Metoda Bmf Untuk Penanaman Kedelai Varietas Grobogan
Transcript of Metoda Bmf Untuk Penanaman Kedelai Varietas Grobogan
METODA BMF UNTUK PENANAMAN KEDELAI VARIETAS GROBOGAN (DAN VARIETAS LAIN)
Pengolahan tanah dan penanaman
Tanah dalam keadaan basah, minimal 5 cm dari permukaan tanah masih basah, dan tidak terlalu basah (tanah menggumpal tidak remah) atau dalam keadaan tergenang. Bila tanah ditumbuhi banyak gulma, tanah dapat disemprot dulu dengan Roundup sesuai dengan dosis pada label, namun perlu diingat, tanah baru dapat ditanamai 2 minggu setelah penyemprotan.
Bila tanah bekas sawah, tanah tidak perlu diolah lagi. Bila bukan bekas sawah, pengolahan tanah minimum dilakukan dengan menggunakan bajak atau cangkul sebanyak satu kali kemudian diratakan.
Buat “galengan” atau “bedengan” selebar 2 – 3 meter, dengan jarak antar “galeng” atau “bedeng” selebar 20 cm sebagai drainase atau selokan dalam menghadapi musim kemarau atau 30 cm bila menghadapi musim hujan.
TANAH KEDELAI
Buat lubang sedalam 5 cm dengan jarak antar lubang 20 cm x 20 cm. Untuk mempermudah penentuan kedalaman lubang, alat penugal atau pelubang diberi batas kain.TUGAL
Selanjutnya ditanami dengan 2 biji tiap tugalan (lubang tanam), tutupi lubang dengan tanah di sekitar lubang dengan menggunakan sapu lidi. Jangan di mampatkan atau dipadatkan. Menghadapi musim kemarau, tanah hanya menutupi benih saja, bila menghadapi musim hujan, tanah menutupi hingga pinggiran lubang tanam.
Untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai sama sekali atau lebih dari satu tahun tidak pernah ditanami kedelai atau pernah melewati musim kemarau yang panjang, benih harus ditambah dengan starter bintil akar (Rhizobium), pada waktu penanaman. Starter dapat disiapkan dengan jalan:
2 kg tanah bekas kedelai dicampur dengan air secukupnya sampai menjadi lumpur. Tambahkan 10 kg BMF Media Inokulum. Diaduk sampai rata, ayak, masukkan ke dalam plastik warna hitam, lalu diperam atau didiamkan sampai dua hari di tempat teduh yang jauh dari sumber panas termasuk sinar matahari. Setelah pemeraman, starter Rhizobium dapat langsung dipakai, atau disimpan. Daya simpan dapat mencapai 14 hari, akan lebih lama bila disimpan dalam lemari pendingin (jangan dibekukan). Jangan terkena sinar matahari atau sumber panas lain selama penyimpanan atau transportasi.
50 gram starter Rhizobium untuk lokasi yang selalu ditanami kedelai dan 100 gram untuk lokasi yang lebih dari satu tahun tidak ditanami kedelai atau tidak pernah sama sekali ditanami kedelai, diaduk rata dengan 10 kg benih yang sebelumnya telah dibasahi air. Segera tanam setelah siap.
Dengan membuat sendiri, kita dapat memastikan bahwa starter yang kita aplikasikan masih dalam keadaan hidup dan aktif. Starter juga akan memiliki kemampuan adaptasi dan tumbuh yang baik, sebab selalu disiapkan dalam keadaan segar, tidak dalam keadaan dorman.
PEMUPUKAN
Pupuk dasar
Sebagai pupuk dasar, pada saat awal penanaman (2 – 10 HST/ hari setelah tanam), buat lubang diantara 4 lubang tanam. Berikan pupuk Phonska (NPK 15-15-15) sebanyak 150 kg per hektar, atau sekitar 2 gr tiap lubang pupuk. Kemudian Semprotkan Kompos cair Biolemi sebanyak 10 liter per hektar secara merata pada tanah.
Pemupukan lanjutan
Pemupukan lanjutan dilakukan hanya dengan melakukan penyemprotan PPC Organik/ bio BMF Bio Fert Plus, sebanyak 1,5 liter per hektar pada 15, 21, 28, 35, dan 42 HST (total 7,5 liter), dengan volume semprot masing masing 300 liter per hektar. Setiap penyemprotan tambahkan 2 gr urea dan 1 gr KCl per liter airnya yang diaduk merata dengan larutan pupuk.
Penanganan hama dan perawatan
Bila terdapat banyak kasus lalat bibit disekitar wilayah penanaman, benih dapat ditambah dengan Marshal Seed Treatment.
Bila tumbuh gulma, penyiangan dapat dilakukan pada hari kedua puluh setelah tanam. Namun dengan penggunaan pupuk dari BMF, kondisi tanah akan terus membaik, hingga sampai satu saat gulma tidak mampu tumbuh lagi (efek alelopati).
Hama yang sering mengganggu dan berpengaruh pada produksi adalah bemisia (kutu kebul), terutama pada musim kemarau. Penanganan dapat dilakukan dengan menggunakan Confidor dari Bayer atau Curacron dari Syngenta sesuai dosis pada kemasan dengan ditambah shampo (untuk rambut) merek apapun sebanyak 1 – 2 sachet tergantung dari banyaknya serangan. Shampo berfungsi membersihkan pelindung serangga bersangkutan dan berfungsi sebagai perekat. Hama lain yang paling mengganggu adalah penggerek polong. Bila ulat sudah masuk ke dalam polong, ulat ini sangat sulit dikendalikan, pengendalian dapat dilakukan pada masa pembungaan, kedelai disemprot dengan menggunakan Atabron dari Syngenta pada awal musim hujan (labuhan) serta kombinasi antara Foltus dari DGW dan Destalo dari Bayer sesuai dosis dengan penambahan shampo pada akhir musim hujan (marengan) dan kemarau.
LIST HARGA
BMF Media Inokulum kemasan 1 kg, harga Rp. 20.000,- per kg
BMF Bio Lemi, kemasan botol 500 ml, harga Rp. 30.000,- per liter
BMF Bio Fert Plus, kemasan botol 500 ml, harga Rp. 36.000,- per liter
Benih kedelai varietas Lokal Grobogan (non label) Rp. 13.500,- per kg
*Harga franco gudang BMF di Purwdadi, harga dapat berubah sewaktu- waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Info lebih lanjut hubungi 087 88888 2597.
TENTANG KAMI
BMF (Budi Mixed Farming) adalah pengembangan dari peternakan yang telah berdiri sejak lebih dari 50 tahun silam. Berfokus pada penelitian optimalisasi pertanian tropis, mixed farming, dan sustainable agriculture, BMF telah berhasil menciptakan banyak penemuan berfokus pada kearifan lokal wilayah tropis. Salah satu penemuan yang paling memiliki dampak adalah optimalisasi kedelai di daerah tropis.
Tjandramukti, pendiri BMF telah menemukan kedelai unggul hasil seleksi selama lebih dari sepuluh tahun. Kedelai tersebut saat ini telah kami serahkan kepada pemerintah daerah dan telah mendapat sertifikasi kedelai unggul nasional dengan nama kedelai Grobogan, sebagai penghormatan atas kabupaten kami. Selain itu kami juga mengembangkan teknologi untuk penanaman kedelai agar dapat berproduksi yang optimal. Teknologi ini dapat pula dikembangkan untuk tanaman- tanaman produksi di Indonesia yang hampir sebagian besar adalah tanaman subtropis atau hasil pengembangan dari wilayah tropis. Atas hasil beberapa temuan ini kami dianugerahi penghargaan Indolivestock Award, ajang bergengsi bagi insan peternakan di Indonesia, pada tahun 2006 untuk kategori inovasi produk.
Penelitian yang kami lakukan juga telah diakui beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian nasional maupun asing. Untuk tanaman ketela pohon kami adalah satu- satunya partner non pemerintah yang turut dalam penelitian internasional: “Enhancing the adoption of improved Cassava production and utilisation systems in Indonesia and East Timor” yang didanai oleh ACIAR/ Australian Centre For International Agriculture Research – Australia di bawah koordinasi CIAT/ International Center for Tropical Agriculture , lembaga penelitian pertanian yang berfokus pada penelitian common bean dan ketela pohon yang berkedudukan di Columbia.
Budi Mixed Farming
Jl. Grobogan 71, dusun Sanggrahan RT 07 RW 01, desa Getas Rejo, kab. Grobogan.
Tel./ Fax. 0292 422566
Mobile 087888882597 (Adi) atau 081575017277 (Sandra)
Email [email protected]
Petani Grobogan Kembangkan Kedelai Berkualitas TinggiKamis, 31 Januari 2008 15:02
Grobogan: Adi Wijaya, seorang petani di Grobogan, Jawa Tengah, berhasil mengembangkan kedelai lokal dengan kualitas lebih unggul dari impor. Adi yang mengembangkan penelitiannya di Grobogan ini menamai kedelai varietas unggulnya dengan Malabar versi Grobogan. Keunggulan kedelai yang dikembangkan Adi tentu saja berbeda dengan hasil impor. Kedelai Grobogan miliknya lebih bersih dan besar. Belum lagi kemampuannya menghasilkan tiga hingga empat ton per hektare.
Padahal umumnya kedelai lokal hanya menghasilkan 2,5 ton per hektare setiap panen. Waktu panen juga lebih pendek, yakni 72 hari. Sedangkan kedelai impor hingga 90 hari. Sudah lama Adi mengembangkan varietas ini. Bahkan Menteri Pertanian juga pernah menyaksikan presentasi soal kedelai Grobogan.
Namun sayangnya pemerintah hingga kini tidak pernah menaruh perhatian. Kedelai Grobogan ini bahkan kalah dengan gempuran produk impor. Kedelai yang yang dikembangkan Adi Wijaya sebenarnya menjadi bukti bahwa Indonesia mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tapi kenyataannya, dari total kebutuhan kedelai yang mencapai dua juta ton per tahun hanya 40 persen bisa dicukupi dari kedelai lokal. Sisanya impor. Tidak ada insentif bagi petani dituding menjadi penyebabnya sehingga penanam kedelai berkurang dari tahun ke tahun.(YNI/Yudi Sutomo dan Taufan Yudha) - See more at: http://news.liputan6.com/read/186833/petani-grobogan-kembangkan-kedelai-berkualitas-tinggi#sthash.wreyxBhv.dpuf
AGRINA - 03 January 2011
Panen 3,5 Ton per Hektar Bukan Mimpi
Banyak pihak sangsi panen kedelai bisa mencapai 2,5—3 ton per ha lantaran produktivitas rata-rata nasional saja baru hanya 1,2—1,3 ton per ha.
Kelompok tani Kabul di Lestari Desa Panunggalan, Pulokulon, Grobogan, Jateng menjebol kesangsian itu. Pada pertengahan Desember lalu, kelompok ini berhasil panen 3,5 ton per ha di lahan seluas 36 ha. Sedangkan gabungan kelompok taninya yang mengelola 500 ha meraih produktivitas 3 ton per ha. Padahal pertanaman diguyur hujan terus menerus.
Bisa Swasembada
Hasil panen yang luar biasa tersebut diakui H. Mohammad Muzayen selaku pembeli. Bahkan, Ketua Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (PrimKOPTI) Grobogan itu mengakui, kualitas kedelai itu lebih baik ketimbang kedelai impor. “Patinya lebih banyak sehingga lebih disukai
untuk membuat tahu. Pati lokal bisa 40%—50%, sedangkan yang impor hanya 30%—35%,” terangnya.
Muzayen menyayangkan, panenan kedelai bagus yang itu habis dalam sebulan. “Kalau pas panen seperti ini produksi lokal Grobogan bisa memenuhi 50% kebutuhan Grobogan. Tetapi maksimal sebulan habis. Selebihnya kedelai impor 100%,” ungkapnya. Cepatnya kedelai Grobogan ini cepat habis, menurut Abdul Karim, Ketua Kelompok Tani Kabul Lestari, karena penjualan tidak hanya di pasar setempat tapi juga merambah Blora, Blitar, Purworejo, dan Pati.
Menurut hitungan Muzayen, wilayah Grobogan memerlukan sedikitnya 600 ton kedelai per bulan. “Tapi itu baru (kebutuhan) sekitar empat pedagang besar. Yang omzetnya 1—2 kuintal per hari belum saya hitung. Kalau dihitung lebih banyak lagi,” beber pengusaha yang butuh 1,7 ton per hari itu. Jumlah anggota PrimKOPTI Grobogan sendiri mencapai 221 orang.
Melihat keberhasilan ini, H Sutrisno Supriyanto, SE, Ketua Pusat KOPTI Jateng, berniat membuat kemitraan langsung dengan petani. “Ini sangat prospektif,” ujarnya bersemangat. Sutrisno mengkalkulasi kebutuhan kedelai anggotanya tak kurang dari 5.000 ton per bulan. Sementara kebutuhan total Jateng diperkirakan mencapai 15 ribu ton per bulan.
Optimisme juga disampaikan Dr Siti Harnina Bintari, MS peneliti tempe Universitas Negeri Semarang sekaligus Ketua Forum Tempe Indonesia wilayah Jateng. “Dengan ini, saya yakin sebenarnya kita memang bisa berswasembada kedelai,” tegasnya.
Belum Puncak
Adi Widjaja MSc, pengelola Budi Mixed Farming (BMF) yang mendampingi petani menyatakan, produktivitas 3,5 ton per ha ini belum puncak. “Kita tidak tahu nanti puncaknya berapa,” tegasnya. BMF adalah penyedia prebiotik tanah dan pupuk organik yang mampu meningkatkan kinerja lahan serta tanaman agar dapat berproduksi optimal. Di antara produk BMF yang sangat berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas kedelai ini adalah Bio Lemi dan Bio Fert Plus.
Hasil besar ini bukannya diperoleh dalam waktu singkat. Pendiri BMF, Tjandramukti telah memulainya pada 1997 dengan menyeleksi kedelai Malabar dan menguji-cobanya di Desa Simo, Kec. Kradenan, Grobogan. Yang dipilih adalah tanaman yang dapat dipanen pada umur 75 hari, berdaun sempit, berbiji besar, daun rontok saat panen, kulit polong tebal sehingga dapat dikeringkan di pohon, dan membentuk cabang.
Hasil seleksi itu memberikan panen 2 ton per ha atau dua kali rata-rata produksi kedelai jenis lain pada waktu itu. BMF menamai kedelai itu varietas Malabar versi Grobogan yang kemudian diakui pemerintah pada 2008 sebagai varietas unggul Lokal Grobogan. Pada tahun yang sama, kedelai juga dikembangkan di Desa Panunggalan dengan teknologi pemupukan BMF. Hasil panen ternyata mencapai 2,2—2,5 ton per ha.
Pada 2002, ketika telah terjadi perbaikan lahan akibat teknologi pemupukan maka produktivitas melesat tinggi. Pada tahun ini diperoleh hasil panen 3 ton per ha. Tiga tahun kemudian uji coba di Pati mencapai 2,7 ton per ha dan pada 2006 di Sragen memperoleh 2,5 ton per ha. Lahan-lahan tersebut belum pernah ditanami kedelai sebelumnya.
Pada 2005, efek alelopati mulai tampak di lahan Panunggalan akibat perlakuan tanah dengan teknologi BMF. Efek ini muncul sebagai perwujudan metabolisme sekunder tanaman kedelai karena daya dukung lahan yang optimal. Dampaknya gulma menjadi tidak tumbuh. Efek ini pun bahkan menyebabkan produksi padi di sekitar area kedelai yang awalnya 4 ton per ha menjadi 9 ton per ha. Sedangkan jagung menjadi 11 ton per ha dari sebelumnya yang hanya 3—4 ton ha. “Tanaman jagungnya juga tidak ada gulmanya,” ujar Adi Widjaja.
Pada 2006 rata-rata produksi mencapai 3,2 ton per ha dan beberapa petani mampu mencapai 4 ton per ha. Karena hasil itu pada 2007 KT Kabul Lestari meraih juara nasional Kelompok Tani Agribisnis dengan rata-rata produksi kelompok sebesar 3,2 ton per ha. Kini, pada 2010 hasilnya mencapai 3,5 ton per ha.
Jadi, siapa bilang bertanam kedelai tidak bisa untung? Abdul Karim menyatakan, usaha kedelai ini menguntungkan. Hitungan KT Kabul Lestari, satu hektar lahan membutuhkan benih dan pupuk senilai hanya Rp1,6 juta. Ongkos tenaga kerja Rp2,5 juta. Sewa lahan Rp3 juta. Jadi, total biaya produksi mencapai Rp7,1 juta. Dari hasil panen sebanyak 3.233 kg dengan harga Rp5.100 per kg, diperoleh pendapatan Rp16,48 juta. Alhasil, petani mengantongi keuntungan lebih dari Rp9 juta per ha.
Harus Bersama Teknologinya
Yang penting diketahui, benih varietas Lokal Grobogan ini bisa tidak optimal ditanam di lahan yang lain. “Harus bersama dengan teknologinya,” tegas Adi. Pasalnya, teknologi BMF sudah didesain untuk dapat menyesuaikan tanaman subtropis ini dengan kondisi tropis yang mengalami lama dan intensitas pencahayaan matahari yang berbeda. Kedua, teknologi telah mampu mengubah fisiologi dan morfologi tanaman sehingga membentuk cabang, daun lebih tebal jadi tahan stres matahari, perakaran sempurna, serta bintil akarnya aktif dan sehat. Hal itu akan meningkatkan produksi. Yang ketiga adalah meningkatkan kualitas tanah sehingga tanaman mampu melakukan metabolisme sekunder secara sempurna.
Keistimewaan kedelai Gapoktan Kabul Lestari adalah kadar airnya pada musim penghujan saja cuma 18%, sedangkan kedelai pada umumnya hingga 20%—30%. Itu disebabkan kulit polong tidak pecah sehingga biji dapat kering di pohon sedangkan pada kedelai lain harus dipanen awal saat musim penghujan.
Selanjutnya Adi menjelaskan, kesuksesan petani Panunggalan bertanam kedelai pada waktu musim hujan karena sistem drainase yang baik. Saluran airnya sedalam 50 cm. Dengan model drainase seperti ini, cara penanaman harus diperhatikan. Akar tanaman harus mencapai tanah
“sehat” atau tanah asal bukan tanah sisa drainase yang menumpuk guludan. Karena tanah sisa drainase sifatnya kalis terhadap air yang akan mematikan tanaman.
Faiz Faza (Yogyakarta)
Teknologi Penanaman Kedelai GroboganKompas.com - Senin, 3 September 2012 | 04:55 WIB
Oleh Sonya Helen Sinombor
Krisis kedelai berkali-kali terjadi di negeri ini. Ironisnya, krisis tersebut terjadi di
negeri agraris akibat kurangnya pasokan kedelai di pasaran. Hal itu membuat Adi
Widjaja (40) gemas. Seandainya pemerintah benar-benar berniat serius
mengembangkan kedelai lokal, tentu para perajin tempe dan tahu tak perlu menjerit,
apalagi melakukan aksi mogok seperti yang terjadi belakangan ini.
”Sebenarnya kita memiliki potensi yang besar,” kata Adi Widjaja, peneliti kedelai. Dia
meneruskan perjuangan sang ayah, Tjandramukti (almarhum), yang meneliti kedelai
lokal hingga menemukan varietas kedelai lokal, yakni kedelai grobogan. Jenis
kedelai ini diakui pemerintah sebagai benih unggul nasional.
Potensi kedelai negeri ini sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan jika pemerintah
serius menanganinya. Lihat saja di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Beberapa
desa di kabupaten tersebut sejak bertahun-tahun menanam dan memproduksi
kedelai lokal tanpa bergantung pada kedelai impor.
Bahkan, kelompok tani di salah satu desa di kabupaten ini, yang mendapat
pendampingan Tjandramukti, yakni Kelompok Tani Kabul Lestari di Desa
Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, pada 2007 meraih juara nasional Kelompok
Tani Agribisnis Kedelai.
Produksi kedelai di desa tersebut mencapai 3,4 ton per hektar dengan rata-rata
kelompok pada angka 3,2 ton per hektar. Semuanya ditanam pada musim hujan
meski pemerintah menganjurkan penanaman kedelai pada musim kemarau.
Keberhasilan para petani Desa Panunggalan memproduksi kedelai dengan
produktivitas tinggi ini berkat penelitian kedelai yang dirintis Tjandramukti. Kerja
kerasnya selama bertahun-tahun berhasil mengangkat kedelai lokal grobogan,
temuan Tjandramukti, menjadi benih unggul nasional.
Selama bertahun-tahun petani di Desa Panunggalan menanam kedelai dengan
metode penanaman dan pemupukan dari Budi Mixed Farming (BMF) yang
dikenalkanTjandramukti. BMF adalah perusahaan pertanian dan peternakan kecil
inovatif yang berbasis pada penelitian.
Perusahaan itu fokus pada pemberian solusi sistem pertanian campuran (mixed
farming system) dan optimalisasi produksi tanaman subtropis di wilayah tropis,
seperti kedelai.
Berkat sistem tersebut, pada 2006 rata-rata produksi kedelai di desa itu bisa
mencapai 3 ton per hektar. Bahkan, beberapa petani dapat mencapai lebih dari 4 ton
per hektar. Keberhasilan inilah yang membawa kelompok tani yang dibina BMF
meraih juara Nasional Kelompok Tani Agribisnis Kedelai.
Keunggulan kedelai grobogan membuat Pemerintah Kabupaten Grobogan
mendaftarkan kedelai temuan Tjandramukti sebagai benih unggul nasional pada
2008. Dalam penelitian lebih lanjut, oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-
Kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), ditemukan dua jenis kedelai dari temuan ini.
Satu jenis kedelai berwarna kuning mengilap dengan produksi lebih rendah. Satu
jenis lagi berwarna lebih kusam dengan produksi lebih tinggi. Jenis kedua akhirnya
diresmikan menjadi benih unggul nasional dengan nama kedelai lokal grobogan.
Tak dilirik pemerintah
Sayangnya, kisah sukses petani Grobogan ini tak ditularkan pemerintah kepada
petani di Tanah Air. Sampai Tjandramukti meninggal dunia tahun 2011, teknologi
optimalisasi BMF yang diterapkan Tjandramukti tak dilirik pemerintah.
Adi, yang mendampingi sang ayah, sejak pulang dari Australia tahun 2003 pun
tergerak melanjutkan misi ayahnya. ”Saya akan teruskan apa yang telah dimulai
ayah saya,” kata Adi, awal Agustus lalu.
Selain meyakinkan petani agar terus menggunakan pola penanaman kedelai dengan
teknologi BMF, Adi pun tak pernah berhenti menyosialisasikan teknologi tersebut
kepada semua kalangan yang pernah ditemuinya, terutama dari perguruan tinggi.
Model pembuatan sumur resapan komunal yang diterapkan ayahnya di ladang-
ladang petani kedelai hingga kini terus dilakukannya. Sumur sedalam 3 meter yang
dibuat 6 hingga 12 buah dalam 1 hektar itu berfungsi mengondisikan tanah di
sekitarnya menjadi daerah resapan air.
”Cara inilah yang membuat tanaman kedelai bisa tumbuh di daerah tersebut dan
tidak kekurangan air walau musim kemarau,” ungkapnya.
Apa yang dirintis ayahnya diteruskan Adi. Ia mengawal para petani di Panunggalan
yang menerapkan penanaman kedelai dengan teknologi optimalisasi BMF.
Maka, ketika krisis kedelai kembali terjadi dan sejumlah kalangan mengungkapkan
Indonesia tidak cocok untuk pertanian kedelai, Adi hanya bisa mengurut dada.
”Banyak peneliti datang ke Panunggalan. Mereka melakukan percobaan dengan
kedelai lokal. Namun, mereka tidak maungomong kualitas yang sebenarnya dari
kedelai grobogan,” paparnya.
Tak cuma peneliti, pejabat pemerintah di bidang pertanian pun pernah mengunjungi
dan melihat langsung hasil pertanian kedelai di Panunggalan.
”Katanya sudah diakui sebagai bibit unggul nasional, kelompok tani dapat
penghargaan, tetapi kedelai grobogan tidak pernah dikembangkan secara luas,”
katanya.
Saat sebagian kalangan menyatakan kedelai lokal tidak lebih baik dari kedelai impor,
karena ukurannya lebih besar daripada kedelai impor, Adi membantah anggapan itu.
Ia menegaskan, perajin tahu-tempe, yang sekian lama dibiasakan menggunakan
kedelai impor, telah membuat mereka tidak tertarik memakai kedelai lokal.
Alasan yang dipakai perajin, kedelai impor lebih cepat hancur jika direndam. ”Kalau
tidak ingin bergantung pada kedelai impor, cara menangani kedelai lokal pun harus
diubah,” kata Adi.
Cara yang bisa ditempuh adalah perendaman kedelai yang lebih lama atau
menggunakan teknik perusakan kulit ari dengan menggunakan air mendidih,
kemudian direndam dalam air dingin.
Jika petani atau perajin tahu-tempe mau menggunakan cara ini terhadap kedelai
grobogan, misalnya, hasil pembuatannya diperkirakan bisa 10 persen lebih banyak
dibandingkan dengan jika mereka menggunakan kedelai impor kualitas yang sama.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/09/03/04553165/
Teknologi.Penanaman.Kedelai.Grobogan