Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

download Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

of 17

Transcript of Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    1/17

    TASAWUF DI ERA MODEREN

    SEBUAH TELAAH TERHADAP PEMIKIRAN

    MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

    Disusun oleh:

    Nama : Muhammad Syakir

    NIM : 24121537-2

    Mata Kuliah : Tasawuf

    Pembimbing : Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA

    PROGRAM PASCA SARJANA (PPS)

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR RANIRY

    BANDA ACEH 1435 H/2014 M

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    2/17

    i

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, kesejahteraan dan keselamatan semogasenantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan para

    sahabatnya.

    Mata kuliah Tasawuf Islam merupakan salah satu objek mata kuliah yang

    diajarkan di Pasca Sarjana dan wajib diambil oleh seluruh mahasiswa Pasca Sarjana

    dengan konsentrasi Pemikiran Dalam Islam. Maka oleh karena itu penulis menyusun

    makalah ini dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah tersebut.

    Dengan berbagai keterbatasan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Meskipun

    demikian penulis sadar bahwa karya in masih sangat jauh dari harapan, maka sangat

    diharapkan kritik dan masukan yang kiranya dapat melengkapi kekurangan dari makalah

    ini.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA.,

    sebagai Dosen pembimbing makalah ini. Tak lupa juga kepada teman-teman dan pihak-

    pihak yang turut serta membantu mewujudkan makalah ini.

    Akhirnya hanya Allah jualah yang menyempurnakan segala sesuatu.

    Banda Aceh, 30 April 2014

    Penulis

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    3/17

    ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR i

    DAFTAR ISI ii

    A. BAB I

    a. Pendahuluan 1

    B. BAB II: TASAWUF ERA MODEREN SEBUAH TELAAH TERHADAP

    PEMIKIRAN MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

    a. Biografi Muhammad Naquib Al Attas 3

    b. Riwayat Pendidikan 3

    c. Al Attas dan Tasawuf 6

    d. Visi Tasawuf sebagai Ilmu Islam 8

    C. BAB III: PENUTUP

    a. Kesimpulan 12

    DAFTAR PUSTAKA 13

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    4/17

    1

    BAB I

    a. Pendahuluan

    Dalam pertumbuhannya, tasawuf berkembang bukan hanya sebagai zuhud dalam

    artian yang sederhana tetapi berkembang menjadi tarekat-tarekat tertentu yang mempunyai

    cara-cara sendiri dalam upaya pendekatan diri dan pensucian diri. Berawal dari tata cara

    dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan oleh sekelompok yang

    menjadi pengikut bagi seorang syekh, kelompok ini kemudian berkembang menjadi

    lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan

    yang ditentukan oleh syekh.

    Banyak kritik yang ditujukan kepada aliran-aliran tasawuf pada era modern ini. Hal

    ini disebabkan karena orang-orang ahli tasawuf yang ada di zaman sekarang mempunyai

    prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini, Mereka

    membangun keyakinan dan tata cara peribadatan mereka di atas simbol-simbol dan istilah-

    istilah yang mereka ciptakan sendiri. Hal ini disinyalir dikarenakkan adanya berbagai

    ajaran di luar Islam yang masuk ke dalam ajaran Tasawuf, akibat interaksi dan akulturasi

    bahkan dampak dari penerjemahan buku asing ke dalam bahasa Arab, sehingga tidak

    mustahil hal itu berdampak sangat negatif, baik dalam bidang pemikiran, perkataan maupun

    perbuatan.

    Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris (rahasia) Islam, sebagai perwujudan

    dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba

    dengan Tuhan. Sebagai ilmu keislaman tasawuf adalah hasil kebudayaan Islam

    sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Fiqh dan Ilmu Tauhid. Pada masa

    Rasulullah SAW belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada masa itu hanyalah

    sebutan sahabat Nabi SAW.

    Pada dasarnya tasawuf itu adalah suatu faham yang mengajarkan kepada kita

    tentang etika, moral, tingkah laku atau perangai sehari-hari, dimana kita dituntut untuk

    berintegrasi dan prihatin dengan kondisi sosial masyarakat di sekitar kita. Tetapi pada

    pelaksanaannya ternyata faham tasawuf telah disalahartikan. Dalam pandangan mereka

    (baca: sufisme) tasawuf itu adalah memisahkan diri dari dunia nyata dengan cara melulu

    ibadah kepada Tuhan melalui zikir, sholat atau lain-lainnya karena terobsesi oleh janji

    tentang surga yang ada di kehidupan akhirat nanti.

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    5/17

    2

    Padahal di dalam al-Quran telah diperintahkan kepada kita untuk tidak

    meninggalkan dunia, bahkan kita diwajibkan untuk menjaga keseimbangan antara

    kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. Bahkan Nabi SAW sendiri telah wanti-wanti

    kepada umatnya untuk tidak mengesampingkan kehidupan dunia, sebab dunia merupakan

    perantara menuju akhirat nanti.

    Oleh karena, untuk menginterpretasikan kembali makna tasawuf yang sebenarnya

    itu, yaitu suatu bentuk tasawuf yang sesuai dengan tatanan masyarakat Islam, seperti yang

    dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan tanpa meninggalkan kehidupan dunia atau

    mengesampingkannya. Seiring dengan kebutuhan terhadap tasawuf semakin kuat, maka

    muncullah apa yang dinamakan dengan Tasawuf Modern.

    Makalah ini akan menelaah pemikiran Muhammad Naquib Al Attas dan

    pendangannya tentang esensi sebenarnya dari tasawuf.

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    6/17

    3

    BAB II

    TASAWUF ERA MODEREN

    SEBUAH TELAAH TERHADAP

    PEMIKIRAN MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

    a. Biografi Muhammad Naquib Al Attas

    Nama lengkap tokoh ini adalah Prof. Dr. Syed Naquib Al-Attas, lahir di Bogor,

    Jawa Barat. Pada tanggal 5 September 1931. Beliau adik kandung dari Prof. Dr. Husain Al-

    Attas, seorang ilmuan dan pakar sosiologi di Universitas Malaya Kuala Lumpur Malaysia.

    Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah Al-Attas sedangkan ibunya bernama Syarifah

    Raguan al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura Jawa Barat. Ayahnya dari

    Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yang terkenal dari

    kalangan sayid.

    Dari pihak ibu ayahnya, bersepupu dengan orang-orang ternama di Johor Malaysia,

    seperti Teungku Aziz bin Abdul Majid (mantan menteri besar Johor), Engku Abdul Hamid

    bin Abdul Majid (ayah dari Prof. Diraja Aziz), mantan rektor Universitas Malaya sebelum

    Husein Al-Attas), Datuk Oan Jafar (ayah Oun Husein Onn, mantan perdana menteri

    Malaysia ketiga), ibu Azizah (ibu Puan Azah, istri Engku Aziz). Tengku Abdul Majid

    adalah adik Sultan Abu Bakar dan Datuk Jafar (mantan menteri besar zaman Sultan Abu

    Bakar almarhum dan Sultan Ibrahim almarhum dan sultan Ibrahim almarhum yang juga

    Sultan Muhammad Iskandar). Syed M. Naquib Al-Attas adalah anak kedua dari ketiga

    bersaudara, yang sulung bernama Syeid Hussein seorang ahli sosiologi dan mantan wakil

    rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syed Zaid, seorang insinyur

    kimia dan mantan dosen Institut Teknologi Mara1

    b. Riwayat Pendidikan

    Riwayat pendidikan Al-Attas, dimulai sejak ia masih berusia 5 tahun. Ketika itu ia

    berada di Johor Baru, tinggal bersama dan di bawah pendidikan saudara ayahnya Encik

    Ahmad, kemudian dengan Ibu Azizah hingga perang dunia kedua meletus. Pada tahun

    1936-1941, ia berlajar di Ngee Neng English Premary School di Johor Baru. Pada jaman

    1 Wan Mohd Norwan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, Terj.

    Hamid Fahmy, dkk, (Bandung : Mizan, 2003), Cet. I, hlm. 46

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    7/17

    4

    Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun ia belajar agama dan bahasa Arab di

    Madrasah al-Urwatul Wustqa di Sukabumi Jawa Barat pada tahun 1942-1945. Tahun 1946

    ia kembali ke Johor Baru dan tinggal bersama saudara ayahnya Engku Abdul Aziz (mentri

    besar Johor kala itu), lalu dengan Datuk Oann yang kemudian juga menjadi menteri besar

    Johor (ia adalah ketua umum UMNO pertama).

    Pada tahun 1946, Al-Attas melanjutkan di bukit Zahrah School, kemudian di

    English College Johor Baru pada tahun 1946-1949. Selanjutnya ia memasuki tentara, Al-

    Attas merupakan perwira kadet dalam laskar Melayu Inggris. Karena kecemerlangannya ia

    dipilih untuk melanjutkan training dan studi ilmu militer di Eaton Hall, Chester Inggris dan

    kemudian di Royal Militery Academy Sandhurt Inggris pada tahun 1952-1955 dengan

    pangkat terakhir letnan. Karena dunia ketentaraan tidak lagi menjadi minatnya, akhirnya iakeluar dan melanjutkan studi di Universitas Malaya tahun 1957-1959. Kemudian

    melanjutkan di Mc. Gill University Montreal Canada, di mana ia mendapatkan gelar MA

    (Master of Arts) dengan nilai yang membanggakan (1962). Tidak lama kemudian, melalui

    sponsor Sir Richard Winstert dan Sir Morimer Wheeler dari British Academy, ia

    melanjutkan studinya pada program Pasca Sarjana di University of London tahun 1963-

    1964. Ia meraih gelar Phd (Doctor of Philosophy) dengan predikat Clumlaude di bidang

    Filsafat Islam dan Sastra Melayu Islam pada tahun 1965.

    Sekembali studi dari Inggris, Al-Attas berkhidmat di almamaternya Universitas

    Malaya sebagai dosen pada tahun 1968-1970. Ia menjabat sebagaiketua Departemen

    Kesusastraan dalam pengkajian Melayu. Ia merancang dasar bahasa Malaysia untuk

    Fakultas Sastra, ia juga salah seorang pendidik universitas kebangsaan Malaysia padatahun

    1970. Pada tahun 1970-1973 ia menjabat Dekan Fakultas Sastra di universitas tersebut.

    Pada tanggal 24 anuari 1972 ia diangkat menjadi profesorbahasa dan kesusastraan Melayu,

    di mana dalam pengukuhannya ia membacakan pidato ilmiah yang berjudul: Islam dalamSejarah dan Kebudayaan Melayu.

    Kepakaran Al-Attas dalam berbagai bidang ilmu seperti sejarah, sastra sudah diakui

    di kalangan internasional. Pada tahun 1970 ia dilantik oleh para filsuf Amerika sebagai

    International Member American Philosophical Assosiation. Ia juga pernah diundang

    ceramah di Temple University Philadephia Amerika Serikat dengan topik : Islam In

    Southeast Asia: Rationality Versus Iconagraphy, September 1971 dan di Institut

    Vostokovedunia Moskow Rusia dengan topik The Role of Islam in History and Culture of

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    8/17

    5

    The Malays, (Oktober 1971). Ia juga menjadi pimpinan panel bagian Islam di Asia

    Tenggara dalam XXIX Conggres International des Orientalistes sebagai panel pendidikan

    mengenai Islam, filsafat dan kebudayaan (tamaddun), baik yang diadakan oleh UNESCO

    maupun badan ilmiah dunia yang lainnya. Ia ikut menyumbangkan pikirannya untuk

    pendirian universitas Islam kepada organisasi konferensi negara-negara Islam di Jeddah,

    Saudi Arabia. Ia juga pernah ditawarkan untuk menjadi Profesor Program Pasca Sarjana

    dalam bidang Islam di Temple University dan Profesor tamu di Berkely University

    California Amerika Serikat.

    Karena prestasi ilmiah Al-Attas yang luar biasa tersebut, pada tahun 1975 kerajaan

    Iran memberikan anugerah tertinggi dalam bidang ilmiah sebagai sarjana akademi falsafah

    maharaja Iran, Fellow of The Imperial Iranian Academy of Philosophy. Dalam suratpenganugerahannya disebutkan : sebagai pengakuan atas sumbangan besar tuan dalam

    bidang filsafat, terutama filsafat perbandingan. Lima tahun kemudian ia ditunjuk sebagai

    orang pertama yang menduduki kursi Ilmiah Tun Razaq di Ohio University AS berdasarkan

    sumbangannya yang begitu besar dalam bidang bahasa dan kesusastraan serta kebudayaan

    Melayu.

    Di berbagai badan ilmiah internasional, Al-Attas juga diangkat sebagai anggota,

    antara lain : Member of International Conggress of Medieval Philosophy, Member of

    International Conggress of The VII Centenary of St. Thomas Aquinas, Member of

    International ; Conggress Centenary of St. Bona Ventura da Bognoregio, Member

    Malaysian Delegate International Conggress of On The Millinary of al Biruni juga

    Principal Consultant World of Islam Festival Conggress, Seational Chairman for Education

    World of Islam Festival Conggress. Al-Attas juga termasuk dalam daftar orang-orang

    terkenal di dunia Alam Marguis Whos Who in The World 1974 / 1975 dan 1976-1977. Ia

    dikenal juga sebagai penyair dan seniman dalam bidang seni kaligrafi dan pahat. Jugasangat mahir dalam beberapa bahasa seperti : Inggris, Arab, Latin, Jerman, dan Spanyol

    serta tentu saja bahasa Melayu. Beberapa hadiah yang telah diterima oleh Al-Attas antara

    lain : Fellowship and Grants dari Canada Council 1960-1962, British Common Wealth

    Fellowship 1962-1963, Asia Foundation 1963, British Council 1963-1964 University of

    London 1964.

    Otoritasnya dalam bidang pemikiran sastra dan kebudayaan khususnya dalam dunia

    Melayu dan Islam, tidak saja diakui oleh pemikir dan ilmuan di kawasan AsiaTenggara,

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    9/17

    6

    tetapi juga di kalangan internasional. Pada tahun 1988 ia ditunjuk oleh Menteri Pendidikan

    Malaysia yang juga Presiden Universitas Islam International Malaysia sebagai Profesor dan

    Direktur The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) yang

    dibawah naungan Universitas Islam Internasional. Pemikiran Al-Attas banyak diperas

    sebagai ikhtiar untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang ajaran Islam, sebagai

    agama (al-din) yang merupakan pandangan hidup universal yang lengap dan menyeluruh

    dalam setiap aspek kehidupan yang selalu dipengaruhi dan dirusak oleh pikiran para sarjana

    muslim yang sudah dipengaruhi paham-paham orientalis. Di sini ia begitu tegas melakukan

    kritik.2

    c. Al Attas dan Tasawuf

    Al-Attas dan Tasawuf

    Bagi al-Attas, tasawuf adalah bagian tak terpisahkan dari Islam. Tegasnya

    sebagaimana seluruh realitas dan kebenaran memiliki dimensi zahir dan batin3ia

    merupakan dimensi internal Islam yang selaras dan tidak bertentangan dengan dimensi

    eksternal Islam; ia merupakan penerapan syariah (baca: dimensi eksoteris Islam) secara

    intensif pada martabat ihsan4

    .5

    Lebih jauh, al-Attas menyimpulkan dari hadis ini bahwa iaadalah ibadah yang diperkuat dan dikukuhkan dengan ketajaman intelektual yang

    menghasilkan pemahaman spiritual tentang realitas berdasarkan atas keyakinan

    berdasarkan hikmah dan ilm ladunniy (pengetahuan spiritual yang dianugerahkan Allah

    swt kepada siapa saja yang Dia kehendaki); merupakan sumber adab yang sebenarnya

    berdasarkan pengenalan tentang tingkatan realitas dan kebenaran; istilah-istilah kuncinya

    2 Ismail S.M, Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Pendidikan Syed M.N. Al-Attas), (Tesis

    Pasca Sarjana Fakultas Tarbiyah IAIN WS, Semarang, 2002), hlm. 21-263 Secara hirarkis aspek eksterior dan interior biasanya diurutkan sebagai berikut: Syariah-Thariqah-

    Marifah-Haqiqah, dimana yang pertama adalah aspek zahir dan tiga yang terakhir aspek batin dari Wahyu

    yang sama. Baca Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-

    Raniri, (Kuala Lumpur: Ministry of Culture, 1986), h. 183.4 Ihsan disini merujuk pada sabda Nabi saw yang mendefinisikannya sebagai beribadah kepada

    Allah seakan-akan melihat-Nya atau kesadaran bahwa Dia Maha Melihat. Baca misalnya Muhammad bin

    Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Mushthafa Dib al-Bugha, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), I/27 dan

    IV/1793 dan Muslim bin al-Hajjaj al-Nisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil dan Dar al-Afaq al-Jadidah,tt), I/28, 30

    5 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 121.

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    10/17

    7

    diderivasi dari al-Quran sedangkan penjabaran dan praktiknya didasarkan pada Sunnah

    Nabi saw; tokoh-tokohnya adalah mereka yang dekat dengan Allah swt (al-awliya).6

    Tuduhan bahwa tasawuf mengandung potensi kemunduran sebenarnya

    mengisyaratkan bahwa Sumbernya juga menyimpan potensi yang sama. Al-Attas

    menunjukkan bahwa kemunduran dan distorsi terletak bukan pada tasawuf dan Sumbernya,

    melainkan pada orang bodoh yang salah paham, salah terap dan melakukan penyimpangan

    yang menghasilkan berbagai macam penyelewengan dan tindakan berlebihan.7 Apa yang

    selama ini dianggap sebagai penyimpangan, jika benar demikian, haruslah dibedakan dari

    apa yang benar dan, karena itu, ia sebenarnya bukan tasawuf.

    Penilaian atas tasawuf, menurut al-Attas, seharusnya tidak didasarkan atas

    pandangan cendikiawan yang kurang otoritatif mengenai hal-hal sepele yang

    menganggap bahwa pandangan mereka tentang tasawuf adalah keadaan sebenarnya,

    berdasarkan pandangan keliru dari orang-orang tanpa otoritas, yang tidak memiliki

    kesiapan spiritual, intelektual dan moral.8 Pandangan keliru ini kemudian mendorong

    mereka untuk melakukan apa yang mereka anggap sebagai pemurnian Islam dari apa saja

    yang mereka duga sebagai perusak kemurnian Islam.9

    Alih-alih menjadi sesuatu yang asing dan berbeda dari Islam, bagi al-Attas, tasawuf

    adalah bagian instrumental dalam Islam, yang penting bukan hanya dalam perolehan ilmu

    pengetahuan,10 tapi, yang lebih fundamental, adalah fungsinya dalam memberikan

    gambaran pandangan-hidup Islam yang utuh dan paripurna.11 Dalam konteks filsafat ilmu,

    al-Attas menegaskan vitalnya peran tasawuf sebagai basis dalam pengembangan filsafat

    ilmu dalam Islam.12

    6 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and., h. 121-27 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and., h. 121-1228 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and., h. 122, dan Syed Muhammad Naquib al-Attas,

    Islam, Secularism and the Philosophy of the Future, (London, New York: Mansell Publishing Limited, 1985),

    h. 208. Tentang pentingnya kesiapan (istidad) dalam memahami menghindari pengingkaran hal ini baca

    pula, Abd al-Karim bin Ibrahim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Marifah al-Awail wa al-Awakhir, ed. Abu Abd al-

    Rahman Shalah bin Muhammad, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997), h. 11-129 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Islam and Secularism, h. 12210 Uraian tentang pandangan al-Attas mengenai hal ini yang dipengaruhi oleh pandangan para Sufi,

    baca Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, terj. Hamid

    Fahmy, M. Arifin Ismail dan Iskandar Amel, (Bandung: Mizan, 2003), h. 255-31611 Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 129-30, 18312 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 208, 219

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    11/17

    8

    d. Visi Tasawuf sebagai Ilmu Islam

    Visi tasawuf yang dimaksud disini adalah visi metafisik mengenai realitas tertinggi

    yang berasal dari Wahyu dan di tegaskan oleh pengalaman intuisi langsung para Sufi.13

    Visi ini tidak didasarkan sekedar pada abstraksi spekulatif, tapi ia merupakan kebenaran

    dan realitas (al-Haqq/al-Haqiqah) yang secara langsung dialami oleh para Sufi dalam

    kondisi kesadaran trans-empirik.14 Pada kondisi demikianlah, yang merupakan martabat

    ihsan, yang rasional dan yang empirik bergabung dan pengetahuan bermakna penyatuan

    (tawhid), dimana pandangan mengenai struktur realitas and kesadaran manusia pada tingkat

    pengalaman rasional-inderawi tidak ditolak dan tetap valid, hanya ia ditempatkan dalam

    kerangka validitas yang lebih tinggi yang berasal dari pengalaman realitas secara intuitif

    oleh para Sufi.15

    Sekalipun realitas puncak dapat dicerap melalui penalaran diskursif danempirik, sebagaimana dalam tradisi kalam dan falsafah, namun kepastian dan keyakinan

    tentangnya hanya dapat dicapai melalui pengalaman langsung para Sufi.16 Karena itu,

    pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman demikian adalah pengetahuan yang paling

    otentik dan akurat penggambarannya, serta paling otoritatif dan dapat dipercaya.17

    Bagi al-Attas, ibadah yang disebut dalam hadis adalah ibadah yang dibarengi

    keterjagaan spiritual yang lahir dari visi mengenai kebenaran dan realitas.18 Dari

    pengetahuan yang muncul darinya, para Sufi mengkonseptualisasikan dan

    memformulasikan dimensi internal Islam, yang memancarkan visi metafisika tentang

    13 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 215-216. Secara lebih rinci al-Attas

    menjelaskan bahwa visi tentang kebenaran dan realitas disini merujuk pada kondisi pra-eksistensi manusia

    sebagaimana disinggung dalam surah al-Araf:172. Kepada kondisi inilah, pada akhirnya, manusia akan

    kembali jika dia mencapai martabat ihsan. Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 18414 Bandingkan misalnya dengan hadis: :

    .

    , Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, V/238415 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 214, dan Syed Muhammad Naquib al-

    Attas, Islam and Secularism, h. 162. Sebagai perbandingan, dalam konteks rasionalisasi pengalaman mistik

    dan ketidakmemadaian pengalaman empirik-rasional saja dalam memahami realitas, Evelyn Underhill

    menulis: ... there is no trustworthy standard by which we can separate the real from the unreal aspects

    of phenomena. Such standards as exist are conventional: and correspond to the convenience, not to truth.

    ... most men see the world in much the same way, ant that this way is the true standard of reality: though

    for practical purposes we have agreed that sanity consists in sharing the hallucinations of our neighbours.

    Those who are honest with themselves know that this sharing is at best incomplete. Italik dari penulis

    makalah Evelyn Underhill, Mysticism: the Nature and Development of Spiritual Consciousness , (Oxford:

    Oneworld Publications, 2006), h. 1016 Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 295-30017

    Adi Setia, Al-Attas Philosophy of Science An Extended Outline, didownload dari: http://www.findarticles.com/ p/search?tb=art&qt="'Adi+Setia".

    18 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 207

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    12/17

    9

    realitas dan kebenaran, dimana konseptualisasi teologis merepresentasikan dimensi

    eksternal Islam; yang terakhir adalah tauhid, sedang yang pertama wahdah al-wujud.19

    Mengutip al-Mahaimi dan al-Qunyawi, al-Attas mendefinisikan wahdah al-wujud

    sebagai sesuatu yang dengannya segala yang beragam menjadi diri mereka20 atau bahwa

    ... realitas segala sesuatu yang merupakan eksistensinya tidak lain merupakan moda

    eksistensial dari realitas tunggal Wujud ...21, karena itu, sesuatu pada dirinya sendiri

    yaitu, dipandang secara terpisah dari realitas yang dengannya ia mengadabukanlah

    sesuatu dalam kondisi ber-ada, dan karenanya ia tiada; apa yang menjadi ada adalah

    realitas yang mengaktualkan salah satu modanya dibalik sesuatu itu.22 Namun demikian,

    al-Attas mengklarifikasi bahwa visi sejati tentang realitas wujud, yang menjadi dasar

    metafisika wahdah al-wujud, tidak mungkin dicapai melalui semata proses intelektual-rasional, ia hanya bisa dicapai dengan intuisi eksistensi secara langsung, dengan penyaksian

    spiritual (syuhud), pengecapan spiritual (dzawq) dan penyingkapan spiritual (kasyf).23

    Formulasi konseptual al-Attas tentang relasi Tuhan-makhluk mengikuti konseptualisasi Ibn

    Arabi yang menyistematisasikan pengalaman intuitif para Sufi,24 yang harus dibedakan,

    misalnya, dari konsep emanasi Plotinus.25

    Hasil konseptualisasi tasawuf filosofis inilah yang kemudian oleh al-Attas

    dipandang dapat dikembangkan dalam konseptualisasi dan formulasi tentang filsafat ilmu

    Islami.26 Terkait beberapa aspek epistemologisseperti sumber dan metode pengetahuan;

    perpaduan realisme, idealisme dan pragmatisme sebagai dasar kognitif bagi filsafat ilmu;

    dan filsafat prosesal-Attas mengakui adanya kemiripan lahiriah antara pandangan Islam

    dan tradisi filsafat dan sains Barat, dengan tetap mengingatkan adanya perbedaan

    19 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 20720 that by which diverse things are what they are, italik dari penulis makalah, Syed Muhammad

    Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 40621 ... realities of things which are their very existences, is no other than existential modes of the

    single reality of Existence ..., Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 40622 ... the thing in itselfthat is, considered independently of the reality by whih it is itis not

    something in a state of be-ing, and so it si nothing; what has come to be is the reality which actualizes

    one of its modes in the guise of that thing ..., Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 406.

    Pernyataan ini serupa dengan, misalnya, ungkapan al-Ghazali

    ..., al-

    Imam al-Ghazali, Misykah al-Anwar wa Mishfah al-Asrar, ed. Abd al-Aziz Izz al-Din al-Sayrawan, (Beirut:

    Alam al-Kutub, 1986), h. 13823 Syed Muhammad Naquib al-Attas,A Commentary..., h. 244-24524 Adi Setia,Al-Attas Philosophy of Science25

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, the Mysticism of Hamzah Fansuri, (Kuala Lumpur: Universityof Malaya Press, 1970), h. 72-74

    26 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism ..., h. 208

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    13/17

    10

    fundamental yang muncul dari perbedaan cara-pandang dan kepercayaan tentang hakikat

    Realitas.27 Afirmasi terhadap Wahyu, sebagai sumber pengetahuan mengenai realitas dan

    kebenaran tentang makhluk dan Tuhan, adalah pembeda pokok struktur bangunan

    pemikiran Islam dari sistem-sistem pemikiran Barat.28

    Mengenai sumber dan metode pengetahuan, berbeda dengan epistemologi Barat,

    Islam menegaskan bahwa pengetahuan berasal dari Tuhan yang diperoleh melalui indera

    yang sehat, berita yang benar berdasarkan otoritas (naql), nalar yang sehat dan intuisi.29

    Yang dimaksud indera yang sehat adalah kemampuan mempersepsi dan mengobservasi

    melalui lima panca indera lahir yang berhubungan dengan panca indera batin yang

    berfungsi mencerap representasi gambaran inderawi yang dihasilkan oleh panca indera

    lahir, memaknainya, menganalisisnya, dan mengkonspetualisasikannya.30

    Sedangkancakupan makna nalar yang sehat adalah fakultas mental yang mensistematisasi dan

    menafsirkan kumpulan fakta yang dihasilkan pengalaman inderawi secara logis; yang

    mengekstrak sesuatu yang dapat dicerap (intelligible/maqulat) dari data empirik; dan yang

    melakukan abstraksi atasnya; yang mana semua kemampuan ini dipahami sebagai salah

    satu aspek dari intelek dan berfungsi bersesuaian dengannya; dimana intelek adalah

    substansi spiritual yang ada di dalam organ kognisi spiritual yang disebut hati yang

    merupakan tempat dari intuisi.31

    Berita benar yang berdasarkan otoritas32 terbagi menjadi dua kategori; otoritas

    absolut yang tidak boleh dipertanyakanyaitu al-Quran dan al-Sunnah33dan otoritas

    relatifyaitu otoritas yang didasarkan atas kompetensi.34 Intuisi yang dimaksud disini

    27 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an Exposition of

    the Fundamental Elements of the Worldview of Islam , (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), h. 117-11828 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics.,h. 117-11829

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 11830 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 11831 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics., h. 119. Elaborasi detail

    tentang hubungan antara nalar, intelek dan hati dapat ditemukan di Alparslan Acikgenc, Islamic Science

    Towards a Definition, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1996), misalnya h. 45-5032 Otoritas berita yang benar ini berdasarkan pada pengalaman intuitif realitas inderawi dan

    transendental. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 121. Al-Attas juga menyatakan bahwa

    penafsiran al-Quran yang benar, transmisi hadis yang valid dan kesepakatan (ijma) ulama semuanya terkait

    dengan Nabi saw, dan, karena itu, mereka absolut. Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary..., h.

    292-29333 Al-Attas menegaskan bahwa al-Qur'an dan al-Sunnah, termasuk didalamnya sosok Nabi saw,

    merupakan otoritas bukan hanya karena mereka mengomunikasikan kebenaran, tapi juga karena mereka

    adalah kebenaran itu sendiri. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 12134 Otoritas relatif adalah yang bisa dipertanyakan dengan nalar dan pengalaman, dalam pengertian

    realitas inderawi dan transendental. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 121. Yang

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    14/17

    11

    mencakup intuisi pada tingkatan rasional-empiris, yang hanya mampu mencerap aspek

    tertentu dari hakikat realitas, dan intuisi pada kesadaran transenden manusia yang dicapai

    para nabi dan para wali yang mampu mengantarkan pada pemahaman langsung tentang

    hakikat realitas sebagai sebuah keseluruhan.35

    Karena itu, wilayah operasi nalar dan intuisi tidak terbatas pada penjelasan dan

    pengalaman dunia inderawi, melainkan ia mencakup cerapan langsung, mengenai

    kebenaran relijius, mengenai wujud dan realitas Tuhan, mengenai realitas eksistensi-

    eksistensi ... pada tingkat yang lebih tinggi intuisi adalah intuisi mengenai wujud itu

    sendiri.36 Intuisi pada tingkat yang disebut terakhir ini tidak dapat terjadi pada setiap

    orang, melainkan mereka yang menjalani kehidupan dengan ketaatan yang tulus pada

    Tuhan; yang dengan capaian intelektual memahami hakikat ke-Esa-an Tuhan danimplikasinya dalam sistem metafisika; yang secara terus-menerus merenung tentang

    hakikat realitas; dan yangselama masa perenungan atas kehendak Tuhanlepas dari ke-

    diri-an dan subjektifitasnya dan memasuki kedirian yang lebih tinggi.37 Saat dia kembali

    kepada kondisi subyektif manusiawinya, dia tidak lagi menemukan (baca: mengalami) apa

    yang telah dia rasakan, namun pengetahuan tentang hal itu tetap tinggal bersamanya.38 Dari

    sinilah kemudian dia mengkonseptualisasi dan memformulasikan sistem metafisika wujud

    yang menjadi basis filsafat ilmu dalam Islam.

    dimaksud kompeten disini adalah sebagai kontras dari supreme dalam penjelasan Michael Polanyi dalam

    buku Personal Knowledge h. 164, sebagaimana dikutip dalam Adi Setia,Al-Attas Philosophy of Science.35 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 12036

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 11937 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 191-12038 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena ..., h. 120

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    15/17

    12

    BAB III

    Penutup

    Kesimpulan

    Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, bukan hanya tasawuf merupakan

    bagian integral dan, karena itu, tidak bertentangan dengan Islam, tapi juga ia merupakan

    sesuatu yang niscaya untuk membangun sebuah konsep filsafat ilmu yang terpancar dari

    pandangan-hidup Islam.

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    16/17

    13

    DAFTAR PUSTAKA

    Abd al-Karim bin Ibrahim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Marifah al-Awail wa al-

    Awakhir, ed. Abu Abd al-Rahman Shalah bin Muhammad, (Beirut: Dar al-Kutub al-

    Ilmiyah, 1997)

    Adi Setia, Al-Attas Philosophy of Science An Extended Outline, di download dari:

    http://www. findarticles.com/ p/search?tb=art&qt="'Adi+Setia".

    Al-Imam al-Ghazali, Misykah al-Anwar wa Mishfah al-Asrar, ed. Abd al-Aziz Izz

    al-Din al-Sayrawan, (Beirut: Alam al-Kutub, 1986)

    Alparslan Acikgenc, Islamic Science Towards a Definition, (Kuala Lumpur:

    ISTAC, 1996)

    Evelyn Underhill, Mysticism: the Nature and Development of Spiritual

    Consciousness, (Oxford: Oneworld Publications, 2006)

    Ismail S.M, Konsep Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Pendidikan Syed M.N. Al-

    Attas), (Tesis Pasca Sarjana Fakultas Tarbiyah IAIN WS, Semarang, 2002)

    Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Mushthafa Dib al-Bugha,

    (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987)

    Muslim bin al-Hajjaj al-Nisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil dan Dar al-

    Afaq al-Jadidah, tt)

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur

    al-Din al-Raniri, (Kuala Lumpur: Ministry of Culture, 1986)

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC,

    1993)

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the

    Future, (London, New York: Mansell Publishing Limited, 1985)

  • 8/10/2019 Pemikiran Tasawuf Naquib Al Attas

    17/17

    14

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an

    Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur:

    ISTAC, 1995)

    Syed Muhammad Naquib al-Attas, the Mysticism of Hamzah Fansuri, (Kuala

    Lumpur: University of Malaya Press, 1970)

    Wan Mohd Nor wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib

    Al-Attas, Terj. Hamid Fahmy, dkk, (Bandung : Mizan, 2003)