PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

14
Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 40- 53 Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 40 PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI INDONESIA Sari Nurmalisa Sungkar 1 , Nazamuddin 2 , Muhammad Nasir 3 1) Magister Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Abstract: Minimum wage has been believed as an effective tool to reduce income inequality. As an institutional policy it does not only provide general wage floor, but also affcet wages well up the income ladder and have an important impact on reducing poverty and income inequality. This study attempts to show the relationship and the impact of minimum wage on income inequality in Indonesia by using Ordinary Least Square (OLS) and autoregressive methods. The result show that both variables siginificanly have positive corelation, wich means that increasing on minimum wage will lead to agreater income inequality or a worse situation of income gap. Keywords : minimum wage, income inequality, etc Abstrak: Upah minimum telah diyakini sebagai alat yang efektif untuk menekan kesenjangan pendapatan. Sebagai sebuah kebijakan lembaga, upah minimum tidak hanya menjadi batas minimum upah secara umum, tetapi juga mempengaruhi kenaikan pendapatan dan memiliki dampak penting dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini berupaya untuk menunjukkan hubungan dan pengaruh upah minimum terhadap kesenjangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan metode Ordinary Least Square dan autoregressive. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel dalam penelitian ini secara signifikan memiliki hubungan yang positip, yang atinya peningkatan upah minimum akan menaikkan angka kesenjangan pendapatan atau memperbesar kesenjangan pendapatan. Kata kunci : upah minimum, kesenjangan pendapatan, PENDAHULUAN Upah minimum merupakan kebijakan yang bermanfaaat untuk memastikan pekerja mendapatkan upah yang wajar sekaligus mencegah kemiskinan dikalangan pekerja yang mencakup pemenuhan standart kebutuhan hidup buruh. Lebih jauh, pendistribusian kembali penghasilan pekerja pada skala gaji terendah menurunkan dispersi upah dan kemungkinan akan meningkatkan permintaan agregat melalui efek multiplier. Di banyak negara upah minimum adalah hal utama dalam penetapan upah nasional. Mereka tidak hanya menyediakan batasan upah secara umum, tetapi juga mempengaruhi upah, menaikkan tingkat pendapatan dan memiliki dampak penting pada dispersi upah keseluruhan. Mereka yang bekerja di sektor formal adalah target kebijakan upah minimum. Mereka tidak menerima upah di bawah upah minimum karena peraturan tersebut. Ini menjadi suatu keharusan bagi perusahaan untuk mematuhi peraturan jika tidak akan dikenakan denda. Oleh karena itu, upah minimum tidak hanya alat untuk melindungi pekerja di bagian bawah skala upah tetapi sering menjadi "isu-kelas menengah" (Levin-Waldman dan Whalen, 2007) Pada saat yang sama, upah minimum harus digunakan dengan hati-hati sebagai instrumen anti- kemiskinan karena dampaknya tergantung pada

Transcript of PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Page 1: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 40- 53

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 40

PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI

INDONESIA

Sari Nurmalisa Sungkar1, Nazamuddin

2, Muhammad Nasir

3

1) Magister Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Abstract: Minimum wage has been believed as an effective tool to reduce income inequality. As an institutional policy it does not only provide general wage floor, but also affcet wages well up the income ladder and have an important impact on reducing poverty and income inequality. This study attempts to show the relationship and the impact of minimum wage on income inequality in Indonesia by using Ordinary Least Square (OLS) and autoregressive methods. The result show that both variables siginificanly have positive corelation, wich means that increasing on minimum wage will lead to agreater income inequality or a worse situation of income gap.

Keywords : minimum wage, income inequality, etc

Abstrak: Upah minimum telah diyakini sebagai alat yang efektif untuk menekan kesenjangan

pendapatan. Sebagai sebuah kebijakan lembaga, upah minimum tidak hanya menjadi batas minimum

upah secara umum, tetapi juga mempengaruhi kenaikan pendapatan dan memiliki dampak penting

dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini berupaya untuk

menunjukkan hubungan dan pengaruh upah minimum terhadap kesenjangan pendapatan di Indonesia

dengan menggunakan metode Ordinary Least Square dan autoregressive. Hasilnya menunjukkan

bahwa kedua variabel dalam penelitian ini secara signifikan memiliki hubungan yang positip, yang

atinya peningkatan upah minimum akan menaikkan angka kesenjangan pendapatan atau memperbesar

kesenjangan pendapatan.

Kata kunci : upah minimum, kesenjangan pendapatan,

PENDAHULUAN

Upah minimum merupakan kebijakan yang

bermanfaaat untuk memastikan pekerja

mendapatkan upah yang wajar sekaligus mencegah

kemiskinan dikalangan pekerja yang mencakup

pemenuhan standart kebutuhan hidup buruh. Lebih

jauh, pendistribusian kembali penghasilan pekerja

pada skala gaji terendah menurunkan dispersi upah

dan kemungkinan akan meningkatkan permintaan

agregat melalui efek multiplier. Di banyak negara

upah minimum adalah hal utama dalam penetapan

upah nasional. Mereka tidak hanya menyediakan

batasan upah secara umum, tetapi juga

mempengaruhi upah, menaikkan tingkat

pendapatan dan memiliki dampak penting pada

dispersi upah keseluruhan. Mereka yang bekerja di

sektor formal adalah target kebijakan upah

minimum. Mereka tidak menerima upah di bawah

upah minimum karena peraturan tersebut. Ini

menjadi suatu keharusan bagi perusahaan untuk

mematuhi peraturan jika tidak akan dikenakan

denda. Oleh karena itu, upah minimum tidak hanya

alat untuk melindungi pekerja di bagian bawah

skala upah tetapi sering menjadi "isu-kelas

menengah" (Levin-Waldman dan Whalen, 2007)

Pada saat yang sama, upah minimum harus

digunakan dengan hati-hati sebagai instrumen anti-

kemiskinan karena dampaknya tergantung pada

Page 2: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 41

distribusi lapangan kerja ditingkat rumah tangga.

Akibatnya, mereka tidak dapat digunakan untuk

mengukur tingkat upah pada target grup tertentu.

Keseimbangan harus dipastikan ketika menetapkan

upah minimum. Jika ditetapkan terlalu rendah,

mungkin kehilangan targetnya. Ketika itu terlalu

tinggi dari nilai upah rata-rata, mungkin mencegah

perusahaan mempekerjakan pekerja

berketerampilan rendah atau mendorong

mempekerjakan mereka secara informal (ILO,

2011).

Upah minimum di Indonesia ditentukan oleh

pemerintah provinsi dan kabupaten, yang bervariasi

menurut propinsi, kabupaten, dan sektor. Upah

minimum Indonesia bervariasi dari angka tertinggi

yaitu Rp. 1.720.000 Rp per bulan di Papua Barat

hingga level terendah yaitu Rp. 830,000 per bulan

di Jawa Tengah (Statistik Indonesia, 2013).

Yang menarik adalah fakta bahwa indeks

pertumbuhan upah dan ketimpangan pendapatan

minimum rata-rata di Indonesia telah menunjukkan

kecenderungan yang sama, khususnya antara tahun

2010-2013,

Sumber : BPS 2005,2006,2009,2010, 2013

Angka ini menunjukkan bahwa kenaikan upah

minimum diikuti oleh tren peningkatan

ketimpangan pendapatan di Indonesia. Pada tahun

2010 rata-rata upah minimum mulai tumbuh. Dari

Rp. 908,000 pada tahun 2010, meningkat setiap

tahun dan mencapai Rp. 1.280.000 pada tahun

2013. Di sisi lain indeks ketimpangan pendapatan

telah tumbuh dari 30% di tahun 2010 menjadi 41%

pada tahun 2013, yang berarti bahwa ketimpangan

pendapatan di Indonesia mengalami penurunan atau

menjadi kurang merata. Kenyataan bahwa kedua

data memiliki kecenderungan yang sama membawa

kita pada hipotesis sederhana bahwa variabel-

variabel terkait memiliki hubungan yang positif.

KAJIAN PUSTAKA

Teori Pasar Tenaga Kerja

Pasar tenaga kerja adalah pasar di mana

pekerja menemukan pekerjaan yang berbayar,

pengusaha menemukan pekerja yang bersedia, dan

tingkat upah ditentukan. Pasar tenaga kerja bisa

berskala lokal atau nasional (bahkan internasional)

dalam lingkup mereka dan terdiri dari interaksi

pasar tenaga kerja yang lebih kecil untuk kualifikasi,

keterampilan dan lokasi geografis yang berbeda.

Mereka bergantung pada pertukaran informasi

antara pengusaha dan pencari kerja tentang tingkat

upah, kondisi kerja, tingkat persaingan, dan lokasi

pekerjaan.

Upah Minimum

Secara teoritis, efek dari upah minimum

bervariasi tergantung pada model pasar tenaga kerja

yang paling mewakili kondisi sebenarnya. Jika

upah dan pekerjaan tetap, maka dalam pasar tenaga

kerja yang kompetitif, jika upah minimal (WM)

diatur di atas batas upah pasar (W *) maka akan

menghasilkan pengurangan jumlah lapangan

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

IQ 31 32 32 33 32 32 36 36 36 35 37 38 41 41 41

MW 17,95 21,37 28,61 36,27 41,45 45,85 50,77 60,27 67,25 67,33 84,15 90,88 98,88 108,8 128,8

0

20

40

60

80

100

120

140

Ketimpangan Pendapatan dan Rata-rata Upah MInimum di Indonesia (Rp. 10.000

Tahun 1999 - 2013

Page 3: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 42

pekerjaan, besarnya tergantung pada kenaikan upah

yang sebenarnya (WM-W *) dan pada elastisitas

permintaan tenaga kerja.

Competitive Labor Market

Sumber: Islam and Nazara, 2000

Penegakan upah minimum, yang diatur di atas

batas upah pasar (W *), akan mengakibatkan

penurunan permintaan atau kelebihan pasokan

tenaga kerja. Asumsikan bahwa upah minimum

ditetapkan pada tingkat Wm pada grafik diatas. Hal

ini akan mengakibatkan kelebihan pasokan Lb-La,

dan pekerjaan akan menurun ke La dari tingkat

kompetitif kerja Le. Oleh karena itu, upah

minimum di pasar tenaga kerja yang kompetitif

adalah negatif sebagaimana terlihat di panel kanan.

Semakin tinggi upah minimum diatur di atas batas

upah pasar, semakin menurun tingkat pekerja.

Tipe lain dari pasar tenaga kerja adalah pasar

tenaga kerja monopsonistik. Dalam pasar tenaga

kerja monopsonistik, permintaan tenaga kerja masih

identik dengan margin produksi tenaga kerja, tetapi

kurva penawaran yang relevan menggambarkannya

adalah kurva biaya marjinal yang berlawanan

dengan pengusaha. Dalam pasar tenaga kerja ini,

pekerja dibayar di bawah marjin produksi mereka.

Perbedaan antara kedua jenis pasar tenaga kerja

tersebut adalah pada tingkat eksploitasi di pasar

tenaga kerja yang monopsonistis. Hal ini

mencerminkan situasi di mana kontribusi pekerja

untuk perusahaan tidak tepat diakui.

Labor Market with Employer Power

Sumber: Islam and Nazara, 2000

Tingkat keuntungan maksimum dari tenaga

kerja adalah Lc di mana biaya marjinal sama

dengan permintaan tenaga kerja. Mekanisme

tersebut menghasilkan tingkat upah yang

memaksimalkan keuntungan di titik Wp, sementara

upah monopsoni hanyalah pada titik Wq. Oleh

karena itu jelas bahwa upah minimum yang

ditetapkan diantara tingkat upak monopsoni (Wq)

dan tingkat upah kompetitif (W*) akan

menghasilkan penyerapan tenaga kerja yang lebih

tinggi. Harus pemerintah menetapkan upah

minimum lebih tinggi dari tingkat kompetitif W *,

kebijakan tersebut akan menghasilkan pengurangan

tenaga kerja sebagaimana terjadi pada pasar tenaga

kerja yang kompetitif.

Dalam model kompetitif yang paling

sederhana di pasar tenaga kerja, efek dari upah

minimum sangat bergantung pada serangkaian

variabel institusional, termasuk tingkat kepatuhan,

penegakan hukum, hukuman untuk

ketidakkepatuhan, dan keberadaan (dan ukuran)

dari sektor-sektor tertentu. Tentunya, masalah ini

jauh lebih mungkin terjadi di negara-negara

berkembang.

Page 4: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 43

Yang pasti, jika penegakan hukum tidak

efektif atau jika hukuman untuk membayar upah di

bawah upah minimum cukup ringan, sangat sulit

untuk mengharapkan kepatuhan dan efektivitas

penetapan upah minimum.

Kesenjangan Pendapatan

Kesenjangan pendapatan adalah distribusi

yang tidak merata daripendapatan rumah tangga

atau pendapatan individu dalam suatu

perekonomian. Kesenjangan pendapatan sering

disajikan sebagai persentase dari total pendapatan

dibagikan total populasi. Misalnya, statistik

menunjukkan bahwa 70% dari pendapatan suatu

negara dikendalikan oleh 20% penduduk negara itu.

Hal ini sering dikaitkan dengan ide "keadilan"

pendapatan. Pada umumnya dianggap "tidak adil"

jika orang kaya memiliki porsi proporsional lebih

besar dari pendapatan suatu negara dibandingkan

dengan populasi mereka.

Salah satu indikator kesenjangan pendapatan

adalah Index GINI. Index GINI adalah pengukuran

distribusi pendapatan penduduk suatu negara.

Nilainya berkisar antara 0 dan 1 dan didasarkan

pada penghasilan bersih masyarakat dan dapat

membantu menentukan kesenjangan antara kaya

dan miskin, dengan nilai 0 mewakili kesetaraan

sempurna dan nilai 1 mewakili ketidaksetaraan

sempurna.

Upah Minimum dan Kesenjangan

Pendapatan

Secara teori, teori ekonomi neoklasik

berpendapat bahwa upah minimum akan

meningkatkan kesenjangan pendapatan ketimbang

menguranginya. Upah minimum menyebabkan,

non-pasar, berperan menentukan batas minimum

upah di pasar tenaga kerja, yang meningkatkan

harga tenaga kerja. Dengan meningkatnya harga

tenaga kerja, upah minimum menghasilkan

pengurangan permintaan tenaga kerja dan

sebahagian pekerja akan menjadi pengangguran.

Di sisi lain, institusional ekonom berpendapat

bahwa upah minimum mengurangi ketimpangan.

Upah minimum meredistribusi pendapatan dengan

menurunkan keuntungan perusahaan dan

meningkatkan upah pekerja terendah (Levitan &

Belous, 1979; Volscho, 2005). Dengan demikian,

dengan menetapkan upah minimum maka standar

upah akan lebih tinggi dan menciptakan distribusi

upah dan pendapatan yang lebih adil (Bluestone &

Harrison, 2001).

Secara empiris, beberapa studi telah secara

eksplisit mencoba meneliti efek dari upah minimum

terhadap ketimpangan. Dalam konteks Indonesia,

Islam dan Nazara (2000) mengambil pendekatan

tidak langsung untuk mengklaim bahwa upah

minimum di Indonesia bukanlah kebijakan yang

buruk dari segi profitabilitas perusahaan. Mereka

menemukan bahwa kebijakan upah minimum

tersebut tidak menyebabkan pengurangan

profitabilitas bisnis bahkan setelah mengontrol

faktor endogenitas upah minimum. Cun dan Khor

(2010) menemukan bahwa perubahan dalam

undang-undang upah minimum merupakan faktor

penting dan relevan memberikan kontribusi untuk

memperlambat ketimpangan upah antara bagian

atas dan bawah dari distribusi upah dan pendapatan

di Indonesia.

Rama (2001) melakukan penelitiannya dengan

Page 5: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 44

memperlakukan kenaikan upah minimum sebagai

variabel eksogen dan pada analisis tingkat provinsi,

ia menemukan bahwa kebijakan upah minimum

memiliki efek menaikkan upah rata-rata kurang dari

15% dan penurunan lapangan kerja maksimal 5% ,

sehingga mengarah pada kesimpulan bahwa pada

umumnya upah minimum bermanfaat bagi pekerja

sektor formal, tetapi efek tersebut ditemukan secara

tidak proporsional pada perusahaan-perusahaan

kecil yang sangat bergantung pada tenaga kerja

berketerampilan rendah dan cenderung untuk

berinvestasi dalam teknologi.

Tapi penelitian pendahulu yang dilakukan oleh

Volscho (2005) dengan menggunakan data negara

bagian selama sepuluh tahun (1960-2000) untuk

menguji hipotesis, menyatakan bahwa negara

dengan upah minimum yang lebih tinggi memiliki

level ketimpangan pendapatan keluarga yang lebih

rendah dan bahwa upah minimum negara

mengurangi ketimpangan pendapatan keluarga..

Kajian Empiris Sebelumnya

Dengan menggunakan koefisien Gini, Muller

dan Steiner (2013) menemukan bahwa upah

minimal € 5,00/jam tidak akan secara signifikan

mengurangi ketimpangan. Menetapkan minimum

upah pada di € 8.00 atau bahkan € 10,00/jam

menghasilkan nilai Gini yang lebih kecil secara

signifikan; ketidaksetaraan akan menurun sekitar

6% atau 14% masing-masing. Upah minimal €

5,00/jam tidak bisa secara signifikan menurunkan

ketimpangan upah minimum dan hanya

mengurangi ketimpangan sekitar 15% dan 25%

masing-masing. Upah minimum yang ditetapkan

pada tingkat yang lebih tinggi akan menurunkan

ketimpangan upah secara substansial, dengan

asumsi dilakukan untuk menahan laju ketimpangan.

Flinn (2010), menjelaskan bahwa dalam

keadaan kesetimbangan parsial, peningkatan

substansial dalam tingkat upah minimum

menguntungan kesejahteraan sosial, tp hal ini tidak

terjadi ketika nilai kontrak dijadikan faktor endogen.

Populasi pekerjaan sebenarnya sedikit meningkat

dengan kenaikan upah minimum $8 dolar/jam,

setelah itu mulai menurun relatif cepat. Dengan

menetapkan margin partisipasi, Flinn menemukan

bahwa perubahan upah minimum $ 8 dolar/jam,

membawa efek baik bagi angka pengangguran dan

jumlah lapangan kerja.

Bird dan Manning (2008) menelitii bagaimana

upah minimum dapat mempengaruhi rumah tangga

dalam sistem tertutup di mana mereka tidak hanya

secara langsung terkena dampak di pasar tenaga

kerja oleh undang-undang upah minimum, tetapi

juga dipengaruhi oleh kenaikan harga barang yang

diproduksi oleh perusahaan yang tunduk pada

hukum upah minimum. Dengan asumsi tidak ada

pengurangan lapangan pekerjaan, mereka

menemukan bahwa upah minimum akan

meningkatkan pendapatan rumah tangga untuk

21% dari populasi, tetapi menyebabkan 79% dari

populasi berada pada kondisi yang lebih buruk

karena kenaikan harga. Hal ini mengarah pada

kesimpulan bahwa upah minimum tidak selalu

menjadi alat anti kemiskinan yang baik di negara-

negara berkembang.

Volscho (2005) menemukan bahwa upah

minimum negara mengurangi ketimpangan

Page 6: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 45

pendapatan keluarga. Hubungan antara upah

minimum dan ketimpangan pendapatan ditemukan

non-linear. Upah minimum negara tidak efektif

untuk mengurangi ketidaksetaraan kecuali

ditetapkan pada nilai-nilai yang lebih besar dari

$ 4,00. Dia menyarankan bahwa ketika upah

minimum terkikis oleh inflasi itu dapat

berkontribusi untuk meningkatkan ketimpangan

pendapatan.

Rama (2001) menggunakan data Sakernas

untuk mendokumentasikan dampak dari kenaikan

substansial dalam upah minimum riil pada paruh

pertama tahun 1990-an, pada upah dan pekerja

formal penuh waktu dengan memperlakukan

kenaikan upah minimum sebagai eksogen. Dia

menemukan bahwa upah minimum memiliki efek

menaikkan upah rata-rata kurang dari 15% dan

penurunan lapangan kerja oleh paling banyak 5%,

sehingga mengarah pada kesimpulan bahwa rata-

rata, upah minimum yang bermanfaat bagi pekerja

sektor formal, tetapi efek ini k menjadi tidak

proporsional pada perusahaan kecil yang sangat

bergantung pada tenaga kerja berketerampilan

rendah dan cenderung untuk berinvestasi dalam

teknologi.

Suryahadi et al. (2003) menemukan efek yang

lebih besar pada penelitiannya. Dengan

mengendalikan faktor-faktor lain yang mungkin

mempengaruhi pekerjaan, ia memperkirakan bahwa

kenaikan 100% upah minimum akan menyebabkan

11,2% penurunan lapangan kerja bagi pekerja

perkotaan. Salah satu alasan untuk menjelaskan

perbedaan ini adalah bahwa upah minimum telah

semakin mengikat selama bertahun-tahun. Namun,

elastisitas lapangan kerja dengan upah minimum

bervariasi di seluruh kelompok

Chun dan Khor (2010) penelitian yang

berdasarkan SUSENAS 1993-2008 menemukan

bahwa upah minimum merupakan penentu

signifikan kenaikan upah bulanan untuk penduduk

yang memiliki upah di bawah garis upah minimum

di sektor formal, tetapi tidak sektor informal.

Hipothesis

Berdasarkan hasil dari kajian literatur dan

penelitian sebelumnya atas penelitian ini ditetapkan

hipotesis berikut:

• Upah minimum berkorelasi positif dengan

ketimpangan pendapatan.

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitiaan

Ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan

pada dampak upah minimum pada ketimpangan

pendapatan di Indonesia selama tahun 1999 - 2013.

Khusus untuk penelitian ini, akan

memfokuskan pada upah minimum Indonesia

sebagai variabel independen dan ketimpangan

pendapatan sebagai variabel dependen dalam kurun

waktu yang sama.

Data

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah

data sekunder dari publikasi Biro Pusat Statistik.

Sebagian besar data diperoleh Buku Data Statistik

Indonesia dan Data Strategis dan Indikator

Ekonomi Penting (2004, 2005, 2008, 2010, 2011,

2013)

Terdapat 2 (dua) jenis data ;

1. Data Gini Index yang menggambarkan

Ketimpangan Pendapatan.

Page 7: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 46

NIlai Gini Index berada diantara 0 dan 1

bedasarkan pendapatan bersih populasi, dan

dapat menunjukkan jarak antara pendapatan

masyarakat miskin dan masyarakat kaya,

dengan nilai 0 yang berarti kesetaraan

sempurna dan 1 berarti ketimpangan

sempurna.

2. Data dari Indonesia Rata-rata Upah

Minimum.

Upah minimum di Indonesia didirikan oleh

pemerintah provinsi dan kabupaten, yang

bervariasi menurut propinsi, kabupaten, dan

sektor. Upah Minimum Nasional dihitung

sebagai rata-rata jumlah total upah minimum

provinsi dari seluruh provinsi di Indonesia.

Perhitungan ini mengikuti persamaan ini:

MWt = Σ𝑃𝑀𝑊 𝑡

Σ𝑃𝑡

Dimana :

MWt = Upah Minimum pada tahun t

ΣPMWt = Total Upah Minimum pada

tahun t

ΣPt = Total Provinsi pada tahun t

Semua data yang diamati adalah dari tahun

1999 hingga 2013 dan akan disajikan sebagai data

time series dari Indonesia.

Metode Analisa

Dalam penelitian ini akan digunakan 2(dua)

metode analisa yaitu :

1. Analisa Deskriptif

Penggunaan metode ini untuk

menggambarkan kondisi pekerja, upah

minimum dan ketimpangan pendapatan di

Indonesia berdasarkan data-data sekunder.

2. Analisa Statistik

Penggunaan metode ini untuk menjelaskan

hasil regresi dari variable-variabel penelitian

dengan menggunakan Program E-Views.

Pemilihan Model

Langkah pertama adalah mengidentifikasi

pengaruh upah minimum terhadap ketimpangan

pendapatan di Indonesia, untuk itu akan digunakan

rumus OLS (Ordinary Least Square). Volscho, Jr.

(2005) juga menggunakan rumus yang sama untuk

langkah pertama dalam estimasinya dengan

variable yang sama.

Sebuah regresi linear digunakan untuk

memperkirakan hubungan anatara upah minimum

terhadap ketimpangan pendapatan sebagaimana

rumus berikut :

II = f(MW, lag II) (1)

Dimana :

II : Ketimpangan Pendapatan

MW : Upah Minimum

ϵ : Error term

Karena data penelitian ini adalah data time

series, menjadi penting untuk memastikan data

yang akan digunakan sudah bersifat stasioner.

Dengan menggunakan korrelogram dan statistik

korrelogram parsial di E Views, diketahui bahwa

ada autokorelasi pada lag pertama dan kedua.

Autokorelasi dapat timbul karena beberapa alasan,

seperti inersia atau kelesuan ekonomi pada waktu

seri, spesifikasi bias bisa terjadi karena tidak

memasukkan variabel penting dari model atau

menggunakan form yang tidak fungsional,

Page 8: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 47

fenomena sarang laba-laba, pesan data, dan

transformasi data (Gujarati, 2009). Oleh karena itu

perlu untuk membedakan antara autokorelasi murni

dan autokorelasi yang diinduksi sebelum

mengambil kesimpulan. Mekanisme umum

diasumsikan adalah skema autoregressive Markov

orde pertama, yang mengasumsikan bahwa

gangguan pada periode berjalan linier yang terkait

dengan istilah gangguan pada periode sebelumnya,

di mana koefisien autokorelasi ρ memberikan

tingkat saling ketergantungan tersebut. Mekanisme

ini dikenal sebagai AR (1) skema. Jika AR (1)

skema valid dan koefisien autokorelasi diketahui,

masalah korelasi serial dapat dengan mudah

diselesaikan dengan mengubah data mengikuti

prosedur perbedaan umum. AR (1) skema dapat

dengan mudah digeneralisasi untuk AR (p).

Langkah kedua adalah modifikasi dari

persamaan regresi menggunakan metode

autoregressive untuk membuatnya sedekat mungkin

untuk distribusi normal. Modifikasi rumus regresi

akan melibatkan semua lag untuk mendapatkan

hasil yang terbaik.

Hasil proses modifikasi akan merubah rumus

(1) sebagai berikut ;

IIt=α+β1MWt+β2IIt-1+β3IIt-2....+βnIIt-n+εt (2)

Dimana:

IIt : Ketimpangan Pendapatan pada tahun t

MWt : Upah Minimum pada tahun t

IIt-n : Ketimpangan Pendapatan pada tahun t-n

βn : Koefisien ketimpangan pendapatan pada

tahun sebelum n

ϵt : Error term

Model terbaik akan muncul setelah

membandingkan semua model-model dengan

mempertimbangkan beberapa kriteria. Gujarati

(2009) menentukan beberapa kriteria untuk

memilih model autoregressive terbaik yang: (1) R2,

(2) addjusted R2 (= R2), (3) kriteria informasi

Akaike (AIC), (4) kriteria Schwarz Information

(SIC) , (5) Mallows Cp kriteria, dan (6) perkiraan

χ2 (chi-square). Penelitian ini akan

mempertimbangkan tiga dari lima kriteria yaitu: (1)

R2, (2) AIC dan (3) SIC.

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Upah Minimum di Indonesia

Kebijakan upah minimum diterapkan pertama

secara hukum di Indonesia pada tahun 1989. Sistem

baru ini mengharuskan upah minimum ditetapkan

dengan mengacu pada kebutuhan fisik minimum,

biaya hidup dan kondisi pasar tenaga kerja. Dengan

kondisi tersebut pemerintah ingin membawa upah

minimum sesuai dengan kriteria biaya konsumsi

atau KFM (Kebutuhan Fisik Minimum) pada tahun

1994. Kriteria terakhir bernama KHL (Kebutuhan

Minimum Basic) ditetapkan oleh Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor: Per-17 / Men / 2005 dengan

komponen hidup yang lebih luas mengandung 46

komponen kebutuhan pekerja yang belum menikah

hidup dan telah direvisi oleh Departemen Tenaga

Kerja dan Peraturan Nomor 13/2012 ke

Transmigrasi 60 komponen kebutuhan hidup. Dan

kriteria terakhir ini menjadi dasar dari proses

kebijakan upah minimum sejak 2013 hingga saat ini.

Ketika kriteria KHL yang digunakan sama

untuk setiap provinsi di Indonesia, tingkat upah

minimum bervariasi menurut provinsi ketika

undang-undang baru diperkenalkan. Undang-

undang memungkinkan pemerintah tingkat provinsi

Page 9: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 48

untuk mengusulkan upah minimum mereka sendiri

dan menerapkannya diwilayah otoritas mereka.

Saat ini upah minimum di Indonesia ditetapkan

oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, yang

bervariasi menurut propinsi, kabupaten, dan sektor.

Upah minimum terbesar adalah di Papua Barat

dengan Rp. 1.720.000 per bulan, dan terendah di

Jawa Tengah dengan Rp. 830.000 per bulan

(Statistik Indonesia, 2013).

Miranti R. et al (2013) mencatat bahwa

kenaikan upah minimum tahunan rata-rata sekitar

6,5 persen per tahun dalam upah minimum bulanan

selama periode antara tahun 2000 dan 2010. tingkat

upah minimum telah hampir dua kali lipat dalam

satu dekade, dari sekitar Rp. 400.000 pada tahun

2000 menjadi Rp. 750.000 pada tahun 2010.

Sebuah gambaran yang lebih luas dari kenaikan

upah minimum hadir dalam gambar ini,

Sumber : Central Statistic Bureau, 2005,2006,2008,2013

Grafik menunjukkan bahwa nilai Upah

Minimum Nasional telah meningkat setiap tahun

sejak tahun 1999-2013. Namun bisa terjadi salah

tafsir untuk menganalisis peningkatan ini sebagai

sebuah prestasi. Tentu sebagai efek dari defisit

ekonomi dan penggunaan Minimum Kebutuhan

Dasar (KHL) sebagai dasar menentukan, nilai upah

minimum rata-rata akan meningkat setiap tahun

tetapi nilai sebenarnya tidak. Kondisi terakhir tidak

jauh dari satu dekade terakhir. Membandingkan

nilai upah minimum nasional menggunakan kurs

USD pada gambar berikutnya, kita akan

menemukan bahwa nilai riil pertumbuhan upah

minimum nasional adalah datar.

Sumber: Central Statistic Bureau, 2005,2006,2008,2013

Angka tersebut menunjukkan bahwa upah

minimum nasional tidak selalu meningkat. Alih-alih

tumbuh, dalam beberapa tahun pertumbuhan

tertekan oleh melanda krisis ekonomi pada awal

tahun 1998. Upah minimum telah tumbuh secara

signifikan sebagai kondisi ekonomi membaik

hingga tahun 2003. Miranti. R et al, (2013)

menjelaskan bahwa penyesuaian pasar tenaga kerja

mendorong fluktuasi pada upah minimum selama

beberapa tahun dan tumbuh lagi setelah 2010. Pada

penelitiannya, Miranti menemukan bahwa pada

tahun 2000 rata-rata upah minimum provinsi

diwakili sekitar 40 persen dari rata-rata keseluruhan

upah dan 45 persen dari upah buruh industri. Pada

tahun 2010, upah minimum telah meningkat

menjadi 64 persen dari upah rata-rata secara

keseluruhan dan 70 persen dari upah buruh industri.

Distribusi upah, dan tingkat (dan kepatuhan)

upah minimum provinsi, keduanya memiliki

0,0

500,0

1000,0

1500,0

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

Rp

.100

0

Upah Minimum Nasional

MW

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

MWG 16,58 19,03 33,88 26,77 14,28 10,62 10,73 18,71 11,58 0,12 24,98 8,00 8,80 10,12 18,32

MWG (USD) 0 1,19 1,34 1,27 1,14 1,11 1,11 1,19 0,89 1,00 1,25 1,08 1,09 1,10 1,08

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

PER

SEN

TASE

(%

)

Pertumbuhan Upah MInimum Nasional

(IRD)

Page 10: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 49

pengaruh langsung pada ketidaksetaraan yang ada

melalui penghasilan pekerja. Meskipun demikian,

peningkatan upah minimum tampaknya hanya

memberikan manfaat yang terbatas untuk pekerja,

khususnya kelompok pekerja yang berada pada

tingkat upah terendah dalam distribusi. Gambaran

yang lebih rumit terjadi di negara-negara

berkembang yang kadang-kadang terdapat

sejumlah standart upah minimum yang bervariasi di

berbagai jenis pekerjaan, industri, dan / atau

wilayah geografis. Selain itu, inflasi yang tinggi dan

tidak stabil menyebabkan fluktuasi besar dalam

nilai riil upah minimum di negara berkembang.

Pekerja sektor formal di Indonesia tumbuh

setiap tahun dan mereka terdampak peraturan upah

minimum karena upah minimum efektif diterapkan

hanya untuk sektor formal .

Angkatan Kerja di Indonesia

Menurut Publikasi Statistik Formal dari Biro

Pusat Statistik Indonesia, November 2013 (Tabel

4.4) jumlah penduduk yang aktif secara ekonomi,

disebut angkatan kerja di Indonesia sebesar 118,19

juta orang, di mana 110,80 juta diantaranya bekerja

dan 7,38 juta orang menganggur. Publikasi juga

melaporkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) di Indonesia mencapai 66,9 persen

pada Agustus 2013, yang berarti mengalami

penurunan 2,1 persen dibandingkan dengan

Agustus 2012. Di sisi lain, tingkat pengangguran

menunjukkan tren meningkat dari 6,1 persen pada

Agustus 2012 menjadi 6,25 persen pada Agustus

2013.

Untuk satu tahun terakhir (Agustus 2012-

Agustus 2013), jumlah orang yang bekerja di sektor

formal naik sekitar 620 000 orang atau secara

persentase meningkat 39,86 poin menjadi 40,42%

pada Agustus lalu.

Indonesia memiliki sistem pasar tenaga kerja

dualistik dengan sektor tradisional (informal) dan

sektor lainnya yang kurang modern. Secara umum,

Pasar Tenaga Kerja Indonesia memiliki pasokan

surplus, tingkat pengangguran yang tinggi dan

tenaga kerja kurang terampil. Di Indonesia,

perusahaan harus membayar karyawan mereka di

atas atau sesuai dengan upah minimum, jika tidak

perusahaan akan mendapatkan hukuman. Namun

dalam kasus-kasus khusus, perusahaan bisa

mengusulkan penangguhan kenaikan upah

sementara, sambil menunggu harga produk baru

Batas-batas antara pekerja formal dan informal

sering sekali kabur, Maloney (2004). Sampai-

sampai jika ada yang tertarik meneliti efek

keseluruhan kebijakan, keberadaan sektor yang

tidak tercakup mempersulit analisis. Model

kompetitif dengan sektor yang terkena dampak (di

mana upah minimum berlaku) dan tidak terkena

dampak (di mana upah minimum tidak berlaku),

memprediksi bahwa mengikat upah minimum di

sektor yang terdampak (formal) akan melemahkan

daya beli pekerja yang marjinal produknya dibawah

batas upah. Pekerja yang terlantar akan mengalir ke

sektor yang tidak terdampak (non formal) , di mana

tingkat upah ekuilibrium akan jatuh dan titik

kesetimbangan pekerja akan naik. Jika hal ini

terjadi, upah minimum dapat menyebabkan

pengurangan gaji untuk pekerja yang bayar

terendah dalam perekonomian, dan peningkatan

ketimpangan pendapatan. Tentu saja, saling

ketergantungan antar sektor bisa menjadi lebih

Page 11: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 50

rumit dari itu.

Ketimpangan Pendapatan di Indonesia

Keberhasilan suatu pembangunan ekonomi

tidak bisa diukur hanya dari segi tingkat

pertumbuhan output atau pendapatan baik secara

agregat atau per kapita, tetapi hal-hal yang lebih

penting untuk dipertimbangkan adalah pola

distribusi pendapatan di semua anggota masyarakat.

Selain pertumbuhan ekonomi, perbaikan

ketimpangan juga memainkan peran penting

Indonesia telah mengalami beberapa fase

perkembangan yang berbeda sejak pemerintahan di

bawah era Orde Baru berakhir pada tahun 1998.

Pada akhir tahun 1990-an, krisis keuangan berat

melanda banyak negara di Asia, termasuk

Indonesia, sehingga berujung pada krisis sosial-

ekonomi. Nilai tukar terus menurun pada tahun

1998. Masalahnya kemudian menjadi krisis

keuangan dengan runtuhnya pasar saham,

kebangkrutan perusahaan lokal, dan masalah serius

yang dihadapi oleh bank Indonesia (Soesastro dan

Basri, 1998; Miranti, R. et al . 2013). Hal ini

menyebabkan krisis sosial dan politik ditandai

dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada

Mei 1998, setelah memimpin negara selama 32

tahun. Alih-alih meminimalkan krisis, ada beberapa

konflik meluas setelah pengunduran diri Soeharto

sebagai akibat dari pemerintah pusat yang lemah.

Hal itu dibuktikan dengan beberapa aksi unjuk rasa,

demonstrasi dan kerusuhan. Pada periode itu juga

banyak dari provinsi kaya mineral seperti Aceh,

Riau dan Papua berusaha untuk memiliki

kemandirian, terutama setelah referendum

kemerdekaan disahkan di Timor Timur pada

Agustus 1999. Hal ini menyebabkan Indonesia

memasuki fase perkembangan baru, yang melihat

tidak hanya jatuhnya Soeharto dan "Orde Baru"

pemerintah tetapi juga kebijakan yang sangat

terpusat dan kekuasaan bergeser ke proses

desentralisasi (Miranti et al., 2013).

Tapi setelah 2004, berdasarkan data statistik

yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),

Indeks Gini Indonesia yang menunjukkan

ketimpangan pendapatan di Indonesia telah

meningkat secara bermakna. Mulai dari 0,32 pada

tahun 2004 NIlai Gini Indeks mencapai 0,41 pada

tahun 2013 (Data Strategis Indonesia, 2013). Ini

berarti bahwa kondisi ketimpangan di Indonesia

telah pindah ke situasi yang kurang lebih sama

dengan 33% (0,9 poin) peningkatan pada dekade

terakhir.

Untuk meningkatkan kesejahteraan penerima

upah rendah, banyak negara mewajibkan

pengusaha harus membayar pekerja mereka diatas

upah minimum negara. Apakah kebijakan tersebut

benar-benar mencapai hasil yang diharapkan telah

menjadi kontroversi yang besar selama beberapa

dekade. Prediksi teoritis dari efek upah minimum

bervariasi, dan bukti empiris sejauh ini telah

menghasilkan hasil yang bertentangan, tergantung

pada negara, sumber variasi upah minimum,

metode analisis, dan asumsi yang dibutuhkan untuk

setiap kerangka ekonometrik tertentu.

Pengaruh Upah Minimum terhadap

Ketimpangan Pendapatan

Pengaruh upah dan pendapatan minimum

Page 12: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 51

ketimpangan diidentifikasi oleh waktu analisis data

seri dengan persamaan model regresi linier (1).

Dengan asumsi bahwa Upah Minimum ditetapkan

pada awal tahun dan akan mempengaruhi indeks

kesetaraan tahun depan, model persamaan

ditetapkan sebagai persamaan (2). Metode untuk

mengukur persamaan adalah Ordinary Least Square

(OLS). Setelah memperkirakan persamaan (2)

dengan metode efek yang umum, hasilnya sebagai

berikut:

Hasil Regresi

Dependent Variable: II

Method: Least Squares

Date: 03/24/14 Time: 16:26

Sample(adjusted): 2001 2013

Included observations: 13 after adjusting endpoints

Convergence achieved after 4 iterations

Variable Coeffi

cient

Std.

Error

t-

Statistic

Prob

.

C 28.798

71

0.450

052

63.98

977

0.00

00

MW 0.0105

97

0.000

644

16.46

425

0.00

00

AR(2) -

0.595452

0.277

079

-

2.149037

0.05

72

R-squared 0.923781 Mean dependent var 36.15385

Adjusted R-squared 0.908538 S.D. dependent var 3.387382

S.E. of regression 1.024437 Akaike info criterion 3.085337

Sum squared resid 10.49470 Schwarz criterion 3.215710

Log likelihood -17.05469 F-statistic 60.60087

Durbin-Watson stat 2.272963 Prob(F-statistic) 0.000003

Berdasarkan hasil ini kita dapat menulis ulang

model persamaan sebagai berikut:

IIt = 28,79871+0,010597 MWt-0,595452(AR(2))

Upah minimum memiliki efek signifikan

positif terhadap ketimpangan pendapatan di ρ = 0.

Setiap Rp. 1000 kenaikan upah minimum di

mengarah ke 0,0106 titik peningkatan indeks

ketimpangan pendapatan. Ini berarti menggunakan

upah minimum di jangka pendek, sebagai alat

strategis untuk mengurangi ketimpangan

pendapatan tidak berguna. Alih-alih mengurangi

ketimpangan pendapatan, malahan menjadi pemicu

kenaikan indeks ketimpangan pendapatan yang

berarti distribusi pendapatan menjadi lebih tidak

merata. Bird dan Manning (2005) menjelaskan

situasi ini sebagai konsekuensi dari struktur tenaga

kerja di Indonesia, di mana terutama yang bekerja

di sektor pertanian atau sektor informal tidak

langsung dipengaruhi oleh kenaikan upah minimum.

Mereka terpengaruh terutama sebagai konsumen

dan menderita efek kenaikan harga. Mereka juga

menemukan bahwa tahun 2002-2003, proporsi

yang lebih tinggi dari semua pekerja (dan terutama

pekerja yang dipekerjakan di luar pertanian) tidak

dalam posisi untuk mendapatkan keuntungan

langsung dari upah minimum, dibandingkan

dengan sebelum krisis. Konsisten dengan penelitian

tersebut, Chun dan Khor (2010) menemukan bahwa

kenaikan upah minimum disertai dengan

peningkatan yang signifikan dan substansial dalam

jumlah jam kerja per minggu dan penurunan

probabilitas kerja di sektor formal.

AR (2) atau autoregressive lag ke dua dari

urutan ketimpangan pendapatan menjelaskan

bahwa nilai perkiraan ketimpangan pendapatan

pada waktu t adalah proporsi nilai pada waktu t-2.

Dengan kata lain nilai pendapatan di kesetaraan di

tahun t tergantung pada nilai dalam dua tahun

sebelumnya. Hasil regresi menunjukkan bahwa

setiap kenaikan nilai ketimpangan pendapatan tahun

t-2 secara signifikan pada ρ = 10% memepengaruhi

indeks ketimpangan pendapatan pada tahun t.

Ketimpangan pendapatan dari dua tahun

sebelumnya akan mengurangi nilai akhir dari

ketimpangan pendapatan di tahun t sebanyak 0.595

poin.

Ketimpangan pendapatan dari dua tahun

sebelumnya memberi pengaruh lebih besar dari

upah minimum di ketimpangan pendapatan.

Page 13: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 52

Pengaruh upah minimum pada ketimpangan

pendapatan di tahun tertentu terlalu kecil, sementara

periode dua tahun terakhir mengambil proporsi

yang lebih besar dari perkiraan nilai akhir

ketimpangan pendapatan. Oleh karena itu

pemerintah pada proses pembuatan kebijakan harus

memberikan perhatian lebih terhadap nilai indeks

ketimpangan pendapatan dua tahun sebelumnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan data dari tiga puluh

tiga provinsi di Indonesia mulai tahun 1999-2013,

kesimpulan yang diambil dari itu adalah:

1. Perubahan upah minimum memiliki efek

positif pada nilai ketimpangan pendapatan

di periode 1999-2013 di Indonesia.

Kenaikan upah minimum diikuti oleh

relatif perubahan kecil dalam rasio Gini

yang berarti bahwa kondisi pendapatan di

Indonesia menjadi lebih tidak merata

2. Pengaruh upah minimum pada analisis

ketimpangan pendapatan menunjukkan

bahwa upah minimum telah menjadi alat

yang tidak efisien. Selain itu, kenaikan

upah minimum disertai dengan penurunan

probabilitas kerja di sektor formal. Efek

berpotensi negatif ini dapat bekerja untuk

mengurangi manfaat keseluruhan yang

mungkin diperoleh dari kenaikan upah

minimum

3. Jika penegakan hukum tidak ketat atau jika

hukuman untuk membayar upah di bawah

minimum terlalu kecil, sangat sulit untuk

mengharapkan kepatuhan dan efektifitas

upah minimum.

Saran

1. Untuk mengurangi ketimpangan

pendapatan melalui kebijakan upah

minimum tersebut, pemerintah harus

menetapkan standar baku yang baru sedekat

mungkin dengan kebutuhan dasar manusia

dengan mempertimbangkan setiap sektor

kebutuhan hidup.

2. Upah minimum ditetapkan, tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhan dasar, tetapi

juga harus menjadi insentif yang

mendorong tenaga kerja untuk beralih ke

kelompok karyawan (sektor formal).

3. Legislator harus mempersiapkan

seperangkat regulasi sistem kontrol untuk

menjalankan peraturan upah minimum

secara efektif di setiap sektor termasuk

sektor formal dan informal.

REFERENCES

Bourguignon, F. (2004). “The Poverty-Growth-

Inequality Triangle”, Paper Presented at

The Conferences “Poverty, Inequality

andf Growth” , Agence Francaise

Development/EU Development

Networks.

BPS Indonesia. 2012.“Statistic Indonesia

2011/2012”, Jakarta 2013.

BPS. Indonesia. 2010. “TRENDS OF THE

SELECTED SOCIO-ECONOMIC

INDICATORS OF INDONESIA AUGUST

2010”, Available WWW. BPS.GO.ID.

BPS. Indonesia. 2012. “BPS Strategic Data

Page 14: PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KETIMPANGAN …

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 3, No. 2, Mei 2015 - 53

2012”, Available WWW. BPS.GO.ID .

ILO. (2011). “Global Wage Report 2010/11”,

Gerneva, ILO.

Islam, I., and S. Nazara. (2000). “Minimum

Wages and the Welfare of Indonesian

Workers”, ILO Working Paper.

Kuznets, S. (1955). “ Economic Growth and

Income Inequality”, The American.

Miranti. (2013). “Trends in Poverty and

Inequality in Decentralising Indonesia”,

OECD Social, Employment and

Migration Working Papers, No. 148,

OECD Publishing.

Natalie, C., and Niny, K. (2010). “Minimum

Wages and Changing Wage Inequality In

Indonesia”, ADB Economic Working

paper Series No. 196.

Nell, P. (2006). “The Return of Inequality of

Otago”, ECINEQ 2006-44, Available at

www.ecineq.org.

OECD. (2011). “Special Fucos: Inequality in

Emerging Economies (Ees)”, Available at

www.oecd.org/els/social/inequality.

OECD. (2010). OECD Economic Surveys:

Indonesia, OECD Publishing, Paris.

Perotti, R. (1996).“Growth, Income

Distribution, and Democracy: What the

Data Say”, Journal of Economic Growth,

1(2).

Rama, M. (2001). “The Consequences of

Doubling the Minimum Wage”, Industrial

and Labour Relations Review, Vol. 54,

No. 4.

Stigler, G. 1946. “ The Economics Of Minimum

Wage Legislation”, in American

Economic Review, Vol. 36, pp. 358-65.

Suryahadi, A., W. Widyanti, D. Pewira, and S.

Sumarto. (2003), “Minimum Wage

Policy and Its Impact on Employment in

the Urban Formal Sector”, Bulletin of