Perdarahan Uterus Disfungsional

30
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD) Oleh : Furqan Disai 201510401011022 Pembimbing : dr. Moch. Maroef, SpOG FAKULTAS KEDOKTERAN

description

DUB

Transcript of Perdarahan Uterus Disfungsional

Page 1: Perdarahan Uterus Disfungsional

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)

Oleh :

Furqan Disai

201510401011022

Pembimbing :

dr. Moch. Maroef, SpOG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

Page 2: Perdarahan Uterus Disfungsional

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.......................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3

1. Definisi Haid Normal..............................................................................3

2. Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional..............................................3

3. Patofisiologi PUD....................................................................................4

4. Pola perdarahan uterus disfungsional......................................................5

5. Anamnesis PUD......................................................................................6

6. Pemeriksaan PUD....................................................................................7

7. Pemeriksaan Ginekologi PUD.................................................................8

8. Pemeriksaan Penunjang PUD..................................................................9

9. Langkah Diagnostik Perdarahan Uterus Disfungsional..........................9

10. Manajemen PUD...................................................................................12

11. Langkah Diagnostik Perdarahan Uterus Disfungsional........................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................22

2

Page 3: Perdarahan Uterus Disfungsional

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Haid Normal

Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa

definisi haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran

darah, mukus (lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan

interval waktu tertentu yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan

pengecualian pada masa kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi

harmonik dari organ-organ hormonal. Batasan parameter menstruasi normal pada

usia reproduksi dapat dilihat pada tabel berikut:

2. Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan uterus abnormal yang

terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi, penyakit medis tertentu atau

3

Page 4: Perdarahan Uterus Disfungsional

kehamilan. Diagnosis perdarahan uterus disfungsional (PUD) ditegakkan per

ekslusionam. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut dan banyak,

perdarahan ireguler, menoragia dan perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi.

3. Patofisiologi PUD

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi

maupun pada siklus tidak berovulasi.

Siklus berovulasi

Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus

haid. Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis

lokal di endometrium.

Siklus tidak berovulasi

Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh

gangguan pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak

berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed

estrogen) terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara

berlebihan hingga tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian

mengalami iskemia dan dilepaskan dari stratum basal.

Efek samping penggunaan kontrasepsi

Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi

(PKK) menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan.

Progestin menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini

dapat menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena

endometritis.

4

Page 5: Perdarahan Uterus Disfungsional

4. Pola perdarahan uterus disfungsional

a. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran

reproduksi, penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis PUD

ditegakkan per ekslusionam.

b. Perdarahan akut dan banyak merupakan perdarahan menstruasi dengan

jumlah darah haid > 1 tampon per jam dan atau disertai dengan gangguan

hipovolemik.

c. Perdarahan ireguler meliputi metroragia, menometroragia, oligomenore,

perdarahan haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus haid dan

pola perdarahan lain yang ireguler. Pasien usia perimenars yang mengalami

gangguan haid tidak dimasukkan dalam kelompok ini karena kelainan ini

terjadi akibat belum matangnya poros hipothalamus – hipofisis – ovarium.

d. Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid >

80 cc atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya

terjadi > 12 hari harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan

ireguler.

e. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi dapat terjadi pada pengguna

PKK, suntikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA) atau AKDR.

Perdarahan pada pengguna PKK dan suntikan DMPA kebanyakan terjadi

karena proses perdarahan sela. Infeksi Chlamydia atau Neisseria juga dapat

menyebabkan perdarahan pada pengguna PKK. Sedangkan pada pengguna

AKDR kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis.

5

Page 6: Perdarahan Uterus Disfungsional

5. Anamnesis PUD

Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk

menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.

6

Page 7: Perdarahan Uterus Disfungsional

6. Pemeriksaan PUD

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan

hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk:

Menilai:

o Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)

o Tanda-tanda hiperandrogen

o Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid

o Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)

o Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)

o Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida,

hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK)

Menyingkirkan:

o Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas

o Servisitis, endometritis

7

Page 8: Perdarahan Uterus Disfungsional

o Polip dan mioma uteri

o Keganasan serviks dan uterus

o Hiperplasia endometrium

o Gangguan pembekuan darah

7. Pemeriksaan Ginekologi PUD

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap

smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip,

hyperplasia endometrium atau keganasan.

8

Page 9: Perdarahan Uterus Disfungsional

8. Pemeriksaan Penunjang PUD

Keterangan:

aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting

time, DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4

= free T4, Hb = hemoglobin, PT = protrombin time, TSH = thyroid stimulating

hormone, USG = ultrasonografi, SIS = saline infusion sonography, IVA =

inspeksi visual asam asetat

9. Langkah Diagnostik Perdarahan Uterus Disfungsional

a. Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang

terjadi dalam frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi.

Perdarahan uterus abnormal meliputi PUD dan perdarahan lain yang

disebabkan oleh kelainan organik.

b. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk

menyingkirkan diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal.9

Page 10: Perdarahan Uterus Disfungsional

c. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang

harus disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat

disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas

gestasional.

d. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal

antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika,

hormonal, anti psikotik, dan suplemen.

e. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah

selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi

fungsi tiroid, fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon

tiroid dan fungsi hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan

pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mendukung

(rekomendasi C). Bila terdapat galaktorea maka perlu dilakukan

pemeriksaan terhadap hormon prolaktin untuk menyingkirkan kejadian

hiperprolaktinemia.

f. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran

reproduksi. Perlu ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear

yang abnormal atau riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada

saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis,

polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan uterus serta

hiperplasia endometrium.

10

Page 11: Perdarahan Uterus Disfungsional

g. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka

gangguan haid yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus

disfungsional (PUD).

h. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan

penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.

i. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi

untuk menentukan tata laksana lebih lanjut.

j. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.

k. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography

(SIS). Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk

mendeteksi kelainan pada kavum uteri (rekomendasi A). Sedangkan

tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG transvaginal belum

jelas (rekomendasi A).

l. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata

laksana operatif.

m. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba

kaku dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

Chlamydia dan Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah

doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari

11

Page 12: Perdarahan Uterus Disfungsional

10. Manajemen PUD

12

Page 13: Perdarahan Uterus Disfungsional

Keterangan:

AINS = anti inflamasi non steroid, D&K = dilatasi dan kuretase, EEK = estrogen

ekuin konyugasi, LNG-IUS = levonorgestrel intra uterine system, PKK = pil

kontrasepsi kombinasi

13

Page 14: Perdarahan Uterus Disfungsional

14

Page 15: Perdarahan Uterus Disfungsional

15

Page 16: Perdarahan Uterus Disfungsional

11. Manajemen Medisinalis PUD

a. Non-Hormonal

a. Asam Traneksamat

16

Page 17: Perdarahan Uterus Disfungsional

Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.

Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk

memecah fibrin menjadi fibrin degradation products (FDPs). Oleh

karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini

akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan

darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian trombosis. Efek

samping : gangguan pencernaan, diare dan sakit kepala.

b. NSAID

Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan

meningkat. AINS ditujukan untuk menekan pembentukan

siklooksigenase, dan akan menurunkan kadar prostaglandin pada

endometrium. AINS dapat mengurangi jumlah darah haid hingga 20-

50 persen. Pemberian AINS dapat dimulai sejak haid hari pertama dan

dapat diberikan untuk 5 hari atau hingga haid berhenti. Efek samping:

gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang

sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan

dan peritonitis.

b. Hormonal

a. Esterogen

Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.

Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral

4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat

disertai dengan pemberian obat anti-emetik seperti promethazine 25

mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan

17

Page 18: Perdarahan Uterus Disfungsional

kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan

aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini

bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara

mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi

trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor

progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan

selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek

samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti

perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.

b. PKK

Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi

kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan

pada saat perdarahan akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari,

dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1

tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 minggu.

Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan

pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan.

Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka

obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan

setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat

berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara

tegang, deep vein thrombosis, stroke dan serangan jantung.

c. Progestin

18

Page 19: Perdarahan Uterus Disfungsional

Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen

serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase

pada sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi

estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan

estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat

memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi

endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun

kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop

selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa memperhatikan pola

perdarahannya. Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang

mengkonsumsi progestin, maka dosis progestin dapat dinaikkan.

Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama,

dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14. Pemberian

progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi

kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan :

hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat

penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan

payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestasis,

kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA

1 x 10 mg, noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron

2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus.

Apabila pasien mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis

progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti.

19

Page 20: Perdarahan Uterus Disfungsional

Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14

hari, demikian selanjutnya berganti-ganti. Pemberian progestin secara

kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat

amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu : Pemberian progestin oral

: MPA 10-20 mg per hari, Pemberian DMPA setiap 12 minggu,

Penggunaan LNG IUS. Efek samping : peningkatan berat badan,

perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat

dan timbul perasaan depresi.

d. Androgen

Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-

etinil testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang

berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta

memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di endometrium

dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih

per hari dapat dipergunakan untuk mengobati PUD. Efek samping :

peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.

e. Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) agonist

Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH

pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor

dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada

penglepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya

ditujukan untuk membuat penderita menjadi amenorea. Dapat

diberikan leuprolide acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4 minggu,

namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan. Apabila

20

Page 21: Perdarahan Uterus Disfungsional

pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan

terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek

samping: keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot

flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis

(terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan GnRH agonist

lebih dari 6 bulan).

21

Page 22: Perdarahan Uterus Disfungsional

DAFTAR PUSTAKA

Hestiantoro A, Wiweko B, 2007. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus

Disfungsional. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas

Indonesia Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

22