Latar Belakang · Web viewPuji syukur kehadirat Allah SWT yang teah melimpahkan Rahmat dan...
Transcript of Latar Belakang · Web viewPuji syukur kehadirat Allah SWT yang teah melimpahkan Rahmat dan...
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN REMPAH DAN BAHAN PENYEGAR
Ekstraksi Oleoresin Lengkuas (Alpinia galanga) dengan Metode Maserasi
Menggunakan Pelarut Hexan 90%
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan
Rempah-rempah dan Bahan Penyegar yang diampu oleh Puji Rahmawati STP.
M.Si dan Siti Mujdalipah STP, M.Si.
Disusun oleh :
1. Juliana M. Nur 1306948
2. Jessica Putri S. 1301314
3. Sari Nurmayani 1305544
4. Tiara Maulida Y. 1301022
Kelompok : 10
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang teah melimpahkan Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga laporan peraktikum ini yang berjudul “Ekstraksi Oleoresin
Lengkuas (Alpinia galanga) dengan Metode Maserasi Menggunakan Pelarut
Hexan 90%” telah diselesaikan. Laporan praktikum ini ditujukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Rempah-rempah
dan bahan penyegar.
Laporan praktikum ini berisi mengenai tinjauan singkat dan pelaporan
serta pembahasan hasil praktikum pembuatan dan pengamatan oleoresin
lengkuas (Alpinia galanga) yang diekstraksi dengan pelarut hexan 90% dengan
metode maserasi. Laporan praktikum ini merupakan wahana pengembangan
wawasan penulis dan diharapkan dapat menjadi salah satu sarana informasi dan
awal pengembangan bagi pembaca. Semoga laporan praktikum ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Puji Rachmawati Nurcahyani, STP. M.Si dan Ibu Siti Mujdalipah
STP. M.Si. yang telah membimbing selama penyusunan laporan praktikum dan
semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan laporan
praktikum ini.
Bandung, 26 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya kebutuhan hasil olahan rempah-rempah yang
berupa oleoresin, maka dipilihlah lengkuas sebagai bahan baku untuk
menghasilkan oleoresin yang akan digunakan untuk berbagai keperluan, baik
untuk makanan ataupun sebagai obat kulit. Disebabkan rempah-rempah
mengandung oleoresin sehingga cita rasa dan aromanya tajam dan spesifik.
Pada penelitian ini digunakan bahan baku lengkuas untuk mendapatkan
oleoresin. Lengkuas umumnya hanya digunakan sebagai tambahan bumbu
penyedap masakan dan obat-obatan. Rimpang lengkuas mengandung minyak
atsiri lebih kurang 1 % minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang
terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20 % - 30 %, eugenol, kamfer
1 %, seskuiterpen, δ-pinen, galangin. Selain itu rimpang juga mengandung
resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida
dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa
senyawa flavonoid, dan lain-lain. Sehingga lengkuas ini bisa dikembangkan
pengolahannya.
Berdasarkan urain diatas, maka bahan baku lengkuas dapat
menghasilkan minyak atsiri, selain itu juga bahan baku lengkuas mudah
didapat dan murah, maka pengolahannya dapat dikembangkan untuk
mendapatkan suatu produk oleoresin dengan proses ekstraksi dan dilanjutkan
dengan metode rotary vacuum evaporator sehingga menghasilkan produk
oleoresin. Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri
pembawa aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya
didapatkan dari ekstraksi rempah-rempah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu
manis, dengan pelarut tertentu. Pelarut yg dapat digunakan misalnya heksan,
metanol, alkohol, aseton, isopropanol, dan lain-lain. Oleoresin biasanya
berbentuk pasta atau cairan kental.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses ekstraksi oleoresin lengkuas dengan metode maserasi?
2. Apa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi oleoresin lengkuas
dengan metode maserasi?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan proses ekstraksi oleoresin lengkuas dengan metode maserasi
2. Menguraikan faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi oleoresin
lengkuas dengan metode maserasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lengkuas (Alpinia galanga)
Tumbuhan lengkuas berdasarkan penggolongan dan tata nama
tumbuhan, termasuk ke dalam klasifikasi (Becker & Van Den Brink, 1968)
sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Anak suku : Alpinioideae
Marga : Alpinia
Jenis : Alpinia galanga
Lengkuas atau laos adalah rempah-rempah populer dalam tradisi boga
dan pengobatan tradisional Indonesia maupun Asia Tenggara lainnya. Bagian
yang dimanfaatkan adalah rimpangnya yang beraroma khas. Lengkuas
banyak mengandung oleoresin yang terdiri dari komponen damar dan minyak
atsiri. Selain itu, lengkuas mengandung komponen flavonol, yang terdiri dari
galangin, kaemferol, kuersetin, dan miliselin. Komponen lainnya adalah à-
pinen, 1,8- sineol, limonen, terpineol, kaemferol, kuarsetin, dan miristin.
Masyarakat menggunakan lengkuas sebagai pewangi dan penambah cita rasa
masakan. Selain itu, rimpang mudanya banyak dimanfaatkan sebagai sayuran
dan lalapan. Dalam bidang pengobatan, lengkuas digunakan sebagai
antiseptik, pencegah kangker, antialergi, antijamur, dan antioksidan. Selain
itu, digunakan sebagai obat panu, pelancar haid, diuretik,memperkuat
lambung, meningkatkan nafsu makan, dan sebagai penyegar (Suranto, 2004).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh
cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter atau
campuran etanol dan air (Depkes, 1979). Ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 1995).
Yang lebih penting untuk teknologi farmasi adalah cara ekstraksi.
Tumbuhan segar yang telah dihaluskan atau material tumbuhan yang
dikeringkan, diproses dengan cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi dan bahan
ekstraksi mana (cairan ekstraksi, menstruum) yang sebaiknya digunakan
sangat tergantung dari kelarutan bahan kandungan serta stabilitasnya (Voigt,
1995)
2.3 Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di
dalam sel (Depkes, 1986).
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan
dihaluskan (umumnya potong-potong atau berupa serbuk kasar)disatukan
dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan
terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya
atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi
berbeda-beda, 5 hari telah memadai untuk memungkinkan berlangsungnya
proses yang menjadi dasar dari cara ini, seperti yang telah diuraikan diatas
(melarutnya bahan dari sel yang rusak yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh).
Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulang-
ulang (kirakira 3 kali sehari). Melalui upaya ini dapat dijamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan. Setelah
maserasi selesai rendaman diperas (kain pemeras) dan sisanya juga diperas
lagi (Voight, 1995).
2.4 Heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus
kimia C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam atom karbon yang terdapat
pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan
tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N-heksana
merupakan jenis pelarut organik. Fungsi dari heksana adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna
dari kuning menjadi jernih (Mahmudi 1997).
2.5 Oleoresin
Oleoresin adalah zat kimia berupa minyak kental yang memiliki sifat
asli seperti bahan bakunya (misalnya pala) yang terdiri dari campuran minyak
atsiri dan resin. Oleoresin pala dapat diekstrak langsung dari fuli dan biji pala
yang belum disuling minyak atsirinya atau dapat diperoleh dari limbah
penyulingan pala melalui proses ekstraksi. Oleoresin dapat digunakan pada
industri makanan, minuman, sebagai penambah citarasa dan sebagai ramuan
dalam industri obat-obatan, kosmetika, dan sabun. Mutu oleoresin
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jenis tanaman dan umur panen, perlakuan
bahan sebelum proses ekstraksi, sistem dan kondisi ekstraksi, perlakuan
terhadap oleoresin setelah ekstraksi, serta pengemasan dan penyimpanan
(Ketaren, 1980).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada April 2015 di Labolatorium
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Teknologi dan Kejuruan,
Universitas Pendidikan Indonesia.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan selama praktikum antara lain pisau, cutting
board, Loyang, oven, grinder, penyaring 60 mesh, neraca analitik, gelas ukur,
labu Erlenmeyer 500 ml, pompa vaccum, kertas saring, hot plate, magnetic
stirrer, labu lemak, vaccum rotary evaporator.
Sedangkan bahan yang digunakan selama praktikum yaitu rimpang
lengkuas sebanyak 2 kg, dan pelarut n-Hexana 90%.
3.3. Prosedur Kerja
Pada saat prakikum prosedur kerja terbagi menjadi dua tahapan utama yaitu
persiapan bahan lengkuas serbuk dan proses ekstraksi. Berikut merupakan
langkah terperinci dari kedua tahapan tersebut :
1. Persiapan Bahan Lengkuas Serbuk
Persiapan serbuk lengkuas dimulai dengan menyiapkan rimpang
lengkuas yang telah disortir, kemudian dilakukan pencucian dan
pengirisan manual dengan pisau. Rimpang lengkuas kemudian
dikeringkan pada oven dengan suhu 500C selama 6 jam. Lengkuas yang
telah dikeringkan kemudian di-grinding dan di saring dengan kerapatan
60 mesh.
2. Proses Maserasi Oleoresin Dari Lengkuas
Proses Pembuatan oleoresin lengkuas dilakukan secara maserasi,
yaitu dengan menimbang serbuk lengkuas kemudian ditambahkan pelarut
n-Hexan 90 % dengan perbandingan bahan dan pelarut 1 : 6. Proses
maserasi dilakukan Selma 24 jam pada labu Erlenmeyer 500 ml yang
diletakan pada hot plate dan ditambahakn stirrer kemudian suhu hot plate
diatur menjadi 00C pada kecepatan 3000 rpm. Pengadukan tersebut
bertujuan untuk memudahkan ekstraksi oleoresin dari serbuk lengkuas.
Setelah dilakukan maserasi selama 24 jam, larutan disaring menggunakan
saringan pompa vaccum dengan dua lapis kertas saring, sehingga terpisah
filtrat dan ampasnya. Filtrat yang dihasilkan diuapkan pelarutnya
menggunakan rotary evaporator sampai dihasilkan ekstrak kental.
(Hernani dkk, 2007 dan Senja dkk, 2014)
Berikut ini merupakan prosedur alir pelaksanaan ekstraksi
oleoresin lengkuas menggunakan metode maserasi :
50oC, 5 jam
Saring 60 mesh
Perbandingan 1:6
0oC, 3000 rpm, 24 jam
Rimpang lengkuas
Pencucian
Pengeringan
grinding
Serbuk halus
Pelarutann-hexan 90%
Proses maserasi
Penyaringan
evaporasi
Oleoresin lengkuas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan sifat sensori dari oleoresin lengkuas disajikan
dalam tabel 1 sebagai berikut :
Parameter Pengamatan KaraketristikBobot lengkuas basah 2 kgBobot lengkuas kering halus (60 mesh)
165 gram
Bobot ampas 3 gramRendemen lengkuas halus 8,25%Warna Coklat mudaAroma Khas lengkuas, sangat menyengat, tidak
tercium bau pelarut n-HexanViskositas/kekentalan - Kental pada suhu ruang
- Viskositas menurun saat dipanaskan hingga suhu oleoresin menjadi 33oC
pH 5,3Tingkat kejernihan Jernih (+++)Rendemen - Basis kering : 5,214%
- Basis basah : 0,43%Gambar/foto
Perhitungan Rendemen :
1. Rendemen lengkuas halus 60 mesh
R . Lengkuashalus=bobot lengkuas kering halusbobot lengkuas basah
×100 %
¿ 165 gram2000 gram
×100 %=8,25 %
2. Rendemen oleoresin
Bobot labu lemak + oleoresin (a) : 24,7255
Bobot labu lemak kosong (b) : 16,1212
a. Rendemen oleoresin basis kering
R . oleoresin= a−bbobot lengkuas kering
× 100 %
¿ 24,7255−16,1212165
×100%=5,214 %
b. Rendemen Oleoresin basis basah
R .oleoresin= a−bbobot lengkuas basah
× 100 %
¿ 24,7255−16,12122000
×100%=0,43 %
4.2 Pembahasan
a. Pinsip Maserasi Lengkuas dengan Pelarut Hexan
b. Karaketristik Oleoresin Lengkuas
1. Warna
Warna dari oleoresin yang dihasilkan pada praktikum ekstraksi
oleoresin dengan bahan lengkuas ini berwarna cokelat muda. Menurut
Bermawie dkk., (2012) di Indonesia dikenal bermacam-macam
lengkuas, yaitu lengkuas merah, lengkuas putih dan lengkuas dengan
warna antara merah dan putih, namun oleoresin yang dihasilkan adalah
berwarna cokelat muda. Ini disebabkan karena menurut Ansel (1989)
pada dasarnya prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai
selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari
cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan didala sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya
tinggi akan terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang
sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan
diluar sel. Bahan baku penghasil oleoresin sudah harus dalam
bentuk serbuk. Dan yang kami lakukan pada lengkuas adalah
dengan melakukan pengeringan sehingga warna dari lengkuas
mengalami pencokelatan akibat panas untuk mengeringkan lengkuas
yang akan dijadikan serbuk pada saat grinding.
Namun hal ini hampir sesuai dengan standar oleoresin yang
ditetapkan oleh Indessco oleoresin lengkuas itu berwarna kecokelatan.
2. Aroma
Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri
pembawa aroma. Menurut tajkarimi (2010) minyak atsiri diketahui
mengandung campuran berbagai senyawa yaitu terpen, alkohol, aseton,
fenol, asam, aldehid dan ester, yang umumnya digunakan sebagai
pemberi esens (aroma) pada pangan, kosmetika, atau sebagai
komponen fungsional pada produk farmasi.
Menurut Singh dkk., 2008; komponen aktif pada minyak atsiri
lengkuas umumnya didominasi senyawa-senyawa terpen (monoterpen,
seskuiterpen), dan fenolik yang menghasilkan aroma yang khas.
Lengkuas sendiri menghasilkan aroma yang cukup menyengat,
sehingga banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma pada
makanan, sebagai bumbu, diolah segar, maupun sebagai baha herbal
(jamu) dan obat-obatan. Dari semua yang sudah disebutkan cukup jelas
dan sesuai dengan hasil pengamatan bahwa oleoresin lengkuas yang
diekstrak pada praktikum sudah tidak tercium bau pelarut n-Hexan dan
beraroma khas lengkuas yang sangat menyengat.
3. Viskositas atau Kekentalan
Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan
ekstraksi,konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial
(minyak atsiri) dankomponen non-volatil (tidak menguap) dari
rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cairan kental atau pasta
(Suyitno, 1988). Dan hasil yang didapatkan adalah oleoresin yang
kental.
4. Nilai pH oleoresin Lengkuas
Menurut Hermani dkk. (2007) nilai pH oleoresin atau ekstrak
murni rempah-rempah sangat berkaitan dengan aktivitasnya sebagai
antioksidan. Pada saat praktikum nilai pH oleoresin lengkuas yang
diekstrak melalui metode maserasi adalah 5,3 yang diukur dengan
pHmeter dan bernilai 5 dengan menggunakan kertas pH universal. Hal
tersebut menandakan bahwa aktivitas antioksidan oleoresin lengkuas
yang diekstrak dengan menggunakan pelarut hexan 90% sangat tinggi.
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Juntachote
dan Berghofer (2005) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol
lengkuas menunjukkan bahwa pada ekstrak yang mempunyai pH
rendah (pH 3) aktivitas antioksidan sangat lemah, tetapi ekstrak yang
mempunyai pH 7 aktivitas antioksidannya cukup tinggi. Berarti bahwa
ekstrak yang mempunyai pH yang mendekati pH netral akan
mempunyai aktivitas lebih tinggi dibandingkan ekstrak yang
mempunyai pH yang rendah.
Pada percobaan ini nilai pH yang dihasilkan adalah 5,3
sedangkan dari penelitian lain yakni dari Hermani (2007) oleoresin
lengkuas yang diekstrak dengan hexan 60% memiliki pH 3.98 dan
oleoresin yang diekstrak dengan toluene 80% bernilai pH 4,34. Hal ini
menunjukan bahwa metode maserasi dengan menggunakan hexan 90%
lebih efektif untuk menghasilkan oleoresin lengkuas dengan nilai pH
yang relative tinggi dan diharapkan memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi.
5. Tingkat Kejernihan
Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kejernihan
oleoresin lengkuas yang dihasilkan adalah terukurnya tingkat
transfaransi oleoresin lengkuas yang dimasukan dalam tabung reaksi
kemudian dibandingkan kejernihannya dengan kejernihan dan
transfaransi dengan minyak kelapa sawit.
Berdasarkan hasil praktikum, tingkat kejernihan pada suhu
ruang oleoresin lenguas rendah hal ini disebabkan oleh viskositas yang
meningkat pada saat di suhu ruang. Namun setelah dipanaskan dan
diukur suhunya pada 33oC tingkat kejernihan oleoresin meningkat dan
transfaransinya hampir sama dengan minyak kelapa sawit.
Tingkat kejernihan oleoresin lengkuas dapat dibandingkan
dengan oleoresin rempah lain seperti oleoresin jahe dan kunyit.
Tingkat kejernihan atau indeks bias juga dapat mengindikasikan
banyaknya komponen terlarut pada oleoresin, semakin jernih oleoresin
yang dihasilkan maka semakin kecil pula padatan telarut dalam minyak
tersebut dan mutu oleoresin tersebut. (Budiarti, 2006)
Dalam memperoleh oleoresin lengkuas yang jernih, jenis
pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut ekstrak
murni lengkuas. Pelarut toluen dan heksan termasuk dalam golongan
senyawa non polar, karena terdiri dari rantai karbon. Biarpun struktur
senyawa kimia dari toluen terdiri dari rantai karbon aromatic (cincin
tertutup), sedangkan heksan karbon rantai terbuka sifat kepolarannya
tidak berbeda. (Hermani, 2007)
6. Rendemen
Berdasarkan hasil praktikum, rendemn oleoresin lengkuas yang
diukur dengan basis kering adalah 5,23% dan menggunakan basis
basah yakni 4,34%. Rendemen tersebut lebih rendah jika dibandingkan
dengan rendemen jahe ataupun kunyit. Rendemen oleoresin lengkuas
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni proses ekstraksi yang
diguanakn, jenis pelarut yang digunakan, dan kualitas bahan yang
digunakan.
Dalam pelarut heksan ada kecenderungan bahwa semakin tinggi
konsentrasinya, rendemen ekstrak murni lengkuas semakin meningkat.
Kemungkinan yang terjadi adalah semakin tinggi konsentrasi berarti
polaritasnya semakin rendah atau bersifat lebih tidak polar dengan
komposisi air yang menurun. Dengan demikian maka kemampuan
mengikat zat balas seperti karbohidrat dan pati melalui ikatan
hidrogen semakin berkurang, sehingga senyawa tersebut masih
banyak tertinggal dalam larutan. Hal ini akan mempengaruhi
rendemen yang dihasilkan. Untuk pelarut toluen terjadi hal sebaliknya,
semakin tinggi konsentrasinya, rendemen ekstrak murni lengkuas
yang dihasilkan semakin rendah (Wahyono et al., 2002; Juntachote
dan Berghofer, 2005)
Berdasarkan hasil penelitian Hermani (2007) rendemen yang
dihasilkan oleh pelarut heksan cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan pelarut toluen. Dalam proses ekstraksi ternyata pelarut heksan
cukup mampu menarik resin, gula dan gum, sedangkan pelarut toluen
kemungkinan bisa menarik pati, karbohidrat dan kotoran lainnya atau
senyawa makromolekul, hal ini terlihat dari kotoran yang dihasilkan.
Oleh karena itu metode dan pelarut yang digunakan saat percobaan
sudah cukup baik untuk mengahasilkan rendemen oleoresin lengkuas
yang relatif tinggi.
c. Faktor yang Mempengaruhi ekstraksi Oleoresin Lengkuas
d. Aplikasi dan Sifat Fitokimia Oleoresin Lengkuas
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dan analisis pembahasan dengan kajian
pustaka berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat disimpulkan :
1. Prinsip proses ekstraksi oleoresin lengkuas dengan maserasi adalah
perendaman sampel bubuk pada pelarut organik dan direndam dalam
waktu yang relative lama dan dibantu dengan pengadukan. Pelarut yang
digunakan untuk merendam memiliki ssifat kepolaran yang sama dengan
oleoresin sampel sehingga dapat melarustkannya dan akhirnya dapat
dipisahkan kembali dengan cara diuapkan menggunakan vaccum rotary
evaporator.
2. Menguraikan faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi oleoresin
lengkuas dengan metode maserasi.
4.2 Saran
Oleoresin lengkuas merupakan salah satu bahan fitokimia yang sangat
efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur dan memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi. Sehingga penelitian dan rekayasa teknologi
pembuatannya harus terus dikembangkan untuk memperoleh mutu yang lebih
baik. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah maserasi terbantu
dengan pengadukan oleh magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm dalam
suhu hot plate 0oC.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Halaman 96,147.
Bermawie, N., Purwiyanti, S., Melati dan Meilawati, N.L.W. (2012). Karakter
morfologi, hasil dan mutu enam genotip lengkuas pada tiga agroekologi.
Bulletin Balittro 23:125-135.
Budiarti, R, 2006, Pemanfaatan Lengkuas Merah (alpinia purpurata K.Schum)
Sebagai Bahan Anti Jamur Dalam Sampo. [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hernani., Marwati, Tri., dan Winarti, Christina. (2008) Pemilihan Pelarut Pada
Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi.
J.Pascapanen 4(1) 2007: 1-8
Juntachote, T. and E. Berghofer. 2005. Antioxidative properties and stability of
ethanolic extracts of Holy basil and galangal. Food Chemistry. 92: 193-
202.
Kumar, R., Singh, S. Dan Singh, O.V. (2008). Review. Bioconversion of
lignocellulosic biomass: biochemical and molecular perspectives, Journal
of Industrial Microbiology & Biotechnology, © Society for Industrial
Microbiology, 10.1007/s10295-008-0327-8
Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Fisik Bahan Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
Tajkarimi, M. M., Ibrahim, S. A., Cliver, D. O. 2010. Antimicrobial herb and
spice compounds in food. Food Control, 21:1199-1218
Wahyono, S., Sunarsih dan W. Jokopriyambodo. 2002. Penelitian ekstraksi daun
kemuning (Murraya paniculata L.). Prosiding seminar nasional Tumbuhan
Obat Indonesia XXI. F. Farmasi Ubaya, Surabaya : 348 - 352.