PJM Revisi Bab 1

19
A. Tinjauan Permasalahan Kemiskinan 1. Pengertian Kemiskinan Kemiskinan adalah merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Untuk itu tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan diobyektifkan dalam bentuk angka-angka. Seperti halnya pengukuran dan penentuan garis batas kemiskinan yang hingga kini menjadi perdebatan. Dengan kata lain tidaklah mudah untuk menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan. Saat ini terdapat banyak cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda. Nugroho (1995) membagi cara pengukuran tingkat kemiskinan dengan dua kategori, yaitu kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016 BAB I PENDAHULUAN 1

description

Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan mengenai tinjauan permasalahn kemiskinan di Kabupaten Kolaka

Transcript of PJM Revisi Bab 1

Page 1: PJM Revisi Bab 1

A. Tinjauan Permasalahan Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah merupakan persoalan multidimensional yang

tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan

politik. Untuk itu tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul

ketika fenomena kemiskinan diobyektifkan dalam bentuk angka-angka.

Seperti halnya pengukuran dan penentuan garis batas kemiskinan yang

hingga kini menjadi perdebatan. Dengan kata lain tidaklah mudah untuk

menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh setiap

orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan.

Saat ini terdapat banyak cara pengukuran kemiskinan dengan

standar yang berbeda-beda. Nugroho (1995) membagi cara pengukuran

tingkat kemiskinan dengan dua kategori, yaitu kemiskinan absolut adalah

suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan,

kesehatan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah

perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan

dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif karena lebih

berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial.

Menurut para ahli (Mubyarto Daldjoeni ,1986) bahwa kemiskinan

adalah kondisi serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sandang,

pangan, papan, kesehatan dan pendidikan dasar bagi anak-anak.

Pembangunan masyarakat miskin berarti upaya meningkatkan

kemampuan rakyat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan

potensinya. Pembangunan tersebut dapat dilihat dari tiga sisi utama yakni:

pertama, menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

BAB IPENDAHULUAN

1

Page 2: PJM Revisi Bab 1

berkembang. Kedua, memperkuat potensi ekonominya lewat peningkatan

pendidikan, kesehatan serta terbukanya kesempatan untuk

memanfaatkan peluang-peluang ekonomi. Ketiga, mengembangkan

ekonomi rakyat dan mencegah terjadinya persaingan yang tak seimbang,

serta mencegah eksploitasi golongan ekonomi yang kuat atas yang

lemah. Upaya ini dalam rangka proses pemberdayaan pengembangan

prakarsanya.

Kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah

standart kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas

kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup

sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. Seseorang

dikategorikan miskin apabila tidak mampu memperoleh penghasilan

perkapita setara 320 kg beras untuk daerah perdesaan, atau 480 kg beras

untuk penduduk di perkotaan (Sajogyo, 1982).

2. Kemiskinan Relatif dan Kemiskinan Absolut

Menurut jenisnya, kemiskinan bisa dibedakan menjadi dua kategori,

yakni :

a. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan Relatif adalah yang dinyatakan dengan berapa persen dari

pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan

kelas pendapatan tertentu dibanding dengan proporsi pendapatan

nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas

pendapatan lainnya. Menurut kriteria Bank Dunia: (1) jika 40% jumlah

penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang dari 12%

pendapatan nasional, maka disebut pembagian pendapatan nasional

yang sangat timpang, (2) jika 40% jumlah penduduk dengan

pendapatan terendah menerima 12-17% dari pendapatan nasional

maka disebut ketidakmerataan sedang, dan (3) jika 40% jumlah

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

2

Page 3: PJM Revisi Bab 1

penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17% dari

pendapatan nasional, maka disebut ketidakmerataan rendah.

b. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Absolut adalah suatu keadaan dimana tingkat pendapatan

absolut dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya,seperti: sandang, pangan, pemukiman, dan pendidikan.

Menurut Kriteria Biro Pusat Statistik (BPS) dengan menghitung

pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasarkan data Survei

Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) ditetapkan batas garis

kemiskinan absolut adalah setara dengan tingkat pendapatan yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 2.100 kalori per

orang plus beberapa kebutuhan non-makanan lain, seperti : sandang,

papan, jasa, dan lain- lain.

c. Kemiskinan Alamiah dan Kemiskinan Buatan

Menurut akar penyebab yang melatarbelakanginya, kemiskinan

dibedakanmenjadi dua kategori, yakni:

1) Kemiskinan Alamiah,

Kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumberdaya yang langka

dan atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat

rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat

menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan

bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat

tersebut yang lebih miskin daripada yang lain. Mungkin saja dalam

keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-

perbedaan kekayaan, tetapi dampakperbedaan tersebut akan

diperlunak oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti jiwa

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

3

Page 4: PJM Revisi Bab 1

gotong-royong, dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam

kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial.

2) Kemiskinan buatan (kemiskinan struktural)

Kemiskinan buatan adalah yang dialami oleh suatu masyarakat

yang penyebab utamanya bersumber, dan oleh karena itu dapat

dicari pada struktur sosial yang berlaku adalah sedemikian rupa

keadaannya sehingga mereka termasuk kedalam golongan miskin

yang tidak mampu memperbaiki hidupnya, Struktur sosial yang

berlaku secara turun temurun selama bertahun-tahun. Sejalan

dengan itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan

melalui suatu proses perubahan struktur yang mendasar. Terjadi

karena struktur sosial yang ada, dimana membuat anggota atau

kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan

fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian

anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah

total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi

rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari

kemiskinan. Adapun golongan yang menderita kemiskinan

struktural terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah sendiri,

atau para petani yang tanah miliknya kecil sehingga hasilnya tidak

mencukupi untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan

keluarganya.

Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya, atau

kalaupun terjadi sifatnya lamban sekali, apa yang disebut sebagai

mobilitas sosial vertikal, penyebabnya terletak pada kungkungan

struktural sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat

untuk meningkatkan taraf hidup mereka, umpamanya kelemahan

ekonomi tidak memungkinkan mereka untuk memperoleh

pendidikan.

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

4

Page 5: PJM Revisi Bab 1

3. Teori-Teori Tentang Kemiskinan

a. Teori Siklus Kemiskinan (The Vicious Circles of Poverty)

Teori siklus kemiskinan ini dikemukakan oleh Malassis (1975:93

dalam Bahrum, 1995). Pendekatan teori siklus kemiskinan berusaha

menjelaskan bagaimana problema kemiskinan itu ibarat suatu simpul mati

dari “benang kusut” yang tidak berujung pangkal. Sebagai contoh

kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya produktifitas tenaga kerja

berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan perkapita dan membawa

dua konsekwensi, yakni : kekurangan biaya untuk konsumsi, sejalan

dengan itu, muncul permasalahan rentan terhadap berbagai penyakit.

Siklus kemiskinan ini merupakan suatu mata rantai yang tak

berpangkal dan tak berujung, dan apabila ditarik kesimpulan untuk

menemukan solusinya maka mata rantai yang melilit ini baru dapat

ditemukan bila diupayakan memutuskan satu mata rantai. Memutuskan

benang kusut harus pula menggunting salah satu dari lingkaran yang

menyebabkan kusut tersebut.

Gambar 1.1.Flowchart Lingkaran Kemiskinan

(Malassis, 1975, dalam Bahrum ,1995)

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

5

Page 6: PJM Revisi Bab 1

Pada skema Malassis menunjukkan bahwa mata rantai dengan

panah ganda memperlihatkan inti lingkaran kemiskinan, yakni antara

investasi pendidikan yang rendah – tingkat pendidikan rendah –

produktifitas tenaga kerja rendah – dan tingkat investasi modal rendah.

Lingkaran ini akan terus berputar dan berlangsung sampai ada upaya

untuk memotong mata rantai tersebut.

Flowchart menggambarkan lingkaran kemiskinan seperti yang

dimaksud oleh Malassis. Salah satu faktor yang menentukan upaya

memutuskan mata rantai kemiskinan adalah melalui intervensi pemerintah

yang diimplementasikan melalui berbagai kebijaksanaan pembangunan

(regional atau sektoral) atau crashproggrame. Pada dasarnya Flowchart

lingkaran kemiskinan Malassis (1975) tersebut mengindikasikan adanya

pengaruh keterbatasan-keterbatasan akses masyarakat yang menjadi

penyebab kemiskinan, seperti keterbatasan akses ke fasilitas pendidikan.

b. Teori Lokasi Tempat Tinggal dan Lingkaran Kemiskinan

Teori ini diperkenalkan oleh Johari (1989, dalam Bahrum, 1995).

Teori inimenyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat/status

sosial ekonomi masyarakat dengan tipologi lokasi dimana mereka

berdomisili. Semakin rendah pendapatan, akan semakin rendah kualitas

hidup dan lingkungan pemukiman mereka. Apabila penduduk yang miskin

di perkotaan tinggal di lokasi permukiman ilegal dan kumuh dengan

membentuk kantong-kantong permukiman tidak layak huni, maka kaum

miskin di perdesaan menempati lokasi-lokasi terisolir baik secara fisik

maupun sosial, misalnya tinggal di pelosok, wilayah pedalaman, hutan

belantara, dan sebagainya.

Inaksesibilitas pada pelayanan publik dan sentuhan program

pembangunan merupakan faktor negatif bagi mereka untuk dapat

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

6

Page 7: PJM Revisi Bab 1

menyekolahkan anak disekolah bermutu, ataupun mendapatkan

pelayanan medis yang lebih baik.

Keadaan yang serba kurang dalam pemanfaatan fasilitas pada

akhirnya memperlemah daya saing untuk bekerja dan memanfaatkan hasil

pembangunan, sehingga menghambat mereka merebut kesempatan

memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Flowchart berikut menjelaskan

dimensi lokasi terhadap kemiskinan seperti yang dikemukakan oleh

Johari.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas dapat dipahami bahwa

perbedaan akses yang dirasakan oleh sekelompok masyarakat miskin

tidak lain adalah adanya perbedaan dalam lokasi dimana mereka berada.

Gambar 1.2.Flowchart Dimensi Lokasi Kemiskinan

(Johari, 1989, dalam Bahrum 1995)

c. Teori Kemiskinan Perdesaan Yang Terintegrasi (Integrated

RuralPoverty)

Teori ini dikembangkan oleh Chambers (1988). Chambers

menggunakan lima variabel untuk menganalisis kemiskinan yang

diklasifikasikannya ke dalam lima interlocking dimentions (lihat Gambar

1.3) dan menggunakan konsep “jebakan penjarahan” (deprivation traps)

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

7

Page 8: PJM Revisi Bab 1

dan “perangkap kemiskinan” (povertytraps). Adapun pengertian masing-

masing konsep tersebut dapat diartikan sebagai berikut.

1) Poverty Property (Sifat Kemiskinan);

suatu kondisi dimana masyarakat kekurangan aset dan distribusi

makanan, sumber daya modal, sehingga menyebabkan kekurangan

dan kelangkaan makanan, pakaian, dan perumahan layak huni serta

kebutuhan dasar lain seperti pendidikan, kesehatan, gizi,

danpekerjaan.

2) Physical Weakness (Kelemahan Fisik);

kondisi yang sering sakit-sakitan, rendahnya berat badan, lemahnya

daya tahan tubuh, kekurangan gizi sehingga rentan terhadap berbagai

penyakit maupun terhadap siklus musim serta ketidakberdayaan

untuk bekerja secara penuh.

3) Vulnerability to contigencies (Kerentanan/Kerawanan terhadap

hal-hal yang sifatnya mendadak/mendesak/kebetulan);

kondisi masyarakat yang sangat rapuh dan rawan terhadap kejadian

yang datang secara tiba-tiba, seperti bencana alam, kematian,

berbagai biaya dan kebiasaan setempat misalnya mahar atau mas

kawin, upacara adat, dan sebagainya.

4) Powerlessness (Ketidakberdayaan);

keadaan yang menandakan bagaiamana seseorang atau sekelompok

orang tereksploitasi oleh berbagai kekuatan dari luar dirinya baik oleh

sistem atau individu lainnya, meliputi pula keterbatasanatau ketiadaan

akses yang diterima mereka dari bantuan pemerintah atau instansi

lainnya.

5) Isolation (Keterisolasian);

kondisi yang menggambarkan berbagai akses dasar seperti

pendidikan ditinjau secara spasial atau secara sosial belum mampu

menyentuh langsung golongan miskin. Hal ini dapat disebabkan oleh

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

8

Page 9: PJM Revisi Bab 1

kondisi awal karena mereka tidak berpendidikan, tempat tinggal yang

jauh diluar jangkauan komunikasi atau transportasi. Termasuk pula

pada akses pelayanan pemerintah tidak sampai kepada mereka,

kalaupun sampai biasanya terlambat, itupun belum tentu dapat

menyentuh esensi kebutuhan yang mereka perlukan. Lokasi

permukiman mereka yang jauh dan terpencil serta minim dari

sentuhan pembangunan dan kemajuan akan memarginalkan mereka,

sehingga mereka yang miskin tetap atau bahkan lebih miskin.

Gambar 1.3. memperlihatkan konsep perangkap kemiskinan

sebagaimanayang dikemukakan oleh Chambers (1988). Dari gambar

tersebut terlihat bahwa kelima variabel akan saling berinteraksi sehingga

membentuk sebuah perangkapkemiskinan.

Gambar 1.3 Jebakan Penjarahan (Chambers, 1988, hlm:145)

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

9

Page 10: PJM Revisi Bab 1

4. Cara Pandang Memahami Kemiskinan

Untuk memahami kemiskinan dengan lebih baik, maka perlu untuk

dicermati cara pandang memahami kemiskinan itu sendiri. Menurut

Hardiyanto (2002) paling tidak ada tiga paradigma memahami kemiskinan,

yakni: positivis, konvensionalis, dan realis. Penerapan paradigma untuk

melihat dan menangani kemiskinan di bawah payung positivis-

konservatif dan konvensionalis-liberal dikenal sebagai paradigma “arus

utama”, sedangkan paradigma realis-konflik dikenal sebagai paradigma

transformatif yang merupakan paradigma tanding bagi paradigma arus

utama.

Kaum konservatif (positivis) memandang kemiskinan berasal dari

karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin,

karena tidak (mau) bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana,

kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalis, tidak ada hasrat berprestasi, atau

karena mereka berada dalam“budaya kemiskinan”. Orang menjadi miskin

karena faktor internal si miskin.

Kaum liberal (konvensionalis) memandang manusia sebagai

mahluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi lingkungan. Budaya

kemiskinan hanyalah proses adaptasi situasional dan relistik pada

lingkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang sempit. Bila kondisi

sosial ekonomi diperbaiki dengan menghilangkan diskriminasi dan

memberi peluang yang sama, maka kemiskinan segera akan teratasi,

sedangkan kaum realis-konflik menekankan peranan struktur ekonomi,

politik dan sosial dalam menghasilkan kemiskinan. Menurut mereka,

manusia sebagai mahluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan

kooperatif, produktif dan kreatif. Bila mereka bersikap sebaliknya, maka itu

terjadi karena sistem ekonomi dan politik memaksanya demikian.

Pada mulanya cara pandang kaum positivis dan kaum liberal-lah

yang mendominasi paradigma arus utama dalam meyakini dan menilai

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

10

Page 11: PJM Revisi Bab 1

kemiskinan. Hal ini bisa terlihat dari model perencanaan dan pelaksanaan

tindakan strategis kelembagaan dalam penanganan masalah kemiskinan

yang cenderung: (i)menyalahkan si miskin; (ii) menganggap sama semua

realitas kemiskinan ditingkat komunitas maupun wilayah; (iii) pengelolaan

program yang terpusat dan tergantung pada pengambil keputusan; (iv)

bersifat proyek dan tidak memiliki pengaruh perbaikan untuk jangka

panjang; (v) atau bersifat kedermawanan. Model seperti ini ternyata juga

sangat rentan terhadap tekanan goncangan makro ekonomi dan sangat

tergantung pada stabilitas sosial dan politik domestik. Namun demikian,

pengelola paradigma arus utama di atas ternyata menyadari bahwa

masalah kemiskinan bukanlah sekedar gejala ekonomi. Tetapi juga sangat

diwarnai oleh masalah psikologis si miskin maupun realitas sistem dan

struktur sosial dan politik. Kesadaran inilah yang membawa tindakan dan

pemahaman bahwa kemiskinan ternyata bersifat multidimensi.

Maka dengan begitu, perencanaan dan tindakan melawan

kemiskinan haruslah dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan

masyarakat, terutama masyarakat miskin itu sendiri; dan mengarah pada

pemberdayaan simiskin. Hal ini dapat dilakukan dengan dukungan semua

pihak (pendekatan multistakeholders).

B. Kedudukan dan Fungsi

1) Kedudukan

Kedudukan PJM Pronangkis dalam kaitannya dengan Properda,

Renstrada dan Rapetada sangat penting artinya. Mendudukkan posisi

Perencanaan Jangka Menengah PJM Program Penanggulangan

Kemiskinan dengan tepat merupakan bagian penting dari substansi

perencanaan itu sendiri. PJM merupakan salah satu bentuk perencanaan

teknis, sehingga kedudukannya merupakan acuan bagi Rencana Tahunan

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

11

Page 12: PJM Revisi Bab 1

Daerah (RAPETADA). PJM Pronagkis merupakan penjabaran teknis dari

strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).

2). Fungsi

Dengan fungsi seperti itu, menjadikan Perencanaan Jangka

Menengah PJM Program Penanggulangan Kemiskinan Kab. Kolaka

merupakan bagian penting dari Perencanaan Pembangunan Kab. Kolaka.

Fungsi utama PJM adalah fungsi koodinasi sekaligus sebagai pengikat

bagi perencanaan lainnya.

C. Manfaat dan Tujuan Penyusunan PJM

Dengan adanya Perencanaan Jangka Menengah - Program

Penanggulangan Kemiskinan (PJM ), terdapat beberapa manfaat, yaitu :

Terwujudnya program penanggulangan kemiskinan didaerah yang

harmonis dengan kepentingan pembangunan daerah yang lebih luas.

PJM kemudian disepakati menjadi tanggung jawab bersama untuk

penanganannya sesuai dengan keterikatan bidang tugasnya masing-

masing baik institusi pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat.

Terwujudnya peningkatan kemampuan daerah dalam melaksanakan

perencanaan dari bawah (Botton-up Plannig).

Dapat menjadi alat untuk mewujdkan forum perencanaan

penanggulangan kemiskinan dengan adanya langkah-langkah

pelibatan pelaku pembangunan dalam proses perencanaan.

Sedangkan Perencanaan Jangka Menengah PJM ditujukan untuk :

Memberikan pedoman menentukan prioritas program penanggulangan

kemiskinan daerah dengan mempertimbangkan situasi, kondisi dan

kemampuan daerah.

Meningkatkan peran aktif instansi pemerintah daerah, dunia usaha,

masyarakat serta pelaku pembangunan dalam proses pronangkis.

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

12

Page 13: PJM Revisi Bab 1

Mendorong semua pelaku pembanguan di daerah agar

mengintegrasikan program-program penanggulangan kemiskinan

sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Memperlancar fungsi koordinasi instansi daerah yang mempunyai

tanggung jawab utama dalama penanggulangan kemiskinan.

D. Sistematika Penulisan

Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan

Kemiskinan (PJM ) di Kab. Kolaka ini disusun dengan urutan bab per bab

sebagai berikut :

1. Pendahuluan

2. Gambaran Kondisi Kemiskinan Kab. Kolaka

3. Potensi Untuk Penanggulangan Kemiskinan

4. Kriteria Prioritas dan Daftar Program

5. Mekanisme Pelaksanaan

6. Indikator Kinerja dan Target

7. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi

8. Penutup

PJM PRONANGKIS KAB. KOLAKA TAHUN 2012-2016

13