Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

40
Wahyuni Herda (1102014278) Mandiri SK-1 Hemato 2015 SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoesis 1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor-Faktor Eritropoesis 1.3 Memahami dan Menjelaskan Kadar Normal Eritrosit, Morfologi Eritrosit, Kelainan Morfologi Eritrosit 1.4 Memahami dan Menjelaskan Proses Eritropoesis LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin 2.2 Memahami dan Menjelaskan Struktur dan Fungsi Hemoglobin 2.3 Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia 3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia 3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Anemia 3.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi ADB 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi ADB 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko ADB 4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi ADB 4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis ADB 4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding ADB 4.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi ADB 4.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan ADB 4.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis ADB 1

description

Skenario 1 Hematologi Fakultas Kedokteran Yarsi 2015

Transcript of Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Page 1: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Wahyuni Herda (1102014278)

Mandiri SK-1 Hemato 2015

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoesis1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor-Faktor Eritropoesis1.3 Memahami dan Menjelaskan Kadar Normal Eritrosit, Morfologi Eritrosit, Kelainan

Morfologi Eritrosit1.4 Memahami dan Menjelaskan Proses Eritropoesis

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin2.2 Memahami dan Menjelaskan Struktur dan Fungsi Hemoglobin2.3 Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia 3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia 3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Anemia 3.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi ADB4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi ADB4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko ADB4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi ADB4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis ADB4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding ADB4.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi ADB4.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan ADB4.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis ADB

1

Page 2: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoesis

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit dengan kompleks dan teratur, melibatkan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan deferensiasi hematopoetik stem cell yang mempengaruhi progenitor eritroid yakni pronormoblas yang terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang.

1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor-Faktor EritropoesisPengembangan dan pematangan eritrosit memerlukan berbagai faktor yang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori: faktor umum, faktor pematangan, faktor yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Faktor umum

1. Stem cell hematopoetik 2. Sitokin spesifik , seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8,

IL-9, IL-9, IL-10. Growth factor, seperti G-SCF (granulocyte colony stimulating factor) interleukin (IL-6), stem cell factor (SCF), granulocyte macrophage (GM), insulin growth factor (IGF-1) dan EPO (Eritropoeitin).

3. Hormonal regulator4. Hematopoetik yang mempengaruhi microenvirontment

Stroma pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan deferensiasi hematopoetik stem cell dan mempengaruhi progenitor eritroid yakni pronormoblas dan akhirnya menghasilkan eritrosit matang. Untuk terjadinya proses proliferasi dan diferensiasi diperlukan nya suatu growth factor yakni EPO(eritropoeitin ) dan sitokin spesifik. Eritropoeitin ini merupakan suatu glikoprotein hormone yang akan terikat pada reseptor spesifik sel progenitor eritroid dan selanjutnya memberi sinyal untuk merangsang proliferasi dan diferensiasi. Reseptor terbesar yakni pada pronormoblas atau rubriblas.

Faktor pematangan

1. Faktor EkstrinsikFaktor pematangan yang diperlukan untuk eritropoiesis. Vitamin B12 disebut faktor ekstrinsik karena sebagian besar diperoleh dari makanan. Penyerapan dari usus membutuhkan kehadiran faktor intrinsik. Vitamin B12 disimpan terutama di hati dan dalam jumlah kecil di otot. Bila perlu, itu diangkut ke sumsum tulang untuk mempromosikan pematangan sel darah merah. Hal ini juga diproduksi dalam usus besar dengan flora usus. Aksi Vitamin B12 sangat penting untuk sintesis DNA dalam sel darah merah. Defisiensi yang menyebabkan kegagalan dalam pematangan sel dan pengurangan pembelahan sel. Juga, sel-sel yang lebih besar dengan membran sel rapuh dan lemah mengakibatkan anemia makrositik. Kekurangan vitamin B12 menyebabkan anemia pernisiosa. Jadi, vitamin B12 disebut faktor antipernicious.

2

Page 3: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

2. Faktor intrinsik Diproduksi di mukosa lambung oleh sel parietal kelenjar lambung. Hal ini penting untuk penyerapan vitamin B12 dari usus. Dengan tidak adanya faktor intrinsik, vitamin B12 tidak diserap dari usus. Hal ini menyebabkan anemia pernisiosa. Defisiensi faktor intrinsik terjadi pada: Parah gastritis, Maag, Gastrektomi. Prinsip Hematinic prinsip Hematinic adalah prinsip diperkirakan dihasilkan oleh aksi faktor intrinsik pada faktor ekstrinsik. Hal ini juga disebut atau prinsip antianemia.

3. Asam Folat Asam folat juga penting untuk pematangan. Hal ini diperlukan untuk sintesis DNA. Dengan tidak adanya asam folat, sintesis DNA berkurang menyebabkan kegagalan pematangan. Hal ini menyebabkan anemia di mana sel-sel yang lebih besar dan muncul dalam megaloblastik (proerythroblastic) tahap. Dan, anemia karena kekurangan asam folat disebut anemia megaloblastik.

Faktor yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin

1. Protein dan asam aminoAsam amino yang berasal dari protein ini diperlukan untuk sintesis protein bagian dari Hemoglobin, yaitu globin.

2. BesiDiperlukan untuk pembentukan heme bagian dari hemoglobin.

3. TembagaDiperlukan untuk penyerapan zat besi dari saluran pencernaan.

4. Cobalt dan nikel Logam ini penting untuk pemanfaatan besi selama pembentukan hemoglobin.

5. VitaminVitamin C, riboflavin, asam nikotinat dan piridoksin juga penting untuk pembentukan hemoglobin.

1.3 Memahami dan Menjelaskan Kadar Normal Eritrosit, Morfologi Eritrosit, Kelainan

Morfologi Eritrosit

Gambar 1. Morfologi Eritrosit SGambar 2. Bagian-bagian Eritosit

1. Eritrosit mulai terbentuk pada minggu ke-2 masa embrio

3

Page 4: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

2. Sel berbentuk cakram bikonkaf agak cekung, berwarna merah dengan bagian tengahnya pucat.

3. Diameter eritrosit 7,6-8 µm dan memiliki tebal 1,9 µm didalam hapus darah. 4. Pada eritrosit yang matur sudah tidak memiliki organel sel seperti inti,mitokondria,

ribosom, RES.5. Memiliki protein mejemuk terbesar yang disebut hemoglobin yang berfungsi sebagai

Transport oksigen dan karbondioksida ke paru-paru. Protein inilah yang memberi bentuk dan memberi warna merah pada eritrosit.

Kadar Normal Eritrosit

PRIA WANITA

Hemoglobin (grdl

)13,5-17,5 11,5-15,5

Hematokrit (PCV) % 40-52 36-48Hitung Eritrosit (x 1012 / l) 4,5-6,5 3,9-5,6Hemoglobin eritorit rata- rata (HER) pg) 27-34Volume erirosit rata-rata (VER) (fl) 80-95Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-

rata ( grdl

)

30-35

Hitung retikulosit ( x 109/ L) PCV, volume eritrosit yang didapatkan

50-150

Kelainan Morfologi Eritrosit

Kelainan-kelainan Bentuk eritrosit adalah sebagai berikut:1. Ovalosit

Eritrosit yang berbentuk lonjong (elliptosit) misal elliptositosis hereditaria.

Gambar 1 : Bentuk ovalosit Gambar 2 : Bentuk sferofit

2. SferositEritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal, mirip seperti bola pimpog

3. Schitosit atau Helmet cellMerupakan pecahan eritrosit missal anemi hemolitika, mirip seperti topi baja.

4

Page 5: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Gambar 3 : Bentuk sel helmet Gambar 4 : Bentuk sel target

4. Sel target atau Bull’s Eye CellEritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya, disebut juga sebagai sel sasaran misal thalasemia.

5. Sel sabit atau sickle cell Sel seperti ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozigot (SS). Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi terlebih dahulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor (Na2S2O5 atau Na2S2O3). Hal ini terutama dilakukan pada penyakit sel sabit heterozigot.

  Gambar 5 : Bentuk sel sabit Gambar 6 : Bentuk sel krenasi

6. Krenasi SelMerupakan artefak, dapat dijumpai dalam sediaan apus darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada suhu 200C atau eritrosit yang berasal dari “washed packed cell”. 

7. Sel BurrEritrosit yang kecil atau fragmentosit yang mempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit. 

Gambar 7 : Bentuk sel burr Gambar 8 : Bentuk sel akontosit

5

Page 6: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

8. Akantosit Sel ini disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari membran eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri yang banyak.

9. Tear drop cellsEritrosit yang mempunyi bentuk seperti tetesan air mata. 

Gambar 9 : Bentuk tear drop cell Gambar 10 : bentuk poikilositosis

10. PoikilositosisIstilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yang bermacam- macam dalam sediaan apus darah tepi misal hemopoisis extramedularis.

Kelainan-kelainan Warna Eritrosit  adalah sebagai berikut:

1. NormokromiaKeadan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.

2. HipokromEritrosit hipokrom disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang sehingga

eritrosit tampak pucat. Keadaan daerah pucat ditengah eritrosit ¿13

diameter erirosit.

Gambar 2 : Hipokrom Gambar 3 : Polikromasi

3. PolikromEritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan reti kulositosis

6

Page 7: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Kelainan-kelainan Ukuran Eritrosit  adalah sebagai berikut:

1. MikrositKeadaan dimana diameter rata-rata eritrosit <7 mikron dengan tebalrata-rata 1,5-1,6 mikron. Sel ini berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat pula terjadi pada anemia defisiensi besi. 

2. MakrositEritrosit yang berukuran > 8 mikron dengan tebal rata-rata 2,3 mikron . Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, anemia kehamilan, anemia karena malnutrition.

3. AnisositosisAnisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi

Gambar 3 : Anisositosis

Kelainan badan-badan inklusi pada erirosit

1. Badan howell jolly Keadaan dimana sisa-sisa inti yang mengandung DNA.

Gambar 1 : Badan Howell Jolly Gambar 2 : Titik basofilik

2. Titik basophilKeadaan dimana ditemukannya titik-titik basophil pada eritrosit yang berwarna biru tua.

3. Cincin cabotCincin yang terdapat dalam keadaan dimana ditemukan pada titik-titik basofilik yang sangat banyak dan membentuk angka 8.

7

Page 8: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Gambar 3 : Cincin cabot Gambar 4 : Eritrosit berinti

4. Eritrosit berinti Ditemukan biasanya pada tahan metarubrisit dan rubrisit.

5. Rouleaux atau auto aglutinasiTersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan sedangkan auto aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal.

Gambar 5 : Rouleaux

1.4 Memahami dan Menjelaskan Proses Eritropoesis

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang panjang ekstremitas.

Eritropoeisis memiliki 3 faktor pendukung dalam menjalankan prosesnya, antara lain :

1. Stem cell hematopoetik 2. Sitokin spesifik , seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-

9, IL-9, IL-10. Growth factor, seperti G-SCF (granulocyte colony stimulating factor) interleukin (IL-6), stem cell factor (SCF), granulocyte macrophage (GM), insulin growth factor (IGF-1) dan EPO (Eritropoeitin).

Hormonal regulator3. Hematopoetik yang mempengaruhi microenvirontment.

Stroma pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan deferensiasi hematopoetik stem cell dan mempengaruhi progenitor eritroid yakni pronormoblas dan akhirnya menghasilkan eritrosit matang. Untuk terjadinya proses proliferasi dan diferensiasi diperlukan nya suatu growth factor yakni

8

Page 9: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

EPO(eritropoeitin ) dan sitokin spesifik. Eritropoeitin ini merupakan suatu glikoprotein hormone yang akan terikat pada reseptor spesifik sel progenitor eritroid dan selanjutnya memberi sinyal untuk merangsang proliferasi dan diferensiasi. Reseptor terbesar yakni pada pronormoblas atau rubriblas.Eritropoeitin sendiri diproduksi di 2 tempat : 1. Ginjal (sistem interstitial peritubular) : tempat utama (90%)2. Hati : tempat lain (10%)

Gambar 1. Kontrol Eritropoiesis

Produksi eritropoietin oleh ginjal sebagai respons terhadap suplai oksigen. Ginjal dalam memproduksi eritropoietin sangat bergantung pada tekanan kanbondioksida di jaringan yang nantinya ginjal akan memberi feedback negatif dan positif karena sifat kerja yang berlawanan, yakni :

1. Tekanan oksigen rendah, maka ginjal akan memproduksi eritropoietin tinggi, yang akan mempengaruhi peningkatan pembentukan eritrosit. Contoh keadaan tekanan oksigen rendah pada saat terjadi hipoksia , jaringan tidak mendapat suplai oksigen yang cukup dan bisa menyebabkan kematian sel.

2. Tekanan oksigen tinggi, maka ginjal akan memproduksi eritropoietin rendah , rendahnya produksi eritropoietin menyebabkan terjadinya anemia, khusnya anemia pada gagal ginjal.

Gambar 2&3. Proses Pembentukan Eritrosit

9

Page 10: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus.Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

2. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast.Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %

4. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

5. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom.Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam

10

Page 11: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

6. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin

Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin.

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoperphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe ini. Eryt Hb berikatan dengan karbondioksida menjadi karboxy hemoglobin dan warnanya merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan darah vena mengandung karbondioksida.

2.2 Memahami dan Menjelaskan Struktur dan Fungsi Hemoglobin

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.

Struktur molekul heme, molekul hemoglobin pada manusia terdapat 4 sub unit protein berbentuk globul. Oleh karena itu 1 unit dapat membawa 1 molekul 02, maka secara efektifnya setiap molekul hemoglobin dapat membawa 4 molekul 02, setiap unit pula tediri dari 1 rantai polipeptida yang mengikat kuat molekul lain, struktur heme terdiri dari I molekul protein berbentuk cincin yang di namai porphyrin dan I atom besi yang terletak di tengah. Hemoglobin dalam keadaan normal membawa ion di oksidasikan kepada Fe3+.

11

Page 12: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb.

4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2

Gambar 5&6. Struktur Hemoglobin

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen. Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen

Fungsi Hemoglobin

Gaambar 7. Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin.

Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :

7. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan jaringan tubuh.

8. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

9. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia.

2.3 Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin

12

Page 13: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.

Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin. AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal.

Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III. Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.

Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III,

13

Page 14: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.

Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu: a. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

b. Fase Mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

14

Page 15: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta.Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.

c. Fase KorporealBesi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas.Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normalhemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia,kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.

Kriteria anemia menurut WHO adalah:

· Laki-laki dewasa < 13 g/dl· Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl· Wanita hamil < 11 g/dl

3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan.

15

Page 16: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

1. Karena cacat sel darah merah (SDM)Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

2. Karena kekurangan zat giziAnemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.

3. Karena perdarahanKehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.

4. Karena autoimunDalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.

3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemiaa. Klasifikasi Berdasarkan Morfologi

1. Anemia Hipokromik Mikrositer· Anemia defisiensi besi· Thalasemia· Anemia akibat penyakit kronik· Anemia sideroblastik

2. Anemia Normokromatik Normositer· Anemia pasca perdarahan akut· Anemia aplastik-hipoplastik· Anemia hemolitik terutama yang didapat· Anemia akibat penyakit kronis· Anemia mieloplastik· Anemia pada gagal ginjal kronis· Anemia pada mielifibrosis· Anemia pada sindroma mielodiplastik

16

Page 17: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Anemia pada leukimia akut

3. Anemia Makrositer Megaloblastik

· Anemia defisiensi folat· Anemia defisiensi vitamin B12

Non megaloblastik· Anemia pada penyakit hati kronik· Anemia pada hipotiroid· Anemia pada sindroma mielodiplastik

b. Klasifikasi Berdasarkan Etiopatogenesisa. Produksi eritrosit menurun

· Kekurangan bahan untuk eritrosi· Gangguan utilisasi besi· Kerusakan jaringan sumsum tulang· Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh· Anemia pasca perdarahan akut· Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh Faktor ekstrakorpuskuler

· Antibodi terhadap eritrositAutoantibodi : AIHA (autoimmune hemolitic anemia)Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born)

· Hipersplenisme· Pemaparan terhadap bahan kimia· Akibat infeksi bakteri/parasit· Kerusakan mekanis

Faktor intrakorpuskuler· Gangguan membran : Hereditary spherocytosis, Hereditary elliptocytosis· Gangguan enzim: Defisiensi Pyruvat kinase, Defisiensi G6PD (glucose-

6phosphate dehydrogenase)· Gangguan hemoglobin : Hemoglobinapati structural, Thalasemia

Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :

Ringan Sekali Hb 10 g/dl – cut off pointRingan Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dlSedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dlBerat Hb < 6 g/dl

17

Page 18: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Anemia

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.

Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:a. System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina

pectoris dan gagaljantungb. System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,

kelemahan otot, iritabel.c. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurund. Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan

halus2. Gejala khas masing-masing anemia

a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularisb. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) c. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegalid. Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang akan menimbulkan gejala seperti: pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Kanker kolon dapat menimbulkan gejala berupa perubahan sifat defakasi (change of bowel habit), feses bercampur darah atau lendi

3.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia

1. Anamnesis· Riwayat penyakit sekarang· Riwayat penyakit terdahulu· Riwayat gizi· Anamnesis mengenai lingkungan pemaparan bahan kimia, dan fisik serta

riwayat pemakaian obat· Riwayat keluarga

2. Pemeriksaan Fisik· Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, icterus, kulit telapak tangan kuning

seperti jerami· Purpura: petechie dan echimosis

18

Page 19: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Kuku: koilonychias (kuku sendok)· Mata: icterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus· Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, pendarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis, dan

stomatitis angularis· Organomegali : limfadenopati, hepatomegaly, spleonomegali· Nyeri tulang atau nyeri sternum· Hemarthrosis atau ankilositosis sendi· Pembengkakan testis, parotis· Kelainan system sara

3. Pemeriksaan Laboratorium Hematologik

a. Tes penyaring Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat dipastikanadanya anemia dan bentuk morfologinya.Pemeriksaannya meliputi : · Kadar Hb· Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC, RBC,

RDW· Apusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa adalah :· Laju endap darah· Hitung deferensial· Hitung leukosit

c. Pemeriksaan sumsum tulangJika dalam kasusnya terdiagnosis definitif. Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.

Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

d. Periksaan atas indikasi khususDikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi kebeneran dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnya· Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin

serum· Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12· Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb

4. Pemeriksaan laboratorium non-hematologik· Faal ginjal· Faal endokrin

19

Page 20: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Asam urat· Faal hati· Biakan kuman

5. Pemeriksaan penunjang lain· Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi· Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi· Pemeriksaan sitogenik· Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi ADB

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi ADB

Anemia ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai di negara berkembang. Martoatmojo et al memperkirakan prevalensi ADB di Indonesia adalah 16-50% pada laki-laki, 25-84% pada perempuan tidak hamil, dan 46-92% pada perempuan hamil. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling prevalens, termasuk anemia defisiensi nutrisi. Pada anak-anak usia 1-2 tahun terjadi anemia bentuk ini hingga 47%

4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko ADB

EtiologiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun: Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

· Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

· Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia. c. Saluran kemih: hematuria. d. Saluran nafas: hemoptisis.

Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Faktor Resiko· Wanita menstruasi· Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

20

Page 21: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat· Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan

daging dan telur selama bertahun-tahun.· Menderita penyakit maag· Penggunaan aspirin jangka panjang· Colon cancer· Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan

brokoli dan bayam.

4.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi ADB

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

Anemia defisiensi besi melalui beberapa fase patologis yaitu:

Deplesi besiDeplesi besi merupakan tahapan awal dari ADB. Berbagai proses patologis yang menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang berkurang.

Eritropoesis defisiensi besiKekurangan besi yang terus berlangsung menyebabkan besi untuk eritropoiesis berkurang namun namun secara klinis anemia belum terjadi, kondisi ini dinamakan eritropoiesis defisiensi besi. Tanda-tanda yang ditemui pada fase ini adalah peningkatan kadar protoporhyrin dalam eritrosit, penurununan saturasi transferin, dan peningkatan Total iron binding capacity (TIBC).

Anemia defisiensi besiJika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar hemoglobin mulai menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik. Kondisi ini sudah bisa dikategorikan sebagai anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak kepada seseorang misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan imunitas, dan gangguan terhadap janin.

Pengaruh Defisiensi Besi Selain Anemia Antara lain:

· Sistem nuromuskular yang menimbulkan gangguan kapasitas kerja: defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis--asam laktat menumpuk, kelelahan otot.

21

Page 22: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Gangguan terhadap fungsi mental dan kecerdasan: gangguan pada enzim aldehid oksidase, serotonin menumpuk, enzim monoaminooksidase , penumpukan katekolamin dalam otak.

· Gangguan imunitas dan ketahanan infeksiGangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya

4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis ADB

Koilonychia Atrofi Papil Lidah Stomatitis

· Koilonychia; kuku sendok (spoon nail) : kuku menjadi rapuh bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

· Atrofi Papil Lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

· Stomatitis Angularis ; adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

· Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.· Atrofi mukosa gester sehingga menimbulkan akhloridia

Sindrom Plummer Vinson atau disebut Sindrom Paterson Kelly ; adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

Gejala Penyakit Dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gelaja-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang danpada anemia karena perdarahan kronis akibat kanker.

4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding ADB

DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakuka anemanesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan apus darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu kriteria dibawah ini :1. Dua dari tiga parameter dibawah ini :

· Besi serum < 50 mg/dl· TIBC > 350 mg/dl· Saturasi Transferin < 15 %

22

Page 23: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

2. Feritin Serum < 20µg/ dl3. Pengecatan sumsum tulang dengan bitu prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan

besi (butir-butir hemosiderin) negatif4. Pada pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari ( atau pereparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin > 2g/dl

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain 1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 3035% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,

23

Page 24: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

24

Page 25: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

10. Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

Diagnosis BandingAnemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan hipokromik lainnya seperti :· Anemia akibat penyakit kronik· Thalassemia· Anemia sideroblastik

4.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi ADB

Biasanya anemia defisiensi besi tidak menyebabkan komplikasi. Tetapi, apabila tidak diobati ADB dapat menjadi lebih parah dan mengalami masalah kesehatan termasuk:· Masalah jantung: ADB dapat menyebabkan detak jantung lebih cepat atau

ireegular karena kurangnya O2 ketika anemia dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.

· Masalah ketika masa kehamilan: pada ibu hamil yang mengalami ADB banyak dikaitkan dengan kelahiran premature dan berat badan yang kurang pada bayi. Hal ini bisa dicegah apabila ibu hamil tersebut menerima suplemen besi pada masa prenatal.

· Masalah pertumbuhan: meningkatkan angka susceptibilitas kepada infeksi.

4.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan ADB

Penatalaksaana. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing

tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:1. Besi peroral

· ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)· ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate

(lebih mahal)

Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.

2. Besi parenteralEfek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:· Intoleransi oral berat

25

Page 26: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Kepatuhan berobat kurang· Kolitis ulserativa· Perlu peningkatan Hb secara cepat

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan. Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.

3. Pengobatan lain· Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)· Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi· Transfusi darah: jarang dilakukan

Pencegahan

Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :· Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.· Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.· Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan

asam askorbat (jus buah).· Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.· Pemakaian PASI yang mengandung besi.

Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita menyusui, wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.

Diet : Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10% yang diabsrobsi.

· Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang tersamarkan)

· Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada usia 4-6 bulan

· Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur· Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)

Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :

· Meningkatkan penyerapanAsam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl

· Menurunkan penyerapanAsam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)

Penyuluhan kesehatan

Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki) Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi) Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar

besi cukup sejak bayi sampai remaja· Pemberantasan infeksi cacing tambang· Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)· Fortifikasi bahan makanan dengan besi

26

Page 27: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

· Skirining anemia Pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )

Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.

4.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis ADB

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:· Diagnosis salah· Dosis obat tidak adekuat· Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa· Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

menetap.· Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi,

keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

· Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien.

27

Page 28: Mandiri Sk-1 Hemato Whrd

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Silvia P. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC, 2005.

Bakta, I.M. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC, 2006.

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H ; alih Bahasa, Brahm U. Pendit, Liana Setiawan, Anggraini Iriani; editor bahasa Indonesia, Fendy Sandra. Edisi 6. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC, 2013.

Sembulingam, K., Prema Sembulingam. Essentials of Medical Physiology. Edisi 6, 2012.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:EGC,2014.

Setiati, Siti., Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, Et all. Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.

Syarif, Amir.. Et all. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5; FK UI.

28