Laporan Kasus Peritonitis

21
BAB I LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. Robi Ajis Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 13 tahun Berat badan : 28 kg Pekerjaan : Pelajar Alamat : Patebon kecamatan kejayan-kejayan Tgl MRS : 5 Juli 2013 Tgl Pemeriksaan : 5 Juli 2013 2. KELUHAN UTAMA Nyeri perut kanan bawah 3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSUD Bangil Pasuruan dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan bawah, nyeri perut dirasakan hilang timbul sejak ± 4 hari yang lalu, sejak tadi malam nyeri dirasakan terus menerus sampai mengganggu aktivitas, nyeri disertai mual tetapi tidak muntah sudah sejak 4 hari ini, panas (+) sejak 2 hari yang lalu, pusing (-), nafsu makan menurun semenjak sakit, semalam sebelum mrs pasien tidak bisa kentut, BAB (+) 1 | Page

description

bedah

Transcript of Laporan Kasus Peritonitis

BAB ILAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. Robi Ajis Jenis kelamin : Laki-laki Umur: 13 tahun Berat badan : 28 kg Pekerjaan : Pelajar Alamat : Patebon kecamatan kejayan-kejayan Tgl MRS: 5 Juli 2013 Tgl Pemeriksaan: 5 Juli 2013

2. KELUHAN UTAMA Nyeri perut kanan bawah

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang ke IGD RSUD Bangil Pasuruan dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan bawah, nyeri perut dirasakan hilang timbul sejak 4 hari yang lalu, sejak tadi malam nyeri dirasakan terus menerus sampai mengganggu aktivitas, nyeri disertai mual tetapi tidak muntah sudah sejak 4 hari ini, panas (+) sejak 2 hari yang lalu, pusing (-), nafsu makan menurun semenjak sakit, semalam sebelum mrs pasien tidak bisa kentut, BAB (+) lancar berwana kuning dan tidak encer, BAK tidak ada keluhan.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penderita belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

6. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata: Keadaan umum: Cukup Kesadaran: Compos mentis GCS: 4 5 6 Tekanan Darah: 110/80 mmHg Nadi: 90x/menit , reguler, kuat angkat Suhu: 38 derajat celcius Respiratory rate: 20x/menit Kepala Leher: Mata: konjungtiva anemis (-), sklera icterus (-), pupil isokor 3mm/3mm Telinga: dalam batas normal Hidung: dalam batas normal Mulut: dalam batas normal Leher: dalam batas normal Thorax Inspeksi: Bentuk dan pergerakan simetris Palpasi: Bentuk dan pergerakan normal Perkusi: Suara ketok sonor / sonor di seluruh lapang paru Auskultasi: Pulmo : vesikuler/ vesikuler , rhonki -/-, wheezing -/- Cor : S1 S2 tunggal, Murmur (-) , gallop (-) Abdomen Inspeksi : bentuk distended Auskultasi: bising usus menurun Perkusi: Hipertimpani di semua regio abdomen, nyeri ketok (+) Palpasi: defans muskuler (+) diseluruh lapang perut, Nyeri tekan Mc burney (+), Rebound Fenomena (+), Psoas sign (-), obturator sign (-) Inguinal, Genital dan Anus Dalam Batas Normal Ekstremitas atas Akral hangat dan lembab (ada keringat), Edema -/- Ekstremitas bawah Akral hangat dan pucat, Edema -/-

7. LABORATORIUM WBC: 13.4 K/uL NEU: 10.578.2 %N LYM: 1.229.11 %L EOS: .008.061 %E BASO: .086.641 %B RBC: 4.76 M/uL HGB: 13.7 g/dL HCT: 39.1 % MCV: 82.2 fL MCH: 28.7 pg MCHC: 34.9 g/dL RDW: 10.6 % PLT: 30.7 K/uL MPV: 4.86 fL

8. DIAGNOSA KERJAPeritonitis e.c Suspec Appendicitis Akut

9. DIFERENTIAL DIAGNOSA Batu ureter dextra

10. PENATA LAKSANAAN Konsul Dokter Bedah : Planing I MRS Rehidrasi 1000cc/jam Inj. Antrain 2x300 gram Inj. Ceftriaxon 2x300 gram Inj. Ranitidine 1 ampul Monitoring vital sign dan keluhan

Planing II Pro Laparatomi CITO IVFD 500cc/jam Inj. Cefobactem 2x1 gram Metronidazole 3x500 cc Inj. Santagesic 2x1/2 ampul Acram 2x1 ampul Pasang NGT (12) Cateter Foly (10)

11. PROGNOSADubia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISIPeritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudai serum, fibrin, sel-sel, dan pus. Biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum. (1,3,7)Pada keadaan normal peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan) namun apabila terjadi kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, hal tersebut merupakan factor yang mempermudah terjadinya peritonitis. (7)

2. ETIOLOGIPeritonitis umumnya disebabkan oleh bakteri, namun dapat juga disebabkan oleh zat kimia (aseptic), empedu, tuberculosis, klamidia, diinduksi obat atau induksi oleh penyebab lainnya yang jarang. Peritonitis bacterial dapat diklasifikasikan primer atau sekunder, bergantung pada apakah integritas saluran gastrointestinal terganggu atau tidak. (4)Peritonitis bacterial primer (Spontaneous Bacterial Peritonit / SBP) merupakan infeksi bacterial yang luas pada peritoneum tanpa hilangnya integritas saluran gastrointestinal. Hal ini jarang terjadi, tetapi umumnya muncul wanita usia remaja. 90% kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Streptococcus Pneumoniae biasanya merupakan organism penyebabnya. Factor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi, dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindroma nefrotik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. (3,4,6,7)Peritonitis bacterial sekunder merupakan infeksi peritoneum akut yang terjadi akibat hilangnya integritas saluran gastrointestinal. Kuman aerob dan anaerob sering terlibat, dan kuman tersering adalah Escherichia coli dan Bacteriodes fragilis. (4)Bakteri dapat menginvasi kavum peritoneum dengan empat cara : (1) invasi langsung dari lingkungan ekternal; (2) translokasi dari organ dalam intra abdomen yang rusak; (3) melalui aliran darah dan/atau translokasi usus, misalnya pada peritonitis primer dimana terjadi tanpa sumber infeksi yang jelas; dan (4) melalui saluran reproduksi wanita. (4)Peritonitis akibat zat kimia (aseptic) terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis, dan biasanya sekunder dari perforasi ulkus duodenum atau gaster. Peritonitis steril akan berlanjut menjadi peritonitis bacterial dalam waktu beberapa jam akibat transmigrasi mikroorganisme (misalnya dari usus). (4)Peritonitis biliaris merupakan bentuk yang jarang dari peritonitis steril dan dapat terjadi berbagai sumber penyebab: iatrogenic (misalnya kelicinan saat penyatuan duktus sistikus saat kolesistektomi), kolesistitis akut, trauma, dan idiopatik. Bentuk peritonitis lainnya yang dapat terjadi adalah tuberculosis, peritonitis klamidia, dan peritonitis akibat obat dan benda asing. (4)

3. ANATOMI DAN FISIOLOGIPeritoneum merupakan membrana terbesar tubuh, yang terdiri dari selapis epitel gepeng (mesotelium) dengan lapisan penyokong berupa jaringan penghunbung areolar yang mendasarinya. Peritoneum dibagi menjadi peritoneum parietal yang melapisi dinding cavum abdominopelvik, dan peritoneum visceral yang melapisi beberapa organ didalam cavum. Suatu ruangan sempit yang mengandung cairan serosa pelumas yang berada diantara peritoneum parietal dan peritoneum visceral disebut cavum peritoneum. Pada beberapa penyakit, kavum peritoneum dapat membesar akibat akumulasi beberapa liter cairan, dan kondisi ini disebut acites. (5)Beberapa organ berada pada bagian posterior dari dinding abdomen dan dilapisi peritoneum hanya pada permukaan anteriornya saja. Organ organ tersebut tidak berada dalam cavum peritoneum, organ-organ seperti ginjal, kolon asenden dan desenden, duodenum dari usus halus, dan pancreas disebut organ retroperitoneal. (5)Tidak seperti pericardium dan pleura yang melindungi jantung dan paru, peritoneum mengandung lipatan-lipatan yang besar yang melingkupi vicera. Lipatan-lipatan tersebut mengikat organ-organ satu sama lain dan juga mengikat dinding kavum abdomen. Lipatan-lipatan tersebut juga mengandung pembuluh darah, saluran limfe, dan saraf-saraf yang menyuplai organ-organ pada abdomen. Ada lima lipatan peritoneum utama, yakni omentum besar, ligamentum falsiformis, omentum kecil, mesentrium, dan mesokolon. Peritoneum parietal mendapat inervasi dari nervus interkostalis 8-11 dan nervus subkostalis. Peritoneum parietal yang melapisi sisi kaudal diafragma diinervasi oleh nervus frenikus (v.c 3-5). Peritoneum visceral mendapat inervasi sesuai organ yang ditutupi. (5)Peritoneum berfungsi untuk mengurangi gesekan antar organnintra abdomen agar dapat bergerak bebas. Peritoneum menghasilkan cairan peritoneum sekitar 100 cc berwarna kuning jernih. Jika terjadi cedera peritoneum, daerah defek mesotelium akan segera ditutupi oleh mesotelium sekitarnya dan sembuh dalam waktu 3-5 hari. Jika cedera cukup luas dan membrane baslis terpapar cairan peritoneum maka akan memacu timbulnya jaringan fibrosis sehingga timbul adhesi yang akan mencapai maksimal 2-3 minggu setelah cedera. (6)

4. PATOFISIOLOGIPeritonitis diperkirakan melalui tiga fase : pertama, fase pembuangan cepat kontaminan-kontaminan dari kavum peritoneum ke sirkulasi sistemik; kedua, fase interaksi sinergistik antara aerob dan anaerob; dan ketiga, fase usaha pertahanan tubuh untuk melokalisasi infeksi. (4)Pada fase pertama terjadi pembuangan cepat kontaminan-kontaminan dari kavum peritoneum ke sirkulasi sistemik. Hal ini terjadi karena cairan peritoneum yang terkontaminasi bergerak kearah sefal sebagai respons terhadap perbedaan gradient tekanan yang dibuat oleh diafragma. Cairan tersebut melewati stomata pada peritoneum diafragmatika dan diarbsorbsi ke lacuna limfatik. Cairan limfe akan mengalir keduktus limfatikus utama melalui nodus substernal. Septicemia yang berbentuk umumnya melibatkan bakteri Gram negative fakultatif anaerob dan berhubungan dengan morbiditas yang tinggi. (4)Pada fase kedua terjadi interaksi sinergistik antara kuman aerob dan anaerob dimana mereka menghadapi sel-sel fagosit dan komponen penjamu. Aktivasi komplemen merupakan kejadian awal pada peritonitis dan melibatkan imunitas bawaan dan didapat. Aktivasi tersebut terutama muncul melalui jalur klasik, dengan jalur alternative dan lektin yang membantu. Surfaktan fosfolipid yang dproduksi oleh sel mesotel peritoneum bekerja secara sinergis dengan komplemen untuk meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Sel mesotel peritoneum juga merupakan secretor poten mediator pro-inflamasi, termasuk interleukin-6, interleukin-8, monocyte chemoattractan protein-I, macrophage inflammatory protein-Ia, dan tumor nekrosis factor-a. oleh karena itu, sel mesotel peritoneum memegang peranan penting pada jalur pensinyalan sel untuk memanggil sel-sel fagosit ke cavum peritoneum dan upgregulation sel mast dan fibroblast pada submesotelium. (4)Pada fase ketiga terjadi usaha system pertahanan tubuh untuk melokalisasi infeksi, terutama melalui produksi eksudat fibrin yang mengurung mikroba didalam matriksnya dan mempromosikan mekanisme efektor fagositik local. Eksudat fibrin tersebut juga mempromosikan perkembangan abses. Pengaturan pembentukan dan degerasi fibrin yang terbentuk setelah cedera peritoneum dilisiskan atau dibentuk menjadi adhesi fibrin. Secara khusus, tumor necrosis factor-a menstimulasi produksi plasminogen activator-inhibitor-I oleh sel mesotel peritoneum, yang menghambat degenerasi fibrin. (4)

5. MANIFESTASI KLINIKPada peritonitis terjadi pergeseran cairan dan gangguan metabolic. Frekuensi jantung dan frekuensi nafas awalnya akan meningkat sebagai efek dari volumetric, intestinal, diafragmatika dan nyeri. Asidosis metabolic dan peningkatan sekresi aldosteron, anti diuretic hormone (ADH), dan ketokolamin yang juga menyusul akan mengubah cardiac output dan respirasi. Protein akan dirusak dan glikogen hati akan dimoboilisasikan akibat tubuh sedang memasuki suatu keadaan katabolisme yang hebat. Ileus paralitik dapat terjadi, yang kemudian akan menyebabkan sekuestrasi hebat cairan, hilangnya elektrolit dan eksudat kaya protein. Distensi abdomen yang hebat akan menyebabkan elevasi diafragma, dan akan menyebabkan atelektasis dan pneumonia. Gagal organ multiple, koma dan kematian akan mengancam jika peritonitis tetap berlangsung dan gagal untuk terlokalisasi. (4)

6. DIAGNOSISDiagnosis peritonitis biasanya secara klinis. Anamnesis sebaiknya termasuk operasi abdomen yang baru saja dilakukan, peristiwa sebelum peritonitis, perjalanan anamnesis, penggunaan agen immunosupresif, dan adanya penyakit (contoh : inflammatory bowel disease, diventriculitis, peptic ulcer disease) yang mungkin menjadi predisposisi untuk infeksi intra abdomen. (3)Pada pemeriksaan fisik, banyak dari pasien yang mempunyai suhu tubuh lebih dari 38celcius, meskipun pasien dengan sepsis berat bias hipotermi. Takikardia bias ada, sebagai hasil pelepasan dari mediator inflamasi, dan hipovolemia intravaskuler akibat muntah dan demam. Dengan dehidrasi progresif, pasien bias menjadi hipotensi (5-14% pasien), juga oliguuria atau anuria. Dengan peritonitis berat, akan tampak jelas syok sepsis. Syok hipovolemik dan gagal organ multiple pun dapat terjadi. (3,4)Ketika melakukan pemeriksaan abdomen pasien yang dicurigai peritonitis, posisi pasien harus dalam keadaan supinasi. Bantal dibawah lutut pasien bias membuat dinding abdominal relaksasi. Pada pemeriksaan abdomen, hamper semua pasien menunjukka tenderness pada palpasi, juga menunjukkan kekakuan dinding abdomen. Peninggian tonus muscular dinding abdomen mungkin volunteer, respons involunter sebab iritasi peritoneum. Abdomen sering mengembung dengan suara usus hipoaktif atau tidak ada. Tanda gagal hepatic (contoh : jaundice, angiomata) bias terjadi. Pemeriksaan rectal sering meningkatkan nyeri abdomen, terutama dengan inflamasi organ pelvic, tetapi jarang mengindikasikan diagnosis spesifik. Massa inflamasi kenyal dikanan bawah mengindikasikan appendicitis, dan fluktuasi dan penuh bagian anterior bias mengindikasikan cul de sac abscess. (3,7)Pada pasien wanita, penemuan pemeriksaan bimanual dan vaginal bias dengan penyakit inflamasi pelvic, tetapi pada pemeriksaan sulit untuk mengidentifikasikan peritonitis berat. Pemeriksaan lengkap penting untuk menghindari adanya gejala yang mirip dengan peritonitis. Masalah thoraks dengan iritasi diafragma, ektraperitonial, dan dinding abdomen bias meniru tanda dan gejala pasti dari peritonitis. (3)Jadi keluhan pokok pada peritonitis adalah nyeri abdomen dan lemah. Sedangkan tanda penting yang dapat dijumpai pada pasien peritonitis antara lain pasien tampak ketakutan, diam atau tidak mau bergerak, perut kembung, nyeri tekan abdomen, defans muscular, bising usus berkurang atau menghilang, dan pekak hati menghilang. (3)Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada pasien peritonitis antara lain leukositosis, peningkatan hematokrit, dan asidosis metabolic. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral). Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus butun (apendisitis) atau karena sebab lain, tanda utama radiologi : (1) posisi supinasi, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada kavum abdomen; (2) posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunar shadow); dan (3) pada posisi left lateral decubitus (LLD), didapatkan free air peritoneal pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen. Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada kavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intraperitoneal. (6,8)

7. DIAGNOSA BANDINGPneumonia basal, infark miokardium, gastroenteritis, hepatitis, dan infeksi saluran kemih mungkin sering didiagnosis dengan peritonitis. Penyebab lain nyeri abdomen yang hebat adalah obstruksi saluran cerna, kolik ureter, dan kolik bilier. (4)

8. PENATALAKSANAAN8.1 Terapi konservatifTerapi medikamentosa diindikasikan jika : (1) infeksi telah terlokalisir (misalnya appendix mass); (2) penyebab peritonitis tidak membutuhkan tindakan pembedahan (misalnya pancreatitis acute); (3) pasien tidak cocok untuk anestesi umum/general (misalnya pada pasien usia lanjut, pasoen sekarat dengan komorniditas yang hebat); (4) fasilitas medis tidak mendukung manajemen bedah yang aman. Elemen utama pada terapi medikamentosa adalah hidrasi cairan melalui i.v line dan antibiotic spectrum luas. Terapi suportif sebaiknya mencakup early enteral feeding (dari pada total parenteral nutrition) untuk pasien dengan sepsis abdomen yang komplek di ICU. (4)

8.2 Terapi Segera (Immediate)Penanganan pasien peritonitis saat pertama kali dating tetap mengikuti kaidah primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure). (9,10,11)Prinsip umum terapi adalah penggantian cairandan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena. Pemberian antibiotic yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan focus septic atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar, dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Antibiotic yang diberikan harus spectrum luas, dapat menjangkau bakteri aerob dan anaerob, dan diberikan secara intravena. Sefalosporin generasi 3 dan metronidazole merupakan antibiotic utama yang sering diberikan. Untuk pasien yang menderita peritonitis yang didapat dirumah sakit atau yang membutuhkan terapi intensive, terapi garis kedua dengan meropenem atau kombinasi piperacilin dan tazobactam direkomendasikan. Terapi antijamur juga sebaiknya dipertimbangkan untuk menjangkau spesies kandida yang mungkin menginfeksi. Penggunakan antibiotic lebih awal dan sesuai merupakan kunci untuk mengurangi mortalitas pada pasien dengan syok septic yang berhubungan dengan peritonitis. Selain untuk dekompresi saluran cerna, penggunaan pipa nasogastrik juga berfungsi untuk mengurangi resiko pneumonia aspirasi. (1,4)

8.3 Terapi definitifLaparatomi biasanya dilakukan melalui upper atau lower middle incision (bergantung pada dugaan lokasi patologis). Tujuan dari laparotomi adalah : (1) membuktikan penyebab peritonitis, (2) mengontrol sumber septic dengan membuang organ yang meradang atau iskemik (menutup organ yang bocor), (3) melakukan pencucian kavum peritoneum yang efektif. (4)

9. PROGNOSAPrognosis dari peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses peritonitis sudah terjadi. Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis akan mempunyai prognosis yang makin buruk. Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga, tergantung lamanya peritonitis : (1) kurang dari 24 jam : prognosis > 90 % (2) 24-48 jam : prognosisnya 60 % dan (3) lebih dari 48 jam : prognosisnya 20 %. (1)Belum ada suatu tes laboratorium yang mudah dan tersedia untuk memprediksi keparahan dan prognosis pasien peritonitis. Konsentrasi interleukin-18 intraperitonium dan kultur jamur berhubungan dengan prognosis yang buruk, namun tes laboratorium ini memiliki aplikabilitas klinis yang kecil. (4)

10. KOMPLIKASISyok septic, abses intra abdomen, dan adhesi merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis, pasien dengan syok septic membutuhkan perawatan di ICU. Sepsis abdomen biasanya buruk meskipun telah dirawat di ICU. Factor-faktor yang berhubungan dengan resiko mortalitas antara lain usia, skor APACHE II (skor prognostic), syok septic, penyakit cronic, jenis kelamin wanita, sepsis yang berasal dari saluran cerna atas, dan kegagalan mengatasi sumber sepsis. Adhesi dapat menyebabkan obtruksi saluran cerna atau volvulus. (4)

BAB IIIKESIMPULAN

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudai serum, fibrin, sel-sel, dan pus. Biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.Diagnosis peritonitis biasanya secara klinis. Keluhan pokok peritonitis adalah nyeri abdomen. Sedangkan tanda penting yang dapat dijumpai pada pasien peritonitis antara lain pasien tampak takut, diam atau tidak mau bergerak, perut kembung, nyeri tekan abdomen, defans muskuler, bunyi usus berkurang atau menghilang, dan pekak hati menghilang.Pasien peritonitis umumnya dating dengan keadaan dehidrasi bahkan syok. Resusitasi cairan merupakan hal penting dalam menangani keadaan tersebut. Selainresusitasi cairan, umumnya terapi pembedahan, dan antibiotic yang adekuat juga penting dalam mengatasi peritonitis.Prognosis peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses peritonitis sudah terjadi. Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis mempunyai prognosis yang semakin buruk.

1 | Page