Penda Hulu An
-
Upload
andre-setiawan -
Category
Documents
-
view
26 -
download
3
Transcript of Penda Hulu An
PENDAHULUAN
I. 1. LATAR BELAKANG
Bakteri, dari kata bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa
dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan
kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif
sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti
mitokondria dan kloroplas. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
merupakan suatu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat
dunia.
Penyebab infeksi ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah
bakteri. Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan infeksi
pada mata dan kulit, diantaranya,Staphylococcus aureus,vibrio cholera.
I. 2. RUMUSAN MASALAH
Jenis bakteri apa saja yang dapat menimbulkan patogen pada mata dan
kulit.
Morfologi dan fisiologi bakteri yang menimbulkan patogen pada mata
dan kulit.
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit yang disebabkan bakteri
patogen pada mata dan kulit.
I. 3. TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikaninformasi ilmiah
kepada sesama mahasiswa farmasi khususnya dan masyarakat secara
umum tentang jenis-jenis bakteri penyebab infeksi pada mata kulit.
Selain itu juga diharapkan adanya pengembangan untuk pengobatan
penyakit berdasarkan informasi yang terdapat dalam makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Staphylococcus aureus
A. Gambaran Umum
Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila
diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai
pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah
anggur. Organisme ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan
racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia.
B. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
C. Struktur
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan
tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda
tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada
media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 m dengan koloni
berwarna kuning. S. aureusmempunyai dinding sel yang terdiri dari
peptidoglikan, asam teikoik, fibronectin binding protein, clumping
factors dan collagen binding protein.
Komponen utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun
hampir 50% dari berat dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer
polisakarida (asam N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik),
polipeptida (L-Ala, D-Glu, L-Lys, D-Ala, D-ala) dan sebuah jembatan
pentaglisin. Melalui katalisis transpeptidase oleh Penicillin-Binding
Protein (PBP), setiap peptidoglikan akan saling berikatan dengan
peptidoglikan lainnya dengan cara merubah rantai alanin agar berikatan
dengan jembatan pentaglisin dari peptidoglikan lainnya. Proses
menghasilkan suatu struktur dinding sel yang padat. Beberapa enzim
juga dihasilkan olehS.aureus, diantaranya koagulase, clumping factor,
hialuronidase dan -laktamase.
Dinding sel S. Aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40%
dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa
kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung
aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob fakultatif yang
mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase.Staphylococcus
aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel
darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureusadalah
haemolysin alfa, beta, gamma, delta danepsilon. Toksin lain ialah
leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim
dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi
saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan
tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang
kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o –
37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri
ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5.
Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya
mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir
pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik,
bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum
diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin,
phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin.
Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak
mengandung asam amino atau protein.
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi
berbagai toksin, diantaranya :
Eksotoksin-a yang sangat beracun.
Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang
dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat
leukistik.
Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat
di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke
seluruh tubuh.
Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana.
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung,
mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau
bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan
kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan
intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi
seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis
pada manusia dan hewan.
Foto dari mikroskop elektron (Scanning electron microscope)
dari Staphylococcus aureus.
S.aureus sudah dikenal sebagai penyebab infeksi sejak tahun 1882 oleh
Ogston. Mikroorganisme ini merupakan flora yang juga ditemukan pada
area perianal, inguinal, aksila dan hidung (nares anterior). Sekitar 11-
32% individu sehat mempunyai mikroorganisme ini dan 25% ditemukan
pada tenaga kesehatan rumah sakit. Persentase tersebut lebih tinggi lagi
pada pengguna obat suntik, pasien dengan masalah kulit dan pengguna
infus. Individu-individu karier yang terpapar ini mempunyai makna klinis
karena berresiko lebih tinggi terjadi infeksi dibandingkan bukan karier.
D. Daur Hidup
ket : MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus PVL : Panton-Valentine Leukocidin
PMN : Polymorphonuclear leukocytes, or granulocyte;
Polymorphonuclear neutrophil
MRSA terdiri dari 2 bagian, yaitu lukS-PV dan lukF-PV yang keduanya
mengandung PVL. PVL dimediasi oleh nekrosis sel epitel.
Pada sel bakteri terdapat lapisan yang mengandung PMN. Kemudian PVL
menempel pada lapisan terluar bakteri yang bisa mengakibatkan 2
kejadian, yaitu : jika kandungan PVL kecil, sel tersebut akan mengalami
apositosis ; sedangkan bila kandungan PVL besar, sel akan mengalami
sitolisis. Jika mengalami sitolisis, mediator inflamasi atau ROS dirilis
untuk membuat PVL menjadi lisis yang mengarah ke jaringan nekrosis
E. Epidemiologi
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit dengan produksi
toksin preformed maupun oleh menginfeksi baik jaringan lokal dan
sirkulasi sistemik. Penularan penyakit dapat terjadi pada bagian-bagian
di bawah ini.
Gastrointestinal: Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi akut
keracunan makanan melalui preformed enterotoxins. Bahan makanan
mungkin terinfeksi oleh bakteriStaphylococcus aureus yang terdapat
pada produk daging, unggas, produk telur, salad seperti telur, tuna,
ayam, kentang, dan makaroni, krim pengisi roti, kue pai, kue sus coklat,
dan produk susu.
Infeksi kulit dan rambut: Staphylococcus aureus umumnya hidup berkoloni
pada permukaan kulit nasofaring, dan perineum. Infeksi di permukaan ini
dapat terjadi terutama bila penghalang kulit mengalami gangguan fungsi
atau kerusakan.
Infeksi sistemik: Staphylococcus aureus pada umumnya menyebabkan
infeksi endokarditis pada penderita osteomyelitis, penderita infeksi sinus,
dan penderita epiglotitis (biasanya anak-anak).
Infeksi nosokomial: resisten methicillin Staphylococcus staphylococcal
(MRSA) adalah strain bakteri yang umumnya terlibat dalam infeksi
nosokomial . Faktor risiko untuk kolonisasi MRSA atau infeksi yang
terjadi di rumah sakit antara lain sebelum paparan antibiotik, saat masuk
ke unit perawatan intensif, insisi bedah, maupun paparan pasien yang
terinfeksi.
F. Patologi
Stafilokokus, khususnya S. epidermidis adalah anggota flora normal pada
kulit manusia, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. 40-50%
manusia merupakan pembawa S. aureus dalam hidungnya. Stafilokokus
juga biasa ditemukan di pakaian, kasur, dan benda lainnya yang biasa
dipakai manusia. Kemampuan patogenik strain S. aureus tertentu
merupakan gabungan faktor-faktor ekstraseluler, toksin-toksin, serta
sifat-sifat invasif strain itu. Pada satu akhir spektrum penyakit adalah
keracunan makanan oleh stafilokokus, akibat termakannya enterotoksin
yang sudah terbentuk, sedangkan benuk akhir lainnya adalah bakteremia
stafilokokus dan abses yang tersebar di seluruh organ. Peran serta
potensial berbagai zat ekstraseluler pada patogenesis ternyata dari sifat
kerja masing-masing faktor.
Staphylococcus aureus yang patogen dan invasif cenderung
menghasilkan koagulase dan pigmen kuning, dan bersifat hemolitik.
Stafilokokus yang non patogen dan tidak invasif sepertiStaphylococcus
epidermidis, cenderung bersifat koagulase negatif dan tidak hemolitik.
Organisme ini jarang menyebabkan pus tetapi dapat menginfeksi
prostesis ortopedik atau kardiovaskuler.
Prototipe lesi stafilokokus adalah furunkel atau abses setempat lainnya.
Kelompok S. aureus yang tinggal dalam folikel rambut menimbulkan
nekrosis jaringan (faktor demonekrotik). Koagulase dihasilkan dan
mengkoagulase fibrin di sekitar lesi dan di dalam pembuluh limfe,
mengakibatkan pembentukan dinding yang membatasi proses dan
diperkuat oleh penumpukan sel radang dan kemudian jaringan fibrosis.
Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan nekrotik (dibantu oleh
hipersensitivitas tipe lambat) dan abses “mengarah” pada daerah yang
daya tahannya paling kecil. Setelah cairan di tengah jaringan nekrotik
mengalir keluar, rongga secara pelan-pelan diisi dengan jaringan
granulasi dan akhirnya sembuh.
Penanahan foka (abses) adalah sifat khas infeksi stafilokokus. Dari setiap
fokus, organisme menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lainnya. Penanahan dalam vena, yang disertai trombosis,
sering terjadi pada penyebaran tersebut. Pada osteomyelitis, fokus
primer pertumbuhan S. aureus secara khas terjadi di pembuluh-
pembuluh darah terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan
nekrosis tulang dan pernanahan menahun. S. aureus dapat menyebabkan
pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis dengan
pernanahan pada bagian tubuh mana saja. Stafilokokus yang daya
invasinya rendah berperan pada banyak infeksi kulit (misalnya acne,
epiderma, atau impitigo). Kokus anaerob (peptostreptococcus) berperan
dalam infeksi anaerobik campuran. Stafilokokusjuga menyebabkan
penyakit melalui kerja toksin, tanpa memperlihatkan infeksi invasif. Bula
eksoliatif-sindroma lepuh kulit-disebabkan oleh pembentukan toksin
eksoliatif. Sindroma syok toksin berhubungan dengan toksin sindroma
syok toksik-I (TSST-I).
G. Gejala Klinis
Staphylococcus aureus terutama CA-MRSA(Community associated-
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) biasanya menyebabkan
infeksi kulit dan jaringan lunak (jerawat, bisul, dan bengkak). Gejalanya
tampak sebagai kemerahan, panas, bengkak, nyeri bila ditekan, dan
bernanah. Kadang-kadang cukup serius dengan timbulnya luka infeksi
yang bernanah, radang paru yang memerlukan perawatan di rumah sakit
dengan terapi antibiotik khusus.
H. Diagnosis
a. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan cara swabbing, atau
langsung dari darah, pus sputum, atau liquor serebrospinalis.
b. Pemeriksaan Langsung
Biasanya kuman dapat terlihat jelas, terutama jika bahan pemeriksaan
berasal dari pus sputum. Dari sediaan langsung kita tidak dapat
membedakan apakah yang kita lihat tersebut Staphylococcus
aureus atau Staphylococcus epidermidis. Pada sediaan langsung dari
nanah, kuman terlihat tersusun tersendiri, berpasangan, bergerombol
dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek.
c. Perbenihan
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni
yang khas setelah pengeraman selama 18 jam pada suhu 37C, tetapi
hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari
dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung
bermacam-macam kuman, dapat dipakai suatu perbenihan yang
mengandung NaCl 10%. Pada umumnya Stafilokokus yang berasal dari
manusia idak patogen terhadap hewan. Pada suatu perbenihan yang
mengandung telurit, Stafilokokus koagulasi positif membentuk koloni
yang berwarna hitam karena dapat mereduksi telurit.
Tes Koagulasi :
Ada 2 cara tes koagulasi yaitu cara slide testdan cara tube
test. Pada slide test yang dicari ialah bound coagulase atau clumping
factor.Cara ini tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin, karena banyak
faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain diperlukan plasma
manusia yang masih segar. Pemakaiannya terutama untuk pemeriksaan
Stafilokokus dalam jumlah yang besar, misalnya untuk screening test.
Pada tube testyang dicari ialah adanya koagulasi bebas dan cukup
dipergunakan plasma kelinci. Hasilnya positif kuat jika tabung tes
dibalik, gumpalan plasma tidak terlepas dan tetap melekat pada dinding
tabung.
Penentuan Tipe Bakteriofaga (lisotopi) :
Cara ini penting untuk menentukan tipe Stafilokokus yang diasingkan
dari lingkungan rumah sakit. Perlu diketahui bahwa 70-80% flora
Stafilokokus di rumah sakit tahan terhadap penisilin. Selain itu, dengan
lisotopi dapat pula ditentukan apakah suatu jenis berasal dari hewan
atau dari manusia (Arif et al, 2000).
Tes Kepekaan :
Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng difusi
sebaliknya dilakukam secara rutin pada isolat stafilokokus dari infeksi
yang berwakna secara klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat
diperkirakan melalui tes positif untuk-laktamase; kurang lebih 90% S.
aureusmenghasilkan -laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan
oksasilin san metisilin) terjadi pada 10-20% S. aureus dan kurang lebih
75% isolat S. epidermidis. Resistensi nafsilin berkorelasi dengan
adanya mecA,suatu gen yang menyandi protein terikat penisilin yang
tidak dipengaruhi obat ini. Gen dapat dideteksi dengan menggunakan
reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena stafilokokus
yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton mengandung 4% NaCl dan
6g/mL oksasilin yang secara khas merupakan mecA positif dan resisten
oksasilin.
I. Pengobatan dan Pencegahan
Sebagian besar orang memiliki stafilokokus pada kulit dan hidung atau
tenggorokan. Biarpun kulit dapat dibersihkan dari stafilokokus (misalnya
pada eksema), dengan cepat akan terjadi reinfeksi melalui droplet.
Organisme patogen sering menyebar dari satu lesi (seperti furunkel) dan
menyebar ke daerah kulit lainnya melalui jari dan pakaian. Oleh karena
itu, antisepsis lokal yang cermat sangat penting untuk mengendalikan
furunkulosis yang berulang.
Infeksi ganda yang berat pada kulit (jerawat, furunkulosis) paling sering
terjadi pada para remaja. Infeksi kulit yang serupa terjadi pada penderita
yang memperoleh kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama,
menunjukkan peranan hormon dalam patogenesis infeksi kulit oleh
stafilokokus. Pada jerawat, enzim lipase dari stafilokokus dan
korinobakteria melepaskan asam-asam lemak dan menyebabkan iritasi
jaringan. Tetrasiklin dipergunakan untuk pengobatan jangka panjang.
Abses dan lesi bernanah diobati dengan drainase, yaitu tindakan yang
sangat penting, dan antimikroba. Banyak obat antimikroba memiliki efek
terhadap stafilokokus in vitro. Namun, sangat sukar membasmi
stafilokokus patogen pada orang- orang yang terinfeksi bakteri ini,
karena organisme ini cepat menjadi resisten terhadap kebanyakan obat
antimikroba, dan obat-obat itu tidak dapat bekerja pada bagian sentral
lesi nekrotik yang bernanah.
Baktertemia, endokarditis, pneumonia, dan infeksi hebat lain yang
disebabkan oleh S. aureusmemerlukan terapi intravena yang lama
dengan penisilin yang resisten terhadap -laktamase. Vankosimin sering
dicadangkan untuk stafilokokus yang resisten terhadap nafsilin. Jika
infeksi disebabkan oleh S. aureus yang tidak menghasilkan-laktamase,
penisilin G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sedikit S. aureus yang
peka terhadap penisilin G.
Pada infeksi klinis, strain S. aureus yang resisten terhadap penisilin G
selalu menghasilkan penisilinase. Sekarang bakteri ini merupakan 70-
90% isolat S. aureus dalam masyarakat USA. Bakteri ini biasanya peka
terhadap penisilin yang resisten terhadap -laktamase, sefalosporoin,
atau vankomisin. Resistensi terhadap nafsilin tidak bergantung pada
pembentukan -laktamase, dan isidensi klinisnya sangat bervariasi di
berbagai negara dan pada waktu yang berbeda. Pengaruh seleksi obat
antimikroba yang resisten terhadap -laktamase mungkin bukan
merupakan satu-satunya faktor yang menentukan timbulnya resistensi
terhadap obat ini.
Karena sering timbul strain yang resisten terhadap obat, isolat
stafilokokus yang penting sebaiknya diperiksa kepekaannya terhadap
obat antimikroba untuk membantu pemilihan obat sistemik. Resistensi
terhadap obat golongan eritromisin cenderung timbul demikian cepat
sehingga obat ini sebaiknya tidak digunakan sebagai obat tunggal dalam
infeksi menahun. Resistensi obat (terhadap penisilin, tetrasiklin,
aminoglikosida, eritromisin, dan sebagainya) yang ditentukan oleh
plasmid, dapat dipindah-pindahkan di antara Staphylococcus sp. dengan
transduksi atau mungkin dengan konjugasi.
Di antara kokus gram positif, enterokokus yang terendah sensitifitasnya.
Hampir semua infeksi olehStaphylococcus sp. disebabkan oleh kuman
penghasil penisilinase dan karena itu harus diobati dengan penisilin yang
tahan penisilinase.Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin
(methicilin-resistant S. aureus = MRSA) harus diobati dengan vankomisin
atau siprofloksasin. Gonokokus yang dahulu sensitif terhadap penisilin G,
juga sudah banyak yang resisten , obat terpilih sekarang adalah
seftriakson. Meningokokus cukup sensitif terhadap penisilin G.
Hal-hal yang dapat kita lakukan agar tidak terinfeksi bakteri ini antara
lain.
Memelihara kesehatan diri dengan baik dan benar
Mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun cair dan air
atau membalur tangan dengan alkohol.
Memakai sarung tangan setiap memegang barang yang sangat
kotor, misalnya ludah, nanah alat rumah tangga yag kotor, kotoran
binatang kesayangan, dan selanjutnya mencuci tangan dengan
benar/bersih. Ini sangat penting bagi orang yang sistem
imunitasnya menurun.
Hindari pemakaian bersama barang pribadi seperti handuk,
pakaian/pakaian seragam yang belum dicuci, pisau cukur.
Hindari sentuhan langsung sentuhan dengan luka atau segala
barang yang kotor oleh rembesan luka
Segera bersihkan kulit yang luka/lecet, luka irirsan dan kemudian
menutup dengan perban lekat yang tahan air. Cucilah tangan
sebelum dan sesudah menyentuh luka tersebut. Bila gejala infeksi
timbul, segera minta nasehat pada dokter.
Bila kita mempunyai luka terbuka, hindari olahraga dengan kontak
langsung, dan hindari mandi di tempat umum.
Jagalah kebersihan lingkungan dan selalu mensterilkan
perlengkapan yang telah dipakai di tempat umum seperti pusat
olah raga dan kamar mandi umum.
Jangan sembarangan memakai antibiotik. Pemakaian antibiotik
harus sesuai dengan anjuran dan petunjuk dokter yang harus
ditaati sesuai dengan dosis yang ditentukan secara teratur.
Perhatikan kebersihan tangan dan gunakan masker (bagi yang
memiliki gangguan pernapasan) jika menggunakan antibiotik.
ii.2. Vibrio choleraeKlasifikasi ilmiah
Kerajaan: Bacteria
Filum: Proteobacteria
Kelas: Gamma Proteobacteria
Ordo: Vibrionales
Famili: Vibrionaceae
Genus: Vibrio
Spesies: V. cholerae
Nama binomialVibrio cholerae
Pacini 1854Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk basil (batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik dari antigenflagelar H dan antigen somatik O, gamma-proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof,berhabitat alami di lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama V. cholerae penyebab penyakit kolera di negara berkembang yang memiliki keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk. V.choleraeditemukan pertama kali oleh ahli anatomi dari Italia bernama Filippo Pacini pada tahun 1854. [3]. Namun, penemuan awal ini baru dikenal luas setelah Robert Koch, yang mempelajari penyakit kolera di Mesir, pada tahun 1883 berhasil membuktikan bahwa bakteri tersebut adalah penyebab kolera.a. Ciri-Ciri:
Bakteri gram negatif
Batang lurus dan agak lengkung
Terdapat tunggal dan dalam rantai berpilin
Tidak berkapsul
Tidak membentuk spora
Bergerak flagella tunggal polar
Aerobik, anaerobik fakultatif
Patogenik, menyebabkan kolera
Vibrio cholera terdapat dalam dua biotipe atau galur: biotipe klasik
dan biotipe El Tor. Dinamakan El Tor karena organism tersebut diisolasi
di pos karantina El Tor di Teluk Suez pada thun 1905.
Uji Klasik El Tor
Uji Voges-Proskauer untuk
asetilmetilkarbinol -
Produksi Indol +
Pencairan gelatin +
Produksi H2S -
Fermentasi glukosa +
Fermentasi laktosa Lambat Lambat
Hemolisis butir darah merah
domba atau kambing -
Hemaglutinasi butir darah merah ayam -
Tabel 3. Reaksi biokimiawi biotipe Vibrio cholerae
Gambar 11. Vibrio cholerae
b. Habitat bakteri
Bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi seperti
di air laut dan perairan payau.Tumbuh dan berkembang biak di dalam
usus manusia.
c. Infeksi dan vilurensi
Menyebabakan penyakit kolera (cholera) yang penyakit infeksi
saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae,
bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan
enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare
(diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang
dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan
masuk pada kondisi dehidrasi.
Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut
kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif
singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak
adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu,
Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan
garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya
(Dextrose Saline).
d. Patogenesis
Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antaralainialah :
Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak. Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita
tidaklah merasakan mual sebelumnya. Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi
dengan tanda- tandanya seperti;detak jantung cepat, mulut kering,
lemah fisik,mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera
mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat
mengakibatkan kematian.
e. Penularan Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Bakteri vibrio cholerae berkembang biak dan menybar melalui feces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga
f.IsolasiUntuk melakukan isolasi dan pemeliharaan vibrio, dapat
menggunakan media Thiosulfate-citrate-bile salts agar (TCBS) yang merupakan media selektif untuk isolasi dan pemurnian Vibrio. Vibrio mampu menggunakan sukrosa sebagai sumber karbon akan berwarna kuning, sedangkan yang lainnya berwarna hijau. Akan tetapi terdapat beberapa mikrob yang juga dapat tumbuh pada media ini, seperti Staphylococcus,Flavobacterium, Pseudoalteromonas, and Shewanella Sedangkan untuk perbanyakan Vibrio, dapat digunakan media Alkaline Peptone Water (APW) yang memiliki pHrelatif tinggi, yaitu berkisar 8.4 dan mengandung NaCl sebesar 1-2%.Adapun pertumbuhan optimum vibrio adalah pada suhu berkisar antara 20- 35oC.
g.Uji BiokimiaTeknik yang digunakan dalam identifikasifenotipe V.
cholerae adalah uji lisin dekarboksilase danornitin (arginin) dekarboksilase, oksidase, Kliger Iron Agar (KIA), dan uji indol. cholerae akan menunjukkan hasil positif pada keempat uji biokimia tersebut. Hasil positif untuk uji oksidase dan uji lisin dan arginin dekarboksilase adalah terbentuknya warna ungu tua. Pada uji KIA, tidak terbentuk gas, dengan slant (bagian permukaan media) berwarna merah (bersifat basa) danbutt (bagian dasar media) berwarna kuning (bersifat asam). Untuk uji indol, akan terbentuk warna merah keunguan pada permukaan.
Salah satu hasil pewarnaan gramVibrio (Vibrio cholerae)Vibrio adalah salah satu jenis bakteri yang tergolong dalam kelompok marine bacteria. Bakteri ini umumnya memiliki habitat alami di laut.h.Karakteristik
Secara umum, bakteri vibrio bersifat aerob, tetapi ada pula yang bersifat anaerob fakultatif. Selain itu, vibrio juga bersifat motil karena pergerakannya dikendalikan oleh flagela polar, tergolong bakteri gram negatif dan berbentuk batang yang melengkung (seperti tanda koma).i.Metabolisme
Hasil uji biokimia dari bakteri Vibrio antara lain adalah hasil positif pada uji oksidase dan katalase. Pada uji indol Vibrio menunjukan hasil positif dan bersifatmotil. Selain itu, pada uji fermentasi sukrosa dan manitolbakteri Vibrio juga memberi hasil positif yaitu dapat melakukan fermentasi sukrosa dan manitol, namun pada uji laktosa didapat hasil negatif yaitu tidak dapat memfermentasikan laktosa. Sementara itu, bila diujikan pada media Triple Sugar Iron Agar(TSIA), hasil yang muncul adalah bagian atas (slant) menunjukan warna merah yang berarti bersifat basa, dan bagian bawah (butt) berwarna kuning yang berarti bersifat asam, dan tidak terbentuk H2S. Uji lisin dekarboksilasi terhadap Vibrio juga menunjukkan hasil positif berupa warna ungu, uji NaCl 0% memberi hasil positif berupakekeruhan yang tinggi, NaCl 6% dengan hasil bervariasi, dan NaCl 8 % dengan hasil negatif (kekeruhan rendah). Pada uji arginin dihidrolase dan esculin hidrolisis Vibrio akan memberikan hasil negatif, sedangkan pada uji ornitin dekarboksilase Vibrio akan memberi hasil positif.j.Jenis-jenis
Beberapa jenis spesies vibrio yang ditemukan pada lingkungan perairan yaitu Vibrio alginolyticus, V. damsela, V. charchariae, V.anguilarum, V. ordalli, V. cholerae, V. salmonicida, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V. pelagia, V. splendida, V. fischeridan V. harveyi. Beberapa dari jenis vibrio tersebut umumnya dapat menginfeksi hewan-hewan laut sepertikerang dan ikan sehingga menyebabkan penyakit yang disebut vibriosis.
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Staphylococcus aureus,vibrio cholera merupakan jenis bakteri yang patogen pada mata dan
kulit. Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan agar pembaca
dapat memahami tentang bakteri yang menjadi patogen pada mata dan
kulit serta dapat juga mengetahui cara pencegahan dan mengobatan jika
terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Pelczar, M. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press:Jakarta.
Staf pengajar FK UI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran ed. revisi. Penerbit
Binarupa Aksara: Jakarta.
www.wikipedia.org
http://wiki.medpedia.com/Staphylococcus_aureus
http://wiki.medpedia.com/vibrio cholera