PBL 4 kel 2

22
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu metode pembelajaran yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran UNSOED terutama dalam Blok Dermatomuskuloskeletal (DMS) ialah Problem Based Learning yang merupakan suatu metode pembelajaran yang mana peserta didik dipaparkan pada masalah atau situasi sebagai awal bagi identifikasi kebutuhan belajarnya. Kemudian menganalisa masalah tesebut secara terperinci dengan diberikan informasi tambahan untuk membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut. PBL ini sangatlah penting untuk diterapkan dalam kegiatan dan proses pembelajaran karena memang mampu menuntut mahasiswa untuk mempelajari secara mandiri maupun berkelompok mengenai sebuah kasus yang diajukan. Proses pencarian materi yang mandiri inilah yang akan membuat mahasiswa untuk bisa bertanggung jawab dengan tugasnya untuk menggali ilmu pengetahuan secara luas dan mendalam terutama yang berkaitan dengan kesehatan guna menunjang profesi sebagai dokter. 2. Tujuan dan Manfaat

Transcript of PBL 4 kel 2

Page 1: PBL 4 kel 2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu metode pembelajaran yang dilaksanakan di Fakultas

Kedokteran UNSOED terutama dalam Blok Dermatomuskuloskeletal

(DMS) ialah Problem Based Learning yang merupakan suatu metode

pembelajaran yang mana peserta didik dipaparkan pada masalah atau

situasi sebagai awal bagi identifikasi kebutuhan belajarnya. Kemudian

menganalisa masalah tesebut secara terperinci dengan diberikan informasi

tambahan untuk membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut.

PBL ini sangatlah penting untuk diterapkan dalam kegiatan dan

proses pembelajaran karena memang mampu menuntut mahasiswa untuk

mempelajari secara mandiri maupun berkelompok mengenai sebuah kasus

yang diajukan. Proses pencarian materi yang mandiri inilah yang akan

membuat mahasiswa untuk bisa bertanggung jawab dengan tugasnya

untuk menggali ilmu pengetahuan secara luas dan mendalam terutama

yang berkaitan dengan kesehatan guna menunjang profesi sebagai dokter.

2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dilaksanakannya PBL ini ialah untuk

membiasakan mahasiswa untuk selalu belajar mandiri dalam mendalami

berbagai materi dalam perkuliahan, membiasakan mahasiswa untuk

berpikir kritis dalam menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang

tengah berkembang di masyarakat dengan berperan tidak sebagai problem

shooter tetapi sebagai problem solver, serta untuk memudahkan kegiatan

belajar mengajar agar berjalan lebih menyenangkan hingga pada akhirnya

berjalan lebih efektif dengan proses pencarian mandiri yang menciptakan

sebuah pemahaman yang lebih mudah diterima oleh mahasiswa.

Page 2: PBL 4 kel 2

3. Kasus Nyeri Sendi

Informasi 1 :

Ny. U, 63 tahun, datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri

sendi. Dia mengatakan bahwa nyeri telah dirasakan sejak 5 bulan. Nyeri

tersebut mengenai kedua tangan meliputi telapak tangan dan jari-jari

tangan . Dia menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang tumpul dan

disertai kekauan sendi. Nyeri ini dirasakan semakin parah pada sore hari

setelah bekerja dan membaik kurang lebih 1 jam. Dia juga mengatakan

bahwa jika serangan nyeri datang, dia minum peroxicam dan keluhan

berkurang.

Informasi 2 :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan 37,1 oC, tekanan

darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit. Pemeriksaan fisik

umumnya dalam batas normal.

Pemeriksaan sendi:

Inspeksi:

a. Terdapat pembengkakan pada MCP digiti I dan DIP digiti II manus

dextra.

b. Terdapat pembengkakan pada area carpometacarpal manus sinistra.

Palpasi:

a. Pembengkakan terasa nyeri saat ditekan.

b. Pembengkakan tidak terasa panas.

c. Terdapat keterbatasan ROM pada sendi MCP digiti I dan DIP digiti

II manus dextra.

d. Terdapat krepitasi dan rasa nyeri saat digerakkan.

Informasi 3 :

Pada Ny. U dilakukan pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan ANA dan

Ro.

Hasil laboratorium menunjukkan bahwa Hb 10,5 gr/dl, Het 31 %,

RF 14 IU/mL (normal < 10 IU/mL); ANA 80 titer (normal < 80 titer); anti-

DsDNA 10 titer (normal < 10

titer).

Page 3: PBL 4 kel 2

Hasil X-ray tangan: celah sendi CMC I Sinistra, MCP I dan DIP II

dekstra menyempit, terdapat sklerosis pada tulang yang terlibat, terdapat

osteofit pada CMC I Sinistra.

Page 4: PBL 4 kel 2

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

PBL KASUS KE : IV

KELOMPOK : 2

JUDUL SKENARIO : Nyeri Sendi

HARI DAN TANGGAL : Tutorial I, Sabtu, 10 Oktober 2009

Tutorial II, Selasa13 Oktober 2009

A. Klarifikasi Istilah

a. Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang

Ada 3 macam sendi :

a. sendi fibrosa (sinartrodial) : sendi yang tidak dapat

digerakkan

b. sendi kartilaginosa (amfiartrosis) : sendi yang

sedikit/terbatas bergerak

c. sendi sinovial (diartrosis) : sendi yang dapat digerakan

dengan bebas.

b. Piroxicam adalah obat anti inflamasi non steroid yang memiliki

aktifitas anti inflamasi, analgetik dan antipiretik.

B. Menganalisa Masalah

1. Nyonya U, 63 tahun

2. Keluhan nyeri sendi pada kedua tangan meliputi kedua telapak tangan dan

jari-jari.

3. Nyeri dirasakan sejak 5 bulan yang lalu.

4. Beliau menggambarkan nyerinya sebagai nyeri tumpul dan disertai

kekauan sendi

5. Nyeri dirasakan semakin parah pada sore hari setelah bekerja dan

membaik kurang lebih 1 jam.

6. Minum peroxicam, keluhan berkurang.

Page 5: PBL 4 kel 2

Dari tabel diagnosis pembanding diatas ditambah dengan tambahan

informasi 2 dan 3 dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh Nyonya U

adalah osteoatritis

Pembahasan lebih detail mengenai Osteoarthritis:

1. Definisi

Osteoartritis (Artritis Degeneratif, Penyakit Sendi Degeneratif) adalah

suatu penyakit sendi menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran

pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya, yang bisa

menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan. Penyakit ini biasanya terjadi pada

usia diatas 70 tahun.

Bisa terjadi pada pria dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia

yang lebih muda.

Osteoartritis dikelompokkan menjadi:

Osteoartritis primer, jika penyebabnya tidak diketahui

Osteoartritis sekunder, jika penyebabnya adalah penyakit lain

(misalnya penyakit Paget atau ineksi, kelainan bentuk, cedera atau

penggunaan sendi yang berlebihan).

2. Etiologi

Dalam keadaan normal, sendi memiliki derajat gesekan yang

rendah sehingga tidak akan mudah aus, kecuali bila digunakan secara

sangat berlebihan atau mengalami cedera.

Osteoartritis kemungkinan berawal ketika suatu kelainan terjadi

pada sel-sel yang membentuk komponen tulang rawan, seperti kolagen

(serabut protein yang kuat pada jaringan ikat) dan proteoglikan (bahan

yang membentuk daya lenting tulang rawan). Selanjutnya tulang rawan

tumbuh terlalu banyak, tetapi pada akhirnya akan menipis dan membentuk

retakan-retakan di permukaan. Rongga kecil akan terbentuk di dalam

Page 6: PBL 4 kel 2

sumsum dari tulang yang terletak dibawah kartilago tersebut, sehingga

tulang menjadi rapuh. Tulang mengalami pertumbuhan berlebihan di

pinggiran sendi dan menyebabkan benjolan (osteofit), yang bisa dilihat dan

bisa dirasakan. Benjolan ini mempengaruhi fungsi sendi yang normal dan

menyebabkan nyeri. Pada akhirnya, permukaan tulang rawan yang halus

dan licin berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang, sehingga sendi

tidak lagi dapat bergerak secara halus. Semua komponen sendi (tulang,

kapsul sendi, jaringan sinovial, tendon dan tulang rawan) mengalami

kegagalan dan terjadi kelainan sendi. .

3. Faktor predisposisi

Dalam beberapa kasus di temukan bahwa wanita mempunyai

resiko yang lebih besar daripada pria.

4. Patofisiologis

Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and

tear), sehingga terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata

hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya, karena beberapa hal yang

menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada

persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik,

tidak dapatc menjelas-kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang

mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan teori lama tersebut, yaitu

dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan proses

penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan

yang distimu-lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.

Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang

merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi.

Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses

patogenik OA.

Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan

dalam pembentukan ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-

bagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam

Page 7: PBL 4 kel 2

matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.

Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan

degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya

berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan

sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai

bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak

terjadi ? Tidak, sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal

proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk

tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi, memang sintesis

yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang

cepat. Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang

menandai menurun-nya fungsi khondrosit.

Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan

dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan

keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan

oleh sitokin ) yang (TNFInter-leukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis

faktor dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor

anabolik) dan insulin-like(TGFdiperankan oleh transforming growth

factor growth factor-1 (IGF-1). Perubahan patologik pada OA ditandai

oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis serta distorsi.

Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta

pro-ses keradangan kronik sendi yang terkena.

Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura

yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi

fokal. Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa

penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang

dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat

sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan

gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Kekakuan sendi dan nyeri yang diperberat oleh istirahat lebih

mencerminkan suatu proses keradangan (OA inflamatif). Proses

Page 8: PBL 4 kel 2

peningkatan tekanan intra-oseus akan memberikan rasa nyeri pada malam

hari, sedangkan apabila pasien merasakan nyeri yang tiba-tiba menghebat,

maka perlu dipikirkan akan terjadinya proses septik, nekrosis avaskuler

atau sinovitis yang dipicu oleh deposisi kristal seperti kristal monosodium

urat (MSU).

7. Pemeriksaan fisik

Hambatan gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini

(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya

penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.

Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerak) maupun eksentrik

(salah satu gerakan saja) (Joewono Soeroso et al., 2006)

Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada

awalnya hnya berupa perasaan akan adanya suatu yang patah atau remuk

oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya

penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini

mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat

sendi digerakan atau secara pasif dimanipulasi (Joewono Soeroso et al.,

2006)

Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi

yang biasanya tidak banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya

ostefit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Joewono Soeroso et al.,

2006)

Tanda tanda peradangan

Page 9: PBL 4 kel 2

Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai

pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda tanda ini tak menonjol

dan timbul belakangan. Seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan

sendi sendi kecil tangan dan kaki (Joewono Soeroso et al., 2006)

Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan

perubahan pada tulang dan permukaan sendi (Joewono Soeroso et al.,

2006)

Perubahan gaya berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi

tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan

OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi sendi lain, seperti

tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, OA juga menimbulkan

gangguan fungsi (Joewono Soeroso et al., 2006)

8. Pemeriksaan radiologis

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian

yang menanggung badan)Peningkatan densitas (sklerosis) tulang

subkondral

Kista tulang . Osteofit pada pinggir sendi. Perubahan struktur anatomi

sendi

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Osteoartritis

Penatalaksanaan OA berdasarkan distribusinya (sendi mana yang terkena)

dan berat ringannya sendi yang terkena. Penatalaksaannya terdiri dari 3 hal

:

Page 10: PBL 4 kel 2

1. Terapi non farmakologis

a. edukasi atau penerangan

maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui

sedikit seluk beluk tentang penyakitnya, bagaimana

menjaga penyakitnya agar penyakitnya tidak bertambah

parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.

b. terapi fisik dan rehabilitasi

terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap

dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi yang

sakit.

c. penurunan berat badan

berat badan yang berlebihan merupakan salah satu faktor

resiko dari osteoartritis. Oleh karena itu berat badan harus

selalu dijaga agar tidak berlebihan. Dan mengurangi

resiko osteoartritis.

2. Terapi farmakologis

a. analgesik oral non opiat

Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati

sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan

yang dijual bebas untuk mengurangi rasa sakit. Pada

umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada

media massa, baik cetak (koran), radio, maupun televisi.

b. analgesik topikal

analgesik topikal ini banyak dijual dipasaran dengan

bebas sehingga bisa didapatkan dengan mudah.

Kebanyakan pasien telah mencoba terapi dengan

menggunakan cara ini, sebelum menggunakan obat-

obatan per oral lainnya.

c. obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

Page 11: PBL 4 kel 2

obat golongan ini mempunyai efek analgetik dan anti

inflamasi. Pada umumnya osteoartritis diderita oleh usia

lanjut, oleh karena itu pemberian obat golongan ini harus

hati-hati, dengan memilih obat yang efek sampingnya

minimal dan cara pemakaian yang sederhana, selain itu

pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek

samping harus selalu dilakukan.

d. chondropotective agent

chondropotective agent adalah obat-obatan yang dapat

menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan

sendi pada pasien osteoartritis. Sebagian peneliti

menggolongkan obat-obatan tersebut dalam slow acting

anti osteoarthritis drugs (SAAODs) atau disease

modifyng anti osteoarthritis drugs (DMAODs). Sampai

sekarang yang termasuk dalam golongan obat ini adalah :

tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

glukosaminoglikan, vitamin C, superoxide desmutase,

dan sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai

kemampuan untuk menghambat kerja enzim

MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu

contohnya adalah doxycyclin yang

penggunaannya hanya pada hewan belum pada

manusia.

Asam hialuronat disebut juga sebagai

viscosupplemen oleh karena salah satu manfaat

obat ini adalah memperbaiki viskositas cairan

sinovial, obat ini diberikan secara intra-artikuler.

Asam hialuronat bermanfaat dalam pembentukaan

matriks tulang rawan melalui agregasi dengan

proteoglikan. Selain itu, pada binatang percobaan

Page 12: PBL 4 kel 2

dapat mengurangi inflamasi pada sinovium,

menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-

sel inflamasi.

Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah

enzim yang berperan dalam prosesdegradasi

tulang rawan. Pemakaian glikosaminoglikan

selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan

dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga,

kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara

statistic bermakna. Pada pemeriksaan radiology

menunjukan progresivitas kerusakan tulang rawan

yang menurun dibandingkan dengan control.

Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting

pada jaringan kelompok vertebra, dan terutama

terdapat pad metrics ekstraseluler sekeliling sel.

Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin

sulphate adalah tulang rawan sendi dan zat ini

merupakan bagian dari proteoglikan. Pada

penyakit sendi degeneratif seperti osteoarthritis

terjadi kerusakan tulang rawan tersebut.

Efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA

melaui 3 mekanisme utama, yaitu : (1) anti

inflamasi; (2) efek metabolic terhadap sintesis

hialuronat dan proteoglikan; (3) anti degeneratif

melaui hambatan enzim proteolitik dan

menghambat efek oksigen reaktif.

Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim

lisozim

Superoxide dismutase, secara invitro radikal

superoxide mampu merusak asam hialuronat,

kolagen dan proteoglikan. Sedangkan hydrogen

peroxide dapat merusak kondrosit secara

Page 13: PBL 4 kel 2

langsung. Dalam percobaan klinis pemberian

superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-

keluhan pada pasien.

Steroid intra articuler, mampu mengurangi rasa

sakit, walaupun dalam waktu yang sangat singkat

.

3. Terapi bedah

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologi tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila

terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

a. malaligment, deformitas lutut valgus-varus

b. arthroscopic debridement dan joint lavage

c. osteotomi

d. artroplasi sendi total.

Page 14: PBL 4 kel 2

BAB III

KESIMPULAN

1. Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi,

ditandai kehilangan rawan sendi yang progresif dan terbentuknya tulang

baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang.

2. Predileksi pada sendi penyangga beban tubuh.

3. Asimetris, non-inflamasi, dan progresif lambat.

4. Gambaran klinis nyeri saat digerakkan, kaku sendi jika lama tidak bergerak,

terdapat nodus Heberden dan jarang terdapat nodus Bauchard.

5. Pada pemeriksaan radiologis terdapat penyempitan ruang sendi,

pembentukan osteofit yang hebat, densitas tulang bertambah, dan kadang

terlihat perubahan kistik dalam berbagai ukuran.

6. Gambaran histopatologik biasanya ditemukan adanya pembentukan fibril

yang khas di ruang sendi.

7. Penatalaksanaanya penyuluhan/edukasi pada pasien, proteksi sendi, latihan

penguatan, alat bantu fungsional, farmakologi (NSAID, acetaminophen,

steroid, aspiran, ibuprofen), dan operasi (memperbaiki deformitas).

Page 15: PBL 4 kel 2

DAFTAR PUSTAKA

Himawan, Sutrisna. Patologi. 1990. Jakarta : FKUI.

Kumar dan Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. 2007. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.

2005. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 2007. Jakarta: FKUI

Tim Penerjemah EGC. Kamus Kedokteran Dorland. 2005. Jakarta : EGC.