Penatalaksanaan Hematoma pada Epidural Analgesia
-
Upload
yunita-paramita -
Category
Documents
-
view
162 -
download
10
description
Transcript of Penatalaksanaan Hematoma pada Epidural Analgesia
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala traumatik mengenai hampir 2% populasi dunia per tahun
dan menjadi penyebab kematian dan kecacatan berat pada anak-anak dan orang
dewasa muda. Cedera kepala traumatik dapat mempengaruhi kualitas hidup dari
pasien dan keluarganya karena kecacatan yang ditimbulkan dapat mengurangi
produktivitas dan penghasilan yang didapat. Lebih lanjut, komplikasi tersering
dari cedera kepala traumatik adalah terbentuknya haematoma intrakranial.
Berdasarkan beberapa data diketahui 25 – 45% terjadi pada pasien dengan cedera
kepala berat, 3 – 12% pada pasien dengan cedera kepala sedang, dan 1 dari 500
pasien dengan cedera kepala ringan.1
Haematoma intrakranial terdiri dari 3 macam yaitu Epidural Haematoma
(EDH), Subdural Haematoma (SDH) dan Intracerebral Haematoma (ICH). EDH
merupakan akumulasi darah yang terbentuk antara tulang tengkorak dengan
lapisan terluar dari meningen yaitu duramater. SDH merupakan akumulasi
darah yang terbentuk antara lapisan duramater dan lapisan tengah dari
meningen yaitu arahnoid. ICH merupakan akumulasi darah yang terbentuk di
dalam otak.2
EDH relatif jarang terjadi dibandingkan dengan SDH yaitu sekitar
0,5% dari seluruh penderita cedera kepala traumatik dan 9 % dari pasien
dalam keadaan koma. Walaupun jarang terjadi, EDH tetap harus diberi
perhatian serius karena dapat menimbulkan penekanan pada otak di
bawahnya. Penekanan ini yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
pasien sampai terjadi koma bahkan meninggal dunia. Pasien dengan EDH
memiliki prognosis sangat baik jika didiagnosis dan ditangani dengan cepat
dan tepat.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi Epidural Haematoma
EDH didefinisikan sebagai akumulasi darah yang terbentuk antara
duramater dan tulang tengkorak.4
1.2. Epidemiologi Epidural Haematoma
Sejak dipergunakannya CT Scan sebagai modalitas pemeriksaan
penunjang untuk mengidentifikasi lesi intrakranial sesudah terjadi trauma, insiden
EDH pada pasien dengan Traumatic Brain Injury (TBI) dilaporkan sekitar 2,7 –
4%. Pada pasien yang mengalami koma, hampir mencapai 9% mengalami EDH
dan memerlukan tindakan kraniotomi. Puncak insiden EDH adalah pada dekade
kedua dan rata-rata pasien dengan EDH berusia antara 20 – 30 tahun. EDH jarang
terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 50 – 60 tahun. Insiden tertinggi pada
pasien anak-anak dengan EDH rata-rata berusia sekitar 6 – 10 tahun. EDH sangat
jarang terjadi pada anak-anak yang sangat muda dan neonatus.1
1.3. Etiologi dan Patogenesis Epidural Haematoma
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh, dan kriminal merupakan penyebab
tersering terjadinya EDH dengan rata-rata berturut-turut sekitar 53% (antara 30 –
73%), 30% (antara 7 – 52%), dan 8% (antara 1 – 19%). Pada pasien anak-anak,
terjatuh merupakan penyebab tersering terjadinya EDH yaitu sekitar 49% (antara
25 – 59%) sedangkan kecelakaan lalu lintas sekitar 34% (antara 25 – 41%). EDH
dapat terjadi akibat cedera pada arteri meningeal media, vena meningeal media,
vena diploic atau sinus venosus. Biasanya cedera pada pembuluh darah-pembuluh
darah tersebut sering dihubungkan dengan adanya fraktur dari tulang tengkorak
diatasnya.1
Berdasarkan beberapa laporan kasus, perdarahan dari arteri meningeal
media merupakan sumber utama dari EDH. Laporan kasus EDH terbaru pada 102
pasien anak-anak dan 387 pasien dewasa, perdarahan arteri diidentifikasi sebagai
2
sumber dari EDH pada 36% pasien dewasa dan hanya 18% pada pasien anak-
anak. Pada 31% pasien anak-anak, sumber perdarahan tidak dapat diidentifikasi
dan perdarahan vena terjadi sekitar 32% pada kedua kelompok umur tersebut.5
EDH dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan infeksi parakranial,
penyakit perdarahan atau koagulopati, malformasi pembuluh darah dan
neoplasma. EDH melalui mekanisme-mekanisme ini jarang terjadi.6
Gambar 1. Penampang melintang otak dan lokasi terjadinya EDH dan SDH (Maiese K, 2008)
1.4. Lokasi Epidural Haematoma
Pada beberapa laporan kasus pembedahan, EDH lebih sering berlokasi
pada region temporoparietal dan temporal dibandingkan lokasi lain. Pada 2 – 5%
pasien, ditemukan EDH bilateral. EDH juga memiliki sedikit kencederungan
predominan terjadi pada sisi kanan dibandingkan kiri.7
1.5. Manifestasi Klinis Epidural Haematoma
Manifestasi klinis pasien dengan EDH dapat bervariasi. Sekitar 22 – 56%
pasien dengan EDH mengalami koma pada saat datang ke unit gawat darurat atau
sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Beberapa pasien dengan EDH tetap
sadar pada saat mengalami cedera sampai menjalani pembedahan yaitu sekitar 12
– 42%. Pasien-pasien dengan EDH sekitar 47% ada yang memperlihatkan
3
keadaan “lucid interval”. Keadaan ini ditandai dengan kondisi pasien yang pada
awalnya tidak sadar, kemudian mengalami perbaikan kondisi dan beberapa saat
kemudian kondisinya kembali memburuk.1
Keabnormalan ukuran pupil ditemukan antara 18 – 44% pasien dengan
EDH. Beberapa pasien dengan EDH menunjukkan gangguan pada fungsi
neurologis. Gejala-gejala neurologis yang dapat timbul meliputi deficit fokal
seperti hemiparesis, deserebrasi, dan kejang. Kejang ditemukan sekitar 8% pada
pasien anak-anak dengan EDH. Namun, mencapai 27% pasien dengan EDH
memiliki fungsi neurologis normal.1
Gejala-gejala lain yang dapat muncul yaitu nyeri kepala dan muntah-
muntah yang sering dihubungkan dengan adanya fraktur tulang tengkorak dan
peningkatan tekanan intrakranial.3
1.6. Pemeriksaan Penunjang Epidural Haematoma
a. Pemeriksaan Laboratorium8
Pemeriksaan darah lengkap untuk mengevaluasi ada tidaknya
infeksi serta menilai hematokrit dan jumlah platelet untuk menilai
resiko perdarahan.
Pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT) untuk mengidentifikasi diatesis
perdarahan.
Pemeriksaan kimia serum meliputi elektrolit, blood urea nitrogen
(BUN), kreatinin dan glukosa untuk menilai status metabolik yang
dapat memperburuk perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan Radiologi8
Pemeriksaan foto polos kepala (skull radiography) dapat
memperlihatkan adanya fraktur tulang tengkorak.
Pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa kontras untuk melihat adanya
fraktur tulang tengkorak dan EDH.
4
o EDH akut nampak sebagai massa hiperdens berbentuk
biconvex yang terletak diantara otak dan tulang tengkorak,
daerah yang berwarna hipodens menunjukkan adany serum
atau darah segar.
o EDH kronik dapat memperlihatkan penampakan yang
heterogen karena neovaskularisasi dan granulasi. Pemberian
kontras akan memperlihatkan adanya enhancement perifer.
o CT Scan Kepala juga dapat memperlihatkan adanya udara
dan pergeseran dari parenkim otak.
Gambar 2. Pemeriksaan CT Scan Kepala sebelum dan sesudah pembedahan
kraniotomi (Liebeskind DS, 2010)
1.7. Penatalaksanaan Epidural Haematoma
Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi usaha resusitasi awal yang
terdiri dari penilaian dan stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus
dilakukan pertama kali pada pasien dengan EDH. Evaluasi trauma merupakan hal
yang wajib dilakukan berikutnya meliputi inspeksi fraktur tulang tengkorak dan
menentukan mekanisme dan lokasi trauma yang tepat. Imobilisasi tulang belakang
terutama daerah servikal harus dilakukan padasaat mengirim pasien ke pusat
pelayanan kesehatan yang memiliki ahli bedah saraf. Penatalaksanaan definitif
pasien dengan EDH bergantung pada derajat defisit neurologis yang dialaminya.8
5
Pasien yang sadar dan memiliki orientasi penuh dapat dilakukan
pemeriksaan neurologis singkat dan CT Scan. Pasien dengan EDH kecil dapat
diterapi secara konservatif dengan pengawasan ketat jika terlambat, perburukan
status neurologis secara mendadak dapat terjadi. Pasien yang diindikasikan
menjalani pembedahan, pemberian cairan intravena untuk mempertahankan
euvoleemia dan menyediakan tekanan perfusi otak yang adekuat. Pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial dapat diterapi dengan diuretik osmotik dan
hiperventilasi dengan kepala ditinggikan dengan sudut 30o terhadap tempat tidur.
Pasien yang diintubasi dapat dilakukan hiperventilasi dengan pernapasan
mandatori intermiten dengan kecepatan 16-20 kali / menit dan volume tidal 10-12
ml/kg. Tekanan parsial CO2 antara 28 – 32 mmHg adalah ideal. Hipokapnia berat
(pCO2 < 25 mmHg) dapat menginduksi vasokontriksi serebral dan iskemia.
Koagulopati dan perdarahan persisten dapat diberikan vitamin K, protamine
sulfate, fresh frozen plasma, transfusi trombosit atau konsentrasi faktor
pembekuan.8
Indikasi tindakan pembedahan pada pasien dengan EDH berdasarkan pada
skor GCS, pemeriksaan pupil, komorbid, hasil CT Scan Kepala, umur dan tekanan
intrakranial pasien. Perburukan status neurologis sepanjang waktu juga
merupakan faktor penting untuk memilih tindakan pembedahan. Pasien yang
mengalami cedera kepala yang datang ke unit gawat darurat dengan perubahan
status mental, pupil asimetris dan fleksi atau ekstensi ekstremitas abnormal
merupakan tanda-tanda dari EDH yang menekan otak dan batang otak.1
Pasien dengan volume EDH lebih dari 30 cm3, terjadi midline shift (MLS)
lebih dari 5 mm dan tebal bekuan darah lebih dari 15 mm pada pemeriksaan CT
Scan Kepala awal diindikasikan untuk menjalani pembedahan untuk
mengevakuasi bekuan darah. Pasien yang tidak mengalami koma, tidak terdapat
defisit neurologis fokal dan EDH, volume kurang dari 30 cm3, MLS kurang dari 5
mm dan tebal bekuan darah kurang dari 15 mm pada pemeriksaan CT Scan
Kepala awal dapat diterapi konservatif dengan pemeriksaan CT Scan Kepala
berseri dan pengawasan neurologis ketat. Pemeriksaan follow up pertama CT Scan
Kepala dilakukan 6 – 8 jam sesudah terjadi trauma kepala.1
6
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1. Evaluasi Pra Anestesi
1.1.1. Identitas Penderita
Nama : RSU
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jalan Trengguli I Gang I/42
No. CM : 01.48.63.78
Diagnosis : Cedera Kepala Ringan, Epidural Hematom
Temporoparietal Dextra, Fraktur Linier Temporal
Dextra, V. App R/ Preputium
Tindakan : Trepanasi + Evakuasi Clot + Sirkumsisi
MRS : 7 Juni 2011
Tanggal Operasi : 7 Juni 2011
1.1.2. Anamnesis
Pasien merupakan rujukan dari RS Trijata dengan diagnosis CKR + V.
Excoriasi R. Frontalis + V. Laceratum R. Gland Penis. Pasien datang ke IRD
RSUP Sanglah diantar orang tuanya dalam keadaan sadar, mengeluh mengalami
sakit di kepala dan kemaluan pada tanggal 7 Juni 2011. Orang tua pasien
mengatakan bahwa keluhan sakit yang dialami pasien dimulai sejak 4 jam SMRS
sesudah jatuh dari motor. Mechanism of Injury (MOI) : pasien dikatakan
dibonceng oleh pembantunya menggunakan sepeda motor, kemudian keduanya
terjatuh saat menghindari anjing yang menyebrangi jalan sekitar pukul 12.00 7
WITA ( ± 4 jam SMRS), saat terjatuh kepala pasien yang tidak menggunakan
helm terbentur parit. Pasien dan pembantunya kemudian dibawa ke RS Trijata
oleh warga yang melihat untuk mendapat pertolongan. Keluarga pasien kemudian
meminta agar anaknya dirujuk ke RSUP Sanglah. Riwayat perdarahan (-), riwayat
pingsan (-), dan riwayat muntah (+) 2 kali. Riwayat alergi (-), riwayat operasi
sebelumnya (-), riwayat menderita ISPA (-), dan riwayat asthma (-).
1.1.3. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A. Airway
Bebas
Trachea di tengah
B. Breathing
Dada simetris
Sesak napas tidak ada
Respirasi 20 kali / menit
Krepitasi tidak ada
Suara napas
o Kanan : Jelas, Ronchi tidak ada, Wheezing tidak ada
o Kiri : Jelas, Ronchi tidak ada, Wheezing tidak ada
C. Circulation
Nadi 88 kali / menit, Reguler
Suhu Axilla 36,2oC
Temperatur kulit hangat
Gambaran kulit normal
D. Disability
Alert
8
Secondary Survey
Kepala : Normocephali, Cephalhematom (+) R. Frontalis
Maxillofacial : V. Excoriatum (+) R. Frontalis Dextra
C-Spine /Neck : Stabil
Chest :
Cor : S2 S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) Normal
Genital-Perineum : R. Preputium, V. Laceratum, Edema (+), Nyeri
Tekan (+)
Rectal Toucher : Tidak dapat dievaluasi
Musculoskeletal : Hangat +/+, Edema -/-
Status Present
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
Nadi : 88 kali / menit
Respirasi : 20 kali / menit
Suhu : 36,2oC
Berat badan : 22 kg
Status General :
Susunan saraf pusat : Compos Mentis (GCS E4V5M6), Anemis -/-,
Reflex Pupil +/+ Isokor, Cephal hematom R/
Frontal
9
Respirasi : RR 20 kali / menit
Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-,
Mallampati sde
Kardiovaskuler : Nadi 88 kali / menit reguler
S1 S2 Tunggal Reguler Murmur (-)
Jejas (-)
Gastrointestinal : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Jejas (-)
Genitourinari : BAK (+) spontan, V. Laceratum R/ Preputium
Keadaan gigi geligi : Normal, gigi palsu (-), utuh
Fleksi/defleksi leher : Dalam batas normal
Ektremitas : Dalam batas normal
1.1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap (7 Juni 2011)
o WBC : 12,60 x 103 / µL
o RBC : 2,82 x 106 / µL
o HGB : 7,60 x g/dL
o HCT : 22,80 %
o MCV : 80,80 fL
o MCH : 26,90 pg
o MCHC : 33,30 g/dL
o RDW : 13,70 %
o PLT : 210,00 x 103 / µL
o MPV : 7,50 fL
10
Pemeriksaan Darah Lengkap (8 Juni 2011)
o WBC : 10,90 x 103 / µL
o RBC : 3,64 x 106 / µL
o HGB : 9,20 x g/dL
o HCT : 27,60 %
o MCV : 75,90 fL
o MCH : 25,20 pg
o MCHC : 33,20 g/dL
o RDW : 20,40 %
o PLT : 241,00 x 103 / µL
o MPV : 5,90 fL
Pemeriksaan Radiologi
CT Scan Kepala Tanpa Kontras (7 Juni 2011) :
o Fokal lesi (+)
o EDH Temporoparietal (D) 8,8 cm x 1,6 cm sebanyak 7 slices
o Midline shift 7,7 mm
o Fr. Linier Temporal (D)
1.1.5. Diagnosis
Cedera Kepala Ringan disertai Epidural Hematom Temporoparietal
Dextra, Fraktur Linier Temporal Dextra dan V. App Regio Preputium dengan
Status Fisik ASA 2E.Persiapan Pra Anestesi
1.1.1. Persiapan Pasien untuk Operasi
1. Koreksi keadaan umum pasien.
11
2. Oksigenasi, pemasangan infus NaCl, pemasangan DK (kateter saluran
kemih).
1.1.2. Persiapan Rutin Sebelum Operasi
1. Persiapan psikis : memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga
mengenai tindakan anestesi dan pembedahan yang akan dilakukan.
2. Persiapan fisik : puasa tidak dilakukan, mengingat tindakan bersifat
emergensi.
3. Membuat surat persetujuan tindakan medis.
1.1.3. Persiapan di Ruang Persiapan Instalasi Bedah Gawat Darurat
1. Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan tindakan
medis
2. Pemasangan IV line di tangan kanan dan kaki kiri
3. Evaluasi ulang status present pasien :
Nadi : 88 kali / menit
Respirasi : 20 kali / menit
1.1.4. Persiapan di Kamar Operasi
1. Persiapan mesin anestesi dan sistem aliran gas dan cadangan volatile
agent.
2. Persiapan obat dan alat anestesi yang digunakan.
3. Persiapan alat-alat dan obat resusitasi.
4. Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang alat pantau tekanan
darah, EKG, tiang infus, pulse oximetry.
1.1. Pengelolaan Anestesi
Jenis anestesi : Anestesi Umum
12
Teknik anestesi :
GA-OTT
Preoksigenasi dengan O2 8 liter / menit selama 5 menit.
Suplemen analgesi Fentanyl 50 mcg intravena dilanjutkan dengan
induksi Propofol 50 mg intravena.
Fasilitasi intubasi Recuronium 5 mg intravena.
Intubasi laringoskop PET 5 Cuff (+), level 15 cm dibibir.
Pemeliharaan dengan inhalasi N2O : O2 : Sevofluran
Respirasi : Napas kendali
Posisi : Supine
Infus : Perifer (tangan kanan dan kaki kiri), Kristaloid
Kronologi anestesi :
Pukul 18.45 : Induksi
Pukul 18.50 : Intubasi
Pukul 19.10 : Operasi trepanasi evakuasi clot dimulai
Pukul 20.55 : Operasi trepanasi evakuasi clot selesai
Pukul 21.05 : Operasi sirkumsisi dimulai
Pukul 21.40 : Operasi sirkumsisi selesai
Pukul 21.45 : Ekstubasi
Catatan Khusus :
Komplikasi selama pembedahan dan anestesi tidak ada
Lama Operasi : 2 jam 30 menit
Lama Anastesi : 3 jam
13
Keadaan Akhir Pembedahan :
TD : 80/50 mm/Hg
Nadi : 110 kali / menit
Saturasi O2 : 100 %
Rekapitulasi Cairan :
Berat Badan : 22 kg
Puasa : Terkoreksi
Kebutuhan cairan basal : 62 cc
Defisit cairan puasa : -
Sequester : 66 cc
Estimated Blood Volume : 1650 cc
Allowed Blood Loss : 330 cc
Kebutuhan cairan durante operasi :
o Jam I : 128 cc
Jumlah Cairan Masuk :
o Kristaloid (NaCl) : 600 ccc
o Koloid HES 5% : 200 cc
o PRC : 200 cc
Jumlah perdarahan : ± 300 cc
Jumlah Medikasi :
1. Fentanyl 80 mcg
2. Propofol 50 mg
3. Recuronium 5 mg
14
Aldrete score :
Dari OK IGD ke RR
o Aktivitas : 2
o Respirasi : 2
o Sirkulasi : 2
o Kesadaran : 2
o Warna : 2
Total : 10
Dari RR IGD ke Ruangan
o Aktivitas : 2
o Respirasi : 2
o Sirkulasi : 2
o Kesadaran : 2
o Warna : 2
Total : 10
1.1. Pengelolaan Pasca Bedah
Instruksi pasca anestesi :
1. Bila kesakitan dan mual / muntah hubungi tim APS RSUP
Sanglah.
2. Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai instruksi teman sejawat
bedah.
3. Untuk sementara pasien puasa minum / makan.
4. Infus Kristaloid, Drip Analgetik Fentanyl 200 mcg dalam NaCl
0,9% 500 cc, 20 tetes / menit.
15
5. Pantau kesadaran, tensi, nadi, nafas setiap saat selama pasien
dalam pengaruh obat anestesi
6. Post operasi rawat di ruang Medical Surgery (MS).
1.2. Follow Up
Tanggal 7 Juni 2011 (BTR)
S : -
O : -
A : Post Operasi Trepanasi EDH + Post Operasi Sirkumsisi
Px :
Rawat luka @ 2 hari (kapas)
Terapi TS Bedah saraf
Tx :
Lanmer 2 x ½ gr
Lantipain 3 x ½ amp
Lancolin 3 x ½ amp
Vamceran 3 x ½ amp
Tanggal 8 Juni 2011 Pukul 06.00 (B. Saraf)
S : Nyeri pada luka post op (+), makan/minum (+), tidur (+) baik,
mual/muntah (-)
O : Hemodinamik stabil
GCS E4V5M6
T. Ax 37,5oC
16
R. Kepala : Luka post op terawat (+)
R. Mata : Rp +/+ Isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-
R. THT : Kesan tenang
R. Thorax : Simetris, jejas (-), S1S2 Tunggal Reguler
Murmur (-)
R. Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N
R. Ekstremitas : Hangat +/+, Edema -/-
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanmer 2 x ½ gr
Lantipain 3 x ½ amp
Lancolin 3 x ½ amp
Vamceran 3 x ½ amp
Cernevit 1 x ½ gr
Tanggal 8 Juni 2011 Pukul 08.00 (BTR)
S : Pasien mengeluh gatal di kepala, nyeri di kemaluan (+), membuka
mata sudah bias, kentut (-)
O : Hemodinamik stabil
GCS E4V5M6
St. Lokalis
R. Cranial : Terpasang gass dan drain pada kepala
Perdarahan di gass (+) sedikit
Luka terawat (+)
17
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanmer 3 x 1 gr
Lantipain 3 x 1 amp
Lancolin 3 x 1 amp
Vamceran 3 x 1 amp
Cernevit 1 x 1 gr
Tanggal 8 Juni 2011 Pukul 12.00 (B. Saraf)
S : Pasien mengelu gatal di kepala, nyeri pada luka post op (+),
makan/minum (+), tidur (+)
O : Hemodinamik stabil
GCS E4V5M6
T. Ax 37,4oC
R. Kepala : Luka post op terawat (+)
R. Mata : Rp +/+ Isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-
R. THT : Dalam batas normal
R. Thorax : S1S2 Tunggal Reguler Murmur (-)
R. Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N
R. Ekstremitas : Dalam batas normal
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanjut
18
Tanggal 8 Juni 2011 Pukul 17.00 (B. Saraf)
S : Nyeri luka post op (+), makan/minum (+), tidur (+) mata
bengkak(+)
O : Hemodinamik stabil
GCS ExV5M6
Nadi 120 kali / menit
R. Kepala : Luka post op terawat (+)
R. Mata : Periorbital edema (+)
R. THT : Kesan tenang
R. Thorax :
Cor : S1S2 Tunggal Reguler Murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Murmur (-)
R. Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N
R. Ekstremitas : Hangat +/+, Edema -/-
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanmer 3 x 1 gr
Lantipain 3 x 1 amp
Vamceran 3 x 1 amp
Cernevit 1 x 1 gr
Tanggal 9 Juni 2011 Pukul 08.00 (BTR)
S : Nyeri luka post op (+), makan/minum (+), tidur (+), mata
19
bengkak (+), nyeri pada kemaluan (+)
O : Hemodinamik stabil
GCS ExV5M6
St. Lokalis
R. Cranial : Terpasang gass dan drain pada kepala
Perdarahan di gass (-)
Luka terawat (+)
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanjut
Tanggal 9 Juni 2011 Pukul 10.00 (B. Saraf)
S : Nyeri pada luka operasi (+), makan/minum (+), tidur (+) baik,
makan/minum (+), mata bengkak (+) dan tidak bisa buka mata
karena berat, muka dikatakan bengkak sejak kemarin.
O : GCS ExV5M6
Nadi 120 kali / menit
RR 20 kali / menit
T. Ax 37,5oC
R. Kepala : Luka post op terawat (+)
R. Mata : Periorbital edema (+)
R. THT : Kesan tenang
R. Thorax :
Cor : S1S2 Tunggal Reguler Murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
20
Murmur (-)
R. Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N
R. Ekstremitas : Hangat +/+, Edema -/-
A : Post trepanasi + sirkumsisi
Tx :
Lanmer 3 x 1 gr
Lantipain 3 x 1 amp
Vamceran 3 x 1 amp
Cernevit 1 x 1 gr
21
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki, umur 5 tahun didiagnosis mengalami Cedera Kepala
Ringan disertai EDH Temporoparietal Dextra, Fraktur Linier Temporal Dextra
dan V. App Regio Preputium dengan Status Fisik ASA 2E. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengeluh rasa sakit di kepala dan kemaluan sejak 4 jam
SMRS sesudah jatuh dari motor. MOI : pasien dikatakan dibonceng oleh
pembantunya menggunakan sepeda motor, kemudian keduanya terjatuh saat
menghindari anjing yang menyebrangi jalan sekitar pukul 12.00 WITA ( ± 4 jam
SMRS), saat terjatuh kepala pasien yang tidak menggunakan helm terbentur parit.
Pasien tidak sempat pingsan sesudah kejadian. Pasien mengalami muntah
sebanyak 2 kali.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik primary survey didapatkan jalan
napas pasien tidak ditemukan adanya sumbatan, pasien bernapas spontan dengan
rata-rata pernapasan 20 kali/menit, sirkulasi pasien tidak ditemukan adanya
gangguan dengan nadi 80 kali/menit dan temperatur kulit teraba hangat dan
kesadaran pasien alert. Pada pemeriksaan secondary survey didapatkan kepala
normocephali disertai cephalhematom pada regio frontalis, maxillofacial
ditemukan v. excoriatum pada regio frontalis dextra, C-spine/leher ditemukan
dalam keadaan stabil, pemeriksaan dada dan abdomen ditemukan dalam batas
normal, pemeriksaan urogenital dan perineum ditemukan v. laceratum disertai
edema dan nyeri tekan pada region preputium, pemeriksaan rectal toucher belum
dievaluasi dan pemeriksaan muskuloskeletal ditemukan dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan pada pasien yaitu pemeriksaan
darah lengkap tanggal (7 Juni 2011 dan 8 Juni 2011) dan CT Scan Kepala Tanpa
Kontras (7 Juni 2011). Hasil yang ditemukan dari pemeriksaan darah lengkap
pada tanggal 7 Juni 2011 adalah penurunan sel darah merah (RBC : 2,82 x 106 /
µL), anemia normokromik normositer (HGB : 7,60 x g/dL, MCV : 80,80 fL,
22
MCH : 26,90 pg) dan penurunan hematokrit (HCT : 22,80 %) dan pada tanggal 8
Juni 2011 adalah penurunan sel darah merah (RBC : 3,64 x 106 / µL), anemia
normokromik mikrositer (HGB : 9,20 x g/dL, MCV : 75,90 fL, MCH : 25,20 pg)
dan penurunan hematokrit (HCT : 27,60 %). Hasil pemeriksaan CT Scan Kepala
pada tanggal 7 Juni 2011 adalah ditemukan fokal lesi disertai EDH
Temporoparietal dextra dengan ukuran 8,8 cm x 1,6 cm sebanyak 7 slices, midline
shift 7,7 mm dan fraktur linier Temporal dextra.
Pasien diputuskan untuk menjalani tindakan pembedahan yaitu trepanasi
disertai evakuasi klot dan juga sirkumsisi. Sesudah pembedahan pasien dirawat di
ruangan medical surgery (MS). Pasien kemudian mendapat terapi dan di follow up
secara ketat oleh dokter spesialis bedah.
Menurut teori pada pasien anak-anak, insiden tertinggi terjadinya EDH
adalah antara 6 – 10 tahun dan jarang terjadi pada anak-anak yang sangat muda
dan neonatus. Penyebab tersering terjadinya EDH pada anak-anak paling banyak
adalah terjatuh, mencapai 49%. Manifestasi klinis pasien dengan EDH bervariasi.
Sekitar 22 – 56% pasien dengan EDH mengalami koma pada saat datang ke unit
gawat darurat atau sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Beberapa pasien
dengan EDH tetap sadar pada saat mengalami cedera sampai menjalani
pembedahan yaitu sekitar 12 – 42%. Sekitar 27% pasien dengan EDH memiliki
fungsi neurologis normal. Gejala-gejala lain yang dapat muncul pada pasien
dengan EDH yaitu nyeri kepala dan muntah-muntah yang sering dihubungkan
dengan adanya fraktur tulang tengkorak dan peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pasien ini menunjukkan kesamaan insiden dan manifestasi klinis dengan
data epidemiologi yang ada.
Pada pasien dengan EDH dapat dikerjakan pemeriksaan laboratorium dan
radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan meliputi pemeriksaan darah
lengkap, faal hemostasis seperti PT dan aPTT dan pemeriksaan kimia serum untuk
menilai status umum dan metabolik pasien yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit. Pemeriksaan radiologi yang dikerjakan meliputi foto polos kepala dan
CT Scan kepala. Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah lengkap saja
untuk menilai status umum pasien. Pemeriksaan faal hemostasis seperti PT dan
23
aPTT serta pemeriksaan kimia serum belum dilakukan. Pada pasien ini juga
dikerjakan pemeriksaan CT Scan kepala untuk menilai keadaan intrakranial dan
membantu menunjang penegakkan diagnosis EDH.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi usaha resusitasi awal yang
terdiri dari penilaian dan stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus
dilakukan pertama kali pada pasien dengan EDH. Evaluasi trauma merupakan hal
yang wajib dilakukan berikutnya meliputi inspeksi fraktur tulang tengkorak dan
menentukan mekanisme dan lokasi trauma yang tepat. Penatalaksanaan definitif
pasien dengan EDH bergantung pada derajat defisit neurologis yang dialaminya.
Pasien yang sadar dan memiliki orientasi penuh dapat dilakukan pemeriksaan
neurologis singkat dan CT Scan. Indikasi tindakan pembedahan pada pasien
dengan EDH berdasarkan pada skor GCS, pemeriksaan pupil, komorbid, hasil CT
Scan Kepala, umur dan tekanan intrakranial pasien. Pasien dengan volume EDH
lebih dari 30 cm3, terjadi midline shift (MLS) lebih dari 5 mm dan tebal bekuan
darah lebih dari 15 mm pada pemeriksaan CT Scan Kepala awal diindikasikan
untuk menjalani pembedahan untuk mengevakuasi bekuan darah. Pemeriksaan
follow up pertama CT Scan Kepala dilakukan 6 – 8 jam sesudah terjadi trauma
kepala. Pada pasien ini sudah dikerjakan tindakan kegawatdaruratan melalui
primary survey dan secondary survey. Penatalaksanaan definitif pada pasien ini
adalah tindakan pembedahan yaitu trepanasi dan evakuasi klot karena memenuhi
indikasi pembedahan berdasarkan hasil CT Scan Kepala. Pasien ini kemudian di
follow up secara ketat setiap hari oleh dokter spesialis bedah.
24