PENENTUAN AZIMUT PADA PENGAMATAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-11074-Paper.pdfilmu...

8
Jurnal PENENTUAN AZIMUT PADA PENGAMATAN BINTANG DENGAN METODE DIURNAL CIRCLE Yoel Prawiro,M. Taufik, Mansur Muhamadi. aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaProgram Studi Teknik Geomatika, FTSP - ITS Abstrak Sudut azimuth merupakan sudut yang banyak digunakan dalam pekerjaan geodesi. Untuk mendapatkan sudut azimuth dapat diperoleh dengan berbagai cara salah satunya melalui pengamatan bintang. Pada pengamatan bintang sendiri terdapat beberapa metode yang dapat dipakai. Metode yang paling sering dipakai ialah metode Tinggi Bintang. Salah satu metode yang baru adalah metode Diurnal Circle. Dalam penelitian ini data yang didapat, dihitung dengan metode Diurnal Circle menggunakan bahasa program Fortran, lalu dibandingkan dengan hasil penghitungan metode Tinggi Bintang. Dari penghitungan metode Diurnal Circle pengamatan 1 bintang memberikan perbedaan hasil azimuth terhadap metode Tinggi Bintang sebesar 15,5 detik dan dengan pengamatan 2 bintang memberi perbedaan sebesar 4 menit 26,5 detik. Presisi dan akurasi meningkat seiring dengan semakin lamanya interval waktu pengamatan. Selain itu, semakin dekat jarak kutub bintang dengan kutub, maka presisi menurun dan akurasinya meningkat. Kata Kunci : Azimut, Diurnal Circle, Tinggi Bintang 1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Sejak ratusan tahun yang lalu peradaban manusia sudah menggunakan benda-benda langit seperti matahari dan bintang untuk menentukan posisi suatu titik. Para pelaut mula-mula,menggunakan gugusan bintang-bintang dilangit sebagai papan penunjuk jalan. Jauh sesudah itu seorang astronomer dan matematikawan berkebangsaan Arab, Al-Khwarizmi dengan teori aljabarnya, pada tahun 800-an membuat model matematik untuk menentukan posisi dengan rumus yang sekarang dikenal dengan ilmu ukur sudut atau trigonometri. Semenjak itulah orang melakukan pengamatan bintang yang lebih akurat untuk menentukan posisi kapal di malam hari dan sekaligus juga pembuatan peta. Dalam melakukan penentuan posisi, tidak dapat mengabaikan yang namanya azimut. Padahal, pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kemampuan disiplin ilmu geodesi membutuhkan suatu penentuan azimut. Salah satu cara dalam menentukan azimut adalah dengan melakukan pengamatan benda-benda langit, yang umum dilakukan ialah terhadap matahari dan bintang. Dalam beberapa hal pengamatan bintang lebih sering dipakai. Dalam pengamatan bintang terdapat banyak metode antara lain metode sudut waktu, metode tinggi bintang dan salah satu metode yang relatif baru yaitu metode Diurnal Circle. Metode ini akan diperkenalkan lebih lanjut, namun sebelumnya dibandingkan terlebih dahulu dengan metode-metode lain yang sudah umum dipakai. Proses penghitungan dengan metode Diurnal Circle membutuhkan langkah-langkah yang cukup panjang dan rumit, apabila dilakukan secara manual membutuhkan banyak waktu. Oleh karena itu dibuat suatu program aplikasi untuk membantu mempercepat proses penghitungannya. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang timbul adalah : “ Apakah metode Diurnal Circle dapat digunakan untuk menentukan azimut dan seberapa besar keakuratannya bila dibandingkan dengan metode lain”. 1.3. Batasan Masalah Batasan permasalahan dari penelitian ini adalah :

Transcript of PENENTUAN AZIMUT PADA PENGAMATAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-11074-Paper.pdfilmu...

Jurnal

PENENTUAN AZIMUT PADA PENGAMATAN BINTANG

DENGAN METODE DIURNAL CIRCLE

Yoel Prawiro,M. Taufik, Mansur Muhamadi.

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaProgram Studi Teknik Geomatika, FTSP - ITS

Abstrak

Sudut azimuth merupakan sudut yang banyak digunakan dalam pekerjaan geodesi. Untuk

mendapatkan sudut azimuth dapat diperoleh dengan berbagai cara salah satunya melalui pengamatan

bintang. Pada pengamatan bintang sendiri terdapat beberapa metode yang dapat dipakai. Metode yang

paling sering dipakai ialah metode Tinggi Bintang. Salah satu metode yang baru adalah metode

Diurnal Circle. Dalam penelitian ini data yang didapat, dihitung dengan metode Diurnal Circle

menggunakan bahasa program Fortran, lalu dibandingkan dengan hasil penghitungan metode Tinggi

Bintang. Dari penghitungan metode Diurnal Circle pengamatan 1 bintang memberikan perbedaan

hasil azimuth terhadap metode Tinggi Bintang sebesar 15,5 detik dan dengan pengamatan 2 bintang

memberi perbedaan sebesar 4 menit 26,5 detik. Presisi dan akurasi meningkat seiring dengan semakin

lamanya interval waktu pengamatan. Selain itu, semakin dekat jarak kutub bintang dengan kutub,

maka presisi menurun dan akurasinya meningkat.

Kata Kunci : Azimut, Diurnal Circle, Tinggi Bintang

1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Sejak ratusan tahun yang lalu

peradaban manusia sudah menggunakan

benda-benda langit seperti matahari dan

bintang untuk menentukan posisi suatu titik.

Para pelaut mula-mula,menggunakan gugusan

bintang-bintang dilangit sebagai papan

penunjuk jalan. Jauh sesudah itu seorang

astronomer dan matematikawan

berkebangsaan Arab, Al-Khwarizmi dengan

teori aljabarnya, pada tahun 800-an membuat

model matematik untuk menentukan posisi

dengan rumus yang sekarang dikenal dengan

ilmu ukur sudut atau trigonometri. Semenjak

itulah orang melakukan pengamatan bintang

yang lebih akurat untuk menentukan posisi

kapal di malam hari dan sekaligus juga

pembuatan peta. Dalam melakukan penentuan

posisi, tidak dapat mengabaikan yang namanya

azimut. Padahal, pekerjaan-pekerjaan yang

menyangkut kemampuan disiplin ilmu geodesi

membutuhkan suatu penentuan azimut. Salah

satu cara dalam menentukan azimut adalah

dengan melakukan pengamatan benda-benda

langit, yang umum dilakukan ialah terhadap

matahari dan bintang. Dalam beberapa hal

pengamatan bintang lebih sering dipakai.

Dalam pengamatan bintang terdapat banyak

metode antara lain metode sudut waktu,

metode tinggi bintang dan salah satu metode

yang relatif baru yaitu metode Diurnal Circle.

Metode ini akan diperkenalkan lebih lanjut,

namun sebelumnya dibandingkan terlebih

dahulu dengan metode-metode lain yang sudah

umum dipakai.

Proses penghitungan dengan metode

Diurnal Circle membutuhkan langkah-langkah

yang cukup panjang dan rumit, apabila

dilakukan secara manual membutuhkan

banyak waktu. Oleh karena itu dibuat suatu

program aplikasi untuk membantu

mempercepat proses penghitungannya.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas,

maka permasalahan yang timbul adalah :

“ Apakah metode Diurnal Circle

dapat digunakan untuk menentukan azimut

dan seberapa besar keakuratannya bila

dibandingkan dengan metode lain”.

1.3. Batasan Masalah

Batasan permasalahan dari penelitian ini

adalah :

1. Mengolah data pengamatan posisi bintang

dengan metode Tinggi Bintang, Sudut

Waktu, dan Diurnal Circle.

2. Membuat program untuk mempermudah

proses penghitungan azimuth dari

pengamatan posisi bintang dengan metode

Diurnal Circle menggunakan bahasa

program Fortran.

3. Pengambilan data dilakukan digedung

Teknik Geomatika-ITS, (belahan bumi

bagian selatan) dengan titik acuannya

antena menara BRI Tower (jarak ± 10 km

dari titik berdiri alatPengolahan data tidak

dilakukan terhadap bintang terdekat dengan

kutub, tetapi masing–masing bintang

dihitung datanya.

4. Menyelidiki hubungan keakuratan

penghitungan dengan deklinasi maupun

jarak kutub bintang.

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui berapa nilai azimuth yang

diperoleh dari penghitungan dengan metode

Diurnal Circle.

1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari

penelitian ini adalah mempelajari secara

langsung mengenai proses penghitungan

azimuth dari pengamatan bintang dengan

menggunakan metode Diurnal Circle

2. Peralatan dan Bahan

2.1. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain:

1.Perangkat Keras (Hardware)

a.Personal Computer AMD Turion X2

b.Memory DDR 1 GB.

c.Harddisk 160 GB.

d.Printer Canon IP-1980.

e.Theodolite Wild T0 no seri.168151

f.Theodolite Wild T2 no seri.240327

g.Barometer.

h.Termometer.

i. Kompas merk Suunto.

2.Perangkat Lunak (Software)

a.Sistem Operasi Windows Vista

b.Microsoft Office 2007

c.Program Watfor 77

2.2. Bahan 1.Data pengukuran sudut horisontal dan

vertikal bintang.

2.Data suhu, tekanan, dan waktu

pengamatan.

3.Informasi data mengenai bintang yang

tampak aa(didapat dari peta bintang-

Software CyberSky).

2.3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi

kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(ITS), lebih tepatnya di gedung Teknik

Geomatika. Secara geografis, kampus ITS

terletak di 7°16’47” LS dan 112°47’41” BT.

2.3. Metodologi Penelitian

2.3.1. Tahapan Metodologi Penelitian Tahapan metodologi penelitian yang

akan dilaksanakan dalam kegiatan penelitian

ini adalah seperti pada diagram alir gambar 1.

Gambar .1. Diagram Alir Metodologi

Penelitian

Berikut adalah penjelasan diagram alir:

1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

Tahap ini merupakan tahapan awal dari

penelitian yang dilakukan. Tahap ini terdiri

dari perumusan masalah yaitu menentukan

masalah apa yang timbul dan harus

dipecahkan melalui penelitian ini.

Penetapan tujuan dari diadakannya.

penelitian, batasan dari penelitian dan

manfaat yang diperoleh dari penelitian.

Selain itu, pada tahapan ini juga

mempelajari segala bentuk literatur yang

berhubungan dengan software maupun

teori pengamatan astronomi.

Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Pengolahan Data

Tahap Analisa

Kesimpulan dan Saran

2. Tahap Pengumpulan Data

Tahapan ini dilakukan pengumpulan

data yang berkaitan, antara lain :

- Data bacaan sudut horisotal dan

vertikal dari posisi bintang.

- Data suhu udara (dalam °C),

tekanan udara (dalam mmHg), dan

waktu pengamatan.

3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahapan ini dilakukan

pengolahan data yang telah didapat

dengan metode Tinggi Bintang,

metode Sudut Waktu, keduanya

dihitung secara manual dengan

menggunakan program Microsoft

Excel. Sementara metode Diurnal

Circle diolah pakai program aplikasi.

4. Tahap Analisa

Pada tahap ini dilakukan analisa

penghitungan dengan metode tinggi

bintang terhadap metode Diurnal

Circle yang dibuat dalam program

aplikasi.

5. Hasil dan Kesimpulan

Dalam tahap akhir ini merupakan hasil

yang diperoleh dari penelitian ini dan

kekurangan maupun kendala yang

dihadapi.

2.3.2. Tahapan Pengolahan Data

Tahapan yang akan dilakukan pada

gambar 2.

45’ 30’ 60’ 90’

60’ 90’

Gambar 2. Diagram alir Tahapan Pengolahan

AAAAAAIData.

Penjelasan diagram alir gambar 3.2

1. Mulai

Pada tahap ini dilakukan persiapan

data yang akan diolah,persiapan meliputi

penyiapan alat , pembacaan tekanan udara

dan suhu,pengamatan pada peta bintang.

2. Input Data

Data yang akan dimasukkan meliputi

bacaan sudut horisontal nvdan vertikal,

bacaan suhu dan tekanan saat

pengamatan,bacaan horisontal titik yang

akan dicari azimutnya, waktu pengamatan,

deklinasi bintang, kedudukan lintang

pengamat dan bacaan xchorisontal titik

tercari dengan bintang.

b. Input Data meliputi juga pembacaan

peta bintang. Cara aamembaca peta bintang

dapat dilihat dilampiran.

3. Penggunaan Metode. Memulai pengolahan

data, kesemua data jxiyang telah diddapat

dimasukkan kerumus dalam metode Tinggi

bintang, sudut waktu, maupun metode

Diurnal Circle. Dalam Metode Diurnal

Circle sendiri ada dua cara penghitungan,

masing-masing dianalisa dan masing-

masing cara dibuat zxperbandingan interval

waktu pengamatan. Untuk hal ini dipakai

interval waktu 30,45,60,dan 90 menit

(perkiraan kasar).

4. Kesimpulan

Dari masing-masing pengolahan data

tersebut diambil csikesimpulan semua hasil

yang telah didapat.

2.3.3. Tahapan Penghitungan dengan

Program

Tahapan penghitungan dengan

program aplikasi dapat dilakukan dengan dua

cara, yang dijelaskan pada gambar 3.

MULAI

INPUT

DATA

Metode Tinggi

Bintang

Program Aplikasi Metode

Diurnal Circle

Cara 1 Cara 2

2 Bintang

Peta

Bintang

KESIMPULAN

Gambar 3. Diagram Alir Tahapan

Penghhitungan dengan Program Aplikasi

2.3.4. Langkah Pengambilan Data di

Lapangan

Tahap-tahap pengambilan data dengan

metode Diurnal Circle adalah sebagai berikut :

1. Pertama kali ditentukan sebuah titik

utama, untuk titik dapat digunakan

Benchmark atau menggunakan titik

buatan. Titik ini merupakan titik

tempat berdirinya alat theodolit.

Dalam praktikum titik dibuat pada

lantai 4 teras gedung Geomatika ITS.

2. Ditentukan lagi titik kedua, dapat

menggunakan Benchmark atau titik

buatan, arah titik kedua ini

terserah.Dalam Praktikum yang

dijadikan titik acuan adalah antenna

menara BRI Tower (Jl. Basuki

Rachmat),jarak sekitar 10 km dari

ITS.

3. Dari titik poin 1, Teodolit Wild T2

didirikan, pada sampingnya didirikan

juga Wild T0. Pada Wild T0

dilakukan penguncian azimut.lalu

diarahkan ke bintang yang diamati

misalnya bintang Canopus,baca

horisontalnya. Dicocokkan dengan

peta bintang, dibaca juga titik sasaran

dan dibaca tekanan udara saat

pengukuran, suhu saat pengukuran.

Lalu ke alat Wild T2, diarahkan ke

titik sasaran, kunci bacaan horisontal

pada 0°0’0”. Dicatat bacaan

horisontalnya dan vertikalnya utnuk

tiap posisi bintang, dicatat jam pada

saat pembidikan pertama.

4. Setelah lewat dengan durasi beberapa

menit (ditentukan sendiri oleh

pengamat),lalu dibidik lagi bintang

yang sama namun sebagai posisi

kedua, dicatat jam pengamatan kedua,

bacaan horisontal dan vertikalnya.

Apabila dikehendaki dapat dibidik juga untuk

bintang yang lain dengan prosedur yang sama

persis.

3.Hasil dan Analisa

3.1. Hasil Dari metode Tinggi Bintang

Tabel 1.Hasil Penghitungan Azimut

dengan Metode Tinggi Bintang.

BINTANG AZIMUTH TINGGI BINTANG

PUKUL DER MEN DET

Canopus 22.56.30 268 47 17,3

23.30.30 268 47 22,6

23.50.30 268 46 54,4

00.14.30 268 46 17,3

00.37.30 268 47 12,4

00.53.30 268 46 31,5

01.15.30 268 46 49,4

01.27.30 268 46 40,5

01.38.30 268 46 35,4

02.13.30 268 46 53,2

Capella 23.35.30 268 47 27,3

23.54.30 268 46 59,2

00.17.30 268 47 8,6

00.41.30 268 47 23,4

01.02.30 268 46 57,9

01.19.30 268 47 36,1

01.31.30 268 47 49,2

01.58.30 268 48 39,7

02.10.30 268 48 22,7

Azimut yang benar dari penghitungan dengan

metode tinggi bintang, didapatkan hasil:

Rata-rata azimut = 268° 47’ 12,5”

Standar Deviasi = 0 0’ 36,42”

Masuk

Pilih:

1. 1 Bintang

2. 2 Bintang

Input:

titik acuan, horisontal,

vertikal, suhu ,tekanan

Input:

titik acuan,

horisontal, vertikal,

suhu ,tekanan

Process: Koreksi dan

Least Square

Process: Koreksi

dan Least Square

Output: azimut

dan lintang

Output: azimut dan

lintang

selesai

3.2. Penghitungan Diurnal Circle.

3.2.1. Penghitungan dengan cara 1

Tabel 2. Hasil perhitungan azimut dengan

metode Diurnal Circle cara 1

Bintang Interval KOMBINASI HASIL AZIMUT

waktu (') DER MEN DET

Cano-

pus

30 1,2,4 269 17 44,34

3,4,6 268 8 14,26

45

3,5,7 268 59 34,34

2,4,6 268 17 6,09

1,6,7 268 36 32,57

60

1,3,6 268 45 20,00

2,5,8 268 51 1,92

4,7,11 268 50 18,02

90 1,5,11 268 47 40,96

Capella

30

2,4,5 268 35 22,97

4,5,7 268 50 21,13

5,7,9 269 17 6,95

6,8,10 268 50 53,55

45

2,4,6 268 45 54,69

3,5,8 268 55 39,54

4,6,9 268 53 39,76

5,8,11 268 47 50,17

60

2,5,9 268 53 19,27

4,7,11 268 47 23,59

3,6,10 268 42 11,14

90 2,6,11 268 43 32,67

Dari perhitungan azimuth dengan metode

Diurnal Circle cara 1 pada tabel 2, didapatkan

hasil rata – rata azimuth yang benar sebesar

268 47’ 28”, dengan standar deviasi sebesar =

± 0 15’ 39,08”.

Dari hasil pengamatan ini diambil beberapa

kombinasi terbaik, lalu dihitung tingkat

presisinya. Hasil penghitungan presisi dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tingkat presisi hasil azimut dengan

aaaaaaaaiCara 1 iterhadap Interval Waktu

Interval

(')

Azimut SD

der men Det

30 268 21 48,6 13' 34,36"

45 268 52 44,5 6' 49,82"

60 268 49 19,6 3' 59,63"

90 268 45 37 2' 4"

3.2.2. Penghitungan Dengan Cara 2

Tabel 4. Hasil perhitungan azimut dengan

aaaaaaaaametode Diurnal Circle cara 2.

Interval Pengamatan HASIL AZIMUT

waktu (') BINTANG DER MEN DET

60 1 268 45 35,3

2 268 29 28,7

3 268 51 31,8

90 1 268 41 20

2 268 45 54,4

Dari perhitungan dengan metode Diurnal

Circle cara 2, didapatkan hasil rata – rata

azimuth yang benar sebesar = 268 42’ 46”,

dengan standar deviasi sebesar = ±

0 8’ 15,9”

Tabel 5. Tingkat presisi hasil azimut dengan

aaaaaaaaicara 2 terhadap interval waktu.

Interval

(')

Azimut SD (")

der men det

60 268 37 32 8'3,3"

90 268 43 37,2 2' 17,2"

3.3. Penghitungan Tingkat Akurasi

3.3.1. Penghitungan Akurasi Cara 1

Penghitungan Akurasi ini digunakan untuk

mengetahui penyimpangan hasil yang didapat

antara metode Diurnal Circle dengan metode

tinggi Bintang, baik yang didapat dengan cara

1 maupun cara 2. Hasil akurasi untuk cara 1

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Penghitungan Akurasi untuk

aaaaaaaaCara 1

Azimut RMS error

Waktu der men det

30' 268 8 14,26

40'43,52" 268 35 22,97

45' 268 59 34,34

12'25,91" 268 45 54,69

60' 268 45 19,98

6'23,64" 268 53 19,266

90' 268 47 41

3'41,34" 268 43 33

3.3.2. Penghitungan Akurasi Cara 2

Hasil dari penghitungan akurasi untuk

cara 2dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penghitungan Akurasi untuk

aaaaaaaaiCara 2

Interval Azimut RMS

error Waktu der men det

60' 268 29 28,7

20'11,88" 268 37 32

90' 268 41 20

6' 53,05" 268 43 37,2

3.4. Evaluasi Presisi, Perbedaan dan

Keakuratan dari Diurnal Circle

Hasil yang telah dibahas pada bagian

3.2. dan 3.3, dibuat grafik yang

menggambarkan keadaan tersebut .

Gambar 1. Grafik presisi dibandingkan

Interval Waktu untuk cara 1

Gambar 1 menyatakan nilai presisi yang

didapat terhadap interval waktu. Dari gambar

dapat diambil hasil presisi pada menit ke-30

adalah 13’34,36”, pada menit ke-45 6’49,82”,

pada menit ke-60 3’59,63”, dan pada menit ke-

90 2’4”. Dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan

presisi meningkat seiring dengan makin

lamanya interval pengamatan.

Sedangkan gambar 2,menyatakan suatu

hubungan antara akurasi hasil azimut yang

diperoleh terhadap interval waktu untuk cara

1. Dari gambar dapat dinyatakan bahwa

akurasi pada menit 30 dicapai dengan hasil

40’ 43,52”, pada menit ke 45 dengan nilai

12’25,91” ,pada menit ke 60 dengan nilai 6’

23,64”, dan pada menit ke 90 dengan nilai 3’

41,34”. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa

akurasi meningkat seiring dengan

meningkatnya interval waktu pengamatan.

Gambar 2. Grafik akurasi dibandingkan

Interval Waktu untuk cara 2

Untuk Cara 2, hasil presisi yang didapat

digambarkan dalam gambar 3. Dari gambar

didapat hasil presisi pada menit ke 60 senilai

8’3,3”. Sedangkan pada menit ke 90 senilai 2’

17,2”. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa

presisi meningkat seiring dengan semakin

lamanya interval waktu pengamatan.

Gambar 3.Grafik Presisi dibandingkan dengan

Interval Waktu untuk Cara 2.

Sedangkan hasil akurasi yang didapat dengan

cara 2 digambarkan dalam gambar 4. Dari

gambar dapat dinyatakan bahwa akurasi pada

menit 60 dicapai dengan hasil 20’11,88” dan

pada menit ke 90 dengan nilai 6’53,05”. Dari

hasil ini dapat disimpulkan bahwa akurasi

meningkat seiring dengan meningkatnya

interval waktu pengamatan.

0,000,050,100,150,200,25

0 50 100

Stan

dar

De

vias

i (d

era

jat)

Interval Waktu (menit)

Grafik Presisi Terhadap Interval Waktu Untuk Cara 1

Standar Deviasi atau Presisi

0

0,2

0,4

0,6

0,8

0 50 100Aku

rasi

(d

era

jat)

Interval Waktu (menit)

Grafik Akurasi Terhadap Interval Waktu Untuk Cara 1

Akurasi

0

0,05

0,1

0,15

0 20 40 60 80 100

Stan

dar

De

vias

i (d

era

jat)

Interval Waktu (menit)

Grafik Presisi Terhadap Interval Waktu untuk Cara 2

Standar Deviasi atau Presisi

Gambar 4. Grafik Akurasi Terhadap Interval

Waktu untuk Cara 2.

3.5. Hubungan Presisi dan Akurasi

Terhadap Jarak Kutub Bintang

Tabel 8. Presisi dan akurasi terhadap jarak

aaaaaaaaikutub

Bintang Canopus Capella

der men det der men det

Deklinasi(δ) -52 42 5 46 0 25

Jarak Kutub (90° -

δ) 37 17 55 43 59 35

Azimut Dari

Diurnal Circle 268 43 43,6 268 50 49,8

Azimut Tinggi

Bintang 268 47 12,5 268 47 12,5

Standar Deviasi 0 21 2,62 0 10 9,84

Perbedaan 0 3 28,9 0 3 37,3

Akurasi 0 3 3,04 0 5 2,09

Penghitungan dari presisi dan akurasi jarak

kutub bintang dapat dilihat pada tabel 8.

Sedangkan untuk lebih merealisasikan, maka

dinyatakan dengan grafik yang dapat dilihat

pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Presisi dan Akurasi terhadap

aaaaaaaaaiJarak Kutub suatu Bintang

Dari gambar 5,dapat disimpulkan bahwa

semakin dekat jarak kutub bintang dengan

kutub utara atau selatan, maka presisi menurun

dan akurasinya meningkat dan sebaliknya

semakin jauh jarak kutub bintang dengan

dengan kutub utara atau selatan, maka presisi

meningkat dan akurasinya menurun.

4. Kesimpulan

1.Pengamatan 1 bintang selama interval

waktu 30,45,60,dan 90imenit memberikan

hasil presisi dan akurasi yang meningkat

seiring dengan bertambahnya interval

waktu.

2. Pengamatan 2 bintang selama interval

waktu 60 dan 90 menit aaimemberikan

hasil presisi dan akurasi yang meningkat

seiring dengan bertambahnya interval

waktu.

3. Semakin dekat jarak kutub bintang

dengan kutub utara atau selatan,presisi

akan menurun dan akurasinya meningkat.

5. Daftar Pustaka

Abidin,H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Pradnya

aaaaaiParamita. Jakarta.

Brinker,C, dan Wolf P.R.1997. Dasar-Dasar

aaaaaiPengukuran Tanah. Penerbit Erlangga.

aaaaaiJakarta.

Clendinning, J, dan Olliver,J,G.1975.

Principles of Surveying. Van Nostrand

Reinhold Comp. Berkshire.

Jur. Teknik Geodesi ITB. 1988. Almanak

Matahari dan Bintang 1988 : Astronomi

untuk Ukur Tanah. ITB.Bandung.

Kaufmann,W.J. 1994. Universe.WH Freeman

& Co. New York.

Kissam,P. 1956. Surveying For Civil

Engineers. Mc.Graw Hill. New York.

Muhamadi, M. 1982. Determining Azimuth

and Latitude, and Predicting The

Position Of A Star by Using Diurnal

Circle Method. Tesis Program Master

of Science-Univ.of Wisconsin.

Wisconsin-Madison.

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0 20 40 60 80 100

Aku

rasi

(d

era

jat)

Interval Waktu (menit)

Grafik Akurasi Terhadap Interval Waktu Untuk Cara 2

Akurasi

0

0,2

0,4

36 38 40 42 44 46

Nila

i (d

era

jat)

Jarak Kutub (derajat)

Grafik Presisi dan Akurasi Terhadap Jarak Kutub Bintang

Presisi Akurasi

Sinaga,I. 1977.Pedoman Posisi dan Azimuth

Astronomi Geodesi. ITB. Bandung.

Snow, T.P, dan Brownsberger K. R. 1997.

Universe Origins & Evolution.

Woodsworth Publ. Co. New York.

Susila,N. 1983. Pemrograman Komputer

Fortran IV. Satelit Offset. Bandung.

Sutyanto,W.1984. Astrofisika: Mengenal

Bintang. ITB. Bandung.

Villanueva,K.J.1981. Pengantar Kedalam

Astronomi Geodesi. , ITB.Bandung.

Wirshing. 1995.Pengantar Pemetaan (Seri

buku Schaum), Penerbit Erlangga .

Jakarta.