Peritonitis
-
Upload
puterinugraha-wanca-apatya -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of Peritonitis
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................2
1.2 Latar Belakang...................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
ISI................................................................................................................................................................3
2.1 Anatomi fisiologi...............................................................................................................................3
2.2 Definisi..............................................................................................................................................6
2.3 Etiologi..............................................................................................................................................7
2.4 Symptoms..........................................................................................................................................8
2.5 Pathoghenesis....................................................................................................................................9
2.6 Treatment...........................................................................................................................................9
2.7 Pengkajian.........................................................................................................................................9
2.8 Diagnosa Keperawatan....................................................................................................................10
2.9 Nursing Care Plan............................................................................................................................11
BAB III KESIMPULAN...........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Peradangan peritonitis adalah komplikasi dari berbagai penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen –misalnya apendisitis, salpingitis,, perforasi ulkus gastroduodenal- rupture saluran
cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen yang sering trjadi.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-
kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan
adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yangmemudahkan
terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan
akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan
diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan peritonitis.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan
penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran
cerna atau perdarahan.
2
BAB II
ISI
2.1 Anatomi fisiologi
1. Rongga Mulut
Rongga mulut (pipi) dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Atap mulut
tersusun atas palatum keras (durum) dan lunak (molle), keduanya diliputi oleh epitel
gepeng berlapis. Uvula palatina merupakan tonjolan konis yang menuju ke bawah dari
batas tengah palatum lunak.
2. Lidah
Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membrane mukosa. Serabut-
serabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3 bidang, berkelompok dalam
berkas-berkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan penyambung. Pada permukaan bawah
lidah, membran mukosanya halus, sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh
banyak tonjolan-tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan
tonjolan-tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya
berbeda. Terdapat 4 jenis papilae.
1. Papilae filiformis: mepunyai bentuk penonjolan langsing dan konis, sangat banyak, dan
terdapat di seluruh permukaan lidah. Epitelnya tidak mengandung puting kecap
(reseptor).
2. Papilae fungiformis menyerupai bentuk jamur karena mereka mempunyai tangkai
sempit dan permukaan atasnya melebar. Papilae ini, mengandung puting pengecap yang
tersebar pada permukaan atas, secara tidak teratur terdapat di sela-sela antara papilae
filoformis yang banyak jumlahnya.
3. Papilae foliatae, tersusun sebagai tonjolan-tonjolan yang sangat padat sepanjang
pinggir lateral belakang lidah, papila ini mengandung banyak puting kecap.
4. Papilae circumfalatae merupakan papilae yang sangat besar yang permukaannya pipih
meluas di atas papilae lain. Papilae circumvalate tersebar pada daerah “V” pada bagian
posterior lidah. Banyak kelenjar mukosa dan serosa (von Ebner) mengalirkan isinya ke
dalam alur dalam yang mengelilingi pinggir masing-masing papila. Susunan yang
3
menyerupai parit ini memungkinkan aliran cairan yang kontinyu di atas banyak puting
kecap yang terdapat sepanjang sisi papila ini. Aliran sekresi ini penting untuk
menyingkirkan partikel-partikel dari sekitar puting kecap sehingga mereka dapat
menerima dan memproses rangsangan pengencapan yang baru. Selain kelenjar-kelenjar
serosa yang berkaitan dengan jenis papila ini, terdapat kelenjar mukosa dan serosa kecil
yang tersebar di seluruh dinding rongga mulut lain-epiglotis, pharynx, palatum, dan
sebagainya-untuk memberi respon terhadap rangsangan kecap
3. Pharynx
Pharynx merupakan peralihan ruang antara rongga mulut dan system pernapasan dan
pencernaan. Ia membentuk hubungan antara daerah hidung dan larynx. Pharynx dibatasi
oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa, kecuali pada daerah-daerah bagian pernapasan
yang tidak mengalami abrasi. Pada daerah-daerah yang terakhir ini, epitelnya toraks
bertingkat bersilia dan bersel goblet. Pharynx mempunyai tonsila yang merupakan sistem
pertahanan tubuh. Mukosa pharynx juga mempunyai banyak kelenjar-kelenjar mukosa
kecil dalam lapisan jaringan penyambung padatnya.
4. Oesofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Oesofagus diselaputi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar
oesofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal oesofagus, lapisan otot
hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos,
dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
5. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang
fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya
menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme). Permukaan lambung ditandai
oleh adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas
lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang
dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel
4
pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung
secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
6. Daerah Kardia
Kardia merupakan peralihan antara oesofagus dan lambung. Lamina
proprianya mengandung kelenjar-kelenjar kardia turbular simpleks bercabang, bergelung
dan sering mempunyai lumen yang besar yang berfungsi mensekresikan mukus.
Kelenjar-kelenjar ini strukturnya sama seperti kelenjar kardia bagian terminal oesofagus
dan mengandung (dan mungkin sekresi) enzim lisosom.
7. Korpus dan Fundus
8. Pilorus
9. Pergantian (turnover) Mukosa Lambung
10. Usus Halus
Usus halus relatif panjang – kira-kira 6 m – dan ini memungkinkan kontak yang lama
antara makanan dan enzim-enzim pencernaan serta antara hasil-hasil pencernaan dan sel-
sel absorptif epitel pembatas. Usus halus terdiri atas 3 segmen: duodenum, jejunum, dan
ileum. Membran mukosa usus halus menunjukkan sederetan lipatan permanen yang
disebut plika sirkularis atau valvula Kerkringi. Pada membran mukosa terdapat lubang
kecil yang merupakan muara kelenjar tubulosa simpleks yang dinamakan kelenjar
intestinal (kriptus atau kelenjar Lieberkuhn). Kelenjar- kelenjar intestinal mempunyai
epitel pembatas usus halus dan sel-sel goblet (bagian atas). Mukosa usus halus dibatasi
oleh beberapa jenis sel, yang paling banyak adalah sel epitel toraks (absorptif), sel
paneth, dan sel-sel yang mengsekresi polipeptida endokrin.
1. Sel toraks adalah sel-sel absorptif yang ditandai oleh adanya permukaan apikal yang
mengalami spesialisasi yang dinamakan ”striated border” yang tersusun atas mikrovili.
Mikrovili mempunyai fungsi fisiologis yang penting karena
sangat menambah permukaan kontak usus halus dengan makanan. Striated border
merupakan tempat aktivitas enzim disakaridase usus halus. Enzim ini terikat pada
mikrovili, menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida, sehingga mudah diabsorbsi.
Di tempat yang sama diduga terdapat enzim dipeptidase yang menghidrolisis dipeptida
menjadi unsur-unsur asam aminonya. Fungsi sel toraks usus halus lebih penting adalah
mengabsorbsi zat- zat sari-sari yang dihasilkan dari proses pencernaan.
5
2. Sel-sel goblet terletak terselip diantara sel-sel absorpsi, jumlahnya lebih sedikit dalam
duodenum dan bertambah bila mencapai ileum. Sel goblet menghasilkan glikoprotein
asam yang fungsi utamanya melindungi dan melumasi mukosa pembatas usus halus.
3. Sel-sel Paneth (makrofag) pada bagian basal kelenjar intestinal merupakan sel eksokrin
serosa yang mensintesis lisosim yang memiliki aktivitas antibakteri dan memegang
peranan dalam mengawasi flora usus halus.
4. Sel-sel endokrin saluran pencernaan. Hormon-hormon saluran pencernaan antara lain:
sekretin, dan kolesistokinin (CCK). Sekretin berperan sekresi cairan pankreas dan
bikarbonat. Kolesistokinin berperan merangsang kontraksi kandung empedu dan sekresi
enzim pankreas. Dengan demikian, aktivitas sistem pencernaan diregulasi oleh sistem
saraf dan hormon-hormon peptida.
11. Lamina propria sampai serosa
12. Pembuluh dan saraf usus halus
13. Usus Besar
Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa lipatan kecuali pada bagian
distalnya (rektum) dan tidak terdapat vili usus. Epitel yang membatasi adalah toraks dan
mempunyai daerah kutikula tipis. Fungsi utama usus besar adalah:
1. untuk absorpsi air dan
2. pembentukan massa feses,
3. pemberian mukus dan pelumasan permukaan mukosa, dengan demikian banyak sel
goblet. Lamina propria kaya akan sel-sel limfoid dan nodulus limfatikus. Nodulus sering
menyebar ke dalam dan menginvasi submukosa. Pada bagian bebas kolon, lapisan serosa
ditandai oleh suatu tonjolan pedunkulosa yang terdiri atas jaringan adiposa – appendices
epiploidices (usus buntu). Pada daerah anus, membran mukosa mempunyai sekelompok
lipatan longitudinal, collum rectails Morgagni. Sekitar 2 cm di atas lubang anus mukosa
usus diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daerah ini, lamina propria mengandung
pleksus vena-vena besar yang bila melebar berlebihan dan mengalami varikosa
mengakibtakan hemoroid. (Mikroskopi & Sistem, n.d.)
2.2 Definisi
Peritonitis is inflammation of the membranes of the abdominal wall and organs. Peritonitis
is a life- threatening emergency that needs prompt medical treatment. The abdominal organs,
6
such as the stomach and liver, are wrapped in a thin, tough membrane called the visceral
peritoneum. The abdominal walls are similarly lined (parietal peritoneum). A protective layer of
fat contained in a membrane (the omentum) sits between the organs and the abdominal wall.
Lubricating fluid allows all these membranes to slide smoothly over each other. The main
function of the peritoneum is to permit free movement of the internal organs during digestion.
Peritonitis is inflammation of the peritoneum caused by bacterial infection. (Inability, n.d.)
Peritonitis implies an inflammatory response of the abdominal cavity peritoneal layer in
terms of an activation of local mediator cascades by different stimuli (1). Viral, bacterial and
chemical agents and trauma may be involved in the etiopathogenesis of peritoneal inflammation.
In surgical practice trauma, bacterial and sometimes, chemical agents are the most frequent
causes of peritonitis (1,2). (Radojikovic, Stajanovic, Zlatic, Radojkovic, & Radisaviljevic, 2008)
2.3 Etiologi
1. Primary Peritonitis/Spontaneous perinitis
Cause by bacterial infection, this condition is also commonly known as spontaneous
bacterial peritonitis. In primary peritonitis bacteria invade the peritoneal cavity from, a
suspected extraperitoneal source via a hematogeneous, lymphogeneous or luminal route.
(Radojikovic et al., 2008)
2. Secondary Perinitis
The main cause of secondary peritonitis is the escape of pus from an infected abdominal
organ, including:
Perforated ulcer – a severe, untreated ulcer can sometimes burn through the wall
of the stomach or duodenum, allowing digestive juices and food to leak into the
abdominal cavity
Perforated bowel – the intestines can be damaged and perforated by a range of
conditions, including diverticulitis and inflammatory diseases such as Crohn’s
disease.
Burst appendix – the appendix is a thin tail growing out of the large intestine.
Food or faecal matter can sometimes lodge inside the appendix and become
infected with bacteria.
7
Perforated gall bladder – this small sac stores bile from the liver. A severe
infection (cholecystitis) can cause the gall bladder to burst.
Pancreatitis – an inflamed pancreas can directly cause inflammation in the
abdomen, which may be very severe. The two major causes of pancreatitis are
alcoholism and gallstones.
Ectopic pregnancy – the fertilised egg lodges and grows inside the slim fallopian
tube instead of the uterus. The tube ruptures in around one out of five cases.
Salpingitis – inflammation of the fallopian tube. Sometimes, the tube becomes
distended with pus until it bursts.
Abdominal surgery – infection is a risk of any type of major surgery. (Inability,
n.d.)
2.4 Symptoms
The symptoms of peritonitis include:
Abdominal pain is almost always the predominant symptom.
A good example of the effects of the dual mechanism of pain perception is the chain of
events in the development of acute appendicitis.
Initially, inflammation of the appendix is projected via autonomic nerve fibers to the
region of umblicus and epigastrium with symptoms of diffuse epigastric pain, nause, and,
sometimes, vomiting.
As the somatic pathways of paraappendiceal peritoneum and adjacent structures become
involved, the patient experiences migration of pain from the epigastrium and umblicus to
the right lower abdomen, an increase in the perceived intensity of pain, and then
localization to McBurney’s point.
Anorexia is almost always present; nausea may be accompanied later by vomiting.
Fever usually ranges between 38 and 41°C.
Tachycardia and a diminished palpable peripheral pulse volume indicate hypovolemia.
Abdominal distension
Tenderness is present over the entire extent of the peritoneum involved in the
inflammatory process.
8
Rigidity of the abdominal muscles is produced by voluntary guarding initially and also by
reflex muscle spasm. (Infection & Ipek, n.d.)
2.5 Pathoghenesis
(Radojikovic et al., 2008)
2.6 Treatment
Treatment options for peritonitis depend on the cause, but may include:
• Hospitalisation – often in an intensive care unit
• Antibiotics – tailored to the specific bacteria to kill the infection
• Intravenous fluids – to rehydrate the body and replace lost electrolytes
• Surgery – to repair the ruptured organ and wash out the abdominal cavity of blood
and pus
• Treatment for the underlying cause – such as a perforated ulcer.
2.7 Pengkajian
- Identitas Pasien : nama, umur, agama, pekerjaan, suku/bangsa, jenis kelamin, alamat
- Identitas Penanggung Jawab: nama, umur, pekerjaan, alamat, hub. dengan pasien,
9
- No registrasi, tgl. masuk RS, tanggal pengkajian, jam dilakukan pengkajian, metode
pengkajian
- Data Umum
keluhan utama : keluhan yang sangat mengganggu aktivitas klien, pasien
peritonitis biasanya mengalami nyeri di bagian abdomen
riwayat penyakit sekarang: dikaji perjalanan penyakit klien
riwayat kesehatan dahulu: yang diakaji penyakit yang pernah diderita klien
sebelum penyakit yang diderita saai ini.
riwayat kesehatan keluarga: apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit atau keluhan seperti yang dialami klien
kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
- Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kebersihan anak, keadaan kulit, kesadaran
Pengukuran lain: BB sebelum dan saat pengkajian, tinggi badan
Vital Sign: suhu, nadi, respirasi, tekanan darah
Keadaan Fisik:
Kepala : bentuk, warna rambut, ada tidaknya lesi
Mata : warna, penglihatan
Mulut : perhatikan mukosa bibir, kelembaban, perdarahan, kebersihan,
jumlah gigi
Hidung : perhatikan ada tidaknya epistaksis, nyeri tekan, pernafasan
cuping hidung, kebersihan
Telinga : perhatikan ada tidaknya nyeri tekan, kebersihan
Thorax : perhatikan bentuk dada, kesimetrisan, suara paru dan jantung
Abdomen : perhatiakan apakah ada nyeri tekan, asites, peristaltic
Ekstremitas: perhatikan apakah ada edema, cianosis, pergerakan sendi
Genetalia : perhatikan kebersihan, ada tidaknya kelainan
Anus : perhatikan kebersihan, dan ada tidaknya perdarahan
2.8 Diagnosa Keperawatan
10
1. Gangguan kenyamanan: nyeri berhubungan dengan inflamasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder, mual, muntah
akibat peritonitis
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic sekunder
2.9 Nursing Care Plan
No. Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1 Gangguan
kenyamanan: nyeri
berhubungan dengan
inflamasi
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2 x 24 jam
nyeri berkurang
sampai hilang dengan
criteria hasil:
- Klien melaporkan
nyeri berkurang
atau hilang
Tidak ada nyeri tekan
- Kaji tingkat, lokasi,
frekuensi nyeri
- Bantu klien mengatur
posisi senyaman
mungkin
- Ajarkan teknik
distrakasi
- Ajarkan teknik nafas
dalam
- Untuk memperoleh
data yang akurat
sehingga dapat
memberikan asuhan
keperawatan yang
tepat
- Posisi yang tepat dan
nyaman dapat
menurunkan nyeri
- Pengalihan perhatian
dapt amenurunkan
nyeri karena klien
terfokus pada hal lain
- Nafas dalam dapat
meningkatkan input
oksigen sehingga otot
11
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian analgesic
- Kolaborasi dengan
dokter untuk tindakan
pembedahan
– otot tidak tegang
sehingga nyeri
berkurang
- Analgesic dapat
menurunkan nyeri
- Mencegah
peradangan yang
lebih luas
2. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan anoreksia,
mual, muntah
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3
x 24 jam nutrisi
terpenuhi dengan
criteria hasil:
- Klien menunjukan
peningkatan nafsu
makan
- Berat badan klien
normal
- Berikan makan dalam
keadaan hangat
- Berikan klien makan
dalam porsi kecil tapi
sering
- Berikan informasi yang
akurat tentang
pentingnya nutrisi
- Motivasi klien untuk
menghabiskan
makanannya
- Timbang berat badan
setiap hari
- Pertahankan
kebersihan mulut yang
baik sebelum dan
- Makanan hangat
dapat meningkatkan
nafsu makan
- Meningkatkan intake
makanan
- Pengetahuan yang
adekuat dapat
meningkatkan
kepatuhan klien
terhadap intervensi
- Dukungan dari orang
lain akan membuat
klien merasa dihargai
- Untuk mengetahui
perkembangan klien
- Meningkatkan
kesejahteraan klien
sehingga nafsu makan
12
sesudah makan
- Hindarkan klien dari
rangsangan yang
membuat klien mual
dan muntah
- Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian
multivitamin
penambah nafsu makan
meningkat
- Mencegah
kekurangan nutrisi
lebih parah
- Meningkatkan nafsu
makan
3. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kehilangan
sekunder, mual,
muntah akibat
peritonitis
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 2
x 24 jam cairan
terpenuhi dengan
criteria hasil:
- Mukosa bibir
lembab
- Memperlihatkan
tidak adanya
tanda dan gejala
dehidrasi
- Pantau berat badan,
suhu tubuh,
kelembaban pada
rongga oral, volume
dan konsentrasi urine
- Kaji yang disukai dan
yang tidak disukai,
berikan cairan yang
disukai dalam batasan
diet
- Pantau masukan,
pastikan sedikitnya
1500 mL cairan per
oral setiap 24 jam
- Kaji pengertian
individu tentang alasan
mempertahankan
hidrasi yang adekuat
dan metode – metode
untuk mencapai tujuan
- Mengetahui
perkembangan
kondisi klien
- Meningkatkan intake
cairan
- Mencegah dehidrasi
- Untuk menentukan
metode pemenuhan
cairan
13
masukan cairan
4. Intoleran aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 2
x 2 jam pasien dapat
mentoleransi aktivitas
dengan criteria hasil:
- Pasien
melaporkan
badannya tidak
lemah lagi
- Makan, minum,
ganti baju pasien
terpenuhi
- Periksa TTV
- Berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri
sesuai indikasi
- Tingkatkan tirah baring
dan beri lingkungan
yang nyaman
- Evaluasi peningkatan
toleran aktifitas
- Untuk memantau
kondisi klien
- Untuk meningkatkan
aktivitas klien secara
bertahap
- Menyediakan
ketenangan dan
energy untuk aktivitas
dan penyembuhan
- Untuk menentukan
intervensi selanjutnya
5. Konstipasi
berhubungan dengan
penurunan peristaltic
sekunder
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2 x 24 jam
konstipasi teratasi
dengan criteria hasil:
- Klien BAB 1 x
sehari
Konsistensi lembek,
warna kuning, bau
normal
- Anjurkan klien untuk
diet makanan yang
lembek dan berserat
- Monitor perkembangan
frekuensi, jumlah dan
warna feses
- Tekankan kebutuhan
terhadap latihan
regular
- Dapat meningkatkan
produksi feses
- Data yang akurat
dapat menentukan
intervensi yang tepat
dan benar
- Latihan regular dapat
meningkatkan
peristaltic usus
sehingga feses yang
terbentuk tiak keras
14
BAB III
KESIMPULAN
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
15
DAFTAR PUSTAKA
Inability, F. (n.d.). Symptoms of peritonitis. Pertonitis Better Health Channel, 1–3.
Infection, I., & Ipek, T. (n.d.). PERITONITIS AND INTRAABDOMINAL INFECTION • Peritonitis means inflamation peritoneum or part of it . of the • Secondary peritonitis is defined as the presence of purulent exudate in the abdominal cavity derived from an enteric. PERITONITIS AND INTRAABDOMINAL INFECTION.
Mikroskopi, H., & Sistem, A. (n.d.). Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti 1. Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti, 1–14.
Radojikovic, M., Stajanovic, M., Zlatic, A., Radojkovic, D., & Radisaviljevic, M. (2008). Primary peritonitis. Acta Fac Med Naiss, 25(3), 133–138.
Inability, F. (n.d.). Symptoms of peritonitis. Pertonitis Better Health Channel, 1–3.
Infection, I., & Ipek, T. (n.d.). PERITONITIS AND INTRAABDOMINAL INFECTION • Peritonitis means inflamation peritoneum or part of it . of the • Secondary peritonitis is defined as the presence of purulent exudate in the abdominal cavity derived from an enteric. PERITONITIS AND INTRAABDOMINAL INFECTION.
Mikroskopi, H., & Sistem, A. (n.d.). Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti 1. Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti, 1–14.
Radojikovic, M., Stajanovic, M., Zlatic, A., Radojkovic, D., & Radisaviljevic, M. (2008). Primary peritonitis. Acta Fac Med Naiss, 25(3), 133–138.
16
TUGAS BLOK S.PENCERNAAN
NAMA:
PUTRINUGRAHA WANCA APATYA
NIM:
G1B113022
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2015
17