PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

download PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

of 7

Transcript of PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    1/7

    PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    (Macam-macam penyakit)

    1. Rinitis2. Polip hidung3. Sinusitis4. Faringitis5. Laringitis6. Epistaksis

    Pembahasan

    1. Rhinitis

    Rhinitis adalah inflamasi dari mukosa membran hidung. Rhinitis adalah gangguan

    hidung dengan ciri 1 atau lebih gejala: bersin, gatal di hidung, hidung keluar ingus, dan

    hidung tersumbat. Rhinitis dapat disebabkan oleh alergi, non-alergi, infeksi, hormonal,

    pekerjaan, dan faktor lain. Terbanyak adalah Rhinitis Alergi.

    RINITIS ALERGI: Rinitis alergi adalah radang selaput lendir hidung yang

    disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi

    hipersensitifitas/alergi tipe I, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore encer dan

    hidung tersumbat yang reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.

    >Patogenesis: Mukosa saluran nafas selalu terpapar oleh bermacam alergen yang

    terbawa oleh udara nafas. Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali

    dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Pada penderita yang mempunyai

    bakat alergi, alergen yang terbawa udara nafas akan menyebabkan sensitisasi mukosa

    respirasi. Akibat sensitisasi ini, apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala

    alergi.

    >Tahap Sensitisasi: Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi,

    makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC)

    akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.

    >Tahap Alergi: Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf hidung

    sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    2/7

    menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas

    kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat

    vasodilatasi sinusoid. -Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)

    dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. -Terdapat juga pembesaran ruang

    interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada

    jaringan mukosa dan submukosa hidung. -Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat

    serangan. -Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. -Akan tetapi serangan dapat

    terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan

    yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga

    tampak mukosa hidung menebal.

    >Gejala Klinis: -Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin

    berulang (> 5 kali). -Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung

    dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). -

    Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. -Hidung: mukosa

    hidung berwarna kebiruan,lubang hidung bengkak, disertai sekret mukoid atau cair. -Mata:

    edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata ( -Telinga: retraksi

    membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. -

    Faringeal: faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. -Laringeal: suaraserak dan edema pita suara -Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala,

    masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. -

    Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan

    sulit tidur. >Diagnosis: -Anamnesis Dari gejala pasien -Pemeriksaan Fisik *Pada muka

    didapatkan bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat

    obstruksi hidung. *Selain itu, dapat ditemukan juga garis melintang pada dorsum nasi bagian

    sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung

    tangan *Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau

    livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. *Perlu juga dilihat adanya

    kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. *Selain

    itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya

    seperti sinusitis dan otitis media. -Pemeriksaan Penunjang a. In vitro Hitung eosinofil dalam

    darah tepi. Pemeriksaan IgE total Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan

    pelengkap. b. In vivo Alergen inhalan: pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau

    intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan dengan

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    3/7

    menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.

    Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk

    desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang

    dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi

    (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari.

    Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah

    berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan

    setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan

    meniadakan suatu jenis makanan. >Komplikasi: -Polip hidung -Sinusitis paranasal

    2. POLIP HIDUNG -Massa lunak-putih atau kebiruan dalam rongga hidung,

    bertangkai dan tersusun seperti anggur -Umumnya multipel dan bilateral mengakibatkan

    sumbatan pada hidung -Sering dari sinus etmoid (multipel) -Terutama pada dewasa (pada

    anak jarang terjadi) >Etiologi: -Karena reaksi hipersensitifitas/alergi hidung yang kronis -

    Infeksi >Patofisiologi: -Mukosa bengkak (terutama meatus media) -Kemudian stroma terisi

    cairan interseluler mukosa yang bengkak menjadi polipoid -Mukosa menjadi berat lalu

    turun ke rongga hidung membentuk tangkai terbentuk polip -Polip serous: cairan > jaringan

    ikat -Polip fibrous: jaringan ikat > cairan -Miskin pembuluh darah, saraf dan kelenjar -

    Bersifat residif alergi >Gejala Klinik: -Hidung tersumbat -Dapat terjadi hiposmia atau

    anosmia -Terdapat sekret: cair/mukous/purulen -Dapat menutup ostium sinus paranasalis

    sehingga dapat menyebabkan sinusitis keluhan sakit kepala dan hidung meler -Bila

    penyebab alergi keluhan: bersin dan iritasi hidung >Pemeriksaan Fisik: -Rinoskopi anterior

    *Massa polip, bertangkai, putih kebiruan pada meatus/konka media *Bergerak bebas pada

    tangkainya *Multipel dan bilateral *Pada yang kronis, punggung hidung melebar frog nose

    (hidung kodok) -Rinoskopi posterior polip + >Terapi: -Ekstraksi polip (polipektomi)

    dengan senar polip -Bila sudah terdapat sinusitis drainase sinus -Sering kambuh bila

    penyebab alergi, perlu terapi penyebab

    3. SINUSITIS -Sinusitis adalah radang mukosa sinus para-nasal -Multi sinusitis :

    peradang beberapa sinus -Hemi sinusitis: peradangan satu sisi sinus -Pan sinusitis :

    peradangan semua sinus -Sinus para-nasal(Rongga dalam tulang kepala berisi udara) -Terdiri

    dari: Sinus maksila Sinus frontal Sinus etmoid Sinus sfenoid Sinusitis rinogen (85%)

    Sinusitis dentogen (15%) >Sinusitis akut: -Etiologi: Rinitis akut -Faringitis, adenoiditis &

    tonsilitis -Karies dentis -Berenang / menyelam -Trauma -Barotrauma >Faktor predisposisi: -

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    4/7

    Obstruksi mekanis: Septum deviasi, korpus alienum & tumor -Obstruksi ostium : Rinitis

    kronis & rinitis alergi -Perubahan mukosa dan silia: polusi, udara dingin dan kering

    >Patofisiologi: -Bila terinfeksi: sinus mengalami oedem mukosa yang berhadapan akan

    saling bertemu menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan

    tersumbatnya ostium menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang

    menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. -Efek awal yang

    ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous. -Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk

    dalam sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan

    sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang

    membutuhkan terapi antibiotik. -Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan

    terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. -Apabila keadaan ini terusberlanjut menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau

    pembentukan polip dan kista. >Gejala klinik: -Demam, sakit kepala -Ingus kental (bau),

    dahak (post nasal drip) -Hidung tumpat -Nyeri pada lokasi sinus yang dikenai -Nyeri alih -

    Gejala klinik sinusitis maksila akut: *Nyeri pada kelopak mata bawah & gigi *Nyeri alih:

    dahi & depan telinga >Diagnosis -The American Academy of Otolaryngology-Head and

    Neck Surgery (AAO-HNS) membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa

    rinosinusitis. -Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau

    satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. Gejala-gejalanya adalah: *Gejala

    Mayor : -*Obstruksi hidung -*Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering

    disebut PND (Postnasal drip) -*Kongesti pada daerah wajah -*Nyeri /rasa tertekan pada

    wajah -*Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia) -*Demam (hanya pada akut) *Gejala

    Minor: -*Sakit kepala -*Sakit/ rasa penuh pada telinga -*Halitosis/ nafas berbau -*Sakit gigi

    -*Batuk dan iritabilitas -*Demam (semua nonakut) -*Lemah >Pemeriksaan: a. Rinoskopi

    anterior Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling

    spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinonasal. b. Pemeriksaan

    mikrobiologi Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih

    akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. C. Foto polos

    kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa : 1. Penebalan

    mukosa, 2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 3. Gambaran air fluid level yang

    khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. >Terapi: -Antibiotik -Terapi

    tambahan *obat dekongestan oral + topikal, *mukolitik untuk memperlancar drainase

    *analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri *Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    5/7

    kortikosteroid topikal >Komplikasi: 1. Kelainan pada orbita -Pembengkakan orbita -Infeksi

    isi orbita 2. Kelainan intrakranial -Meningitis akut infeksi dari sinus paranasalis dapat

    menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan -Abses otak

    setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasanmetastatik secara hematogen ke dalam otak.

    4. FARINGITIS -Peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di

    sekitarnya. -Jarang terjadi infeksi lokal pada faring atau tonsil saja pengertian secara luas

    mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis. >Latar belakang: -Paling banyak

    didapatkan pada anak-anak -Gambaran klinis bervariasi (ringan, sembuh sendiri sampai

    menimbulkan gejala sisa berat meningitis, demam rematik, gromerulonefritis akut) -Insidens

    meningkat sesuai dengan bertambahnya umur (puncak usia 4-7 th) -Insiden dipengaruhi oleh

    perubahan musim >Gejala Klinis: Faringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia,

    eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38oC ), pembesaran kelenjar leher anterior, tidak ada

    batuk. Faringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa

    kasus disertai diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan

    tonsil yang sulit dibedakan dengan eksudat karena faringitis streptokokus. >Penatalaksanaan:

    -Istirahat cukup -Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup -Pemberian obat kumur dan obat

    hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri tenggorok -Pemberian antipiretik,

    dianjurkan parasetamol atau ibuprofen -Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis

    dugaan faringitis karena bakteri (streptokokus)

    5.LARINGITIS -Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan

    laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. -Dalam

    proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran pernafasan dibawahnya yaitu

    trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya

    disebut laringotrakeitis, dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya

    disebut laringotrakeobronkitis. -Etiologi dari laringitis akut yaitu penggunaan suara

    berlebihan, gastro esophago reflux disease (GERD), polusi lingkungan, terpapar dengan

    bahan berbahaya, atau bahan infeksius yang membawa kepada infeksi saluran nafas atas.

    Bahan infeksius tersebut lebih sering virus tetapi dapat juga bakterial. >Patofisiologi: -

    Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung

    kurang dari 3 minggu. -Parainfluenza virus (penyebab terbanyak) masuk melalui inhalasi dan

    menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    6/7

    lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit,

    limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN) pembengkakan dan kemerahan

    dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea

    dibawah pita suara. -Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, makapembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan

    sampai hanya sebuah celah. Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan

    pengecilan sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas

    yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas

    sesuai dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas akan berkurang. -

    Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan

    bernafas yang akan menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia

    dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan

    ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau

    infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan >Gejala Klinik: -suara yang serak, yang

    disertai dengan puncak suara (vocal pitch) yang berkurang atau tidak ada suara (aphonia), -

    batuk menggonggong, -dan stridor inspirasi. -Dapat terjadi juga demam sampai 39-40 -sesak

    nafas ringan -Gejala tersebut sering disertai dengan gejala-gejala seperti pilek, hidung

    tersumbat, batuk dan sakit menelan >Terapi: -pasien dengan laringitis harus ditangani dengan

    tenang dan dengan sikap yang menentramkan hati, karena emosi atau marah akan

    memperburuk keadaan distress pernafasan anak. -Kebanyakan pasien mengalami hipoksemia,

    sehingga oksigenisasi harus dilakukan dan diberikan oksigen yang dilembabkan Nebulasi -

    Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya

    streptococcus, dimana penicillin adalah obat pilihannya 6. EPISTAKSIS -Epistaksis adalah

    perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring. -Epistaksis

    bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat

    berhenti sendiri. -Epistaksis posterior -Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri -

    sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. -Pendarahan biasanya hebat dan jarang -berhenti

    dengan sendirinya. Sering -ditemukan pada pasien dengan hipertensi, -arteriosklerosis atau

    pasien dengan penyakit -kardiovaskuler. >Berdasarkan lokasi terdiri atas: -Epistaksis anterior

    -Merupakan jenis epistaksis yang paling -sering dijumpai terutama pada anak-anak -dan

    biasanya dapat berhenti sendiri.2 -Perdarahan pada lokasi ini bersumber -dari pleksus

    Kiesselbach (little area), yaitu -anastomosis dari beberapa pembuluh darah -di septum bagian

    anterior tepat di ujung -postero superior vestibulum nasi. >Patofisiologi: -Pemeriksaan arteri

  • 5/23/2018 PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIDUNG

    7/7

    kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif

    dari otot pembuluh darahtunika media menjadi jaringan kolagen. -Perubahan tersebut

    bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. -

    Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya

    otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. -Pada orang

    yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis

    memperlihatkan area yang tipis dan lemah. -Kelemahan dinding pembuluh darah ini

    disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma >Etiologi: -Trauma ringan (misalnya

    mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung) atau akibat trauma yang hebat

    seperti kecelakaan lalulintas. -Iritasi gas yang merangsang, benda asing dan trauma pada

    pembedahan. -Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis serta granuloma

    spesifik seperti lupus, sifilis dan lepra dapat juga menimbulkan epistaksis. -Epistaksis berat

    dapat terjadi pada tumor seperti hemangioma, karsinoma dan angiofibroma. -Hipertensi dan

    kelainan pembuluh darah seperti yang dijumpai pada arterioskelerosis sering menyebabkan

    epistaksis hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik. -Gangguan endokrin pada

    wanita hamil dan menopause -Kelainan darah pada hemofilia dan leukemia serta infeksi

    sistemik pada demam berdarah, tifoid dan morbili sering juga menyebabkan epistaksis. -

    Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah Rendu-Osler- Weber

    disease. -Disamping itu epistaksis dapat terjadi pada penyelam yang merupakan akibat

    perubahan tekanan atmosfer. >Penatalaksanaan: Tiga prinsip utama dalam menanggulangi

    epistaksis yaitu : -Menghentikan perdarahan -Mencegah komplikasi -Mencegah berulangnya

    epistaksis