Makalah Ispa

86
Makalah Dasar Pemberantasan Penyakit (DPP) PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Disusun oleh : Kelas : A.2011 Kelompok: 5 Anggota : 1. Febri Frans P. S. 25010111120030 2. Ruth D. Siagian 25010111120031 3. Dyah Agustin C. P. 25010111120032 4. Eky Purwati 25010111120033 5. Adi Saputro 25010111120034 6. Anies Yuniar P. 25010111120035 7. Kurnia Nur L. 25010111120036 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT 1

description

Tugas Dasar Pemberantasan Penyakit (DPP)

Transcript of Makalah Ispa

Page 1: Makalah Ispa

Makalah Dasar Pemberantasan Penyakit (DPP)

PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

Disusun oleh :

Kelas : A.2011

Kelompok: 5

Anggota :

1. Febri Frans P. S. 25010111120030

2. Ruth D. Siagian 25010111120031

3. Dyah Agustin C. P. 25010111120032

4. Eky Purwati 25010111120033

5. Adi Saputro 25010111120034

6. Anies Yuniar P. 25010111120035

7. Kurnia Nur L. 25010111120036

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

1

Page 2: Makalah Ispa

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr. wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah Dasar Pemberantasan Penyakit (DPP) yang berjudul “PROGRAM

PEMBERANTASAN PENYAKIT ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)”

dengan baik.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan orang-orang yang berjuang

di jalan Allah SWT hingga akhir zaman. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di

yaumul kiyamah kelak. Aamiin.

Selesainya penulisan makalah ini adalah berkat dukungan dari semua pihak,

untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada

semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan informasi bagi kita semua

khususnya dapat memberikan informasi mengenai penyakit ISPA, pencegahan

beserta pemberantasannya.

Dengan sepenuh hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak

memiliki kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu alaikum wr.wb

Semarang, 14 Mei 2013

Penulis

2

Page 3: Makalah Ispa

DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................1

Kata Pengantar..................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................4

B. Tujuan......................................................................................................5

C. Manfaat....................................................................................................5

BAB II: ISI

A. Pengertian ISPA......................................................................................6

B. Etiologi Penyakit ISPA...........................................................................7

C. Masa Inkubasi dan Penularan ISPA........................................................8

D. Gejala dan Tanda Penyakit serta Cara Diagnosis ISPA..........................8

E. Transmisi Penyakit ISPA........................................................................12

F. Riwayat Alamiah Penyakit ISPA............................................................12

G. Pengobatan ISPA.....................................................................................14

H. Perkembangan Penyakit ISPA di Indonesia............................................15

I. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA......................16

J. Cara Pencegahan ISPA............................................................................21

K. Gambaran Epidemiologi Umum ISPA....................................................23

L. Gambaran Epidemiologi ISPA di Indonesia...........................................24

M. Tujuan P3M ISPA...................................................................................26

N. Strategi P3M ISPA..................................................................................27

O. Ukuran Epidemiologi ISPA yang Dapat Dipakai...................................48

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................50

B. Saran.....................................................................................................52

Daftar Pustaka...................................................................................................53

3

Page 4: Makalah Ispa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA

ditandai dengan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran

pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran

pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen,

yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus

penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus yang meliputi virus

influensa, virus pra-influensa dan virus campak.

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005

menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan

penyebab utama kematian adalah banyaknya penderita ISPA yang terus

meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat dari 15 juta

penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia

150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya.

Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian

disebabkan oleh ISPA.

Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara.

Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme

pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan

pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan ISPA

memiliki angka yang paling banyak diderita oleh masyarakat dibandingkan

penyakit lainnya. Selain faktor tersebut, peningkatan penyebaran penyakit

ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta rendahnya kesadaran

perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat. Dalam rangka memahami

lebih jauh tentang ISPA maka di dalam makalah ini akan dijabarkan secara

lengkap semua hal yang berkaitan dengan ISPA.

4

Page 5: Makalah Ispa

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui etiologi ISPA

2. Untuk mengetahui inkubasi dan penularan ISPA

3. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit serta diagnosis ISPA

4. Untuk mengetahui transmisi ISPA

5. Untuk mengetahui riwayat alamiah ISPA

6. Untuk mengetahui pengobatan ISPA

7. Untuk mengetahui perkembangan ISPA di Indonesia

8. Untuk mengetahui faktor resiko ISPA

9. Untuk mengetahui cara pencegahan ISPA

10. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA secara umum

11. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia

12. Untuk mengetahui tujuan P3M ISPA

13. Untuk mengetahui strategi P3M ISPA

14. Untuk mengetahui ukuran epidemiologi ISPA

C. Manfaat

1. Sebagai wawasan dan informasi tentang ISPA bagi pembaca agar dapat

terhindar dari penyakit ISPA sehingga membantu menurunkan prevalensi

ISPA.

2. Sebagai wadah aplikasi ilmu penulis dalam rangka studi tentang

pemberantasan penyakit khususnya ISPA.

5

Page 6: Makalah Ispa

BAB I

ISI

A. Pengertian ISPA

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran

pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta

adenaksanya (Depkes RI, 1993).

ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang

berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang

bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan

infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan

berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,

bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14

hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit

tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli

beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI,

2008).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah

dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih

rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan

agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat

ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes

RI, 2008).

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang

terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

6

Page 7: Makalah Ispa

negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah

sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan

pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada

masa dewasa. (Suprajitno, 2004)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang

disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi

asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,

2003).

Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama

mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan,

penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau

berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema

mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan

struktur fungsi siliare (Behrman, 1999).

B. Etiologi Penyakit ISPA

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi

lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah

frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,

nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan

oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh

bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari

300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986). WHO

(1986), juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan

oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan

pneumonia dengan distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial)

yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak

adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, parainfluenza, dan

virus influenza A & B.

7

Page 8: Makalah Ispa

C. Masa Inkubasi dan Penularan ISPA

1. Masa inkubasi

ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung

sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat

infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang

berhubungan dengan saluran pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari

14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan berlangsungnya proses

akut.

2. Penularan

Pada umumnya ISPA termasuk ke dalam penyakit menular yang

ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang

menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk

droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab

ISPA ke dalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup,

disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan

droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara

kepada orang di sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui

ciuman, memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi

saluran pernapasan penderita (Azwar, 1985).

D. Gejala dan Tanda Penyakit serta Cara Diagnosis ISPA

1. Gejala dan Tanda Penyakit ISPA

Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx),

trachea, bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak

bermacam-macam seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,

pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1993).

Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.

Namun sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila

infeksi paru ini tidak diobati dengan anti biotik akan menyebabkan

kematian (Depkes RI, 1993).

8

Page 9: Makalah Ispa

a. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur

2 bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan

(Depkes RI, 1993)

1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5

tahun

a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik

napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang,

tidak menangis/meronta).

b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah

untuk umur 2 bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali

permenit atau lebih, untuk umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali

permenit atau lebih.

c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan

tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2

bulan

a) Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada

bagian bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk

golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit atau

lebih.

b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan

tanda tarikan kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.

b. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan (WHO,

2002):

1) Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a) Batuk

b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).

c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

9

Page 10: Makalah Ispa

d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37⁰C.

2) Gejala dari ISPA Sedang

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika

dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-

gejala sebagai berikut :

a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun :

frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan

40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.

b) Suhu lebih dari 39⁰C (diukur dengan termometer).

c) Tenggorokan berwarna merah.

d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak.

e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

3) Gejala dari ISPA Berat

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika

dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a) Bibir atau kulit membiru.

b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.

d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.

e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

f) Tenggorokan berwarna merah.

2. Cara Diagnosis

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan

yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara

langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan

10

Page 11: Makalah Ispa

dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura (Halim,

2000).

Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan

karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan

imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan

adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi

atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat

diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.

Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan

menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi

lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika

(terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan

tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia

mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa

Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri

yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di

negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus.

Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan

atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)

sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung

frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat

adalah :

a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali

per menit atau lebih.

b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50

kali per menit atau lebih.

c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40

kali per menit atau lebih.

Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan

ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak

60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding

dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat

11

Page 12: Makalah Ispa

dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai

adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan

pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),

pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.

E. Transmisi Penyakit ISPA

Transmisi penyakit ISPA dapat melalui udara. Jasad renik yang berada di

udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan

infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan

mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika

jasad renik bersal dari tubuh manusia maka umumnya dikeluarkan melalui

sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum. Transmisi penyakit

ISPA juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang

telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission).

F. Riwayat Alamiah Penyakit ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan

bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan

refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak

lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk

kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan

kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran

pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi

normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala

batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah

batuk. (Colman, 1992).

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

12

Page 13: Makalah Ispa

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus

bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul

sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini

dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.

Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan

infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut

pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran pernafasan atas dapat

menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat

menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan

bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan

bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam

saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi

paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan

aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun

di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama

dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan

yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri

khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin

A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan

imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula

bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas

mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi

menjadi empat tahap, yaitu:

1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan

mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan

daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.

13

Page 14: Makalah Ispa

3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.

Timbul gejala demam dan batuk.

4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat

sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis

dan dapat meninggal akibat pneumonia.

G. Pengobatan ISPA

ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul

persoalan pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada

obat yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah

pengobatan secara rasional dengan mendapatkan antimikroba yang tepat

sesuai dengan kuman penyebab. Untuk itu, kuman penyebab ISPA dideteksi

terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,

kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, baru setelah itu diberikan

antimikroba yang sesuai (Halim, 2000).

Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan

memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu

baru diketahui dalam waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman

komensal, tidak ditemukan kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan

yang digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah

diketahui kuman penyebab beserta anti mikroba yang sesuai, terapi

selanjutnya disesuaikan.

Di dalam referensi yang lain berikut ini disebutkan macm-macam

pengobatan untuk para penderita Pneumonia.

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik

pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

14

Page 15: Makalah Ispa

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada

pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang

tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik

(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan

tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan

selanjutnya.

H. Perkembangan Penyakit ISPA di Indonesia

ISPA sering disebut sebagai "pembunuh utama". Kasus ISPA

merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan

yaitu 40%-60% dari seluruh kunjungan ke Puskesmas dan 15%-30% dari

seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit. Diperkirakan

kematian akibat ISPA khususnya Pneumonia mencapai 5 kasus diantara 1000

balita. Ini berarti ISPA mengakibatkan 150.000 balita meninggal tiap

tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus perhari, atau 17 anak

perjam atau seorang bayi tiap 5 menit (Depkes, 2004).

Di Indonesia, ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama terutama pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4

tahun). Diperkirakan kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-

20%. Berdasarkan hasil SKRT, penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di

urutan ke-4 (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun

1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan

33,5%. Hasil SKRT tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA

merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%). Hasil SKRT tahun

2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada

bayi dan 42% pada balita (Depkes RI, 2001).

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005

menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,30% dari seluruh kematian (Susilowati, 2010). Bukti bahwa

15

Page 16: Makalah Ispa

ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah banyaknya penderita ISPA

yang terus meningkat.

Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30%

kematian disebabkan oleh ISPA. Selanjutnya berdasarkan hasil laporan

RISKESDAS pada tahun 2007, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada baduta

(>35%), ISPA venderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan

pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah.

Data Kemenkes menunjukkan bahwa penyakit ISPA di Indonesia

sepanjang 2007 sampai 2011 mengalami tren kenaikan. Pada 2007 jumlah

kasus ISPA berkategori batuk bukan Pneumonia sebanyak 7.281.411 kasus

dengan 765.333 kasus Pneumonia, kemudian pada 2011 mencapai 18.790.481

juta kasus batuk bukan pneumonia dan 756.577 pneumonia.

I. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA

Faktor resiko ISPA:

1. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang

kurang dari 2500 gram. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi

rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran pernapasan bagian bawah

(Ngastiyah, 1997).

Menurut Sulistyowati dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan

lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat

badan lebih dari 2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama

kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat

infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat badan rendah, bila

dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram.

2. Faktor umur

Faktor resiko ISPA juga sering disebutkan dalam literature adalah

faktor umur. Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah

dipahami, karena semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan

tubuhnya. Menurut Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih besar

16

Page 17: Makalah Ispa

pada bayi berumur kurang dari satu tahun, sedangkan menurut Sukar et

al. (1996), anak berumur kurang dari dua tahun memiliki resiko lebih

tinggi untuk terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan resiko

terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur lebih muda lagi yaitu

kurang dari dua bulan.

3. Faktor Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya

perbedaan prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat

(yang merupakan ciri khas pneumonia) antara anak laki-laki dengan

perempuan, dimana prevalensi untuk anak laki-laki adalah 9,4%

sedangkan untuk anak perempuan 8,5% (Depkes RI, 1997).

Ada kecendrungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari

pada anak perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang

mempengaruhinya (Soetjiningsih, 1995).

4. Faktor Vitamin

Diketahui adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan

resiko terjadi ISPA. Anak dengan xerophthalmia ringan memiliki resiko

2 kali untuk menderita ISPA. Depkes (2000), menyebutkan bahwa

keadaan defisiensi vitamin A merupakan salah satu faktor resiko ISPA.

Defisiensi vitamin A dapat menghambat pertumbuhan balita dan

mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan.

Gangguan pada epitel ini juga menjadi penyebab mudahnya terjadi ISPA.

5. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)

Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISPA pada balita

terutama pada Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini mudah

dipahami karena keadaan malnutrisi menyebabkan lemahnya daya tahan

tubuh anak. Hal tersebut memudahkan kemasukan agen penyakit ke

dalam tubuh. Malnutrisi menyebabkan resistensi terhadap infeksi

menurun oleh efek nutrisi yang buruk. Menurut WHO (2000), telah

dibuktikan bahawa adanya hubungan antara malnutrisi dengan episode

ISPA.

17

Page 18: Makalah Ispa

6. Status Imunisasi

Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk

menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Kresno, 2000). Dari

penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Sebodo (1996), didapatkan

proporsi kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat anak yang

imunisasinya tidak lengkap (10,25%).

7. Status Sosioekonomi

Diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi

yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan

masyarakat. Sebuah penelitian di Filipina telah membuktikan bahwa

sosiaoekonomi orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA

pada anak usia kurang dari 1 tahun (Tupasi et al., 1988).

8. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir

ini menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi cairan tubuh

untuk melawan infeksi bakteri dan virus. Penelitian di Negara-negara

sedang berkembang menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi

bayi terhadap infeksi saluran pernapasan berat (Djaja, 2000).

Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur 4-5 bulan

pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi

2 kali lipat dari pada berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan

tidak perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi,

2000).

Lemahnya koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan

dapat menimbulkan aspirasi kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu

untuk terjadinya infeksi saluran pernapasan (Ngastiyah, 1997).

9. Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan

Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar ruangan

dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas

penghuninya antara lain, penggunaan biomassa untuk memasak maupun

pemanas ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan

bahan bakar, asap rokok, penggunaan obat anti nyamuk, pelarut organik

18

Page 19: Makalah Ispa

yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan

perabot rumah tangga dan sebagainya (Mukono, 1997).

Menurut soesanto (2000) yang dikutip dari Samsuddin (2000),

rumah dengan bahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun

sumber penerangan memberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali

lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas.

Asap rokok dalam rumah juga merupakan penyebab utama

terjadinya pencemaran udara dalam ruangan. Hasil penelitian yang

dilakukan Charles (1996), menyebutkan bahwa asap rokok dari orang

yang merokok dalam rumah serta pemakaian obat nyamuk bakar juga

merupakan resiko yang bermakna terhadap terjadinya penyakit ISPA.

Penggunaan obat anti nyamuk bakar sebagai alat untuk

menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran

pernapasan karena hasilnya asap dan bau yang tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme

pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan

pernapasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indra Chahaya

pemakaian obat nyamuk bakar mempunyai exp (B) 19,97 yang berarti

faktor pemakaian obat nyamuk bakar mempunyai 19 kali beresiko

terhadap terjadiya ISPA.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan

dapat menyebabkan terjadinya:

a. Iritasi pada saluran pernapasan, hal ini dapat menyebabkan pergerakan

silia menjadi lambat, bahkan berhenti, sehingga mekanisme

pembersihan saluran pernapasan menjadi terganggu.

b. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi bahan pencemar.

c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.

d. Rusaknya sel pembunuh bakteri saluran pernapasan.

e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel

sehingga saluran pernapasan menjadi menyempit.

f. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir

19

Page 20: Makalah Ispa

Akibat hal tersebut di atas maka menyebabkan terjadinya kesulitan

bernapas, sehingga benda asing termasuk Mikroorganisme tidak dapat

dikeluarkan dari saluran pernapasan dan hal ini akan memudahkan

terjadinya infeksi saluran pernapasan (Soewasti, 2000).

10. Ventilasi

Ventilasi adalah suatu usaha untuk menyediakan udara segar,

mencegah akumulasi gas beracun dan mikroorganisme, memelihara

temperatur dan kelembaban optimum terhadap udara di dalam ruangan.

Ventilasi yang baik akan memberikan rasa nyaman dan menjaga

kesehatan penghuninya (Mukono, 1997).

Penelitian yang dilakukan oleh Soewasti (2000) membuktikan

bahwa ventilasi berhubungan dengan kejadian ISPA. Penderita ISPA

banyak di temukan pada masyarakat yang mempunyai Ventilasi rumah

dengan perhawaan paling kecil (0 - 0,99 m).

11. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam

rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin

cepat udara di dalam rumah akan mengalami pencemaran. Hal ini sesuai

dengan penelitian Achmadi (1990) yang dikutip oleh Chahaya (2005),

bahwa rumah yang padat sering kali menimbulkan gangguan pernapasan

terutama pada anak-anak dan pengaruh lain pada anak-anak adalah mereka

menekan tumbuh kembang mentalnya. Menurut hasil penelitian Hidayati

(2003) yang di kutip oleh Agustama (2005) menunjukkan bahwa dengan

kepadatan rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap terjadinya ISPA

pada balita sebesar 68% dimana jika terjadi kepadatan dalam hunian kamar

akan menyebabkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun

moril. Rumah dengan penghuni kamar yang padat akan memudahkan

terjadinya penularan penyakit saluran pernapasan.

20

Page 21: Makalah Ispa

J. Cara Pencegahan ISPA

Cara pencegahan berdasarkan level of prevention:

1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat

kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection)

terhadap penyakit tertentu. Termasuk disini adalah :

a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini

diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap

hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan

penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan

ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada

ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya

rokok.

b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi

angka kesakitan ISPA.

c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir

rendah.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani

masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan

dan diagnosis sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA,

seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan

pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam

(suhu tubuh lebih dari 370C), maka dianjurkan untuk segera diberi

pengobatan.

Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau

bukan pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan

perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk

mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :

a. Mengatasi panas (demam).

21

Page 22: Makalah Ispa

b. Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau

dengan kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air

(tidak perlu air es).

c. Pemberian makanan dan minuman

Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering, memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air buah) lebih banyak dari biasanya.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan

pneumonia agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia) dan

mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat) dan berakhir dengan

kematian.

Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan

pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala

pneumonia seperti nafas menjadi sesak, anak tidak mampu minum dan

sakit menjadi bertambah parah, agar tidak bertambah parah bawalah anak

kembali pada petugas kesehatan dan pemberian perawatan yang spesifik di

rumah dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan

ASI.

Cara Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara

lain:

1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah

kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.

Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,

banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang

cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena

dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin

meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan

masuk ke tubuh kita.

22

Page 23: Makalah Ispa

2. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak

maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan

tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh virus / bakteri.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,

sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat

memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat

bagi manusia.

4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini

melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini

biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol

(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni

Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari

tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran

antara bibit penyakit).

K. Gambaran Epidemiologi Umum ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok

usia dari bayi, anak-anak dan sampai orang tua. ISPA merupakan salah satu

masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini

disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian

karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Di

Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab

kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol

angka kematian akibat pneumonia mencapai 25% sedangkan di Inggris dan

Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk

23

Page 24: Makalah Ispa

angka kematian akibat ISPA dan pneumonia pada tahun 1999 untuk negara

Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6%, Thailand sebesar 4,1%, Brunei

sebesar 3,2% dan Philipins tahun 1995 sebesar 11,1% (SEAMIC Health

Statistics, 2000)

ISPA menyebabkan 40% dari kematian anak usia 1 bulan sampai 4

tahun. Hal ini berarti dari seluruh jumlah anak umur 1 bulan sampai 4 tahun

yang meninggal, lebih dari sepertiganya meninggal karena ISPA atau diantara

10 kematian 4 diantaranya meninggal disebabkan oleh ISPA (DepKes, 1985).

Sebagian besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa

20-35% kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan

bahwa 2-5 juta bayi dan balita di berbagai negara setiap tahun mati karena

ISPA (WHO, 1986)

L. Gambaran Epidemiologi ISPA di Indonesia

Gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia berdasarkan distribusi frekuensi

penyakit ISPA dibedakan atas 3 macam yaitu menurut ciri-ciri orang

(person), tempat (place) dan menurut waktu (time).

1. Menurut Orang ( person)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang.

Daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim

pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh

anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular.

Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit

pun menjadi lebih cepat.

Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab

kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada

daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun

2006, dengan persentase 9,32%.

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisa data

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1998, didapatkan bahwa

prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia <6

24

Page 25: Makalah Ispa

bulan (4,5%), 6-11 bulan (11,5%), 12-23 bulan (11,8%), 24-35 bulan

(9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%).

ISPaA merupakan penyakit yang morbiditasnya sangat tinggi pada

kelompok anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita

diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), sehingga

penyakit saluran pernafasan akut merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting di seluruh dunia.

2. Menurut Tempat (place)

Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka

kesakitan ISPA di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini

mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan

pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.

Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan prevalensi ISPA di

perkotaan (11,2%) lebih tinggi daripada di pedesaan (8,4%). Prevalensi di

Jawa-Bali (10,7%) lebih tinggi daripada di luar Jawa-Bali (7,8%).

3. Menurut Waktu (time) Berdasarkan data SKRT 1986-2001, diketahui proporsi kematian

ISPA di Indonesia yaitu pada bayi (umur 0-<1 tahun) di tahun 1986

sebesar 18,85%, tahun 1992 sebesar 36,40%, tahun 1995 sebesar 32,10%

dan tahun 2001 sebesar 27,60% dan pada balita (umur 1-4 tahun) di tahun

1986 sebesar 22,80%, tahun 1992 sebesar 18,20%, tahun 1995 sebesar

38,80% dan tahun 2001 sebesar 22,80%.

Hasil survei program P2ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara

Barat) selama kurun waktu 2000-2002 kasus ISPA terlihat berfluktuasi,

tahun 2000 dengan proporsi 30,1% (479.283 kasus), tahun 2001 proporsi

25

Page 26: Makalah Ispa

22,6% (620.147 kasus) dan tahun 2002 proporsi menjadi 22,1% (532.742

kasus).

M. Tujuan P3M ISPA

1. Tujuan Umum

Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena pneumonia.

2. Tujuan Khusus

a. Pengendalian Pneumonia Balita

1) Tercapainya cakupan penemuan pneumonia Balita sebagai berikut

(tahun 2010: 60%, tahun 2011: 70%, tahun 2012: 80%, tahun 2013:

90%, tahun 2014: 100%).

2) Menurunkan angka kematian pneumonia Balita sebagai kontribusi

penurunan angka kematian Bayi dan Balita, sesuai dengan tujuan

MDGs (44 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup) dan Indikator

Nasional Angka Kematian Bayi (34 menjadi 23 per 1.000 kelahiran

hidup).

b. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta

penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi wabah

1) Tersusunnya dokumen Rencana Kontijensi Kesiapsiagaan dan

Respon terhadap Pandemi Influenza di 33 provinsi pada akhir tahun

2014.

2) Tersusunnya Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan

Pandemi Influenza pada akhir tahun 2014.

3) Tersosialisasinya pedoman-pedoman yang terkait dengan

Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza pada akhir tahun

2014.

4) Tersusunnya Pedoman Latihan (Exercise) dalam Kesiapsiagaan dan

Respon Pandemi Influenza pada akhir tahun 2014.

c. Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun

26

Page 27: Makalah Ispa

Terlaksananya kegiatan Surveilans Sentinel Pneumonia di Rumah

Sakit dan Puskesmas dari 10 provinsi pada tahun 2007 menjadi 33

provinsi pada akhir tahun 2014.

d. Faktor risiko ISPA

Terjalinnya kerjasama/ kemitraan dengan unit program atau

institusi yang kompeten dalam pengendalian faktor risiko ISPA

khususnya Pneumonia.

N. Strategi P3M ISPA

Strategi Pengendalian ISPA di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat

dengan melaksanakan advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam

rangka pencapaian tujuan nasional dan global.

2. Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan

tinggi, LSM, ormas, swasta, lembaga internasional, dll).

3. Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.

4. Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan

logistik.

5. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini

pneumonia Balita dan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan

kesehatan.

6. Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.

7. Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui

penyusunan rencana kontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise),

penguatan surveilans dan penyiapan sarana prasana.

8. Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem

komputerisasi berbasis web.

9. Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar

dan berkala.

27

Page 28: Makalah Ispa

10. Evaluasi program dilaksanakan secara berkala.

Secara rinci, strategi P3M penyakit ISPA dijabarkan dalam 8 kegiatan

pokok yaitu promosi penanggulangan pnemonia balita, kemitraan,

peningkatan penemuan kasus, peningkatan kualitas tatalaksana kasus ISPA,

peningkatan kualitas sumber daya, surveilans ISPA, pemantauan dan evaluasi

dan pengembangan program ISPA.

1. Advokasi dan Sosialisasi

Advokasi dan sosialisasi merupakan kegiatan yang penting dalam

upaya untuk mendapatkan komitmen politis dan kesadaran dari semua

pihak pengambil keputusan dan seluruh masyarakat dalam upaya

pengendalian ISPA dalam hal ini Pneumonia sebagai penyebab utama

kematian bayi dan Balita.

a. Advokasi

Dapat dilakukan melalui pertemuan dalam rangka mendapatkan

komitmen dari semua pengambil kebijakan.

b. Sosialisasi

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran,

kemandirian dan menjalin kerjasama bagi pemangku kepentingan di

semua jenjang melalui pertemuan berkala, penyuluhan/KIE.

Sasaran promosi dalam P3M ISPA mencakup sasaran primer (ibu

balita dan keluarganya), sasaran sekunder (petugas kesehatan dan petugas

lintas program serta lintas sektor), dan sasaran tersier (pengambil

keputusan). Pesan pokok, metode dan media yang digunakan sesuai

dengan sasaran.

2. Penemuan dan Tatalaksana Pneumonia Balita

Kegiatan ini merupakan kegiatan terpenting, karena keberhasilan

upaya penurunan kematian pnemonia pada balita ditentukan oleh

keberhasilan upaya penemuan dan tatalaksana penderita ini.

Dalam kebijakan dan strategi P3M ISPA maka penemuan dan

tatalaksana penderita ini dilaksanakan di rumah tangga dan masyarakat

28

Page 29: Makalah Ispa

(keluarga, kader dan posyandu), di tingkat pelayanan kesehatan swasta

(praktek dokter, poliklinik swasta, RS swasta). Dengan demikian yang

melaksanakan kegiatan secara langsung adalah tenaga kesehatan di sarana-

sarana kesehatan tersebut dan kader posyandu di masyarakat. Berikut ini

merupakan prosedur penemuan dan tatalaksana penderita ISPA.

a. Penemuan penderita pneumonia

Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti

dalam pengendalian Pneumonia Balita.

1) Penemuan penderita secara pasif

Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan

seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah

sakit swasta.

2) Penemuan penderita secara aktif

Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita

baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk

kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.

Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:

1) Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas.

2) Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.

3) Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2

bulan dan 2 bulan - <5 tahun.

4) Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas;

Pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

Bagan 1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran

Bernapas

29

Page 30: Makalah Ispa

b. Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita (Perkiraan

pneumonia Balita)

Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas

didasarkan pada angka insidens Pneumonia Balita dari jumlah Balita di

wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens

pneumonia untuk suatu daerah belum diketahui maka dapat digunakan

angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia Balita di Indonesia yang

dihitung 10 % dari total populasi balita.

Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari

jumlah total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten/kota memiliki

data jumlah Balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di

wilayahnya, maka dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar

untuk menghitung jumlah penderita pneumonia Balita.

Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu

wilayah kerja per tahun adalah sebagai berikut :

1) Bila jumlah Balita sudah diketahui

Contoh:

Jumlah Balita di Puskesmas Rembulan = 10.000 Balita

Maka perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita =

10% x 10.000 = 1.000 Balita

Atau :

2) Bila jumlah Balita belum diketahui

30

Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita

Perkiraan jumlah Balita = 10% jumlah penduduk

Page 31: Makalah Ispa

Contoh:

Angka insidens Pneumonia Balita =10%

Perkiraan jumlah Balita = 10% jumlah penduduk

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Melati = 30.000 orang

Maka:

Perkiraan jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja tersebut per

tahun adalah:

10% x 10% x 30.000 = 300 Balita/tahun

Perkiraan Jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas

Melati per bulan adalah :

10 %×10 %× 30.00012

= 25 Balita/bulan

Perhitungan per bulan bermanfaat untuk pemantauan dalam

pencapaian target penderita pneumonia Balita.

c. Target

Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah

penderita pneumonia Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu

wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan kebijakan yang berlaku setiap

tahun secara nasional.

Contoh:

Kebijakan tahun 2011 target penemuan penderita pneumonia Balita =

70%

Maka Puskesmas Melati:

Jumlah (minimal) penderita pneumonia Balita yang harus dicapai

adalah

70% x 300 penderita pneumonia Balita = 210 Balita/tahun

70 %×210 penderitan pmeumonia Balita12

= 17-18 Balita/bulan

Bila Puskesmas Melati dalam setahun menemukan 180 penderita maka

pencapaian target penemuan adalah:

180× 100 %300

= 60%

31

Page 32: Makalah Ispa

Berarti Puskesmas Melati tidak mencapai target 70%, oleh karena itu

perlu dianalisis penyebab permasalahannya sehingga dapat diketahui

pemecahan masalah dan dapat ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.

d. Tatalaksana pneumonia Balita

Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan

Pengendalian ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada Balita

didasarkan pada pola tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO

tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia.

Bagan 2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas

umur < 2 Bulan

Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan

tatalaksana sebagai

berikut:

1) Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol,

amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan

seperti parasetamol, salbutamol

2) Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2

hari setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.

3) Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.

Bagan 3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2

Bulan - < 5 Tahun

32

Page 33: Makalah Ispa

3. Ketersediaan Logistik

Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan

pengendalian ISPA. Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku dan menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan

antara pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau

contoh logistik yang sesuai standard (spesifikasi) untuk pelayanan

kesehatan. Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban memenuhi

kebutuhan logistik sesuai kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan antara lain:

a. Obat

1) Tablet Kotrimoksazol 480 mg

2) Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml

3) Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml

4) Tablet Parasetamol 500 mg

5) Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.

Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun

di suatu daerah didasarkan pada rumus berikut :

33

Page 34: Makalah Ispa

Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan

di Puskesmas untuk berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya

dilakukan secara terpadu dengan program lain dan proporsi sesuai

kebutuhan. Jika memungkinkan dapat disediakan antibiotik

intramuskular: Ampisilin dan Gentamisin.

Untuk menghindari kelebihan obat maka perhitungan kebutuhan

obat berdasarkan hasil cakupan tahun sebelumnya dengan tambahan

10% sebagai buffer stock.

Contoh penghitungan kebutuhan obat:

Target cakupan tahun 2011 = 70%

Pencapaian cakupan tahun 2010 = 30%

Perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita = 300 Balita/tahun

Kebutuhan tablet Kotrimoksazol 480 mg setahun

= hasil cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia balita x 6

tablet + 10% bufferstock

= (30% x 300 x 6 tablet ) + 10% (30% x 300 x 6 tablet )

= 540 tablet + 54 tablet = 594 tablet

b. Alat

1) Acute Respiratory Infection Soundtimer

Digunakan untuk menghitung frekuensi napas dalam 1 menit. Alat

ini memiliki masa pakai maksimal 2 tahun (10.000 kali pemakaian).

Jumlah yang diperlukan minimal:

a) Puskesmas

3 buah di tiap Puskesmas

34

Page 35: Makalah Ispa

1 buah di tiap Pustu

1 buah di tiap bidan desa, Poskesdes, Polindes, Ponkesdes

b) Kabupaten

1 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota

1 buah di rumah sakit umum di ibukota kabupaten/kota

c) Provinsi

1 buah di dinas kesehatan provinsi

1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi.

2) Oksigen konsentrator

Untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini

diperuntukkan khususnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan rawat inap dan unit gawat darurat yang

mempunyai sumber daya energi (listrik/ generator).

3) Oksimeter denyut (Pulseoxymetry)

Sebagai alat pengukur saturasi oksigen dalam darah diperuntukan

bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen

konsentrator.

c. Pedoman

Sebagai pedoman dalam melaksanakan pengendalian ISPA. Dinas

Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Puskesmas

masing-masing minimal memiliki 1 set buku pedoman Pengendalian

ISPA, yang terdiri dari:

1) Pedoman Pengendalian ISPA

2) Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita

3) Pedoman Autopsi Verbal

4) Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza

5) Pedoman Respon Nasional menghadapi Pandemi Influenza

d. Media KIE (Elektronik dan Cetak)

1) DVD Tatalaksana pneumonia Balita.

Media ini berisi cara-cara bagaimana memeriksa anak yang

menderita batuk, bagaimana menghitung frekuensi napas anak dalam

35

Page 36: Makalah Ispa

satu menit dan melihat tanda penderita Pneumonia berat berupa

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chestindrawing).

3) TV spot dan Radio Spot tentang pneumonia Balita.

4) Poster, Lefleat, Lembar Balik, Kit Advokasi dan Kit Pemberdayaan

Masyarakat.

e. Media pencatatan dan pelaporan

1) Stempel ISPA

Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita pneumonia Balita

sebagai status penderita.

2) Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel).

3) Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)

Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang

dilakukan oleh petugas pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Di semua

tingkat pemantauan dilakukan sesuai dengan ketentuan pengelolaan barang

milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003 tentang badan usaha milik

negara). Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik

pengendalian ISPA.

4. Supervisi

Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian

ISPA berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/ditetapkan dalam

pedoman baik di provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan rumah sakit

menggunakan instrumen supervisi (terlampir). Supervisi dilakukan secara

berjenjang difokuskan pada propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:

pencapaian cakupan rendah

pencapaian cakupan tinggi namun meragukan

kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik

a. Pelaksana supervisi:

1) petugas pusat,

36

Page 37: Makalah Ispa

2) petugas provinsi,

3) petugas kabupaten/kota,

4) petugas Puskesmas.

b. Alat:

Formulir(checklist) untuk supervisi mencakup aspek manajemen

program (pencapaian target, pelatihan, logistik) dan aspek tatalaksana.

c. Keluaran

Keluaran dari kegiatan supervisi dan bimbingan teknis pengendalian

ISPA adalah :

1) data umum wilayah

2) data pencapaian target program

3) data pelatihan

4) data logistik

5) identifikasi masalah

6) cara pemecahan masalah

7) langkah tindak lanjut, dan

8) laporan supervisi dan bimbingan teknis.

5. Pencatatan dan Pelaporan

Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data

dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan akurat.

Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :

a. Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan

hingga ke pusat setiap bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia

tidak hanya bersumber dari Puskesmas saja tetapi dari semua

fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah.

b. Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur

dari lokasi sentinel setiap bulan.

c. Laporan kasus influenza pada saat pandemi

Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk

memperkuat data dasar diperlukan referensi hasil survei dan penelitian dari

berbagai lembaga mengenai pneumonia.

37

Page 38: Makalah Ispa

Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari

institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis. Pengolahan

dan analisis data dilaksanakan baik oleh Puskesmas, kabupaten/kota

maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan analisis data

diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan

operasional tahunan. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk

tujuan bantuan tindakan dan penentuan kebijakan pengendalian serta

perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah kerjanya masing-masing.

Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat

menghasilkan kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan

koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan menengah (5 tahunan)

dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin

timbul dapat diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian

Pneumonia.

Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan

diumpan balikan kepada pengelola program dan pemangku kepentingan

terkait di dalam jejaring.

Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan

rutin, lokakarya mini Puskesmas, rapat koordinasi kecamatan dan

sebagainya.

Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada

forum pertemuan teknis di dinas kesehatan, rapat koordinasi di tingkat

kabupaten/kota, provinsi, forum dengar pendapat serta diskusi dengan

DPRD dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk buletin, laporan

tahunan ataupun laporan khusus.

Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak

dianggap sama dengan klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan

dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh karena itu dalam klasifikasi “Bukan

Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non Pneumonia) seperti:

common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan perkataan

lain “Batuk Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.

38

Page 39: Makalah Ispa

6. Kemitraan dan Jejaring

a. Kemitraan

Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang

keberhasilan program pembangunan. Kemitraan dalam program

Pengendalian ISPA diarahkan untuk meningkatkan peran serta

masyarakat, lintas program, lintas sektor terkait dan pengambil

keputusan termasuk penyandang dana. Dengan demikian pembangunan

kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan, sehingga pendekatan

pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia dapat terlaksana

secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian ISPA tidak

hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko

(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh

melalui dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.

Kegiatan kemitraan meliputi pertemuan berkala dengan:

1) lintas program dan sektor terkait,

2) organisasi kemasyarakatan,

3) lembaga swadaya masyarakat,

4) tokoh masyarakat,

5) tokoh agama,

6) perguruan tinggi,

7) organisasi profesi kesehatan,

8) sektor swasta

b. Jejaring

Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan

peningkatan jejaring kerja (networking) dengan pemangku kepentingan.

Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari jejaring antara lain

pengetahuan, keterampilan, informasi, keterbukaan, dukungan,

membangun hubungan, dll dalam upaya pengendalian pneumonia di

semua tingkat.

Jejaring dapat dibangun dengan berbagai pemangku kepentingan

sesuai dengan kebutuhan wilayah (spesifik wilayah) baik sektor

pemerintah, swasta, perguruan tinggi, lembaga/organisasi non

39

Page 40: Makalah Ispa

pemerintah, dll. Jejaring dapat dibangun melalui pertemuan atau

pembuatan kesepahaman (MOU). Untuk menjaga kesinambungan

jejaring, maka komunikasi perlu secara intensif melalui pertemuan-

pertemuan berkala dengan mitra terkait.

7. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Aspek pelatihan merupakan bagian penting dari Pengendalian ISPA

dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam

penatalaksanaan kasus dan manajemen program. Ada beberapa jenis

pelatihan untuk tenaga kesehatan, yaitu :

a. Pelatihan pelatih (TOT)

TOT Tatalaksana Pneumonia Balita, Manajemen Pengendalian ISPA

dan Pandemi Influenza.

Tujuan:

Tersedianya tenaga fasilitator/pelatih pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota dalam pengendalian ISPA

Sasaran:

1) Pengelola ISPA Pusat

2) Pengelola ISPA Provinsi

3) Pengelola ISPA Kabupaten/Kota

b. Pelatihan bagi Tenaga Kesehatan

1) Tatalaksana ISPA

Tujuan:

Peserta latih memahami dan mampu mempraktekkan tatalaksana

penderita Pneumonia sesuai standar di tempat kerjanya masing-

masing.

Sasaran:

a) Paramedis Puskesmas, Polindes dan Bidan desa

b) Dokter Puskesmas

c) Dokter Rumah Sakit

d) Paramedis Rumah Sakit

40

Page 41: Makalah Ispa

e) Pengelola Program ISPA kabupaten dan provinsi

Materi:

a) Buku/modul Tatalaksana PneumoniaBalita

b) Bagan Tatalaksana Penderita Batuk dan Kesukaran Bernapas

Pada Balita

c) DVD Tatalaksana Pneumonia Balita

Penyelenggaraan:

a) Jumlah peserta optimal30 orang per kelas

b) Rasio fasilitator termasuk MOT dengan peserta diupayakan 1:5

Lama pelatihan: 4 hari

2) Pelatihan Manajemen Program Pengendalian ISPA

Tujuan:

Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan manajemen

program Pengendalian ISPA secara efektif sesuai kebijakan program

Pengendalian ISPA Nasional dan situasi spesifik setempat.

Sasaran:

a. Pengelola program ISPA provinsi

b. Pengelola program ISPA kabupaten/kota

c. Pengelola program ISPA Puskesmas

Materi:

Pedoman/modul Pelatihan Manajemen Pengendalian ISPA terbitan

Kementerian Kesehatan.

Penyelenggaraan:

Jumlah peserta maksimal 30 orang per kelas

Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 5

Lama Pelatihan: 4 hari

3) Pelatihan Promosi Pengendalian Pneumonia Balita

Tujuan:

Peserta latih memahami dan mampu mengembangkan promosi

penanggulangan

41

Page 42: Makalah Ispa

Pneumonia melalui advokasi, bina suasana dan penggerakan

masyarakat.

Sasaran :

a) Pengelola program ISPA provinsi, kabupaten/kota

b) Pengelola program Promosi Kesehatan provinsi, kabupaten/kota

Materi :

Buku Pedoman/modul Promosi Pengendalian Pneumonia Balita.

Penyelenggaraan:

a) Jumlah peserta maksimal 30 orang per kelas

b) Rasio pengajar/fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 5

Lama pelatihan: 4 hari

c. Pelatihan Autopsi Verbal

Tujuan:

Petugas kesehatan mampu mengumpulkan gejala-gejala pada Balita

menjelang kematian melalui metode wawancara yang dilakukan antara

1-3 bulan setelah kematian dan mampu membuat klasifikasi penyakit

yang diderita anak umur <5 tahun menjelang kematiannya.

Sasaran:

c) Pengelola ISPA dan surveilans provinsi, kabupaten/kota dan

Puskesmas.

d) Tenaga kesehatan (keperawatan dan kebidanan) Puskesmas, Pustu

dan Polindes.

e) Pengelola program ISPA Puskesmas.

Materi:

1) Modul pelatihan Autopsi Verbal kematian Balita

2) Formulir wawancara

Penyelenggaraan:

1) Jumlah peserta diupayakan maksimal 30 orang per kelas

2) Rasio pengajar/fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 8-10

Lama pelatihan: 4 hari

42

Page 43: Makalah Ispa

d. Pelatihan Pengendalian ISPA Bagi Tenaga non Kesehatan

Keberhasilan Pengendalian ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita

sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat baik untuk

menggerakkan masyarakat dalam berperan untuk melaksanakan

program (kader, TOMA, TOGA dan sebagainya) maupun dalam

menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan sarana dan pelayanan

kesehatan.

Dalam mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dalam

Pengendalian ISPA dilaksanakan pelatihan Pengendalian ISPA bagi

tenaga non petugas kesehatan.

Tujuan:

Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan kegiatan promosi

pengendalian Pneumonia Balita melalui penyampaian informasi

Pneumonia yang benar kepada orang tua/pengasuh Balita dan

masyarakat umum.

Sasaran:

1) Kader

2) TP PKK desa dan kecamatan

3) TOMA

4) TOGA

Materi:

Buku pemberdayaan kader

Penyelenggaraan:

1) Jumlah peserta diupayakan maksimal 30 orang per kelas

2) Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 10

Lama pelatihan: 1 hari

8. Pengembangan Program

a. Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza

Kegiatan meliputi:

43

Page 44: Makalah Ispa

1) Penyusunan pedoman

2) Pertemuan lintas program dan lintas sektor

3) Latihan (exercise) seperti desktop/tabletop, simulasi lapangan

b. Sentinel Surveilans Pneumonia

Kegiatan di Puskesmas dan RS sentinel meliputi:

1) Penemuan dan tatalaksana pneumonia semua golongan umur.

2) Pengumpulan data pneumonia untuk semua golongan umur.

3) Pelaporan dari Puskesmas dan RS sentinel langsung ke Subdit P

ISPA dengan tembusan ke kab/kota dan propinsi.

4) Pengolahan dan analisis data dilakukan di semua jenjang.

5) Umpan balik dari Pusat ke Puskesmas dan RS sentinel dan tembusan

ke kab/kota dan propinsi.

6) Pembinaan/monitoring kegiatan pelaksanaan sentinel.

c. Kajian/pemetaan

1) Pengetahuan, sikap dan perilaku (KAP) yang terkait pneumonia.

2) Kesakitan (termasuk faktor risiko) dan kematian.

3) Pengendalian pneumonia di fasilitas kesehatan.

4) Penggunaan dan pemeliharaan logistik ISPA

5) Terapi oksigen dalam tatalaksana kasus pneumonia

9. Autopsi Verbal (Av)

Autopsi verbal Balita merupakan kegiatan meminta keterangan atau

informasi tentang berbagai kejadian yang berkaitan dengan kesakitan

dan/atau tindakan yang dilakukan pada Balita sebelum yang bersangkutan

meninggal dunia, guna mencari penyebab kematian serta faktor

determinan yang sangat esensial dalam pengelolaan kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini dilakukan melalui wawancara kepada ibu atau pengasuh

Balita yang dianggap paling tahu terhadap keadaan anak menjelang

meninggal. Petugas yang akan melaksanakan AV adalah petugas yang

sudah mengikuti pelatihan Autopsi Verbal Kematian Pneumonia Balita.

Peran aktif petugas ISPA/Puskemas sangat penting dalam memantau

kematian Balita di wiliyah kerja Puskesmas, baik yang datang maupun

44

Page 45: Makalah Ispa

tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan setempat. Dari hasil AV akan

didapat data kematian Balita berdasarkan waktu, tempat dan orang sebagai

sumber informasi manajemen dalam menentukan intervensi yang efisien

dan efektif.

Data kematian Balita bermanfaat sebagai:

a. Alat monitoring dan intervensi program kesehatan yang dilaksanakan.

b. Bahan perencanaan penganggaran dan kegiatan kesehatan.

c. Audit kasus kematian untuk upaya pembinaan.

d. Audit manajemen kasus dan kesehatan masyarakat

e. Penentu prioritas program

f. Data sasaran program menurut umur.

10. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring atau pemantauan pengendalian ISPA dan kesiapsiagaan

menghadapi pandemi influenza perlu dilakukan untuk menjamin proses

pelaksanaan sudah sesuai dengan jalur yang ditetapkan sebelumnya.

Apabila terdapat ketidaksesuain maka tindakan korektif dapat dilakukan

dengan segera. Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala

(mingguan, bulanan, triwulan).

Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil atau keluaran/output

yang diperlukan untuk koreksi jangka waktu yang lebih lama misalnya 6

bulan, tahunan dan lima tahunan. Keberhasilan pelaksanaan seluruh

kegiatan pengendalian ISPA akan menjadi masukan bagi perencanaan

tahun/periode berikutnya.

a. Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam Pengendalian ISPA

Beberapa komponen yang dapat dipantau/evaluasi adalah:

1) Sumber Daya Manusia

a) Tenaga Puskesmas terlatih dalam manajemen program dan

teknis

b) Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota

dan provinsi

2) Sarana dan Prasarana

45

Page 46: Makalah Ispa

a) RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang

isolasi, ruang rawat

b) intensif/ ICU dan ambulans sebagai penilaian core capacity

penanggulangan pandemi influenza.

c) Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil

(KLB).

3) Logistik

a) Obat:

Ketersediaan antibiotik

Ketersediaan antiviral (oseltamivir)

Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)

b) Alat:

Tersedianya ARI sound timer

Oksigen konsentrator

Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium,

Puskesmas dan lapangan

c) Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)

d) Media KIE dan media audio visual

e) Tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan

b. Indikator masukan

1) Sumber Daya Manusia

a) Tenaga fasilitas pelayanan kesehatan yang terlatih dalam

manajemen program dan teknis pengendalian ISPA.

Proporsi Puskesmas dengan Tenaga Terlatih

Pembilang (a):

Jumlah Puskesmas dengan tenaga terlatih yang ada di suatu

wilayah tertentu.

Penyebut (b):

Jumlah seluruh Puskesmas yang ada di wilayah tersebut

Cara perhitungan: ab

x 100%

46

Page 47: Makalah Ispa

b) Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota

dan provinsi

2) Sarana dan Prasarana

a) Jumlah RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki

ruang isolasi, ruang rawat intensif/ICU dan ambulans.

b) Tersedianya Alat komunikasi

3) Logistik

a) Tersedianya alat: sound timer dan oksigen konsentrator

Proporsi Puskesmas yang memiliki Alat Bantu Hitung

Napas atau Sound Timer

Pembilang (a):

Jumlah Puskesmas yang memiliki sound timer di suatu

wilayah tertentu.

Penyebut (b) :

Jumlah semua Puskesmas yang ada di wilayah tersebut.

Cara perhitungan: a

3 b x 100%

b) Ketersediaan antibiotik

c) Ketersediaan antiviral (oseltamivir)

d) Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)

e) Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas

dan lapangan.

f) Ketersediaan pedoman

g) Media KIE dan media audio visual

c. Indikator luaran (Evaluasi)

1) Cakupan tatalaksana Pneumonia Balita

Pembilang (a):

Jumlah kasus Pneumonia Balita yang ditatalaksana di suatu

wilayah kerja Puskesmas dalam 1 tahun.

Penyebut (b):

Perkiraan jumlah penemuan PneumoniaBalita di wilayah kerja

Puskesmas tersebut dalam 1 tahun (10% dari jumlah Balita).

47

Page 48: Makalah Ispa

Cara penghitungan: ab

x 100%

2) Jumlah Kasus dan CFR di rumah sakit

3) Cakupan profilaksis massal pada penanggulangan episenter

pandemi

d. Indikator Kinerja Pengendalian ISPA

1) Jumlah propinsi sentinel mencapai 33 provinsi (66 Puskesmas dan

66 RS) tahun 2014.

2) Rencana Kontinjensi Penanggulangan Episenter Pandemi

Influenza: 33 provinsi tahun 2014.

3) Kelengkapan laporan: 100%

4) Ketepatan laporan: 80%

O. Ukuran Epidemiologi ISPA yang Dapat Dipakai

1. Ukuran Morbiditas

a. Insiden

Insiden adalah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu

penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di dalam kelompok

masyarakat. 

1) Insidence rate

Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada

suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan

jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada

pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.

Insidence rate = Jumlah penderitabaru

Jumlah penduduk yangmungkin terkena× 100 %

2) Attack Rate

Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada

suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin

terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.

48

Page 49: Makalah Ispa

Attack Rate = Jumlah penderitabaru dalam satu saat

Jumlah penduduk yangmungkin terkenapenyakit tersebut pada saat yang sama

× 100 %

b. Prevalen

Prevalen adalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru

yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok

masyarakat tertentu.

Poin prevalen rate: Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit

pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu.

Poin prevalen rate =

Jumlah penderita lama dan baruwaktu ituJumlah penduduk waktu itu

×100 %

2. Ukuran Mortalitas

a. IMR (Infant Mortality Rate) =

Jumlah kematianbayi selama1 tahunJumlahbayi lahirhidup di area yangsama dan tahun yang sama

/1000

b. PMR (Perinatal Mortality Rate) =

Jumlah kematian janin pada kehamilan28 mgg ataulebih+¿ jumlahkematian bayi<7 hari selama 1tahunJumlah bayi lahir hidupd iarea yang sama dan tahun yang sama

/ 1000

c. NMR (Neonatal Mortality Rate) =

Jumlah kematianbayi berumur<28 hari selama1 tahunJumlahbayi lahirhidup di area yang sama dan tahun yang sama

/ 1000

49

Page 50: Makalah Ispa

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis

sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA

bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri.

2. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14

hari.

3. Pada umumnya ISPA termasuk ke dalam penyakit menular yang

ditularkan melalui udara.

4. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam seperti

batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit

telinga.

50

Page 51: Makalah Ispa

5. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Sedangkan diagnosis ISPA

oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah,

biakan cairan pleura.

6. Transmisi penyakit ISPA dapat melalui udara dan melalui kontak

langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to

hand transmission).

7. Riwayat alamiah ISPA dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan

sebelumnya memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul

gejala demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat

meninggal akibat pneumonia.

8. Pengobatan ISPA oleh virus belum ditemukan sedangkan pengobatan bagi

ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional dengan mendapatkan

antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab.

9. Penyakit ISPA di Indonesia sepanjang 2007 sampai 2011 mengalami tren

kenaikan.

10. Faktor yang berpengaruh terhadap ISPA antara lain:

a. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

b. Faktor umur

c. Faktor Jenis Kelamin

d. Faktor Vitamin

e. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)

f. Status Imunisasi

g. Status Sosioekonomi

h. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

51

Page 52: Makalah Ispa

i. Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan

j. Ventilasi

k. Kepadatan Hunian

11. Cara pencegahan ISPA berdasarkan level of prevention:

a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

1) Penyuluhan

2) Imunisasi

3) Usaha di bidang gizi

4) Program KIA Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP)

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya

pengobatan dan diagnosis sedini mungkin.

c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Memperhatikan apabila timbul gejala pneumonia dan supaya

tidak bertambah parah maka membawa anak pada petugas kesehatan

dan pemberian perawatan yang spesifik di rumah dengan

memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.

12. Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok

usia dari bayi, anak-anak dan sampai orang tua dan merupakan salah satu

masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju.

13. Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian

pada kelompok bayi dan balita. Dilihat dari pengamatan epidemiologi

dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di kota cenderung lebih

besar daripada di desa. Proporsi kematian akibat ISPA di Indonesia

cenderung meningkat.

14. Tujuan P3M ISPA secara umum adalah untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian karena pneumonia.

11. Strategi yang diterapakan dalam P3M ISPA adalah Membangun

komitmen, Penguatan jejaring internal dan eksternal, Penemuan kasus

pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif, Peningkatan mutu

pelayanan, Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini

pneumonia, Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat, Penguatan

52

Page 53: Makalah Ispa

kesiapsiagaan dan respon pandemi, Pencatatan dan pelaporan secara

bertahap, Monitoring dan pembinaan teknis secara berjenjang, terstandar

dan berkala serta Evaluasi program secara berkala.

B. Saran

ISPA merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang siapa saja.

Oleh karena itu dalam rangka menghindari ISPA, upaya inti seperti perbaikan

kualitas lingkungan sangat perlu dilakukan. Selain itu, hal-hal lain yang

terkait upaya pencegahan ISPA juga perlu dilakukan agar proteksi terhadap

penularan ISPA semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit

Mutiara

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ISPA.pdf

(Diakses: 13 April 2013)

DepKes RI. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta

DepKes RI. 1992. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman

Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ispa). Jakarta

DepKes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta

53

Page 54: Makalah Ispa

DepKes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta

DepKes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta

 IGN Ranuh, (1997). Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. .

Surabaya : Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada

Anak Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer

Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap

Gangguan Pernapasan. Jakarta

Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan

Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera

Utara. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf (Diakses:

13 April 2013)

S Djaja, (2001). Determinan Prilaku Pencarian Pengobatan Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita. . - : Buletin Penelitian

Kesehatan

WHO (2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas

pelayanan kesehatan. WHO Interim Guidelines. Available from:

http://www.who.int/csr/resources/publications/csrpublications/en/index7.ht

ml (Diakses: 12 April 2013)

WHO (2008). Pengenalan dini, pelaporan, dan manajemen pencegahan

dan pengendalian infeksi ISPA yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran.

WHO. 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil

Negara Berkembang. Jakarta : EGC.

WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Available from:

http://www.who.int/csr/resource/publication/AMpandemicbahasa.pdf.

(Diakses: 13 April 2013)

54