.DMarselina Elmi

Oki Herli.URiyo Suseno

Revain Junata.G

FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK2012

Page 2: Laporan Sms '12

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah , puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , berkat limpahan

rahmat , taufik , dan hidayah – Nya , penyusun bisa menyelesaikan pembuatan laporan

Praktikum Sistematika dan Morfologi Satwa.

Laporan ini telah penyusun susun dengan semaksimal mungkin . Penyusun menyadari dalam

penyusunan laporan praktikum ini tak luput dari kesalahan dan kekeliruan, untuk itu sudilah

kiranya memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun agar laporan praktikum ini

menjadi lebih sempurna dan berguna bagi semua pihak dan tentunya perbaikan di waktu yang

akan datang.

Akhirnya Penyusun berharap semoga laporan praktikum ini berguna untuk kita semua.

Pontianak, Juni 2012

Penyusun

Page 3: Laporan Sms '12

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................DAFTAR ISI .....................................................................................................BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................B. Tujuan Praktikum ............................................................................C. Manfaat praktikum ...........................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................A. IKAN ................................................................................................

A.1 Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) .....................

A.2 Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) .........................BAB III. METEOLOGI PRAKTIKUM ...............................................................

A. Lokasi dan Waktu Praktek..........................................................B. Obyek Praktikum .......................................................................C. Tahapan Pelaksanaan Praktek ....................................................

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................A. Hasil ............................................................................................B. Pembahasan ..............................................................................

BAB V. PENUTUP ..............................................................................................A. Kesimpulan .................................................................................B. Saran ..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

Page 4: Laporan Sms '12

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) merupakan ikan asli dari perairan Sumatera dan Kalimantan yang sangat populer dikalangan pecinta ikan hias dan merupakan komoditas utama dalam ekspor dibidang organisme perairan dari Indonesia (Slembrouck, 2010). Pada pertemuan jejaring ikan hias yang dilaksanakan September 2011, para eksportirpun mengatakan bahwa ikan botia menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor ikan hias air tawar.

Sampai saat ini ketersediaan benih dan induk ikan hias botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Sekitar 50 juta ekor ikan setiap tahunnya ditangkap dari berbagai sungai di alam untuk ekspor. Kondisi ini berada pada tingkat ekploitasi tinggi dan mengancam kelestarian ikan hias botia di alam, sehingga pemerintah Indonesia melarang ekspor ikan hias botia ukuran matang gonad atau dewasa (≥15 cm).

Masih rendahnya produksi ikan hias botia hasil budidaya merupakan permasalahan di masa depan jika pemenuhan permintaan pasar terus mengandalkan tangkapan dari alam. Tingginya permintaan tanpa disertai recruitment yang seimbang di alam akan mengancam kelestarian ikan botia di masa mendatang. Upaya budidaya penting dilakukan sebagai upaya konservasi dan produksi yang berkelanjutan. Sejak tahun 2005, Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, telah melakukan upaya pembenihan ikan botia. Pada tahun 2007 dengan bantuan teknis dari Institut de Recherche pour le Dévelopment (IRD) Perancis telah berhasil membenihkan ikan ini walaupun masih skala laboratorium. Upaya-upaya perbaikan dan peningkatan produksi terus dilakukan dan mulai tahun 2009 pembenihan ikan botia di BRBIH, Depok sudah sampai tahap produksimassal. Hingga saat ini produksi maksimum bisa mencapai 165000 ekor per tahun.

Dengan semakin mapannya upaya budidaya ikan botia maka kelestariannya dimasa mendatang dapat terus terjaga. Tujuan makalah ini memaparkan budidaya sebagai model konservasi ex-situ ikan botia.

KLASIFIKASI DAN BIOLOGI IKAN BOTIA Klasifikasi

Menurut Kottelat (2004), ikan hias botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : AnimaliaFilum : ChordataKelas : Pisces

Page 5: Laporan Sms '12

Subkelas : TeleosteiOrdo : OstariophsyiSubordo : CyprinoideaFamili : CobitidaeSubfamili : BotiinaeGenus : Chromobotia Kottelat 2004Spesies : Chromobotia macracanthus Bleeker 1852

Morfologi

Menurut Weber and de Beaufort (1916) ciri morfologi ikan hias botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dideskripsikan sebagai berikut: memiliki duri di belakang mata dengan pinggiran yang bebas dan dapat berdiri tegak saat ikan stress. Mulut mengarah ke bawah dan memiliki sungut berjumlah 8 buah; 4 buah di rostral, 2 buah pada mandibular symphysis, dan 2 buah yang lainnya berukuran kecil masing- masing di sudut mulut. Bukaan mulut berbentuk sepatu kuda, bibir tebal dan berlamela (semacam pelat tipis). Posisi sirip punggung berada lebih depan daripada sirip perut. Semua sirip berwarna merah darah dan memiliki rumus D.11; A.8; P.14-16 dan V.9.

Karakter morfologi yang membedakan genus Chromobotia dengan genus Botia lainnya dalam subfamily Botiinae, diantaranya adalah: pola warna yang unik yaitu pita hitam (satu melewati mata dan dua di badan) pada warna dasar tubuh oranye-merah cerah; kombinasi ciri karakter: mental lobe berkembang pada suatu sungut, frontoparietal fontanelle besar dan berbentuk ellip; ruang anterior gelembung renang sebagian ditutupi oleh kapsul bertulang (bony capsule); ruang posterior besar; supraethmoid atas sangat luas; optic foramen agak kecil, tulang belakang suborbital tidak terlalu melengkung dan terbagi menjadi dua (Kottelat, 2004).

Gambar 1. Ikan hias botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)

Panjang tubuh ikan hias botia (Chromobotia macracanthus) di alam bisa mencapai 30 cm (12 inchi) (Axelrod and; Wheeler, 1975; Mills, 1992; Kottelat et al.,1993; Fishbase, 2007), namun apabila di akuarium hanya mencapai 15-20 cm (Axelrod and Vordenwinkler, 1972).

Habitat

Page 6: Laporan Sms '12

Ikan botia merupakan ikan hias yang tinggal di dasar perairan (demersal) (Axelrod and Vordenwinkler, 1986;, Fishbase, 2007). Habitat yang disukai ikan botia adalah perairan yang agak tenang (arus relative kecil) (Kamal, 1992), jernih, banyak daerah berbatu atau “napal” (Grzimex, 1968; Kamal 1992) dan berpasir didasarnya, lembut serta memiliki kandungan oksigen yang kaya (Grzimex, 1968) dengan Ph berkisar 5-8 dan temperature 25º-30ºC (Fishbase, 2007).

Makanan dan kebiasaan makan

Di habitatnya, ikan botia merupakan ikan omnivora yang memakan cacing, krustasea dan material tanaman (Fishbase, 2007), sedangkan di lingkungan budidaya, ikan ini menyukai pakan berupa udang-udang kecil, cacing rambut (Tubifex sp), dan cacing darah (Satyani et al., 2006). Menurut Kamal (1992), jenis makanan ikan botia terdiri dari krustasea, insekta, nematoda, moluska, alga dan material yang tidak teridentifikasi. Ikan botia aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal) sedangkan pada siang hari hanya bersembunyi saja (Satyani et al., 2006).

Reproduksi

Ikan hias botia termasuk golongan ikan yang melakukan migrasi ke hulu sungai untuk memijah (Rohman, 1994). Pada saat induk ikan hias botia memijah di daerah hulu, telur-telur yang dilepaskan akan terbawa hanyut ke hilir dan kemudian menetas dalam perjalanan menuju ke arah rawa banjiran (flood plain) (komunikasi pribadi dengan Sudarto). Setelah menjadi benih ukuran 2 inchi, anak-anak ikan botia ini akan melakukan migrasi mudik meninggalkan daerah hilir melawan arus menuju daerah pembesaran (komunikasi pribadi dengan Pouyaud & Kamal). Anak-anak ikan hias botia banyak ditangkap saat musim hujan pada bulan Oktober sampai Januari yang mengindikasikan bahwa pada saat tersebut ikan botia memijah di alam (Satyani et al., 2006). Pemijahan di lingkungan budidaya sampai saat ini masih secara buatan menggunakan stimulasi hormonal. Berikut adalah tahapan-tahapan kegiatan dalam pembenihan ikan hias botia di lingkungan budidaya.

Ikan kelabau adalah salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan dan masuk dalam genus Osteochilus (Kottelat et al., 1993). Ikan asli daerah ini dikenal sebagai Osteochilus kelabau dan Osteochilus melanopleura. Ikan Kelabau memiliki performa mirip dengan ikan nilem. Jenis ikan dari genus Ostheochilus yang telah dikenal masyarakat adalah ikan nilem (Osteochilus vittatus) yang banyak dibudidayakan di daerah Tasikmalaya (Subagja et al., 2007). Ukuran ikan kelabau dapat mencapai 1 kg per ekor, sedangkan ikan nilem memiliki ukuran yang lebih kecil sekitar 100- 200 gram per ekor (Kristanto et al., 2008). Hasil analisis isi lambung ikan kelabau yang berasal dari Propinsi Riau menunjukkan bahwa kelabau mengkonsumsi lumut, diatom, fitoplankton dan larva insekta yang hidup di Sungai Kampar. Akan tetapi, ikan

Page 7: Laporan Sms '12

dewasa utamanya memakan lumut, detritus dan secara musiman juga sering mengkonsumsi buah-buahan yang berasal dari pepohonan di sepanjang daerah aliran sungai (Nasution et al., 2008).

Habitat ikan kelabau adalah perairan sungai, anak sungai maupun danau bekas aliran sungai di antara rimbunnya tanaman air yang tumbuh di perairan tersebut. Sungai Kapuas merupakan salah satu habitat ikan kelabau mulai dari hulu sampai hilir yang terkonsentrasi di Danau Sentarum. Permasalahan utama untuk ikan asli dalam siklus reproduksinya membutuhkan habitat pemijahan yang terkondisi agar dapat melangsungkan reproduksinya. Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad ikan membutuhkan waktu yang cukup lama bisa sampai berbulan-bulan dan proses ini bergantung pada peningkatan hormon gonadotropin dan steroid gonad. Disamping itu, ikan menunggu sinyal-sinyal lingkungan sebagai rangsangan dalam perkembangan gonad yang tidak tersedia sepanjang tahun.

Ikan kelabau yang merupakan penghuni khas perairan di Kalimantan Barat, memiliki nilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan. Ikan ini mempunyai prospek untuk menjadi ikan budidaya (Kristanto et al., 2008). Hasil penelitian tentang evaluasi komoditas ikan potensial di Kalimantan Barat, terdapat beberapa jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting untuk dikembangkan menjadi ikan budidaya diantaranya ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) (Sukadi et al., 2008).

B. Tujuan PraktikumAdapun tujuan dari praktikum Mata Kuliah SISTEMATIKA DAN MORFOLOGI

SATWA ini adalah Untuk :1. Mengetahui, dan memahami Morfologi Ikan Botia dan Ikan Kelabau.2. Mengetahui dan memahami Sistematika dan Klasifikasi Ikan Botia dan Ikan Kelabau.

C. Manfaat Praktikum

Dengan praktek ini diharapkan mahasiswa bisa mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di perkuliahan, terutama pada mata kuliah SISTEMATIKA DAN MORFOLOGI SATWA.

Page 8: Laporan Sms '12

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. IKANA.1 Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)

Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) merupakan ikan asli dari perairan Sumatera dan Kalimantan yang sangat populer dikalangan pecinta ikan hias dan merupakan komoditas utama dalam ekspor dibidang organisme perairan dari Indonesia (Slembrouck, 2010). Pada pertemuan jejaring ikan hias yang dilaksanakan September 2011, para eksportirpun mengatakan bahwa ikan botia menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor ikan hias air tawar.

Sampai saat ini ketersediaan benih dan induk ikan hias botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Sekitar 50 juta ekor ikan setiap tahunnya ditangkap dari berbagai sungai di alam untuk ekspor. Kondisi ini berada pada tingkat ekploitasi tinggi dan mengancam kelestarian ikan hias botia di alam, sehingga pemerintah Indonesia melarang ekspor ikan hias botia ukuran matang gonad atau dewasa (≥15 cm).

Masih rendahnya produksi ikan hias botia hasil budidaya merupakan permasalahan di masa depan jika pemenuhan permintaan pasar terus mengandalkan tangkapan dari alam. Tingginya permintaan tanpa disertai recruitment yang seimbang di alam akan mengancam kelestarian ikan botia di masa mendatang. Upaya budidaya penting dilakukan sebagai upaya konservasi dan produksi yang berkelanjutan. Sejak tahun 2005, Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, telah melakukan upaya pembenihan ikan botia. Pada tahun 2007 dengan bantuan teknis dari Institut de Recherche pour le Dévelopment (IRD) Perancis telah berhasil membenihkan ikan ini walaupun masih skala laboratorium. Upaya-upaya perbaikan dan peningkatan produksi terus dilakukan dan mulai tahun 2009 pembenihan ikan botia di BRBIH, Depok sudah sampai tahap produksimassal. Hingga saat ini produksi maksimum bisa mencapai 165000 ekor per tahun.

Dengan semakin mapannya upaya budidaya ikan botia maka kelestariannya dimasa mendatang dapat terus terjaga. Tujuan makalah ini memaparkan budidaya sebagai model konservasi ex-situ ikan botia.

A.2 Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) Ikan kelabau adalah salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di Sumatera dan

Kalimantan dan masuk dalam genus Osteochilus (Kottelat et al., 1993). Ikan asli daerah ini dikenal sebagai Osteochilus kelabau dan Osteochilus melanopleura. Ikan Kelabau

Page 9: Laporan Sms '12

memiliki performa mirip dengan ikan nilem. Jenis ikan dari genus Ostheochilus yang telah dikenal masyarakat adalah ikan nilem (Osteochilus vittatus) yang banyak dibudidayakan di daerah Tasikmalaya (Subagja et al., 2007). Ukuran ikan kelabau dapat mencapai 1 kg per ekor, sedangkan ikan nilem memiliki ukuran yang lebih kecil sekitar 100- 200 gram per ekor (Kristanto et al., 2008). Hasil analisis isi lambung ikan kelabau yang berasal dari Propinsi Riau menunjukkan bahwa kelabau mengkonsumsi lumut, diatom, fitoplankton dan larva insekta yang hidup di Sungai Kampar. Akan tetapi, ikan dewasa utamanya memakan lumut, detritus dan secara musiman juga sering mengkonsumsi buah-buahan yang berasal dari pepohonan di sepanjang daerah aliran sungai (Nasution et al., 2008).

Habitat ikan kelabau adalah perairan sungai, anak sungai maupun danau bekas aliran sungai di antara rimbunnya tanaman air yang tumbuh di perairan tersebut. Sungai Kapuas merupakan salah satu habitat ikan kelabau mulai dari hulu sampai hilir yang terkonsentrasi di Danau Sentarum. Permasalahan utama untuk ikan asli dalam siklus reproduksinya membutuhkan habitat pemijahan yang terkondisi agar dapat melangsungkan reproduksinya. Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad ikan membutuhkan waktu yang cukup lama bisa sampai berbulan-bulan dan proses ini bergantung pada peningkatan hormon gonadotropin dan steroid gonad. Disamping itu, ikan menunggu sinyal-sinyal lingkungan sebagai rangsangan dalam perkembangan gonad yang tidak tersedia sepanjang tahun.

Ikan kelabau yang merupakan penghuni khas perairan di Kalimantan Barat, memiliki nilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan. Ikan ini mempunyai prospek untuk menjadi ikan budidaya (Kristanto et al., 2008). Hasil penelitian tentang evaluasi komoditas ikan potensial di Kalimantan Barat, terdapat beberapa jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting untuk dikembangkan menjadi ikan budidaya diantaranya ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) (Sukadi et al., 2008).

Page 10: Laporan Sms '12

BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM

A. Lokasi dan Waktu PraktekTempat : Ruang Agathis 3 Fakultas KehutananHari/tanggal : Rabu, 23 Juni 2012Waktu : 15.00 – 17.00

B. Obyek PraktikumObjek praktikum kali ini adalah Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dan Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura)

C. Tahapan Pelaksanaan PraktekPengamatan dilakukan pada Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dan Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) :

Mencari dan melihat bagian - bagian ikan seperti bagian caput, truncus dan caudal. Mengamati sisik sisik dan bagian - bagian Ikan Botia (Chromobotia macracanthus

Bleeker) dan Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura).

Page 11: Laporan Sms '12

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Dari hasil pengamatan (di lokasi praktek) dapat sebagai berikut :Gambar 1.1

IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus)

Kalsifikasi Ikan BotiaKingdom : AnimaliaFilum : ChordataKelas : PiscesSubkelas : TeleosteiOrdo : OstariophsyiSubordo : CyprinoideaFamili : CobitidaeSubfamili : BotiinaeGenus : Chromobotia Kottelat 2004

Spesies : Chromobotia macracanthus

Gambar 1.2

IKAN Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura)

Kalsifikasi Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura)

Page 12: Laporan Sms '12

Kingdom : Filum : Kelas : PiscesSubkelas : Ordo : Subordo : Famili : Subfamili : Genus :

Spesies :

B.Pembahasan

Filum Chordata adalah kelompok hewan, termasuk vertebrata dan beberapa binatang invertebrata yang memiliki ciri-ciri yang serupa. Semua anggota kelompok ini, pada suatu saat dalam kehidupan mereka, memiliki notokorda, tali saraf dorsal berongga, celah faring (pharyngeal slits), endostyle, dan ekor berotot yang melewati anus. Chordata terbagi menjadi empat subfilum: Vertebrata, Urochordata, Cephalochordata, and Hemichordata.

Menurut Weber and de Beaufort (1916) ciri morfologi ikan hias botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dideskripsikan sebagai berikut: memiliki duri di belakang mata dengan pinggiran yang bebas dan dapat berdiri tegak saat ikan stress. Mulut mengarah ke bawah dan memiliki sungut berjumlah 8 buah; 4 buah di rostral, 2 buah pada mandibular symphysis, dan 2 buah yang lainnya berukuran kecil masing- masing di sudut mulut. Bukaan mulut berbentuk sepatu kuda, bibir tebal dan berlamela (semacam pelat tipis). Posisi sirip punggung berada lebih depan daripada sirip perut. Semua sirip berwarna merah darah dan memiliki rumus D.11; A.8; P.14-16 dan V.9.

Karakter morfologi yang membedakan genus Chromobotia dengan genus Botia lainnya dalam subfamily Botiinae, diantaranya adalah: pola warna yang unik yaitu pita hitam (satu melewati mata dan dua di badan) pada warna dasar tubuh oranye-merah cerah; kombinasi ciri karakter: mental lobe berkembang pada suatu sungut, frontoparietal fontanelle besar dan berbentuk ellip; ruang anterior gelembung renang sebagian ditutupi oleh kapsul bertulang (bony capsule); ruang posterior besar; supraethmoid atas sangat luas; optic foramen agak kecil, tulang belakang suborbital tidak terlalu melengkung dan terbagi menjadi dua (Kottelat, 2004).

Panjang tubuh ikan hias botia (Chromobotia macracanthus) di alam bisa mencapai 30 cm (12 inchi) (Axelrod and; Wheeler, 1975; Mills, 1992; Kottelat et al.,1993; Fishbase, 2007), namun apabila di akuarium hanya mencapai 15-20 cm (Axelrod and Vordenwinkler, 1972). Dan

Page 13: Laporan Sms '12

Ikan kelabau adalah salah satu jenis ikan air tawar yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan dan masuk dalam genus Osteochilus (Kottelat et al., 1993). Ikan asli daerah ini dikenal sebagai Osteochilus kelabau dan Osteochilus melanopleura. Ikan Kelabau memiliki performa mirip dengan ikan nilem. Jenis ikan dari genus Ostheochilus yang telah dikenal masyarakat adalah ikan nilem (Osteochilus vittatus) yang banyak dibudidayakan di daerah Tasikmalaya (Subagja et al., 2007). Ukuran ikan kelabau dapat mencapai 1 kg per ekor, sedangkan ikan nilem memiliki ukuran yang lebih kecil sekitar 100- 200 gram per ekor (Kristanto et al., 2008). Hasil analisis isi lambung ikan kelabau yang berasal dari Propinsi Riau menunjukkan bahwa kelabau mengkonsumsi lumut, diatom, fitoplankton dan larva insekta yang hidup di Sungai Kampar. Akan tetapi, ikan dewasa utamanya memakan lumut, detritus dan secara musiman juga sering mengkonsumsi buah-buahan yang berasal dari pepohonan di sepanjang daerah aliran sungai (Nasution et al., 2008).

Habitat ikan kelabau adalah perairan sungai, anak sungai maupun danau bekas aliran sungai di antara rimbunnya tanaman air yang tumbuh di perairan tersebut. Sungai Kapuas merupakan salah satu habitat ikan kelabau mulai dari hulu sampai hilir yang terkonsentrasi di Danau Sentarum. Permasalahan utama untuk ikan asli dalam siklus reproduksinya membutuhkan habitat pemijahan yang terkondisi agar dapat melangsungkan reproduksinya. Salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan adalah proses pematangan gonad. Proses pematangan gonad ikan membutuhkan waktu yang cukup lama bisa sampai berbulan-bulan dan proses ini bergantung pada peningkatan hormon gonadotropin dan steroid gonad. Disamping itu, ikan menunggu sinyal-sinyal lingkungan sebagai rangsangan dalam perkembangan gonad yang tidak tersedia sepanjang tahun.

Ikan kelabau yang merupakan penghuni khas perairan di Kalimantan Barat, memiliki nilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan. Ikan ini mempunyai prospek untuk menjadi ikan budidaya (Kristanto et al., 2008). Hasil penelitian tentang evaluasi komoditas ikan potensial di Kalimantan Barat, terdapat beberapa jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting untuk dikembangkan menjadi ikan budidaya diantaranya ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura) (Sukadi et al., 2008).

BAB V

Page 14: Laporan Sms '12

PENUTUP

A. KesimpulanDari data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa : Ikan Botia dan Ikan kelabau bentuk kepala sama yaitu bertipe Sub Terminal. Ikan Botia dan Ikan kelabau tipe ekor juga sama yaitu bertipe Bercagap. Ikan Botia dan Ikan kelabau bentuk sirip berbeda yaitu pada ikan Botia sirip

punggungnnya keras sedangkan pada Ikan kelabau bergabung antara duri keras. Pada ikan kelabau memepunyai ciri sisiknya yaitu pinggiran sisiknya halus (Ikan Sikloid)

sedangkan pada ikan Botia tidak ditemukan.

B. SaranDalam kegiatan praktikum Sistematika dan Morfologi Satwa Sebaikanya alat dan bahan

di siapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktikum dan tidak lupa juga diktat ataupun fotocopy bahan yang akan diperaktekkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Laporan Sms '12

Rohman. 1994. Biologi reproduksi ikan botia (B. macracanthus Bleeker) di Sungai Batanghari. Propinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut pertanian Bogor.

Slembrouck. J. 2010. Mass production of Chromobotia macracanthus. Project FISHDIVA. Freshwater Fish Diversity in South East Asia.

Kamal, M. M. 1992. Bioekologi ikan botia (Botia macracanthus Bleeker) di Sungai Batanghari, Propinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Kottelat, N. 2004. Botia kubotai - a new species of loach (Teleostei: Cobitidae) from the Ataran River Basin (Myanmar). with Comments on Botiine Nomenclature and Diagnosis of a New Genus. Zootaxa 401. 1-18 pp

Kristanto, A. H., S. Asih, M. F. Sukadi & Yosmaniar. 2008. Prospek ikan kelabau (Osteochilus melanopleura Blkr), tengalan (Puntius bulu) dan Tengadak (Puntius sp) Sebagai Ikan Budidaya Baru. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Hal 133-135.

Kristanto,A.H dan Gleni Hasan Huwoyon 2010. Koleksi Ikan Kelabau (Osteochilus kelabau) dan Pengamatan Daya Adaptasi Diluar Habitat Aslinya. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2010. Tanggal 2 – 3 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan. Hal 32-34.

Nasution. S, Nuraini & Nur”aini Hasibuan. 2008. Potensi akuakultur ikan kelabau (Osteochilus kelabau) dari Perairan Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau: siklus reproduksi. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006.301- 308 pp.

Sukadi. M. F., E. Nugroho, A. H. Kristanto, A. Widiyati, Winarlin & H. Djajasewaka. 2008. Pengembangan komoditas perikanan budidaya air tawar di provinsi Kalimantan Barat: Analisis Komoditas Lokal. Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya. Pusat Riset Perikanan Budidaya.57-70 pp.