Sejarah Perkembangan Tasawuf

33
 SEJARAH TASAWUF DALAM ISLAM ZAMAN KLASIK PERTENGAHAN DAN MODEREN Disusun oleh: Nama : Muhammad Syakir NIM : 24121537-2 Mata Kuliah : Tasawuf  Pembimbing : Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA PROGRAM PASCA SARJANA (PPS) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN ) AR RANI RY BAN DA A CEH 1435 H/ 2014 M

description

tasawuf

Transcript of Sejarah Perkembangan Tasawuf

  • SEJARAH TASAWUF DALAM ISLAMZAMAN KLASIK PERTENGAHAN DAN

    MODEREN

    Disusun oleh:

    Nama : Muhammad SyakirNIM : 24121537-2Mata Kuliah : TasawufPembimbing : Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA

    PROGRAM PASCA SARJANA (PPS)UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR RANIRY

    BANDA ACEH 1435 H/2014 M

  • iKATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, kesejahteraan dan keselamatan semogasenantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan parasahabatnya.

    Mata kuliah Tasawuf Islam merupakan salah satu objek mata kuliah yangdiajarkan di Pasca Sarjana dan wajib diambil oleh seluruh mahasiswa Pasca Sarjanadengan konsentrasi Pemikiran Dalam Islam. Maka oleh karena itu penulis menyusunmakalah ini dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah tersebut.

    Dengan berbagai keterbatasan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Meskipundemikian penulis sadar bahwa karya in masih sangat jauh dari harapan, maka sangatdiharapkan kritik dan masukan yang kiranya dapat melengkapi kekurangan dari makalahini.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Safir Iskandar Wijaya, MA.,sebagai Dosen pembimbing makalah ini. Tak lupa juga kepada teman-teman dan pihak-pihak yang turut serta membantu mewujudkan makalah ini.

    Akhirnya hanya Allah jualah yang menyempurnakan segala sesuatu.

    Banda Aceh, 20 April 2014

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR i

    DAFTAR ISI ii

    A. BAB I

    Pendahuluan 1

    B. BAB II: SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DALAM ISLAM

    ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN

    a. Definisi Tasawuf 2

    b. Sejarah Perkembangan Tasawuf 4c. Tasawuf Abad I dan II Hijriyah 7d. Pemikiran Ulama Abad Klasik 8e. Tasawuf Abad III dan IV Hijriyah 10f. Tasawuf abad V 13g. Tokoh Sufi Pada Abad V 14h. Tasawuf Abad ke VI 19i. Tasawuf Setelah abad ke VII dan ke VIII 21j. Tasawuf Abad Modern 25

    C. PENUTUP

    Kesimpulan 28

    Daftar Pustaka 29

  • 1BAB I

    SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DALAM ISLAM

    ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN

    a. Pendahuluan

    Ajaran islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad mengandung beberapa intipenting dan akhlak merupakan salah satunya. Nabi diutus kepada manusia untukmemperbaiki akhlak manusia yang merosot, dekadensi moral serta ketimpangan sosialyang berkembang pada saat itu.

    Akhlak yang merupakan salah satu ajaran fundamental dalam Islam bertujuan untukmemperbaiki hubungan manusia secara vertikal (hubungan manusia dengan Penciptanya)dan horizontal (hubungan manusia dengan sesame manusia), bahkan lebih dalam lagi,Islam dengan pendidikan akhlaknya mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri,atau hak dan kewajiban yang harus dipenuhi untuk dirinya sendiri.

    Dalam perkembangan sejarah Islam, tasawuf memberikan andil yang besar dalamperkembangan dan penyebaran akhlak Islam. Tasawuf juga memiliki pengaruh yang cukupkuat di dalam disiplin ilmu Islam lainnya. Ia juga memiliki peranan yang cukup besar dalammengungkapkan makna-makna yang terkandung dalam al Quran dan as Sunnah.

    Tasawauf telah berhasil menyumbangkan andilnya yang tidak sedikit dalam sejarahperluasan syiar agama Islam. Ia ikut menaklukan kegarangan bangsa-bangsa yang yangselama ini masih belum tersentuh Islam atau belum dapat dibangunnya sentral dakwah ditengah-tengah mereka. Lambat laun kaum sufi berhasil menembus jantung Afrika, dataranAsia dan hampir merata di kepulauan teduh. Merekalah yang berhasil menempatkan Islamdi hati umat manusia, dengan kelemah lembutan dan kasih sayang yang mereka kedepankankepadanya. Merekalah yang berdiri di hadapan umat, mengobati kebobrokan mental, danmeringankan bencana hidup, serta menyelamatkan anak manusia dari jurang kesesatan dankebimbangan. Mereka berani menghadapi para khalifah, juga para pejabat pemerintah,guna menegakkan keadilan di antara para pemimpin tersebut.

    Maka makalah ini disusun dengan tujuan untuk memahami awal kemunculan danperkembangan tasawuf sejak zaman klasik, pertengahan dan modern.

  • 2b. Definisi Tasawuf

    Dari hari ke hari, perhatian berbagai lapisan masyarakat terhadap tasawuf semakinberkembang. Tasawuf yang semula merupakan bentuk pemaknaan terhadap haditsRasulullah tentang al Ihsan, dalam perkembangan selanjutnya mengalamai perluasanpenafsiran. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhiperspektif penafsiran dan beberapa indikasi yang paling menonjol dalam praktik-praktiknya.

    Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai asal katatasawuf. Ada yang berpendapat bahwa tasawufberasal dari kata ahl al-suffah, yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Medinah, kehilangan harta benda dandalam keadaan miskin, mereka tinggal di mesjid dan tidur di atas batu dengan memakaipelana sebagai bantal. Pelana ini disebut suffah. Meskipun miskin, ahli suffah berhatimulia, tidak mementingkan keduniaan, itu merupakan sifat-sifat kaum sufi.1

    Dalam kenyataanya, tasawuf sering dipahami sebagai praktik zuhud, yaitu sikaphidup asketis. Hal ini memang tidak dipungkiri bahwa seorang sufi. Sebab, zuhud hanyamerupakan wasilah atau bentuk upaya penjernihan jiwa dari godaan dunia sehingga mampumelakukan musyahadah kepada Allah. Dengan demikian, orang yang berpakaiansederhana, makan sederhana, atau bertempat tinggal di rumah sederhana tidaklah selalumembuktikan dirinya seorang sufi karena masih ada indicator-indikator lain yang lebihkompleks.2

    Ada yang bependapat bahwa tasawuf berasal dari kata shaf pertama dalam shalat.Sebagaimana halnya orang yang shalat di shaf pertama akan mendapat kemuliaan danpahala, maka demikian juga kaum sufi dimuliakan Allah dan diberi pahala. Dan ada yangberpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata al-Shafayang berarti suci. Seorang sufiadalah orang yang mensucikan dirinya melalui latihan-latihan yang lama.3

    Sophos kata Yunani yang berarti hikmah merupakan asal kata tasawuf. Di dalamtransliterisasi huruf s yang terdapat di dalam kata sophoske dalam Bahasa Arab menjadi

    1 Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h.57`

    2 Sokhi Huda, Tasawuf kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, Cet. 1, (LKiS Yogyakarta: 2008)h.21-22

    3 Tim Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Medan: Proyek PPTA Sumut, 1982), h.9

  • 3(sin) dan bukan (shad), sebagaimana halnya kata falsafat dari kata philosophia.Dengan demikian kata sufi ditulis dengan (sufi) dan bukan (shufi).4

    Selain itu ada yang menisbahkannya kepada kata shuf () yang berarti wolkasar. Kain yang terbuat dari wol kasar merupakan simbol kesederhanaan dan kemiskinan.walaupun hidup penuh kesederhanaan dan miskin, mereka berhati suci, tekun beribadah.5

    Sayyed hossein Nasr, salah seorang cendikiawan muslim Iran, mengatakan:Tasawuf seupa dengan nafas yang memberikan hidup. Ia telah memberikan semangatnyapada struktur Islam, baik dalam perwujudan sosial maupun intelektual. Sedangkan IbrahimMadkour mendudukkan tasawuf dalam perimbangan hubungan antara kecenderunganduniawi dan ukhrawi. Menurutnya, Islam tidak melapangkan dada bagi kependetaanMasehi dan kesederhanaan Hindu. Islam selalu mengajak berkarya demi meraih dunia danmenikmati segala kenikmatan hidup yang memang diperbolehkan.

    Di tempat lain, Abul Wafa at-Taftazani berpendapat bahwa tasawuf merupakanusaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai ruhaniah dan sekaligus menegakkannya padasaat menghadapi kehidupan materialis. Selain itu, tasawuf juga dimaksudkan untukmerealisasikan keseimbangan jiwa sehingga mampu menghadapi berbagai kesulitanataupun masalah hidup lainnya. Sementara Ibrahim Basyuni, menyatakan telah memilihempat puluh definisi tentang tasawuf yang diambil dari rumusan-rumusan ahli sufi yanghidup pada abad III (200-334 H.). meskipun definisi tersebut demikian banyak, belumdidapati sebuah definisi yang mencakup pengertian tasawuf secara menyeluruh. Hal ini,kata Basuni, disebabkan oleh karena para ahli tasawuf itda ada yang memberikan definisitentang ilmunya sebagaimana para filsuf. Ahli tasawuf hanya menggambarkan tentangsuatu keadaan yang dialami dalam kehidupan ruhaninya pada waktu tertentu. Menurutnya,untuk bisa mendapatkan suatu definisi yang universal haruslah bertolak dari definisi yangbanyak itu sehingga terdapat pengertian yang saling melengkapi. Menurut Basyuni,definisi-definisi yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap.

    Pertama, tahap al-bidayah, yaitu definisi yang membicarakan tentang pengalamanpada tahap awal. Manusia merasakan dengan fitrahnya bahwa yang wujud tidak terbatashanya pada yang dilihat, tetapi di balik itu masih ada wujud yang lebih sempurna dan ituakan selalu dirindukan oleh nurani manusia, dan hatinya akan mendapt ketenangan sesudha

    4 Harun Nasution, Falsafat Islam, h.575 Harun Nasution, Falsafat Islam, h.57

  • 4mengenal-Nya. Ia berusaha untuk mendekatkan diri dan ingat kepada-Nya. Dalam waktuyang bersamaan, ia merasakan adanya tabir yang memisahkan anatara dirinya denganwujud yang sempurna itu. Tabir pemisah itu sedikit demi sedikit akan hilang setiap ia tekunberpikir mendalami dirinya dan mengurangi keinginan memenuhi nafsu jasmaniahnya.Pada saat itu, penuhlah hatinya dengan limpahan cahaya yang membangkitkan perasaandan kesungguhan serta membawanya pada ketenangan jiwa yang sempurna.

    Kedua, tahap al mujahadah, yaitu definisi yang membicarakan tentang pengalamanruhani yang menyangkut kesungguhan dan kegiata. Hal ini dilihat dari segi amaliah yangdilaksanakan ahli sufi, yang dimulai dengan menghiasi diri dengan suatu perbuatan yangdiajarkan agama dan akhlak yang mulia.

    Ketiga, tahap al-mazaqah, yaitu definisi yang membicarakan pengalaman dari segiperasaan. Dalam melaksanakan kehidupan beragama sebagaimana biasa, hubunganseseorang dengan Tuhan-nya tidak lebih dari hubungan seorang hamba yang menyembahdengan dengan Tuhan yang disembah, seorang hamba harus tunduk dan taat kepadaperintah dan larangan Tuhan yang diyakininya sebagai Pencipta. Dalam kehidupantasawuf, segala kemauan dilebur untuk larut dalam kehendak Tuhan. Umur, kegiatan danseluruh perhatian dikerahkan sehingga hubungan itu lebih kuat dan murni.

    Maka pada akhirnya, menurut Basyuni dapatlah diambil suatu pengertian bahwatasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada amal dankegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dalam rangkamendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat dengan-Nya.6

    c. Sejarah Perkembangan Tasawuf

    Pola perkembangan tasawuf tidak jarang mendapat kritikan dan kecaman yangtajam, sehingga sering pula menimbulkan ketegangan dalam dunia pemikiran Islam,permasalahan yang muncul adalah apakah tasawuf benar-benar berasal dari ajaran Islamatau merupakan ajaran-ajaran agama lain yang dianut oleh umat Islam itu sendiri?

    6 Sokhi Huda, Tasawuf kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, h.24-28

  • 5Tasawuf oleh kaum orientalis disebut dengan sufisme. Sufisme dipakai untukmistisisme Islam dan tidak dipakai untuk mistisisme agama-agama lain. Orang yangpertama kali memakai kata sufi adalah Abu Hasyim al-kufi di Irak (150 H).7

    Menurut Harun Nasution8 ada beberapa pendapat yang menyatakan asal usul ajarantasawuf, di antaranya berasal dari ajaran Budha dengan paham nirwananya, bahwa untukmencapai nirwana seseorang terlebih dahulu harus meninggalkan dunia dan memasukihidup kontemplasi. Paham fanyang terdapat dalam sufisme hampir sama dengan pahamnirwana. Dan pendapat yang mengatakan bahwa itu berasal dari ajaran Hindunisme, yangjuga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapaipersatuan Atman dan Brahman.

    Ignaz Goldziher orientalis dari Austria, Asin Palacios orientalis dari Spanyol,Alfred Von Kremer dari Jerman dan R.A. Nicholson orientalis dari Inggris memandangbahwa tasawuf Islam berasal dari asketisme Kristen, karena kependetaan Kristen cukupdikenal oleh orang-orang Arab di sepanjang gurun Suriah dan Sinai. Para pendeta Kristenyang berdiam di gurun-gurn itu sedikit banyaknya telah memberikan inspirasi kepadasejumlah zahid9 muslim generasi pertama. Di samping itu kegemaran kaum sufi dalammenghayati kehidupan kesunyian menampakkan adanya pengaruh mistisisme Kristen.10

    Orientalis lain berpendapat bahwa tasawuf merupakan suatu bagian yang asingdalam Islam dan berkemungkinan berasal dari pendeta-pendeta di Syam, atau dari ajaranPlato, dari ajaran Zoroaster di Persia, dari ajaran Weda dalam agama Hindu. Namun tidaksemua orientalis ini yang konsisten dengan pendapat mereka. Ada di antara mereka yangkemudian mengubah pendapat mereka, seperti yang dilakukan Nicholson Selama ini

    timbulnya tasawuf Islam telah dibahas dengan cara yang salah, akibatnya banyak penelitiyang mengatakan bahwa hidup dan kekuatannya berasal dari semua bangsa dan golongan

    7 Harun Nasution, Falsafat Islam, h.568 Harun Nasution, Falsafat Islam, h.569 Setiap sufi adalah zahid dan tidak setiap zahid adalah sufi. Namun ada kecenderungan di sebagian

    kalangan manusia yang memandang bahwa tasawuf sama dengan zuhud. Ketika mendengar kata tasawufia pasti memahami makna zuhud. Kata sufi diartikan sebagai zuhud terhadap dunia dan ada juga yangmemcampur adukkan antara sufi dengan abid. Ibn sina dalam bukunya al-isyrah membedakan antara sufizuhud dan abid. (1) Seorang yang menjauhi kesenangan dan kenikmatan duniawi dinamakan zahid, (2)Seorang yang menekuni ibadah-ibadah seperti; shalat, puasa dan lai-lain dinamakan dengan abid, (3)Seseorang yang memusatkan pikirannya pada kesucian Tuhannya dan mengharap terbitnya cahaya al-haqdalam hati dinamakan al-arif atau al-sufi. Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, Alih BahasaAbdullah Zaky al-Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.24

    10 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradapan, (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeven, tth), h. 143

  • 6yang membentuk suatu kerajaan Islam yang memungkinkan penafsiran pertumbuhannyadengan penfsiran ilmiah dengan menggembalikannya pada satu asal, seperti WedanataHindu atau Neo-platonisme.11

    Louis Masigmon12 menjelaskan pendapat Nicholson ini, sebenarnya Nocholsonmenjelaskan bahwa penetapan tasawuf sebagai suatu ajaran asing dalam Islam tidak dapatditerima adapun yang benar adalah sejak lahirnya Islam. Ini didapati dari pendapat parasufi dan telah timbul dalam hati umat Islam itu sendiri disaat umat Islam gemar dan tekunmembaca dan mempelajari al-Qur`an dan hadis.

    Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar Islam-dari Persia,Hindu, Nasrani dan lain-lain- hanya mendasarkan pendapatnya kepada kesamaan tipologisaja. Untuk dapat membenarkan adanya interaksi historis antara sumber-sumber di atasdengan tasawuf, harus dapat dibuktikan secara faktual. Jelasnya, akar histories dari tasawufdan sumber tasawuf itu sendiri adalah berasal dari respon umat Islam terhadap situasi dankondisi serta ajaran Islam itu sendiri. Tasawuf digali dari al-Qur`an dan hadis yangdikembangkan berdasarkan kehidupan Nabi dan para sahabat. Walaupun dalamperkembangannya terdapat unsur-unsur tertentu yang ada kemiripannya dengankarakteristik mistisisme pada umumnya, tetapi kemiripan itu terjadi karena berakar dariuniversalitas hakekat manusia. Sementara Brown13 mengomentari kesamaan itu hanyalahpada kulit sedangkan pada isi tetap berbeda.

    Pada hakikatnya timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran Islamitu sendiri, yaitu semenjak Muhammad diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukanbahwa pribadi Nabi sebelum diangkat menjadi Rasul berulang kali melakukan tahanuts dankhulwah di Gua Hira`. Di samping untuk ber-uzlah dari masyarakat yang memperturutkanhawa nafsu keduniaan, juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati danmensucikan jiwa dari noda-noda yang ada pada masyarakat saat itu.

    Tahanuts yang dilakukan oleh Nabi tersebut bertujuan untuk mencari ketenanganjiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku kehidupan dan menempuh untukmendapat hidayah dari Pencipta alam semesta. Dengan mengkonsentrasikan pikiran danperasaan dalam merenungkan alam yang terbentang luas di tempat yang luas dan bebas,

    11 Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, H.11812 Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, H.11913 Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Cetakan ke-XII (Jakarta: PT Pustaka

    Panjimas, 1993), h.46

  • 7lebih menggugah hati Rasul untuk merasakan kebesaran dan keagungan Allah. Tahanutsini merupakan cahaya pertama dan utama bagi tasawuf atau benih pertama bagi kehidupanrohaniyah yang disebut dengan ilham atau renungan rohaniyah.

    Segala pola tingkah laku, amal perbuatan dan sifat-sifat Rasul sebelum diangkatmenjadi Rasul merupakan manisfestasi dari kebersihan hati dan kesucian jiwanya yangsudah menjadi pembawaan sejak kecil.14Prilaku kehidupanan Rasul tersebut merupakanpola dasar dan gambaran lengkap bagi para sufi dalam pengamalan ajaran tasawuf. Ayat-ayat dan hadis yang menjadi sumber ajaran tasawuf dan sebagai pendorong untukmengikatkan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

    d. Tasawuf Abad I dan II

    Tasawuf pada fase pertama dan kedua hijriyah disebut sebagai kezuhudan. Konsepzuhud pada fase ini mempunyai ciri tersendiri yakni konsep zuhud yang semula berpalingdari kesenangan dan kemewahan dunia berubah menjadi pembersih jiwa, pensucian hatidan pemurnian kepada Allah.

    Zuhud secara etimologis berarti ragaba ansyaiin wa tarakahu, artinya tidak tertarik

    terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri darikesenangan dunia untuk ibadah.15

    Sedangkan zuhud secara terminologi adalah hikmah pemahaman yang membuatpara penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana diatetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasaikecenderungan kalbu mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.16

    Dalam kaitan ini Abd al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah berpalingdari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, danmemerangi kesenangannya dengan bersemedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangimakan, dan memperbanyak dzikir.17

    14 Tim Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, h.3715 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2000), hlm. 116 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung : Penerbit Pustaka,

    1985), hlm. 5417 Abd al-Hakim Hasan, Al-Tasawwuf fi Syir al-Arabi,( Mesir : Al-Anjalu al-Misriyyah, 1954),

    hlm. 42.

  • 8Zuhud merupakan salah satu maqam yang sangat penting dalam tasawuf.Pentingnya posisi zuhud dalam tasawuf ialah karena melalui maqam zuhud seorang sufiakan dapat membawa dirinya pada kondisi pengosongan kalbu dari selain Allah SWT, danterpenuhinya kalbu dengan dzikir. Oleh karena itu, al-Quran dan Hadist menganjurkannya,dan para pemuka agama menunjukkan kemuliaannya.

    Para pembesar sufi telah menerapkan zuhud dan meniti tingkatan-tingkatannyasebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Ujaibah dalam perkataannya, zuhud orang awam

    adalah meninggalkan apa-apa yang menyibukkan diri dari mendekatkan diri kepada Allahdalam semua keadaan. Dan zuhud orang khawwashul khawwash adalah menjauhipandangan kepada selain Allah disetiap waktu. Zuhud merupakan sebab untuk sampaikepada Allah, karena hati tidak akan sampai kepada-Nya apabila masih bergantung padasesuatu selain yang dicintai Allah.18

    Menurut R.A. Nicholson, sebagian asketis generasi abad pertama dan keduahijriyah lebih dekat dengan tasawuf, namun mereka tetap tidak keluar dari ruang lingkupasketisisme. Sebab pada masa itu, tidak seorang pun bisa membedakan asketisisme dengantasawuf atau memisahkan keduanya. Tokoh-tokoh asketis yang sering diriwayatkan dalamkitab-kitab mengenai tasawuf adalah Hasan al-Basri, Al-Harits bin Al-Muhasibi, Zun NunAl-Mishri, Ibrahim ibn Adham, al-Fudhail ibn Iyadh, dan salah seorang tokoh asketis lainyang lebih dekat pada tasawuf akhir abad kedua Hijriyah adalah Rabiah al-Adawiyyah.

    d. Pemikiran Ulama Abad Klasik1. Hasan al-Bisri

    Beliau lahir pada tahun 21 H/641 M di Madinah. Ayahnya bernama Yasar,keturunan Persi beragama Nasrani. Ibunya bernama Khairah. Tanpa diketahui secara pastimotifnya, dia sekeluarga pindah ke Basrah. Beberapa pergolakan politik umat Islam padamasa awal itu, menjadi motif munculnya pemikiran zuhud dan gerakan zuhud.Hasan al-Bisri merupakan ulama pendiri zuhud aliran Basrah, seorang ahli fiqh, zuhud, dan alimdalam ilmu agama. Tipe kezuhudannya adalah khauf dan raja.

    18 Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, Cetakan ke-12, (Jakarta : IKAPI, 2010), hlm. 250-251

  • 9Ekstrimitas pemikiran zuhud Hasan al-Basri dapat dilihat pada ucapannya: JikaAllah menghendaki seseorang itu baik, maka Dia mematikan keluarganya sehingga diadapat leluasa dalam beribadah.19

    Beberapa butir hikmat ajaran beliau tertulis demikian:

    a. Perasaan takutmu sehingga bertemu dengan hati tentram, lebih baik daripadaperasaan tentrammu, yang kemudian menimbulkan takut.

    b. Dunia ialah negeri tempat beramal. Barangsiapa yang bertemu dengan duniadalam rasa benci kepadanya dan zuhud, akan berbahagialah dia dan beroleh faedah dalampersahabatan itu. Tetapi barangsiapa yang tinggal dalam dunia, lalu hatinya rindu danperasaan tersangkut kepadanya akhirnya dia akan sengsara. Dia akan terbawa kepada suatumasa yang tidak dapat dideritanya.

    c. Tentang duka cita beliau berkata : Patutlah orang insaf bahwa mati sedangmengancamnya, dan kiamat menagih janjinya, dan dia mesti berdiri di hadapan Allah akandihitung.

    d. Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh.20

    2. Rabiah al-Adawiyah

    Menurut Ibn Khallikan, nama lengkap Rabiah al-Adawiyah adalah Ummul KhairRabiah binti Ismail al-Adawiyah al-Qisiyyah. Beliau adalah seorang Zahid perempuanyang amat besar. Dia lahir di Basrah.

    Di antara ucapannya yang terkenal tentang asketisisme ialah sebagaimanadiriwayatkan dalam Kasyf al-mahjub karya al-Hujwiri: Suatu ketika aku membaca ceritabahwa seorang hartawan berkata kepada Rabiah: Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu!Jawab Rabiah: Aku ini malu meminta hal-hal duniawi kepada Yang Pemiliknya, makabagaimana bisa aku meminta hal itu kepada yang bukan pemiliknya?21

    Banyak ajaran yang diriwayatkan dari Rabiah, yang seterusnya menjadi bahan

    perbincangan para sufi setelahnya. Antara lain ajarannya tentang berendah diri, tidak

    19 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern., h. 6620 Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Cetakan ke-XII (Jakarta: PT Pustaka

    Panjimas, 1986), hlm. 77-78.21 Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Vol. 2, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1334 H),

    hlm. 13-14.

  • 10

    menunjukkan amal-amal yang baik, melarang mencari-cari kelemahan orang lain danmasih banyak lagi.

    Menurut sebagian orientalis yang mengkaji tasawuf, yang membedakan Rabiah

    dengan para sufi-sufi sebelumnya adalah dikarenakan dia menandai asketisisme Islamdengan corak lain dari asketisisme Hasan al-Bashri yang coraknya adalah rasa takut.Rabiaah melengkapinya dengan unsur lain yaitu cinta, yang menjadi sarana bagi manusiauntuk merenungkan keindahan Allah yang abadi.

    Cinta murni kepada Tuhan itulah puncak tasawuf Rabiah. Pantun-pantun kecintaan

    kepada Ilahi, yang kemudian banyak keluar dari ucapan sufi yang besar seperti FariduddinAl-Athar, Ibhnul Faridh, Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi dan lain-lain, telah dimulai dahuluoleh Rabiah. Arti dari salah satu syairnya adalah seperti berikut:

    Aku cinta kepada-Mu dua macam cinta, cinta rinduDan cinta, karena engkau berhak menerima cintakuAdapun cinta, karena Engkau,Hanya Engkau yang aku kenang tiada lain.Adapun cinta, karena Engkau berhak menerimanya.Agar Engkau bukakan hijab, supaya aku dapat melihat EngkauPujian atas kedua perkara itu bukanlah bagikuPujian atas kedua perkara itu adalah bagi-Mu sendiri.Karena itu dalam kenyataannya Rabiah al-Adawiyyah mewakili titik-pusat

    peralihan asketisisme dalam Islam, yang meluruskan jalan kemunculan para sufi ataupuntasawuf. Dari sinilah asal-usul kemasyhuran dan ketenarannya, sebagaimana kata ibnKhallikan: Rabiah adalah tokoh pada masanya, yang kelurusan dan ibadahnya begitu

    terkenal.

    e. Tasawuf Abad III dan IV Hijriyah

    Pada abad ketiga hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian pada hal-hal yangberkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan tasawuf pada masa ini sebagaiupaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketikaitu, sehingga di tangan mereka tasawuf berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atauilmu akhlak keagamaan. Tasawuf pada masa ini berintikan tiga ilmu yaitu ilmu jiwa, ilmu

  • 11

    akhlak, dan ilmu metafisika. Bersifat metafisika karena terkandung ajaran yang melukiskanhakikat.22

    Tasawuf pada abad 3 H dan 4H sudah mempunyai corak yang berbeda sekalidengan abad sebelumnya.Pada abad ini bercorak ke fanaan (ekstase) yang menjurus ke

    persatuan hamba dan khalik. Pada abad 3H dan 4H terdapat dua aliran.aliran tasawufsunnah yaitu bentuk tasawuf yanng membantengi dirinya dengan Alquran dan al Hadist.Tasawuf semi falsafi cenderung menuju pada pernyataan tentang terjadinya penyatuan(ittihad atau hulul)

    Dengan datangnya abad ketiga Hijriyah ini, para sufi mulai menaruh perhatiannyaterhadap hal-hal yang berkenaan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan faham danakhlaq sufi ditandai dengan upaya menegakkan akhlaq di tengah terjadinya dekadensimoral yang sedang berkembang di masa itu, sehingga di tangan para sufi tasawuf punberkembang menjadi ilmu akhlaq. Pemberian contoh dalam kehidupan sehari-hari parasufi, akhirnya dapat mendorong kemajuan perubahan pada pola tingkah masyarakat dariyang lebih cenderung mengejar keduniaan yang membuat masyarakat di masa itu lupa padaAllah berubah menjadi masyarakat berakhlaqul karimah. Ajaran akhlaq para sufi inimenjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudahdipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaan para sufi dapat dilihat dari kesederhanaanalur pemikiran. Tasawuf pada jalur kesederhaan ini banyak ditampilkan oleh 'ulama sufisalafi di masa itu. Perhatian para sufi di masa itu lebih tertuju kepada realitas pengalamanke Islaman yang dipraktekkan dalam kehidupan serhari-hari yang disebut dengan akhlaqulkarimah. Mereka menampilkan ajaran tasawuf lewat akhlaq terpuji dengan maksudmemahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai mengandung banyakanjuran untuk beraklak mulia

    Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formaldan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pangamalanajaran Islam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika para sufi menyaksikanketidakberesan akhlaq di sekitarnya, mereka menemukan kembali akhlaq mulia, pada masaini tasawuf lebih identik dengan akhlaq. Pada abad ketiga ini terlihat perkembangan

    22 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf: Untuk Mata Kuliah Ilmu Tasawuf di Seluruh JurusanPTAIN dan PTAIS, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008), hal. 62-64

  • 12

    tasawuf sangat pesat, ditandai dengan adanya segolongan sufi yang mendalami inti ajarantasawuf, sehingga didapati ada 3 inti ajaran tasawuf, yaitu:

    1. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu ajaran tasawuf yang berisi suatumetode yang lengkap tentang pengobatan jiwa. Ajaran ini mengkonsentrasikankejiwaan manusia kepada Allah, sehingga ketegangan kejiwaan akibatpengaruh keduniaan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya. Inti ajaran tasawufyang satu ini menjadi dasar teori para psikiater zaman sekarang ini dalammengobati pasiennya.

    2. Tasawuf yang berintikan ilmu akhlaq, yaitu di dalamnya terkandung petunjuktentang cara berbuat baik dan cara menghindari keburukan. Ajaran ini lengkapdengan riwayat dari kasus-kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi.Dari ajaran inilah munculnya ilmu akhlaq.

    3. Tasawuf yang berintikan metafisika, yaitu ajaran tasawuf yang berintikanhakikat Tuhan. Dari ajaran inilah munculnya ilmu tauhid, ilmu aqidah, ilmuqalam dan ilmu filsafat.

    Tokoh-tokoh sufi tersebut antara lain seperti Haris al-Muhasibi (Basrah, 165 H-Baghdad, 243 H) ia banyak mengkaji dan mengajarkan disiplin diri (Muhasabah).Pembicaraannyayang lebih rinci tentang itu tertuang dalam karyanya ar-Riayat li HuquqiAllah (Menjaga Hak Allah) yang banyak mempengaruhi al-Ghazali dalam menyusunkaryanya, Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu Agama).

    Dikalangan sufi filsafat, terdapat Zunun al-Misri (180-246 H). Ia adalah seorangsufi yang juga ahli Kimia, mengetahui tulisan hieroglif Mesir kuno dan akrab denganpengetahuan hermetis (kedap udara). Dalam buku-buku biografi para sufi, ia seringdisebuts ebagai tokoh legendaries. Dalam tasawuf ia dikenal sebagai Bapak Teori Marifat.Menurutnya, pengetahuan tentang Tuhan mempunyai tiga tingkatan, yaitu;

    1. Pengetahuan awam, yaitu pengetahuan tentang Tuhan dengan perantaraucapansyahadat;

    2. Pengetahuan ulama, yaitu pengetahuan tentang Tuhan dengan alat logika danakal;

    3. Pengetahuan sufi (arif), yaitu pengetahuan tentang Tuhan dengan hati sanubari.

    Sedangkan pada abad keempat hijriyah, kemajuan ilmu tasawuf ditandai denganperkembangan tasawuf yang lebih pesat dari sebelumnya, karena upaya maksimal dari

  • 13

    'ulama tasawuf dalam pengembangan dakwahnya masing-masing, sehingga kota Baghdadyang hanya satu-satunya kota terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf terbesar sebelumnyatersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luarkota Baghdad dipelopori oleh beberapa 'ulama tasawuf yang terkenal kesufiannya, yaitu:

    1. Musa Al-Anshory: Mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia atau Iran), wafatdi Khurasan pada tahun 320 H.

    2. Abu Hamid Bin Muhammad Ar-Rubazy: Mengajarkan ilmu tasawuf di Mesir danwafat di Mesir pada tahun 322 H.

    3. Abu Zaid Al-Adamy: Mengajarkan ilmu tasawuf di Saudi Arabiyah dan wafat disana pada tahun 314 H.

    4. Abu Ali Muhammad Bin Abdul Wahab As-Saqafy: Mengajarkannya di Naisaburdan kota Syaraz hingga ia wafat di tahun 328 H. Di abad keempat ini pula para sufimembagi inti ilmu menjadi 4 tingkatan atau 4 tahapan, yaitu:a) lmu Syari'at.b) lmu Tariqat.c) lmu Hakikat.d) lmu Ma'rifat.23

    f. Tasawuf abad V

    Tasawuf yang berkembang pada abad V yang disebut juga dengan tasawuf Sunniatau tasawuf Ahlaqi. Tasawuf akhlaqi memiliki corak dan karakteristik sebagai berikut:

    1. Melandaskan diri pada Al-Quran dan As-Sunnah. Tasawuf jenis ini, dalammengembangkan ajaran-ajarannya, cenderung memakai landasan Qurani danHadis sebagai kerangka pendekatannya. Mereka tidak mau menerjunkan pahamnyadalam konteks yang berada di luar pembahasan Al-Quran danHadis. Al-Qurandan Hadis yang mereka pahami, kalaupun harus ada penafsiran. Maka penafsiranitu sifatnya hanya sekedarnya dan tidak begitu mendalam.

    2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat padaungkapan-ungkapan syahadat.

    23 http://nizaralkhuri.blogspot.com/2012/10/perkembangan-tasawuf-pada-abad-34-5-h.html

  • 14

    3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia.Dualisme yang dimaksutkan di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipunmanusia dapat berhubungan dengan Tuhan, hubungannya tetap dalam kerangkayang berada diantara keduanya, dalam hal esensinya. Sedekat apapun manusiadengan Tuhannya tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan.

    4. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat. Dalam pengertian lebih khusus,keterkaitan antara tasawuf sebagai aspek batiniyah dengan fiqh sebagai aspeklahirnya. Kaum sufi dari kalangan Sunni tetap memandang penting persoalan-persoalan lahiriah-formal, seperti aturan-aturan yang dianut fuqaha. Aturan-aturanitu bahkan sering dianggap sebagai jembatan untuk berhubungan dengan Tuhan.

    5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatanjiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli, dantajalli.24

    Sedangkan tasawuf falsafi merupakan tasawuf yang ajaran ajarannya memadukanantara visi mistik dan visi rasional sebagai pengasasnya.

    Ibnu Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah, menyimpulkan bahwa ada empatobjek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain :

    1. Latihan rohaniah dengan rasa, instiusi serta intropeksi diri yang timbul darinya.2. Iluminasi atau hakekat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat sifat rabbani,

    arsy, kursi, malaikat dll.

    3. Peristiwa peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadapberbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.

    4. Penciptaan ungkapan ungkapan yang pengertiannya sepintas samar samar

    (syatahiyyat).25

    g. Tokoh Sufi Pada Abad V

    a. Tasawuf Al-Qusyairi

    Nama lengkap Al-Qusyairi adalah Abdul Karim bin Hawazin, lahir tahun 376 H.

    Di Istiwa, kawasan Nishafur, salah atu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. Di sinilah ia

    24 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 120-12225 http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-tasawuf-

    salafi.html

  • 15

    bertemu dengan gurunya Abu Ali Ad-Daqqaq, seorang sufi terkenal. Al-Qusyairi selalumenghadiri majelis gurunya, dan dari gurunya itulah Al-Qusyairi menempuh jalan tasawuf.Sang guru pertama-tama mempelajari syariat. Oleh karena itu, Al-Qusyairi lalumempelajari fiqh dari seorang faqih, Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr Ath-Thusi, danmempelajari ilmu kalam serta ushul fiqh pada Abu Bakr Al-Farauk. Menurut IbnuKhallikan, Al-Qusyairi adalah seorang yang mampu mengompromikan syariat denganhakikat.26

    Ajaran-ajaran Tasawufnya

    1. Mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunnah

    Seandainya karya Al-Qusairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, dikaji secara mendalamakan tampak al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrinAhlus Sunnah, sebagaimana pernyataan, Ketahuilah! Para tokoh aliran ini (sufi) membina

    prinsip-prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga terpeliharalah merekadari penyimpangan. Selain itu mereka lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun ahlusunnah, yang tidak tertandingi serta tidak kenal macet. Merekapun tahu hak yang lama danbisa mewujudkan sifat sesuatu yang diadakan dari ketiadaannya. Karena itu tokoh aliranini al-Junaid, berkata; Tauhid adalah pemisah hal yang lama dari hal yang baru. Landasandoktrin mereka didasarkan pada dalil dan bukti yang kuat serta gamblang. Dan ini sepertidikatakan Abu Muhammad al-Jariri: Barang siapa tidak mendasarkan ilmu tauhid padasalah satu pengokohnya, niscaya membuat tergelincirnya kaki yang tertipu ke dalam jurangkehancurannya.27

    Ungkapan Al-Qusyairi yang mengkritik para sufi syathahi, yang mengucapkanungkapan-ungkapan penuh kesan terjadinya perpaduan antara sifat-sifat ketuhanan dengansifat-sifat kemanusian dengan kritikan pedas yaitu Mereka mengatakan bahwa mereka

    telah bebas dari perbudakan berbagai belenggu dan berhasil mencapai realitas-realitas rasapenyatuan dengan Tuhan (wushul) lebih jauh lagi mereka tegak bersama yang Maha Besar,yang hukum-hukumnya berlaku atas diri sendiri, sedang mereka dalam keadaan fana. Allahpun menurut mereka tidak mencela dan melarang apa yang mereka nyatakan ataupun yang

    26 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 130-13127 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 131-132

  • 16

    mereka lakukan. Dan kepadaku mereka disingkapkan rahasia ke-Esaan dan setelah fanamerekapun tetap memperoleh cahaya Ketuhanan, tempat bergantung segala sesuatu.28

    2. Kesehatan Batin

    Selain itu Al-Qusyairi menekankan bahwa kesehatan bathin dengan berpegangteguh pada Al-Qur'an dan As sunnah sebagai mana perkataannya:

    Duhai saudaraku! Janganlah kamu terpesona oleh pakaian lahiriah maupunsebutan yang kau lihat (pada sufi sejamannya) sebab ketika reutas itu tersingkapkan,niscaya tampak keburukan para sufi yang mengada-ada dalam berpakaian Setiaptasawuf yang tidak dibarengi dengan kebersihan maupun sikap menjauhkan diri darimaksiat adalah tasawuf palsu serta memberatkan diri dan setiap bathin yangbertentangan dengan lahir adalah keliru dan bukannya yang bathin, dan setiaptauhid yang dibenarkan Al-Qur'an maupun as-sunnah adalah pengingkaranterhadap Tuhan dan bukan tauhid; dan setiap pengenalan terhadap Allah yang tidakdibarengi kerendahan maupun ketulusan jiwa adalah palsu dan bukan pengenalanterhadap Allah.29

    3. Penyimpangan Para Sufi

    Dalam hal yang berbeda, Al-Qusyairi mengemukakan suatu penyimpangan lain daripara sufi abad ke lima hijriyah dengan ungkapan yang pedas.

    Kebanyakan para sufi yang menempuh jalan kebenaran dari kelompok tersebut telah tiada.Dalam bekas mereka, tidak ada yang tinggal di kelompok tersebut kecuali bekas-bekasmereka kemah dan hanya serupa kemah mereka, kaum wanitanya itu, kulihat bukanmereka. Zaman telah berakhir bagi jalan ini. Tidak, bahkan jalan ini telah menyimpang darihakikat realitas. Telah lewat zaman para guru yang menjadi panutan mereka, tidak banyaklagi generasi muda yang mau mengikuti perjalanan dan kehidupan mereka. Sirnalah kinikerendahatian dan punahlah kesederhanaan hidup. Ketamakan semakin menggelora danikatannya semakin membelit. Hilanglah sudah kehormatan agama dari kalbu. Betapasedikit orang yang berpegang teguh pada agama. Banyak orang yang menolakmembedakan masalah halal haram. Mereka cenderung meninggalkan sikap menghormatiorang lain dan membuang jauh rasa malu. Bahkan mereka menganggap remeh pelaksanaanibadah, melecehkan puasa dan sholat, dan terbuai dalam medan kemabukan dan jatuhdalam pelukan nafsu syahwat dan tidak peduli melakukan hal-hal yang tidakdiperbolehkan....30

    28 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 13229 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 13330 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 133-134

  • 17

    Pendapat Al-Qusyairi di atas barangkali terlalu berlebihan. Namun apapunmasalahnya, paling tidak, bahwa itu menunjukkan bahwa tasawuf pada masanya mulaimenyimpang dari perkembangannya yang pertama, baik dari segi akidah atau dari segimoral-moral dan tingkah laku.

    Dalam hal ini, jelaslah bahwa Al-Qusyairi adalah pembuka jalan bagi kedatanganAl-Ghazali, yang berafiliasi pada aliran yang sama, yaitu Al-Asyiariyah, yang nanti akanmerujuk pada gagasannya itu serta menempuh jalan yang dilalui Al-Muhasibi maupun Al-Junaid, serta melancarkan kritik keras terhadap para sufi yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan yang ganjil.31

    b. Tasawuf Al-Ghazali ( 450 505 H )

    Di sebut Masa Konsolidasi karena abad 5 H terjadi pertentangan antara tasawufsemi falsafi dan tasawuf Suni. Dimenangkan tasawuf sunni, tasawuf falsafi tenggelamkemudian muncul lagi abad 6H.Tasawuf Al Ghazali yang berdasarkan ahlu sunnah waljamaah demikian populernya sehingga memperngaruhi filosof islam Syiah, ikhwanu sofadan sebagainya. Ajaran tasawuf al Ghazali ini mengutamakan pendidikan moral (tasawufakhlaki) hal ini dapat disimak dalam kitab ihya ulumuddin.

    1) Biografi singkat

    Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammadbin Taus Ath-Thusi Asy-Syafii Al-Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali atau AbuHamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di kampung Ghazlah, suatukota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H./1058 M, tiga tahun setelah Saljuk mengambilalih kekuasaan di Baghdad.32

    Seorang filosof, teolog, ahli hukum dan Sufi. Al Ghazali adalah arsitekperkembangan Islam di masa belakangan. Kitab karangan beliau banyak populer diIndonesia, diantaranya adalah: Ihya Ulum al Din (Menghidupkan kembali ilmu-ilmuAgama), Al Munqid min Al Dzalal (Penyelamat dari kesesatan), karya beliau lebih dari 70kitab. Dalam kitab Tahafut al Falasifah (Sanggahan terhadap pemikiran kaum filsosof),Ghazali menyangkal filosof yang mendasarkan pada pemikiran pribadi dalam rangka

    31 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 13532 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 135

  • 18

    menjelaskan kebenaran, dan ia berusaha mengembalikan filsafat dalam koridor teologi.Sepeninggal Al Ghazali perselisihan pandangan semenjak wafat Nabi Muhammad SAWagak berkurang, menjadi kesatuan atas dasar keberagaman.33

    2) Ajaran Tasawuf Al-Ghazali

    Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-Qur'andan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jamaah. Coraktasawufnya adalah psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral yang dapat di lihatdalam karya-karyanya seperti Ihyaullum, Al-Din, Minhaj Al-Abidin, Mizan Al-Amal,Bidayah Al Hidayah, Mraj Al Salikin, Ayyuhal Wlad. Al Ghazali menilai negatif terhadap

    syathahat dan ia sangat menolak paham hulul dan utihad (kesatuan wujud), untuk itu iamenyodorkan paham baru tentang marifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrubila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya.34

    Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat karena dianggapnya mempunyaiduakelemahan. Pertama, kurang memerhatikan amal lahiriah, hanya mengungkapkan kata-kata yang sulit dipahami, mengemukakan kesatuan dengan Tuhan, dan menyatakan bahwaAllah dapat disaksikan. Kedua, syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan hasilimajinasi sendiri. Dengan demikian, ia menolak tasawuf semi filsafat meskipun ia maumemaafkan Alk-Hallaj dan Yazid Al-Bustami. Ungkapan-ungkapan yang ganjil itu telahmenyebabkan orang-orang Nasrani keliru dalam menilai Tuhannya, seakan-akan Ia beradapada diri Al-Masih.35

    a) Makrifat

    Al-Ghazali sama sekali menolak paham Hulul dan Ittihad. Untuk itu iamenyodorkan paham baru tentang marifat. Yakni, pendekatan diri kepada Allah tanpa

    diikutipenyatuan dengan-Nya. Jalan marifat adalah adalah perpaduan ilmu dan amal,sementara buahnya adalah moralitas. Ringkasnya, Al-Ghazali patut disebut berhasilmendiskripsikan jalan menuju Allah.SWT. Marifat menurut versi Al-Ghazali diawalidalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian dalamtingkatan-tingkatan (maqamat) dan keadaan (ahwal).

    33 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 13534 http://ferrydjajaprana.multiply.com/journal/item/38135 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 141

  • 19

    Oleh karena itu, Al-Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam. Dialah orangyang mampu memadukan diantara ketiga kubu keilmuan Islam, takni tasawuf, fiqh, danilmu kalam yang sebelumnya terjadi ketegangan diantara ketiganya.36

    Menurut Al-Ghazali, marifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui

    peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada, alat untuk memperoleh marifat

    bersandar pada sirr, qolb dan roh. Pada saat sirr, qalb dan roh yang telah suci dan kosongitu dilimpahi cahaya Tuhan dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan, kelak keduanyaakan mengalami iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahayanya kepada sangsufi sehingga yang dilihatnya hanyalah Allah, di sini sampailah ia ke tingkat marifat.37

    b) As-Saadah

    Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihatAllah (ruyatullah) di dalam kitab Kimiya As-Saadah, ia menjelaskan bahwa As-Saadah

    (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai denganciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus dan indah,nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara merdu. Demikian juga seluruh anggotatubuh, masing-masing mempunyai kenikmatan tersendiri.

    Kenikmatan qalb sebagai alat memperoleh marifat terletak ketika melihat Allah.

    Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena marifat itu

    sendiri agung dan mulia. Kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akanhilang setelah manusia mati. Sedangkan kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhanbergantung pada qalb dan tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati. Sebab qalbtidak ikut mati, malah kenikmatannya bertambah karena dapat keluar dari kegelapanmenuju cahaya terang.38

    h. Tasawuf Abad ke VI

    Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukanantara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafatYunani. Pengalamanpengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba

    36 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 14237 http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/ajaran-ajaran-tasawuf-al-ghazali.html38 Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf, hal. 143

  • 20

    kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yaknibahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yangbisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali.39

    Tokoh tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenaldengan Ibnu Arabi ( 560 638 H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yangdilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar (Syekh Besar).Di masa mudanya, ia pernah menjadi sekretaris hakim tingkat wilayah. Sakit keras yangpernah dialami mengubah sikap hidup yang sangat drastis. Dia menjadi seorang zahid danabid. Dia menghabiskan waktunya di beberapa kota di Andalusia dan di Afrika Utara untukbertemu para guru shufi. Umur tiga puluh tahun pindah ke Tunis kemudia ke Fas. Disini,Ibnu Arabi menulis buku berjudul al-Isra Ila Maqam al-Asra ( ).Kemudian pergi ke Kairo dan al-Quds yang kemudian diteruskan ke Makkah untukmenunaikan ibadah haji. Ibnu Arabi beberapa tahun tinggal di Mekkah dan disinilah iamenyusun kitab Taj al-Rasail ( ) dan Ruh al-Quds ( ) dan pada tahun 598H. Mulai menulis kitab yang sangat terkenal al-Futuhat al-Makkiyyah ( ).Ahirnya Ibnu Arabi tinggal di Damaskus dan menulis kitab Fushush al-Hikam ( ). Ibnu Arabi meninggal pada tahun 638 H.

    Tokoh lainnya adalah al-Syuhrawardi (549 587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masapemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokohberikutnya adalah Ibnu Sabin (667 H.) dan Ibn al-Faridl (632 H.)

    Pada abad VI juga ditandai dengan munculnya tariqat yakni madrasah shufi yangbertujuan membimbing calon shufi menuju pengalaman ilahi melalui teknik dzikir tertentu.Oleh sebagian orang dikatakan bahwa munculnya taiqat adalah untuk membantu orang-orang awam agar ikut mencicipi tasawuf karena selama ini pengalaman tasawuf hanya

    dialami oleh orang-orang tertentu saja ( khawash). Disamping itu kehadiran thariqat jugauntuk memagari tasawuf agar senantiasa berada dalam koridor syariat. Itulah sebabnyasistem thariqat sangat ketat.

    39 Mani bin Hammad al-Jahni, al-Mausuah al-Muyassarah Fii al-Adyan Wa al-Madzahib Wa al-Ahzab al-Muashirah, al-Maktabah al-syamilah, Juz 50 bab al-Muqaddimah al-Hammah, Juz 53, h.2

  • 21

    i. Tasawuf Setelah abad ke VII dan ke VIII

    Periode abad ketujuh Hijriyah tidak kalah penting dengan periode-periodesebelumnya. Sebab pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidupbagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip,dan sistem khusus; di mana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa adanya ikatan satu sama lain.

    Periode inilah kata tarekat pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlahpribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani. Mereka hidup secara kolektif di berbagai zawiah, rabath,dan khanaqah (tempat-tempat latihan), atau berkumpul secara periodik dalam acara-acaratertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.40

    Tarekat secara etimologis berasal dari bahasa Arab, thariqah yang berarti al-khat fial-syai (garis sesuatu), al-shirat dan al-sabil (jalan). Kata ini juga bermakna al-hal(keadaan). Dalam literatur Barat, menurut Gibb, kata thariqah menjadi tarika yang berartiroad (jalan raya), way (cara), dan path (jalan setapak).41 Hanya saja ada perbedaan antararoad dan path. Jika yang pertama merupakan jalan besar yakni syariat, maka yang keduajalan kecil yakni yang secara khusus ditujukan sebagai tarekat atau perjalanan spiritual.42

    Sedangkan secara praktis, tarekat dapat dipahami sebagai sebuah pengamalankeagamaan yang bersifat esoterik (penghayatan), yang dilakukan oleh seorang Muslimdengan menggunakan amalan-amalan berbentuk wirid dan zikir yang diyakini memilikimata rantai secara sambung menyambung dari guru mursyid ke guru mursyid43 lainnyasampai kepada Nabi Muhammad Saw, dan bahkan sampai Jibril dan Allah. Mata rantai inidikenal di kalangan tarekat dengan nama silsilah (transmisi). Dalam tataran ini, tarekatmenjadi sebuah organisasi ketasawufan.44

    Secara lebih komprehensif, dalam dunia sufistik menurut Schimmel, tarekat adalahjalan yang ditempuh para sufi, dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat,

    40 Kautsar Azhari Noer, Tasawuf Perennial (Jakarta: Serambi, 2003), h. 23541 HLM.A.R. Gibb, Shorter Encyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1974), h. 57342 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 1543 Para pengikutnya bermula dari pengikut biasa (mansub), menjadi murid, kemudian menjadi

    pembantu syaikh (khalifahnya) dan akhirnya jika memungkinkan bisa menjadi seorang guru yang mandiri(mursyid). Lihat Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), h.15

    44 Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 44-45

  • 22

    sebab jalan utama disebut syar sedangkan anak jalan disebut tariq. Kata turunan ini

    menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabangdari jalan utama yang terdiri atas hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap Muslim.

    Tidak mungkin ada jalan tanpa adanya jalan utama tempat ia berpangkal;pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaatiterlebih dahulu secara seksama. Akan tetapi tariq atau jalan itu lebih sempit dan lebih sulitdijalani serta membawa santri (salik) dalam suluk atau pengembaraannya melalui berbagaipersinggahan (maqam), sampai mungkin cepat atau lambat akhirnya ia mencapaitujuannya, yaitu tauhid sempurna; yaitu pengakuan berdasarkan pengalaman bahwa Tuhanadalah satu.45

    Sebagai organisasi tasawuf atau metode spiritual yang praktis, tarekat memilikimetode yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada yang menggunakan programpenyucian jiwa, zikir, tafakur, meditasi, mendengar musik dan menari, qiyamul lail danlain-lain. Tetapi tujuan mereka semuanya sama yakni untuk mendekatkan diri kepada Allahsemata (taqarrub ila Allah)46

    Walaupun sejak jauh sebelumnya organisasi tarekat telah hadir, seperti tarekatJunaidiyyah yang bersumber pada ajaran Abu Al-Qasim Al-Junaid Al-Baghdadi (w. 297H) atau tarekat Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan ibn Muhammad Nuri (w. 295 H),namun baru pada abad ketujuh Hijriyah dan sesudahnya inilah tarekat berkembang pesat.47Di sini akan dipaparkan beberapa sampel tarekat-tarekat besar dan terkenal dalam duniaIslam, diantaranya:

    1) Tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 561 H). Al-Jilanimengikuti fikih mazhab Hanbaliyyah dan menguasai tiga belas macam ilmu, sepertifikih, ushul fikih, tafsir, nahwu, ilmu hadis dan sebagainya.48 Ia mengaitkan tasawufdengan Al-Quran maupun Sunnah. Tarekat tersebut tersebar luas sampai ke Yaman,Syria, Mesir, India, Turki, Afrika, dan tetap berkembang sampai sekarang di Mesir,Sudan, di bebagai kawasan Asia maupun Afrika.

    45 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terj. S. Djoko Damono dkk. (Jakarta, PustakaFirdaus, 2003), h. 123

    46 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 11747 Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2006), h. 103

    48

  • 23

    2) Tarekat Rifaiyyah yang didirikan oleh Ahmad Rifai (w. 578 H) di kawasanBathaih. Ia seorang yang sangat saleh dan bermazhab Syafii. Ajaran-ajarantasawuf Ahmad Rifai banyak diriwayatkan oleh Syarani yang meliputi tentang

    zuhud, marifat dan cinta. Tarekat Rifaiyyah pun tersebar luas ke berbagai kawasanIslam dan sampai sekarang masih berkembang di Mesir maupun dunia Islamlainnya.

    3) Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Al-Najib Al-Suhrawardi (w. 563 H) sertaAl-Suhrawardi Al-Baghdadi (w. 632 H). Al-Suhrawardi Al-Baghdadi mengarangkitab tasawuf terkenal yaitu Awarif al-Maarif, yang berisi aturan-aturan tarekattersebut dan dia dipandang sebagai pendiri tarekat tersebut yang sebenarnya.

    4) Tarekat Syadziliyyah yang didirikan oleh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (w. 656 H)yang berasal dari Tunisia kemudian mengembara ke Mesir dan menetap diIskandariah. Penerus Syadzili yang sangat terkenal adalah Abu Al-Abbas Al-Mursi,Ibn Athaillah Al-Sakandari dan Ibn Abbad Al-Runda. Di bidang hukum, tarekat inimengikuti mazhab Maliki. Tarekat Syadziliyyah merupakan tarekat yang palinglayak disejajarkan dengan tarekat Qadiriyyah dalam hal penyebarannya.49

    5) Tarekat Ahmadiyyah yang didirikan oleh Sayyid Ahmad Al-Badawi (w. 675 H),yang berasal dari Maroko, lalu merantau ke Makkah dan menetap di Mesir. Tareketini konsisten dengan Al-Quran dan Sunnah, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Badawi bahwa tarekatnya dibina oleh Al-Quran, Sunnah, kejujuran, kebeningankalbu, loyalitas, penanggungan derita, dan pemeliharaan janji. Tarekat iniberkembang di Mesir sejak tokoh utamanya masih hidup hingga sekarang.

    6) Tarekat Birhamiyyah yang berasal dari putra Mesir yaitu Ibrahim al-Dasuqi al-Qurysi (w 676 H). Al-Dasuqi, seperti tarekat-tarekat sebelumnya, sangatmenekankan aturan syariat. Baginya, syariat adalah pokok, sementara hakikatadalah cabang. Jika syariat menghimpun seluruh ilmu yang diwajibkan, makahakikat menghimpun seluruh ilmu yang disembunyikan. Tarekatnya tersebar luasdi Mesir, Syria, Hijaz, Yaman dan Hadhramaut.

    7) Tarekat Kubrawiyyah yang berasal dari Persia yaitu dari ulama Najmuddin Kubra(w. 618 H). Pada tarekat inilah Fariduddin Al-Atthar berafiliasi. Sementara itu diTurkistan muncul tarekat Yasawiyyah yang dinisbahkan kepada Ahmad Al-Yasawi

    49 Sri Mulyati (et. al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta:Prenada Media, 2006), hlm. 73

  • 24

    (w 562 H) dan di Asia Tengah muncul tarekat Syisytiyyah yang berasal dariMuinuddin Hasan Al-Syisyti (w 623 H).

    8) Pada abad-abad berikutnya bermunculan pula tarekat-tarekat lain yang tersebar luaske berbagai kawasan Islam, seperti Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh Baha

    Naqsyaband Al-Bukhari (w. 791 H), tarekat Bektasyiyyah yang didirikan oleh HajiBektasyi (w 738 H), serta tarekat Maulawiyyah yang dinisbatkan kepada JalaluddinRumi (w 1273 H).

    Begitulah kemunculan dan tersebar luasnya tarekat-tarekat sufi di dunia Islam, yangsebagiannya sampai sekarang masih aktif. Dari pelbagai bentuk tarekat di atas, menurutAbu al-Wafa al-Taftazani, tujuan tertinggi dari seluruh tarekat sufi dari dulu hinggasekarang adalah tetap bercorak moral, yakni penyesuaian diri, kejujuran, amal, kesabaran,kekhusyuan, cinta orang lain, tawakkal dan keutamaan-keutamaan lain yang diserukanIslam.50

    Walaupun demikian, dalam pengamatan Fazlur Rahman, mulai abad dua belasinilah, ketika wacana-wacana tasawuf bermetamorfosa ke dalam pelbagai bentuk ordo sufi,terjadi pula sejumlah penyimpangan dalam tubuh tasawuf. Sebagian ordo-ordo sufi, yangdisebut Rahman dengan agama populer ini, secara radikal mengubah aspek sufismewalaupun tidak sama sekali menggantikan citanya.51

    Karena tujuan-tujuan praktis masyarakat Islam di mana sufisme tidak murni lagisebagai metode self-disiplin moral, peningkatan, dan pencerahan spiritual yang asli,sufisme justru berubah menjadi teosofi yang menyimpang. Sejak era tersebut, otoritasmutlak pemimpin sufi, yang disebut syekh atau mursyid, dalam masalah-masalah spiritualmaupun material terhadap murid-muridnya, menjadi prinsip undang-undang pokokorganisasi sufi.

    Mayoritas besar masyarakat selalu menegaskan bahwa seorang pembimbing yangmasih hidup walaupun yang relatif tidak sempurna, adalah mutlak perlu. Dengan demikiansufisme praktis menjadi kusltus atas individu-individu. Istilah orang yang tidakmempunyai pembimbing menjadi hampir sama artinya dengan orang yang tak bertuhan

    50 Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi Utsmani (Bandung:Pustaka, 2003), h. 235-244

    51 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung, Pustaka: 1997), Cet. Ke-3, h. 150-166

  • 25

    dalam pikiran masyarakat umum. Pijakan pada otoritas mursyid-mursyid sufi ini malahmeningkatkan kepasifan para pengikut mereka.

    Sebagian tokoh-tokoh pembaru berusaha melakukan kritik konstruktif danberupaya membenahi penyimpangan-penyimpangan sufisme. Walaupun telah ada pelbagaiusaha dari para tokoh-tokoh ilmuwan klasik hingga abad modern, menurut Rahman sebagaimedia ekspresi bagi agama rakyat, sufisme telah mendapat tempat yang paling tinggi didalam Islam. Padahal sejak berkembangnya agama populer, berbagai penyimpangan dalamsufisme telah melanda Islam dalam segala penjuru.

    Puspa ragam penyimpangan sufisme yang diidentifikasi Rahman secara garis besarmencakup kemutlakan otoritas syekh-syekh sufi terhadap murid-murid mereka,pengagungan terhadap manusia-manusia yang dianggap suci, karamah-karamah, makam-makam para wali, dan sebagainya.52 Pada dasarnya sufisme mengemukakan kebutuhan-kebutuhan religius yang penting dalam diri manusia. Pada titik ini, kritik konstruktifterhadap pelbagai kekeliruan tasawuf dan pembaruan tasawuf harus terus diupayakankembali.

    j. Tasawuf Abad Modern

    Masyarakat modern adalah masyarakat yang cenderung sekuler, hubunganmasyarakat tidak lagi didasarkan atas prinsip dan tradisi persaudaraan, tetapi lebih padaprinsip-prinsip fungsional pragmatis. Masyarakat seakan merasa bebas dan terlepas daricontrol agama dan pandangan dunia metafisis, ciri-ciri yang lain adalah penghilangan nilai-nilai sakral terhadap dunia, meletakkan hidup manusia dalam konteks kenyataan sejarah,dan penisbiaan nilai-nilai.

    Masyarakat modern yang memiliki cirri tersebut ternyata menyimpan problemahidup yang sulit dipecahkan. Rasionalisme, sekulerisme, materialisme, dan lain sebagainyatidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya akan tetapi sebaliknya,menimbulkan kegelisahan hidup yang amat menyiksa.

    Hossein Naser mneyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi berada dalam wilayah pinggiran eksistensi

    52 Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (Islamabad: The Islamic Research Institute, 1984), h. 115

  • 26

    sendiri, bergerak menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkanwahyu mereka tinggalkan hidap dalam keadaan sekular.53

    Dari sanalah kemdian terjadi suatu kekeringan jiwa yang dirasakan oleh masyarakatmodern. Mereka kemudian berlomba-lomba mencari ketenangan batin dan jiwa darikekeringan. Dan jalan spiritual lah yang kemudian dapat membawa satu keseimbangandalam hidup mereka, sehingga lambat laun tasawuf sebagai salah satu jalan agama yangdapat membawa kepada Tuhan menjadi salah satu pilihan utama untuk lebih dapatmendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan agar diberikan ketenangan rohani.

    Sehingga dapat dikatakan bahwa sufi di zaman modern ialah orang yang mampumenghadirkan ke dalam dirinya nilai-nilai Ilahiyah yang memancar dalam bentuk perilakuyang baik dan menyinari kehidupan sesama manusia. Inilah makna hadis Rasulullah Saw.,khairunnas anfauhum linnas, bahwa sebaik-baik manusia ialah manusia yang bermanfaatbagi sesama manusia.

    Kesan bahwa sufi harus menjauhkan diri dari masyarakat (uzlah) dan sibuk denganibadahnya sendiri, seperti yang digambarkan oleh para pihak, bahwa untuk mengamalkanpraktik kesufian hanyalah dengan penyendirian dengan tujuan menyatu dengan Tuhan,tampaknya merupakan hal yang kurang relevan dengan modernitas yang mengharuskanadanya hubungan antar pribadi dan kelompok manusia dalam membangun peradabanmodern yang cirinya adalah pemanfaatan iptek dan pendayagunaan sumberdaya secaramaksimal serta kemakmuran kehidupan.

    Untuk itu, diperlukan orientasi baru berupa penghadiran nilai-nilai Ilahi dalamperilaku keseharian manusia modern, sehingga peran agama yang menghendaki kesucianmoral tetap terasa sangat perlu. Hal ini berarti, pengamalan ajaran agama tidak cukup jikahanya bersifat rasional dan formal tanpa kesadaran batiniyah yang mendalam, sehinggasetiap muslim dapat merasakan nikmatnya beragama, yang di dalamnya terkandungkecintaan kepada Tuhan sekaligus kecintaan kepada sesama manusia dan sesama makhluk.

    Untuk itu, tasawuf di abad modern tidak lagi berorientasi murni kefanaan untukmenyatu dengan Tuhan, tetapi juga pemenuhan tanggung jawab manusia sebagai khalifahTuhan yang harus memperbaiki dirinya dan sesama makhluk. Dengan kata lain, tasawuf

    53 Komarudin Hidayat, Upaya Pembebasan Manusia; Tinjauan Sufistik Terhadap Manusia Modernmenurut Hossein Nasr Dalam M Dawam Rahardjo (ed) Insan Kamil, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), h. 184

  • 27

    tidak hanya memuat dimensi kefanaan yang bersifat teofani, tetapi juga berdimensi profanyang di dalamnya terdapat kepentingan sesama manusia yang mendunia.

    Inti dari ketertarikan manusia modern kepada dunia spiritual (tasawuf) padadasarnya ingin mencari keseimbangan baru dalam hidupnya, dan dalam pandangan yangagak eksistensialis, ingin kembali kepada kemerdekaan manusia yang telah mengalamireduksionisasi dalam kehidupan modern. Kehidupan dengan perspektif tersebut dapatdicapai apabila manusia senantiasa melakukan transendensi terus-menerus.54

    54 Syamsul Arifin, Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan, (Yogyakarta: Sipress, 1996), h.9.

  • 28

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Dari apa yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa tasawuf islam telahmelalui banyak fase dan perubahan. Dimulai dari kemunculannya pada abad I, hingga masamodern sekarang ini.

    Para ulama tasawuf, walaupun mereka berselisih pendapat tentang asal usultasawuf, baik dari segi penamaannya maupun dasar tasawuf itu berdiri, mereka sepakatbahwa esensi dari tasawuf itu sendiri adalah menyucikan diri baik jasmani maupun rohanidari segala perbuatan-perbuatan yang tercela, sehingga dari sana muncul manusia yangsempurna yang mampu mendekatkan dirinya dengan sang Pencipta, Allah SWT.

    Usaha-usaha untuk menghidupkan kembali pemahaman tentang tasawuf terutamapada abad modern ini terus digalakkan, dengan harapan manusia kembali kepada fitrahmereka sebagai hamba yang patuh dan taat kepada Allah.

  • 29

    Daftar Pustaka

    - Abd al-Hakim Hasan, Al-Tasawwuf fi Syir al-Arabi,( Mesir: Al-Anjalu al-Misriyyah, 1954)

    - Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, Alih Bahasa Abdullah Zaky al-Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002)

    - Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, Cetakan ke-12, (Jakarta : IKAPI, 2010)- Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi Utsmani

    (Bandung: Pustaka, 2003)- Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Vol. 2, (Kairo: Musthafa al-Babi al-

    Halabi, 1334 H)- Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)- Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2000)- Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terj. S. Djoko Damono dkk.

    (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2003)- Fazlur Rahman, Islam, Cet. Ke-3, (Bandung, Pustaka: 1997)- Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (Islamabad: The Islamic Research

    Institute, 1984)- Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2006)- Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Cetakan ke-XII (Jakarta: PT

    Pustaka Panjimas, 1986)- Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan

    Bintang, 1973)- HLM.A.R. Gibb, Shorter Encyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1974)- http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/ajaran-ajaran-tasawuf-al-ghazali.html- http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-

    tasawuf-salafi.html

    - http://nizaralkhuri.blogspot.com/2012/10/perkembangan-tasawuf-pada-abad-34-5-h.html

    - Kautsar Azhari Noer, Tasawuf Perennial (Jakarta: Serambi, 2003)- Komarudin Hidayat, Upaya Pembebasan Manusia; Tinjauan Sufistik Terhadap

    Manusia Modern menurut Hossein Nasr Dalam M Dawam Rahardjo (ed) Insan Kamil,

    (Jakarta: Grafiti Press, 1985)

  • 30

    - Mani bin Hammad al-Jahni, al-Mausuah al-Muyassarah Fii al-Adyan Wa al-Madzahib Wa al-Ahzab al-Muashirah, al-Maktabah al-syamilah, Juz 50 bab al-Muqaddimah al-Hammah

    - Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan,1996)

    - Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006)- Sholikin dan Anwar Rosihon. Ilmu tasawuf: Untuk Mata Kuliah Ilmu Tasawuf di

    Seluruh Jurusan PTAIN dan PTAIS, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008)- Sokhi Huda, Tasawuf kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, Cet. 1, (LKiS

    Yogyakarta: 2008)- Sri Mulyati (et. al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di

    Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2006)- Syamsul Arifin, Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan, (Yogyakarta:

    Sipress, 1996)- Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradapan,

    (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeven, tth)- Tim Penyusun, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Medan: Proyek PPTA Sumut, 1982)

    01 COVER.pdf (p.1)02 KATA PENGANTAR.pdf (p.2-3)03 Sejarah perkembangan tasawuf dalam islam... selesai.pdf (p.4-33)