Politik Islam Edit

246
Kata Pengantar Bismillahirrohaminrrahim. Puji syukur kia panjatkan kepada Allah SWT karena ats Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini. Tak lupa shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi junjungan kita Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan syafaat di hari akhir. Amin. Kehadiran buku ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menguasai teori serta refrensi tentang Politik Islam. Karena kehidupan kita tidak lepas dari ilmu politik. Yang memimpin dan Yang dipimpin. Demikian pengantar dari penulis. Semoga buku ini bermanfaat bagi 1 2

Transcript of Politik Islam Edit

Page 1: Politik Islam Edit

Kata Pengantar

Bismillahirrohaminrrahim.

Puji syukur kia panjatkan kepada Allah SWT karena ats

Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku

ini.

Tak lupa shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi

junjungan kita Muhammad SAW. Semoga kita

mendapatkan syafaat di hari akhir. Amin.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat membantu

pembaca untuk menguasai teori serta refrensi tentang

Politik Islam. Karena kehidupan kita tidak lepas dari

ilmu politik. Yang memimpin dan Yang dipimpin.

Demikian pengantar dari penulis. Semoga buku ini

bermanfaat bagi pembaca. Jika ada salah penulisan kata

atau kalimat, kami memohon maaf. Jika ada kelebihan

itu semata datangnya dari Allah SWT.

Yogyakarta, 7 Oktober 2012

Penulis

12

Page 2: Politik Islam Edit

BAB I

PENGERTIAN POLITIK

A. PENGERTIAN POLITIK SECARA UMUM

Untuk memahami arti dari politik dalam literatur yang banyak berkembang di Barat, pendekatan legalitas sering digunakan. Politik diartikan sebagai urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan diartikan politik. Inilah pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan.

Namun definisi bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi kalau misalnya membicarakan.

Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu maka baik studi

2

Page 3: Politik Islam Edit

politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di dalam keterbatasannya itu.

Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki pilihan lain untuk melakukannya.

Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).

B. PENGERTIAN POLITIK ISLAM

Pengertian secara umum dari politik diartikan sebagai

urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara.

Pemerintahan dapat diartikan sebagai politik. Inilah

pengertian politik yang paling umum dan kentara.

Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar

mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif

4

Page 4: Politik Islam Edit

dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang

masih tetap bertahan.

Politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa

Yunani politicos,  artinya (sesuatu yang) berhubungan

dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu

berasal dari kata polis yang bermakna kota. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), pengertian

politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan

ilmu maka artinya (1) pengetahuan tentang kenegaraan

(tentang sistem pemerintahan, dan dasar-dasar

pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan

( kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai

pemerintahan atau terhadap negara lain; dan(3)

kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau

menangani suatu masalah). Jadi dapat dikatakan bahwa

hakikat politik itu adalah perilaku manusia baik berupa

aktivitas ataupun sikap, yang bertujuan mempengaruhi

atau mempertahankan tatanan suatu masyarakat dengan

mempergunakan kekuasaan (Abd. Muin Salim, 1994:

37).

4

Page 5: Politik Islam Edit

Adapun definisi politik dari sudut pandang Islam adalah

pengaturan urusan-urusan (kepentingan) umat baik dalam

negeri maupun luar negeri berdasarkan hukum-hukum

Islam.  Di dalam Islam, kekuasaan politik kait mengait

dengan al-hukm. Perkataan al-hukm dan kata-kata yang

terbentuk dari kata tersebut digunakan 210 kali dalam

Al-Quran. Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukm

yang dialih bahasakan menjadi hukum intinya adalah

peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan

keputusan (vonis) pengadilan.

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah

siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama

salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah,

misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa -

yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha

siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha

(mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila

dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu

(mengurusi/mengatur perkara).

4

Page 6: Politik Islam Edit

Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan

pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata

tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan

manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia

tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas

bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi

(yasûsu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat,

mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam

perkataan orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin

rakyatnya terpelihara (masûsah) bila pemeliharanya

ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi

rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat

yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik

merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah),

pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad),

dan pendidikan (ta`dib).

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik

(siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka

diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya).

Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang

menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan

6

Page 7: Politik Islam Edit

ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).

Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya

adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung

dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum

muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman

penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan

kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu

mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka

mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari

keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai

rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi

kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti

ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah

perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan

dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya

bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah,

dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak

memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia

bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)

4

Page 8: Politik Islam Edit

Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang

paling utama. Ia menjawab : "Kalimat haq yang

disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).

Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan

pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim.

Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat

terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik

perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari

kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang

beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non

muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik

disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan

yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa.

Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam,

kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan

tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat

memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan

pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi

rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan

berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis

8

Page 9: Politik Islam Edit

bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam).

Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada

Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam

politik yang merupakan dusta, kezhaliman,

pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian,

sayangnya, sadar atau tidak memengaruhi sebagian kaum

muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam

memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi

merupakan kebenaran yang digunakan untuk kebathilan

(Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad

Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak

bisa dipisahkan dari politik.

4

Page 10: Politik Islam Edit

BAB II

PERIODESASI POLITIK ISLAM

A. POLITIK ISLAM ZAMAN NABI MUHAMMAD

SAW

Pada zamannya, Nabi membentuk sebuah komunitas,

yang diyakini bukan cuma komunitas agama, tapi juga

komunitas politik. Nabi berhasil menyatukan berbagai

komunitas kesukuan dalam Islam. Di Madinah, tempat

hijrah Nabi, beliau berhasil menyatukan komunitas

sosial, yakni kaum pemukim dan kaum pendatang. Lebih

dari itu, di Madinah, Nabi juga berhasil mengatur

kehidupan kaum muslim , Nasrani, serta Yahudi dalam

komunitas “Negara Madinah” atau “masyarakat

Madinah”.

Komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah inilah yang

belakangan acap dirujuk oleh para pemikir muslim , baik

yang liberal maupun yang fundamentalis, sebagai

10

Page 11: Politik Islam Edit

masyarakat Islam ideal. Pemikir liberal lebih suka

menyebut komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah

sebagai “masyarakat madani”, sedangkan mereka yang

fundamentalis lebih nyaman menyebut “Negara

Madinah”.

Di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah (661-850

Masehi), pemikiran politik Islam didominasi oleh

perdebatan tentang sistem pemerintah atau lebih tepatnya

hubungan khalifah dan negara. Kedua dinasti Islam ini

cenderung menganut sistem pemerintah atau sistem

politik yang tidak memisahkan agama dan negara.

Bahkan agama yang direpresentasikan oleh khalifah

cenderung mensubordinasi negara atau kehidupan politik

di kedua dinasti.

1. Masa Dinasti Umayyah

4

Page 12: Politik Islam Edit

a. Lembaga dan pusat pendidikan Islam

Pada zaman ini masjid menjadi semcam lembaga sebagai

pusat kehidupan dan kegiatan ilmu terutama ilmu-ilmu

agama. Seorang ustadz duduk dalam masjid dan murid

duduk di sekelilingnya mendengarkan pelajarannya.

Kadang dalam satu masjid terdapat beberapa halaqoh

dengan ustadz dan pelajaran berbeda-beda. Kadang pula

ustadz menggunakan rumahnya untuk mengajar. Pada

zaman ini belum ada sekolah atau gedung khusus sebagai

tempat belajar. Beberapa ustadz pada masa ini adalah

Abdullah bin Abbas, Hasan Basri, Ja'far As-Shidiq dan

lain-lain.

12

Page 13: Politik Islam Edit

gambar: islamic scholars pada masa bani umayyah

Sedangkan kota-kota yang menjadi pusat kegiatan

pendidikan ini masih seperti pada zaman Khulafaur

rosyidin yaitu, Damaskus, Kufah, Basrah, Mesir dan

ditambah lagi dengan pusat-pusat baru seperti Kordoba,

Granada, Kairawan dan lain-lain.

b. Materi bidang ilmu pengetahuan.

Materi/ilmu-ilmu agama yang berkembang pada zaman

ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul

Islamiyah yaitu ilmu-ilmu Al-Qur'an, Al-Hadits, Al-

4

Page 14: Politik Islam Edit

Fiqih, At-Tarikh, Al-Ulumul Lisaniyah dan Al-Jughrofi.

Sedangkan Al-Ulumul Islamiyah dapat dibagi menjadi

tiga bagian:

1) Al-Ulumul Syar'iyah, yaitu ilmu-ilmu agama

Islam.

2) Al-Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu untuk

memastikan bacaan Al-Qur'an, menafsirkan dan

memahami Hadits.

3) At-Tarikh wal Jughrofi.

Ilmu Qiraat, yaitu ilmu cara membaca Al-Qur'an.

Orang yang pandai membaca Al-Qur'an disebut

Qurra. Pada zaman ini pula yang memunculkan tujuh

macam bacaan Al-Qur'an yang terkenal dengan "

Qiraat Tujuh " yang kemudian ditetapkan menjadi

dasar bacaan ( Ushulul Lil Qira'ah ). Pelopor bacaan

ini terdiri dari kaum Malawy yaitu antara lain :

Abdulloh bin Katsir, Ashim bin Abu Nujud,

Abdulloh bin Amir, Ali bin Hamzah dan lain-lain.

14

Page 15: Politik Islam Edit

Ilmu Tafsir, ilmu yang berusaha untuk memberikan

penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dengan

tujuan untuk menghasilkan hukum dan undang-

undang. Ahli tafsir yang pertama yaitu Ibnu Abbas,

seorang shahabat terkenal yang wafat pada tahun 68

H. Menurut riwayat yang mutawatir beliau adalah

orang yang pertama menafsirkan Al-Qur'an dengan

cara riwayat dan isnad. Ahli tafsir lainnya adalah

Mujahid yang wafat pada tahun 109 H dan ulama

Syi'ah yaitu Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Husain.

Ilmu Hadits, Untuk membantu di dalam memahami

ayat-ayat Al-Qur'an. Karena terdapat banyak hadits

maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan

sanad yang hadits yang akhirnya menjadi Ilmu Hadits

dengan segala cabang-cabangnya.

Para ahli hadits yang terkenal pada zaman ini adalah :

1) Abu Bakar bin Muhammad bin Ubaidillah bin

Zihab Az-Zuhri ( W. 123 H ).

2) Ibnu Abi Malikiah, yaitu Abdulloh bin Abi

Malikiah ( W. 119 H ).

4

Page 16: Politik Islam Edit

Pada masa kholifah Umar bin Abdul Aziz

barulah hadits dibukukan yang dirintis oleh

Ibnu Zihab Az-Zuhri yang kemudian disusul

oleh ulama lain.

Ilmu Nahwu, yaitu ilmu tentang perubahan bunyi

pada kata-kata yang terdapat di dalam Al-

Qur'an.Pengarang ilmu nahwu yang pertama dan

membukukannya seperti halnya sekarang, yaitu Abu

Aswad Ad-Dualy ( W. 69 H ). Beliau belajar dari Ali

bin Abi Thalib sehingga ada ahli sejarah yang

mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Bapak

Ilmu Nahwu.

Ilmu Jughrofi. Tentang ilmu jughrofi sekalipun

bukan berasal dari bangsa arab, namun bangsa Arab

muslim telah membuat ilmu ini menjadi satu ilmu

yang tersendiri oleh karena tiga sebab :

1) Al-Haj yang menjadi salah satu rukun

Islam. Untuk menunaikan rukun haji

kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia

harus mengetahui ilmu bumi.

16

Page 17: Politik Islam Edit

2) Al-Ilmu. Kewajiban menuntut ilmu bagi

kaum muslimin, mengharuskan mereka

melakukan Rihlah Ilmiyah untuk

menuntut ilmu, hal mana mengharuskan

kaum muslimin mengetahui ilmu bumi.

3) Dakwah. Keharusan berdakwah dan

berjihad untuk mengembangkan Islam,

juga mengharuskan kaum muslimin

mengetahui ilmu bumi.

Tiga sebab ini disamping sebab-sebab lain

yang mendorong orang Yunani lama

untuk membuat ilmu bumi yaitu

kepentingan dagang dan perang. Ilmu

Jughrofi dalam masa bani Umayyah baru

dalam taraf merintis jalan.

Sedangkan ilmu-ilmu yang di salin dari bahasa Asing ke

dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk

kepentingan keilmuan umat Islam dikelompokan dalam

Al-Ulumud Dakhilah yang terdiri dari :

4

Page 18: Politik Islam Edit

1) Ilmu Kima. Khalifah Yazid bin Yazid bin

Mua'wiyah adalah yang menyuruh

penerjemahannya ke dalam bahsa

Arab.Beliau mendatangkan beberapa

orang Romawi yang bermukim di Mesir,

di antaranya Maryanis seorang pendeta

yang mengajarkan ilmu kimia.

Penerjemahan ke dalam bahasa Arab

dilakukan oleh Isthafun.

2) Ilmu Bintang. Masih dalam masa Kholid

bin Walid, beliau sangat menggemari ilmu

ini sehingga dikeluarkan sejumlah uang

untuk mempelajari dan membeli alat-

alatnya. Karena gemarnya setiap akan

pergi ke medan perang selalu dibawanya

ahli ilmu bintang.

3) Ilmu Kedokteran. Penduduk Syam di

jaman ini telah banyak menyalin

bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab

seperti ilmu-ilmu kedokteran, mislanya

karanganm Qis Ahrun dalam bahasa

18

Page 19: Politik Islam Edit

Suryani yang disalin ke dalam bahasa

Arab oleh Masajuwaihi.

2. Masa Bani Abbasiyah

a. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan

kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah

Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini

adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn

Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia

dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik

menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari

tahun 750-1258 M (Syalaby,1997:44).

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh

negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan

merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni

perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan

Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang

4

Page 20: Politik Islam Edit

akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas.

Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat

Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu

bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.

Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah

Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi

lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan

ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah

Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut

Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang

menjadi identitas revolusi yaitu :

1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang

berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat

disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat

yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari

ideologi yang berkuasa itu.

2) Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena

kelalaiannya menyesuaikan

lembaga-lembaga sosial yang ada dengan

perkembangan keadaan dan tuntutan

zaman.

20

Page 21: Politik Islam Edit

3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari

mendukung ideologi yang berkuasa

pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para

kritikus.

4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di

pelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah

dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh

para penguasa oleh karena hal-hal tertentu yang

merasa tidak puas dengan sistem yang ada.

Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3

tempat yang menjadi pusat

kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan

yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam

memainkan peranannya untuk menegakkan

kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu

Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu

disandarkan). Tiga tempat itu:

1) Humaimah

2) Kufah

4

Page 22: Politik Islam Edit

3) Khurasan.

Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani

Hasyim bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali

maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak

berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota

yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung

Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-

terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian

pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya

mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang

bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi,

teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak

mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang.

Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah

mendapatkan dukungan.

Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy,

gerakan Bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu :

1) fase sangat rahasia

22

Page 23: Politik Islam Edit

2) fase terang-terangan dan pertempuran (Hasjmy,

1993:211).

Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan

dilakukan sangat rahasia.

Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan

mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan

yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang

pada mulanya mendukung Bani Umayyah. Setelah

Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya

Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani

dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khusarany,

bergabubg dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu

dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan,

kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah

132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir

terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani

Abbasiyah resmi berdiri.

b. Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara

4

Page 24: Politik Islam Edit

Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang

sebagai sistem politik. Menurut pandangan para

pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada

pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan

dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar

dan Umar pada zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat

dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya

adalah sultan Tuhan diatas buminya “. Pada zaman

Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang

diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik,

sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang

dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :

1) Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang

para menteri, panglima, Gubernur dan para

pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan

mawali .

2) Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara,

yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi

sosial dan kebudayaan.

3) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang

sangat penting dan mulia .

24

Page 25: Politik Islam Edit

4) Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui

sepenuhnya.

5) Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan

penuh untuk menjalankan tugasnya dalam

pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214).

Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik

Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama

kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-

negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak

menghiraukan pemerintah pusat , kecuali pengakuan

politik saja . Panglima di daerah sudah berkuasa di

daerahnya ,dan mereka telah mendirikan atau

membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja

munculnya Daulah- Daulah kecil, contoh; daulah Bani

Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah .

Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada dua

tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani

Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan

dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya

pemberontakan yaitu :

4

Page 26: Politik Islam Edit

1) Tindakan keras terhadap Bani Umayah . dan

kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani

Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang

wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya

disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu

dibagi lagi menjadi dua yaitu:

a) Wizaraat Tanfiz (system pemerintahan

presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai

pembantu Khalifah dan bekerja atas nama

Khalifah.

b) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet).

Wazirnya berkuasa penuh untuk

memimpin pemerintahan . Sedangkan

Khalifah sebagai lambang saja . Pada

kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai

pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai

gubernurnya Khalifah

(Lapidus,1999:180).

26

Page 27: Politik Islam Edit

Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam

menjalankan tata usaha negara diadakan

sebuah dewan yang bernama diwanul

kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin

oleh seorang raisul kuttab (sekretaris negara).

Dan dalam menjalankan pemerintahan negara,

wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri

departemen-departemen). Tata usaha negara

bersifat sentralistik yang dinamakan an-

nidhamul idary al-markazy. Selain itu, dalam

zaman daulah Abbassiyah juga didirikan

angkatan perang, amirul umara, baitul maal,

organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini

berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan

berbeda-beda sesuai dengan perubahan

politik, sosial, ekonomi dan budaya.

Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan

membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi 3

periode, yaitu :

1. Periode Pertama (750-847 M)

4

Page 28: Politik Islam Edit

Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di

dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia.

Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai

berikut :

a. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)

b. Abu Ja’far al mansyur (754 – 775 M)

c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785

M)

d. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)

e. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M

f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)

g. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)

h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M

i. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)

j. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)

28

Page 29: Politik Islam Edit

2. Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M)

Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem

sentralistik pada system desentralisasi, yaitu ke dalam

tiga negara otonom :

a. Kaum Turki (232-590 H)

b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)

c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)

Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri

dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah

Abbassiyah.

3. Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M)

Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan

Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan

sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam

membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah

Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :

4

Page 30: Politik Islam Edit

1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah

Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai

meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).

2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-

Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya daulah

Buwaihiyah di Baghdad (946 M).

3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah

Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum

Seljuk ke Baghdad (1055 M).

4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang

Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya

Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan

Hulako (1268 M).

Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya

membagi masa pemerintahan

Bani Abbasiyah menjadi lima periode :

1. Periode pertama (750–847 M)

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah

mencapai masa keemasannya. Secara politis, para

Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan

30

Page 31: Politik Islam Edit

pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,

kemakmuran masyarakat mencapai tingkat

tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan

bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam

Islam.Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti

ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M.

Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah

adalah Abu Ja’far al-Mansur (754–775 M). Pada

mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat

Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga

stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansur

memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru

dibangunnya, yaitu Baghdad, dekat bekas ibu kota

Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.

Dengan demikian, pusatpemerintahan Dinasti bani

Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.Di ibu

kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan

penertibanpemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah

personal untuk menduduki jabatan dilembaga eksekutif

dan yudikatif. Di bidang pemerintahandia menciptakan

tradisi barudengan mengangkat wazir sebagai

4

Page 32: Politik Islam Edit

koordinator departemen. Jabatan wazir

yangmenggabungkan sebagian fungsi perdana menteri

dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50

tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari

Balkh, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid

bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya

bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat

anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda.

Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi

Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Pada

masa tersebut persoalan-persoalan administrasi Negara

lebih banyak ditangani keluarga Persia itu. Masuknya

keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan

merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan

Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol

negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di

samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk

Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada

lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada

sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan

32

Page 33: Politik Islam Edit

peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya

sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur,

jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh

informasi di daerah-daerah sehingga administrasi

kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan

pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur

setempat kepada Khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali

daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari

pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di

daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan

kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-

765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Pada masa

al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep

khilafah dalam pandangannya ——dan berlanjut ke

generasi sesudahnya—— merupakan mandat dari Allah,

bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi

sebagaimana pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidin.

Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di

zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan

4

Page 34: Politik Islam Edit

putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang

banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan

sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan

farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi

terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial,

kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan

kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman

keemasannya. Pada masa inilah negara Islam

menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak

tertandingi (Yatim,2003:52-53). Dengan demikian telah

terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih

menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan

Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah

luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan

kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya

antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah. Al-

Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah

yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa

pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing

digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya

besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-

Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai

34

Page 35: Politik Islam Edit

perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada

masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat

kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M)

memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk

masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar

belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab

dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya.

Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.

Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti

Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.

Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah

terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-

prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer

Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik

yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani

Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu

seperti gerakan sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan

intern Bani Abbas dan lain-lain

4

Page 36: Politik Islam Edit

semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu

para Khalifah mempunyai prinsip kuat sebagai pusat

politik dan agama sekaligus. Apabila tidak, seperti pada

periode sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol,

bahkan para Khalifah sendiri berada

dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.

2. Periode kedua (847-945 M)

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta

kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada

periode pertama telah mendorong para penguasa untuk

hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan

mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan

anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda

pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.

Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional

asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-

Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan.

Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan

sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara

36

Page 37: Politik Islam Edit

kekuasaan Bani Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah

yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal

dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya

masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.

gambar : proses pendidikan

Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan

awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang

lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki

dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah

al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan

mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak

4

Page 38: Politik Islam Edit

lagi berada ditangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap

memegang jabatan Khalifah.

Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para

perwira Turki itu, tetapi selalu gagal. Dari dua belas

Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang

yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan

dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa.

Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara Turki

lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul

tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari

kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah

permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.

Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan

kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai

berikut:

a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah

yang harus dikendalikan, sementara komunikasi

lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling

percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana

pemerintahan sangat rendah.

38

Page 39: Politik Islam Edit

b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan

kepada mereka menjadi sangat tinggi.

c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan

tentara sangat besar. Setelah Khalifah merosot,

Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak

ke Baghdad.

3. Periode ketiga (945 -1055 M)

Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah

kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih buruk

dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah

penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai

pegawai yang diperintah dan diberi gaji.

Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga

bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan negeri

Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad

untuk wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan

demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi

merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah

ke Syiraz di masa berkuasa Ali bin Buwaih yang

memiliki kekuasaan Bani Buwaih.

4

Page 40: Politik Islam Edit

Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan

Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada

periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir

besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu

Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang

ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami

kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan

pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Bani

Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali

kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah,

pemberontakan tentara dan sebagainya.

4. Periode keempat (1055-1199 M)

Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas

Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani Seljuk ini adalah atas

undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani

Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang

membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam

bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai

oleh orang-orang Syi’ah.

40

Page 41: Politik Islam Edit

Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu

pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam

al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan

Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M)

dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang

Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di

Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi

perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini

telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin

ilmu. Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan

dan berkembang pada periode ini adalah al-Zamakhsari,

penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi),

Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang

ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam

bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang politik, pusat

kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka

membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi

dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-

masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan

melemah, masing-masing propinsi tersebut

memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan

4

Page 42: Politik Islam Edit

yang terjadi di antara mereka melemahkan mereka

sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan politik

Khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak.

Kekuasaan mereka tersebut berakhir di Irak di tangan

Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199 M.

5. Periode kelima (1199-1258 M)

Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau

khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima.

Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di

bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak

sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup

besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para

Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa

kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.

Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini

menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah

tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad

dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan

yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan

42

Page 43: Politik Islam Edit

tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam,

yang disebut masa pertengahan.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah

Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode

kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab

kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba. Benih-

benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya

karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-

benih itu tidak sempat berkembang.

Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa

apabila Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan

sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah,

mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang

menyebabkan khilafah

Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor

tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di

antara nya adalah sebagai berikut:

4

Page 44: Politik Islam Edit

a. Faktor Internal

1. Persaingan antar Bangsa

Kecenderungan masing-masing bangsa untuk

mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal

Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para

Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga

keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga.

Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah,

naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi.

Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya

sudah

berakhir

2. Kemerosotan Ekonomi

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan

perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi

ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik

Dinasti Abbasiyah. Kedua faktor ini saling berkaitan dan

tak terpisahkan

44

Page 45: Politik Islam Edit

3. Konflik Keagamaan

Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas pada

konflik antara Muslim dan Zindik atau Ahlussunnah

dengan Syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam.

4. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan

Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada

periode pertama telah mendorong para penguasa untuk

hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan

dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda

pemerintahan terganggu dan rakyat

menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).

b. Faktor Eksternal

1. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang

atau periode dan menelan banyak korban.

2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.

4

Page 46: Politik Islam Edit

gambar : runtuhnya bani abbasiyah

Tapi, sejak kira-kira 850 M, pemikiran dan praktek

politik yang dominan di dunia muslim adalah yang

memisahkan agama dan negara. Kekuasaan dibagi antara

sultan yang mengatur urusan militer serta menegakkan

hukum dan ketertiban dan ulama yang mengatur urusan

sosial dan keluarga.

Sejak 1000-1200 M, para pemikir muslim, seperti Al-

Mawardi , Nizam al-Mulk, Al- Gazali , Ibn Rusyd , serta

Al-Razi, menawarkan pemikiran politik jalan tengah atau

pemikiran politik keseimbangan. Di masa-masa tersebut,

46

Page 47: Politik Islam Edit

sultan dan ulama saling bekerja sama dan saling

tergantung.

Namun, pada 1220-1500 M, ide penyatuan agama dan

politik kembali mendominasi pemikiran para pemikir

muslim . Pemikir muslim yang paling menonjol pada

masa itu, yang menganjurkan pemerintahan berdasarkan

syariat, adalah Ibn Taimiyah. Black sendiri dalam buku

ini menyebut masa itu sebagai masa “syariat dan

pedang”.

Puncak pemerintahan berdasarkan syariat berlangsung

pada masa kerajaan-kerajaan modern yang meliputi

Dinasti Utsmani , Dinasti Safawi , dan Dinasti Mogul.

Tentu saja Dinasti Utsmani , yang berpusat di Turki,

menjadi dinasti paling terkemuka. Dinasti ini disebut

Khilafah Islamiyah . Namun, dinasti ini mengalami

kemunduran dan dibubarkan pada 1924.

Kemunduran ini menandai mulai berpengaruhnya

pemikiran politik Barat. Para pemikir yang diidentifikasi

sebagai pemikir liberal bermunculan. Mereka antara lain

4

Page 48: Politik Islam Edit

Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh , yang

menganut paham pemisahan agama dan politik. Berpijak

pada kemajuan Barat, para pemikir muslim ini

menawarkan pemikiran modernisme . Black menyebut

masa ini sebagai abad modernisme .

Tapi kemajuan Barat dewasa ini memunculkan reaksi di

kalangan pemikir Islam fundamentalis. Pemikir Islam

fundamentalis paling terkemuka adalah tokoh Ikhwanul

Muslim, Al- Maududi , serta Sayyid Qutb . Mereka

menginginkan kehidupan masyarakat muslim dewasa ini

mencontoh kehidupan di masa Nabi atau setidaknya

masa kejayaan dinasti-dinasti di masa awal Islam. Itu

berarti mereka menginginkan tidak adanya pemisahan

agama dan politik.

Jika kita perhatikan materi pemikiran Islam sejak masa

Nabi hingga masa kini seperti disajikan oleh Black dalam

buku ini, nyaris tiada yang baru di situ. Tapi,

bagaimanapun, pemetaan pemikiran Islam secara

kronologis, sebagaimana yang dilakukan oleh Black,

sangat membantu kita dalam memahami alur serta

48

Page 49: Politik Islam Edit

dinamika khazanah pemikiran politik dunia Islam.

Melalui buku ini pula, kita tahu bahwa yang terjadi

sesungguhnya adalah pertarungan antara pemikiran

politik Islam dan pemikiran Islam politik.

3. Masa Bani Utsman

Kerajaan Turki Usmani muncul di saat Islam berada

dalam era kemunduranpertama.1 Berawal dari kerajaan

kecil, lalu mengalami perkembangan pesat, danakhirnya

sempat diakui sebagai negara adikuasa pada masanya

dengan wilayahkekuasaan yang meliputi bagian utara

Afrika, bagian barat Asia dan Eropa bagianTimur.2 Masa

pemerintahannya berjalan dalam rentang waktu yang

cukup panjangsejak tahun 1299 M-1924 M. Kurang lebih

enam abad (600 tahun).3Dalam rentang waktu yang

demikian panjang kerajaan Turki Usmani

mengalamidinamika yang selalu menghadirkan format

dan ciri khas yang baru dalampemerintahan, bahkan

merupakan penyelamat dan bebas dunia Islam dari kekacauan yang

berkepanjangan terutama di bidang hukum, karena

sebagaimanadiketahui, bahwa pemerintahan Turki Usmani tidak

4

Page 50: Politik Islam Edit

hanya terbatas padakekuasaan dan wilayah, tapi juga

meliputi bidang agama. Pada periode

berikutnya4,kerajaan Turki Usmani yang berpijak kepada

Syari’at Islam mulai bergeser menjadihukum sekuler, ini

terjadi pada akhir abad-19 tepatnya pada

eratanzimat (1839-1876) ketika terjadi persentuhan budaya

timur (Islam) denganbudaya Barat (Eropa). Era tanzimat 

merupakan gerakan pembaharuan yang terjadidi Turki

Usmani, yang pada hakikatnya berintikan upaya

pemerintah Turki Usmaniuntuk melakukan perbaikan

dalam tata aturan perundangan di segala bidang, dansalah

satu hukum yang disusun:

Majallah al-Ahkam al-Adliyahi (1876 M) di

sampingpiagam Gulhane dan Humayun. Untuk

mengetahui lebih jauh tentang

perkembanganhukumIslam pada masa Turki Usmani

makalah sederhana ini mencoba menguraikan,

denganpokok pembahasan; Sekilas tentang Turki

Usmani, Sebelum Tanzimat, Era Tanzimat,Majallah al-

Ahkam al-Adliyah dan sesudah tanzimat.

Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah

Oghuz5 yang mendiamidaerah Mongol dan daerah utara

50

Page 51: Politik Islam Edit

negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tigaabad,

mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak.

Mereka masuk Islamsekitar abad ke sembilan atau ke

sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di

bawahtekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-

13 M bangsa Turki dengandipimpin Artogol melarikan

diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi padapenguasa

yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.Artogol

dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk

membantu SultanAlauddin II berperang menyerang

Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya pasukanSaljuk

mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan

Alauddin IImenghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil

yang berbatasan dengan Bizantium.Sejak itu bangsa

Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota

Syukudsebagai ibu kota.6Pada tahun 1289 M Artogol

meninggal dunia. Kepemimpinan- nya dilanjutkan

olehputranya, Usman. Putra Artogol inilah yang

dianggap sebagai pendiri kerajaanUsmani, beliau

memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana

ayahnya, Usmanbanyak berjasa pada Sultan Alauddin II,

4

Page 52: Politik Islam Edit

dengan keberhasilannya mendudukibenteng-benteng

Bizantium.Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol

menyerang kerajaan Saljuk dan SultanAlauddin II

terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah

dalam beberapakerajaan kecil. Usman pun menyatakan

kemerdekaandan berkuasa penuh atas daerah yang

didudukinya. Sejak itulah kerajaan TurkiUsmani

dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman

yang sering disebutUsman I.Dalam perkembangannya,

Turki Usmani melewati beberapa periodekepemimpinan.

Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I

Ibn Artogol(1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II

Ibn Majib (1918-1922 M).Dan dalam perjalanan sejarah

selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu daritiga

kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.

SEBELUM TANZIMAT 

Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh

seorang Sultan yangmempunyai kekuasaan temporal atau

dunia dan kekuasaan spritual atau rohani.Sebagai

penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai

kepala rohani umatIslam ia memakai gelar Khalifah.8

52

Page 53: Politik Islam Edit

Dengan demikian Raja Usmani mempunyai duabentuk

kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan

menyiarkan danmembela Islam.Dalam melaksanakan

kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua

pegawaitinggi sadrazam  untuk urusan pemerintahan dan

syaikh al-Islam 

untuk urusankeagamaan. Keduanya tidak mempunyai

banyak suara dalam soal pemerintahan danhanya

melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan

berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam

menjalankan pemerintahan.

Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan

dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-

qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi

askar anduly 

Membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan

Mesir.

9 Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut

merujuk kepada mazhabHanafi.10 Hal ini yang

disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah

mazhabHanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini :

4

Page 54: Politik Islam Edit

1. Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat) , yang bertugas

menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata.

2. Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang

bertugas meneliti dan mengkajiperkara yang

berlaku.

3. Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-

Naqd wa al-Ibram), yang bertugasmemecat para

qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam

menetapkan hukum.

4. Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya ),

yang langsung di bawahpengawasan Sultan.

Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum

berjalan dengan baik, karenaterdapat intervensi dari

pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-

kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan

jelas pemisahan antaraurusan agama dan pemerintahan.

54

Page 55: Politik Islam Edit

Gambar : keadaan sebelum tanzimat

MASA TANZIMAT (1839-1876 M)

Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-

yunazhzhimu- tanzhimat, yang berarti mengatur,

menyusun, dan memperbaiki.12 Term ini dimaksudkan

untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan

yang terjadi diTurki Usmani pada pertengahan abad ke-

19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah

tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari

4

Page 56: Politik Islam Edit

Barat yaitu bidangpemerintahan, hukum, administrasi,

pendidikan, keuangan, perdagangan

dansebagainya.Tanzimat merupakan suatu gerakan

pembaharuan sebagai kelanjutan darikemajuan yang

telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M)

yangtermasyhur dengan nama al-Qanuni. 

Namun pembaharuan yang sebenarnya lebihmembekas

dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-

1839 M).14 Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai

perubahan internal diantaranya dalamorganisasi

56

Page 57: Politik Islam Edit

pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga

dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas

mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan

dunia. Urusan agama diaturoleh syari’at Islam (tasyr’ al-

dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang

bukansyari’at (tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak

di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hokum

bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang

hukum untuk mengaturnya,hukum yang bukan syari’at

ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing

lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-

Madani (Undang-undang PeradilanPerdata). Dengan

penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-

undang PeradilanPerdata) dalam peradilan muncul

Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-

Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan

Agama ).

4

Page 58: Politik Islam Edit

gambar : sultan Mahmud II

Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud

II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan

agama dan urusan dunia. Kemunculan tanzimat

dilatarbelakangi oleh:

1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum

Barat dan hukum Islam

2. Muncul para tokoh tanzimat yang ingin membatasi

kekuasaan Sultan yang absolut

58

Page 59: Politik Islam Edit

 

Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri

dari tiga lapisan yaitu:

1. Tradisional, yang mempertahankan dan

membangun pemikiran berdasarkanfiqh dan

berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah

mapan dan sempurna sehingga mereka

berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan

disosialisasikan.

2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu

diseleksi dan dikembangkan sesuaidengan

kondisi sosial budaya masyarakat.

3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh

yang ada tidak mampu meresponberbagai

perkembangan yang muncul sebagai akses

perkembangan zaman dankebutuhan manusia

yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu

diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash 

secara kontekstual.

4

Page 60: Politik Islam Edit

gambar: perkembangan di bidang iptek

Sepertinya keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi

munculnya pembaharuanlebih-lebih lapisan modernisme

dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan

diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif

Gulhane) pada tanggal 3 Nopember 1839 M,

kemudianditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam

Humayun (Khatt-i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856

M.

Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-

1861 M) putra Sultan Mahmud II.Piagam Gulhane

berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada

masapermulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan

60

Page 61: Politik Islam Edit

Undang-undang Negaradipatuhi, sehingga negara

menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada

masatersebut, maka perlu diadakan perubahan-perubahan

yang membawa kepadapemerintahan yang baik, yaitu:

1. Terjaminnya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga

negara.

2. Peraturan mengenai pemungutan pajak.

3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas

militer.

Selanjutnya dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili

secara terbuka dan sebelumpengadilan pelaksanaan

hukuman mati dengan racun dan jalan lain tidak

dibolehkan.Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang

juga tidak diperkenankan. Hak milik terhadap harta

dijamin dan tiap orang mempunyaikebebasan terhadap

harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena

hukumanpidana tidak boleh dicabut haknya untuk

mewarisi, dan demikian pula harta yangkena hukuman

pidana tidak boleh disita.

4

Page 62: Politik Islam Edit

Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya

usaha pembaharu untukmelakukan rekonsiliasi antar

muslim tradisional dengan kemajuan, serta institusi-

institusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum

Islam, bahkan bisamenampung kebutuhan mereka. Menjamin

keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal

yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan

bahwaaturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan

masyarakat dan semua golonganagama tanpa ada

pengecualian.Atas dasar piagam ini, maka terjadi beberapa

pembaharuan dalam berbagaiinstitusi kemasyarakan

Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang

hukumdirumuskannya kodifikasi hukum perdata oleh

Majelis Ahkam al-Adliyah 

24 dan hukum pidana. Sedang dibidang pemerintahan

adanya sistem musyawarah dan dibidang pendidikan

adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama,

sertakekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari

kekuasaan ulama.

Pada masa ini mulaimasuk pengaruh sistem pendidikan

Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahanpendidikan

62

Page 63: Politik Islam Edit

antara hukum dan agama ini berlaku sampai

sekarang.Selanjutnya pada tahun 1856M26 Sultan Abdul

Majid mengumumkanbelakunya piagam Humayun yang

lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap

kedudukan orang Eropa dan non muslim yangberada di

bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga antara orang

Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada perbedaan lagi

artinya mereka mempunyai hak yang samadalam

hukum.Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk

memperkuat keberadaan piagamGulhane, namun jika

diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan

jaminankepada bangsa Eropa untuk semakin

memantapkan keberadaan di Turki Usmani.Sikap pro-

Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap

kerajaan TurkiUsmani dalam menghadapi Eropa. Dapat

dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa

tanzimat di kerajaanTurki Usmani banyak dipengaruhi

oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampurhukum

Islam dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane

menyatakanpenghargaan tinggi pada syari’at Islam tetapi juga

mengakui perlunya diadakan sistem baru.

4

Page 64: Politik Islam Edit

Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh

hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara

tegas diperlakukan untuk nonIslam dan Eropa. Pada

masa ini telah ditetapkan pedoman hakim dalam

menetapkanhukum, yaitu dengan dikeluarkannya

Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293H/1877 M.

Sehingga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan

pribadi dalammenetapkan hukum. Dan juga didirikan

Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan

lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para

qadhi yangmelakukan perbuatan yang melanggar hukum,

karena dianggap tidak melaksanakantugas sesuai yang

ditetapkan.

Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan

sertaundang-undang yang berlaku sebagaimana mestinya

karena ada unsur korupsi dankolusi dalam pemerintahan.

Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barangdagangan

yang diperjualbelikan.

B. POLITIK ISLAM MASA MENDATANG

64

Page 65: Politik Islam Edit

Perdebatan ilmiah mengenai Islam dan politik muncul sejak tumbangnya kekhalifahan Islam Ottoman 1924. Sebelumnya literature mengenai pendekatan Islam terhadap masalah kenegaraan baik dalam soal pemilihan imam, kualifikasi pemimpin amir dan tata administrasi kekhalifahan tidak meragukan integrasi Islam dalam politik. Setelah itulah muncul berbagai literature yang banyak dibaca kalangan umat Islam sehingga mengaburkan jati diri Islam dalam kehidupan masyarakat dan lembaga-lembaga yang dibangun untuk mengendalikannya.

Oleh karena itulah sebenarnya dengan terbukanya studi-studi baru mengenai Islam dan politik maka ada beberapa hal untuk masa depan politik Islam.

Pertama, definisi holistik menyeluruh, syumuliyah Islam akan menyelesaikan kontradikisi dan pertentangan diantara umat Islam sendiri mengenai apa yang seharusnya dilakukan baik secara ilmiah maupun praktis dalam mengelola hal-hal kenegaraan atau hal-hal yang berkaitan dengan kekhalifahan, bila sudah berdiri di masa mendatang. Hasan Al Banna mengatakan politik segala hal yang berkaitan dengan memikirkan (dan bertindak) tentang persoalan internal dan eksternal ummat.

Konsep Islam yang menyeluruh mengenai kehidupan tergambar dalam Al Quran sendiri yang mengatur seluruh tindak tanduk dan sepak terjang mulai dari sosial, ekonomi dan kenegaraan. Bahkan dalam praktek Rasulullah sendiri pengelolaan kekuasaan di Madinah

4

Page 66: Politik Islam Edit

dilembagakan dalam Piagam Madinah. Jelas di sini, konsep dan contoh tidak ada kontradiksi seperti terjadi di sebagian kalangan umat Islam.

Kedua, mengingat asingnya keteribatan umat Islam dalam kehidupan politik kenegaraan maka menghilangkan kecanggungan itu perlu dilakukan secara berangsur-angsur. Politik sebagai seni mengatur masyarakat untuk mencapai Ridha Allah seharusnya dipraktekkan oleh kalangan umat Islam yang komit dengan tujuan-tujuan Islami. Pengenalan partai politik berasas Islam dengan perangkat leadership, administrasi dan struktur yang modern akan memberikan rasa percaya umat kepada adanya sebuah konsep yang hidup dalam praktek. Amal yang kentara dalam mengatur kekuasaan yang adil oleh pelaku kenegaraan memberikan kemakmuran serta kepercayaan masyarakat terhadap Islam sebagai masa depan pengaturan politik.

Ketiga, karena politik tidak hanya seni mengatur kekuasaan dalam tingkat sebuah entitas politik, maka studi dan praktek politik di era globalisasi perlu dilakukan di tataran internasional. Dengan semakin tipisnya batas territorial dan kedaulatan sebuah bangsa atau negara maka sudah selayaknya perlu dimasukkan faktor eksternal dalam interaksi politik lokal. Banyak kasus menunjukkan kepentingan eksternal menyebabkan terjadinya masalah dalam sebuah kehidupan politik. Contohnya, perang Irak lebih disebabkan karena individu bukan oleh sebuah masalah sebuah negara.

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYAH

66

Page 67: Politik Islam Edit

D a u l a h B a n i U m a y a h y a n g i b u k o t a p e m e r i n t a h a n n y a d i D a m a s k u s berlangsung selama 91 tahun diperintah oleh 14 orang khalifah. Kejayaan BaniUmayah dimulai pada masa Abdul Malik dan berakhir pada masa pemerintahanU m a r b i n A b d u l A z i z . S e p e n i n g g a l U m a r , k e k h a l i f a h a n m u l a i m e l e m a h d a n a k h i r n y a t u m b a n g . P e n y e b a b n y a a d a l a h p a r a k h a l i f a h l e b i h m e n g u t a m a k a n kepentingan pribadi dari pada kepentingan umum. Pun demikian kemajuan-kemajuan di bidang arsitektur, kesenian dan perdagangan berhasil dicapai padamasa Bani Umayah.Tentunya sangat menarik mengkaji dinamika khilafah Bani Umayah ini.Sebab selain khilafah ini berada pada masa transisi, berbagai intrik menarikterjadi di zaman ini. Mulai dari banyaknya khalifah yang tidak berpihak padarakyat sampai pembunuhan Husein bin Ali di Karbala. Semoga dengan mengkaji p e r k e m b a n g a n I s l a m p a d a k u r u n i n i a k a n m e m p e r k a y a w a c a n a k i t a terutama dalam hal politik Islam.

4

Page 68: Politik Islam Edit

Gambar : Umar bin Abdul Aziz

68

Page 69: Politik Islam Edit

BAB IIISISTEM POLITIK ISLAM

A. ISLAM DAN POLITIK

Pemikiran politik Islam pada umumnya merupakan

produk “perdebatan besar” yang terfokus pada masalah

religi politik tetang Imamah dan Kekhalifahan.

Pemikiran dan permasalahan politik ini sudah ada sejak

zaman Nabi Muhammad saw. masih hidup.

Dalam teori maupun praktik, Nabi saw. menempati suatu

posisi yang unik sebagai pemimpin dan sumber spiritual

undang-undang Ketuhanan, namun sekaligus juga

pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka

kerja Konstitusional pemerintahan ini terungkap dalam

sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan

“Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”.

Dalam dokumen tersebut terdapat langkah pertama dan

amat penting bagi terwujudnya sebuah badan

pemerintahan Islam atau Ummah. Piagam tersebut juga

memuat beberapa konsep penting diantaranya yakni

4

Page 70: Politik Islam Edit

mengenai konsep suku tentang pertalian darah digantikan

dengan ikatan iman yang bersifat ideologis.

Menyuguhkan landasan bagi prinsip saling menghormati

dan menghargai antara orang-orang Islam dan “orang-

orang yang mengikuti, bergabung dengan dan, berjuang

bersama mereka”. Mereka, yang dimaksud dalam

pembukaan piagam itu adalah masyarakat Yahudi

Madinah.

Menurut konstitusi itu pula, orang-orang Islam dan

semua warga yang tinggal di Madinah tergabung dalam

suatu masyarakat (pasal 1) yang secara fisik dan politis

berbeda dengan kelompok-kelompok lain (pasal 1 dan

39). Tidak ada pengertian lain mengenai siapa yang harus

mencegah tampuk pimpinan dalam konfederasi semacan

itu. Pada pasal 23, 36, dan 42 secara tegas menyebutkan

Allah dan Nabi Muhammad saw. sebagai hakim terakhir

serta sumber segenap kekuasaan dan kekuatan

(wewenang).

Sejak hijrah ke Madinah tahun 622 M sampai wafatnya

beliau pada 6 Juni 632 M, Nabi Muhammad saw.

70

Page 71: Politik Islam Edit

berperan sebagai pemimpin yang tidak dapat dibantah

(unquestionable leader) bagi negara Islam yang baru lahir

tersebut. Sebagai Nabi, beliau meletakkan prinsip-prinsip

agama Islam, memimpin shalat serta menyampaikan

berbagai khutbah. Sebagai negarawan, beliau mengutus

duta ke luar negeri, membentuk angkatan perang dan

membagikan rampasan perang.

Semasa kehidupannya Nabi saw. tidak pernah

menyampaikan wasiat siapa yang berhak menggantikan

beliau sebagai pemimpin negara Islam. Inilah yang

menjadi pemicu lahirnya perdebatan sengit dan

berkepanjangan mengenai syarat-syarat Imam atau

pemimpin umat Islam.

Setelah masa kenabian Nabi Muhammad saw. sebagai

pemimpin umat Islam kala itu, tampuk kepemimpinan

berikutnya dipegang oleh para sahabat Nabi saw. yang

lebih dikenal sebagai era “Khulafaur- Rasyidin”, yang

terdiri dari para sahabat dekat Rasulullah : Abu Bakar

4

Page 72: Politik Islam Edit

As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan

Ali bin Abi Thalib. Masa-masa itu merupakan cermin

kejayaan Islam yang diraih dengan berbagai perangkat

dan tetap selalu berada di bawah prinsip konsultasi dan

akomodasi.

Masalah perebutan kekuasaan telah mulai tampak tajam

sejak masa pemerintahan khalifah ke-3, Utsman r.a,

hingga puncaknya pada masa pemerintahan khalifah ke-

4, Ali r.a yang di tandai dengan meletusnya perang

Shiffin (657 M) antara Ali dan Muawiyah. Pada periode

inipun tidak terelakkan lagi dari kekerasan dan oerang

sipil yang berakhir dengan terbunuhnya Ali r.a, yang

kemudian memunculkan dinasti Umayyah yang

memerintah sejak tahun 661- 749 M. Selama masa-masa

pergolakan inilah kita menemukan kelahir

an berbagai ragam faksi politik yang membentuk

spektrum pemikiran politik Islam.

Sistem yang dibangun oleh Rasulullah Saw dan kaum

mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah --jika

dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variabel-

72

Page 73: Politik Islam Edit

variabel politik di era modern-- tidak disangsikan lagi

dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik

par excellence. Dalam waktu yang sama, juga tidak

menghalangi untuk dikatakan bahwa sistem itu adalah

sistem religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya,

motivasinya, dan fundamental maknawi tempat sistem itu

berpijak.

Dengan demikian, suatu sistem dapat menyandang dua

karakter itu sekaligus. Karena hakikat Islam yang

sempurna merangkum urusan-urusan materi dan ruhani,

dan mengurus perbuatan-perbuatan manusia dalam

kehidupannya di dunia dan akhirat. Bahkan filsafat

umumnya merangkum kedua hal itu, dan tidak mengenal

pemisahan antara keduanya, kecuali dari segi perbedaan

pandangan. Sedangkan kedua hal itu sendiri, keduanya

menyatu dalam kesatuan yang tunggal secara solid;

saling beriringan dan tidak mungkin terpisah satu sama

lain. Fakta tentang sifat Islam ini amat jelas, sehingga

tidak membutuhkan banyak kerja keras untuk

mengajukan bukti-bukti. Hal itu telah didukung oleh

fakta-fakta sejarah, dan menjadi keyakinan kaum

4

Page 74: Politik Islam Edit

Muslimin sepanjang sejarah yang telah lewat. Namun

demikian, ada sebagian umat Islam sendiri, yang

mengklaim diri mereka sebagai 'kalangan pembaru',

dengan terang-terangan mengingkari fakta ini!. Mereka

mengklaim bahwa Islam hanyalah sekadar 'dakwah

agama' (3): maksud mereka adalah, Islam hanyalah

sekadar keyakinan atau hubungan ruhani antara individu

dengan Rabb-nya. Dan dengan demikian tidak memiliki

hubungan sama sekali dengan urusan-urusan yang kita

namakan sebagai urusan materi dalam kehidupan dunia

ini. Di antara urusan-urusan ini adalah: masalah-masalah

peperangan dan harta, dan yang paling utama adalah

masalah politik. Di antara perkataan mereka adalah:

"agama adalah satu hal, dan politik adalah hal lain".

Untuk mengcounter pendapat mereka, tidak ada

manfaatnya jika kami mendedahkan pendapat-pendapat

ulama Islam; karena mereka tidak mau

mendengarkannya. Juga kami tidak memulainya dengan

mengajukan fakta-fakta sejarah, karena mereka dengan

sengaja telah mencampakkannya!. Oleh karena itu,

cukuplah kami kutip beberapa pendapat orientalis dalam

74

Page 75: Politik Islam Edit

masalah ini, dan mereka telah mengutarakan hal itu

dengan redaksi yang jelas dan tegas. Hal itu kami

lakukan karena para 'pembaru-pembaru' itu tidak dapat

mengklaim bahwa mereka lebih modern dari para

orientalis itu, juga tidak dapat mengklaim bahwa mereka

lebih mampu dalam menggunakan metode-metode riset

modern, dan penggunaan metode-metode ilmiah. Di

antara pendapat-pendapat para orientalis itu adalah

sebagai berikut:

1. Dr. V. Fitzgerald berkata: "Islam bukanlah

semata agama (a religion), namun ia juga

merupakan sebuah sistem politik (a political

system). Meskipun pada dekade-dekade terakhir

ada beberapa kalangan dari umat Islam, yang

mengklaim diri mereka sebagai kalangan

'modernis', yang berusaha memisahkan kedua sisi

itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam

dibangun di atas fundamental bahwa kedua sisi

itu saling bergandengan dengan selaras, yang

tidak dapat dapat dipisahkan satu sama lain".

4

Page 76: Politik Islam Edit

2. Prof. C. A. Nallino berkata: "Muhammad telah

membangun dalam waktu bersamaan: agama (a

religion) dan negara (a state). Dan batas-batas

teritorial negara yang ia bangun itu terus terjaga

sepanjang hayatnya".

3. Dr. Schacht berkata: " Islam lebih dari sekadar

agama: ia juga mencerminkan teori-teori

perundang-undangan dan politik. Dalam

ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan

sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup

agama dan negara secara bersamaan".

4. Prof. R. Strothmann berkata: "Islam adalah suatu

fenomena agama dan politik. Karena

pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga

seorang politikus yang bijaksana, atau

"negarawan".

5. Prof D.B. Macdonald berkata: "Di sini (di

Madinah) dibangun negara Islam yang pertama,

dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-

undang Islam".

76

Page 77: Politik Islam Edit

6. Sir. T. Arnold berkata :" Adalah Nabi, pada

waktu yang sama, seorang kepala agama dan

kepala negara".

7. Prof. Gibb berkata :"Dengan demikian, jelaslah

bahwa Islam bukanlah sekadar kepercayaan

agama individual, namun ia meniscayakan

berdirinya suatu bangun masyarakat yang

independen. Ia mempunyai metode tersendiri

dalam sistem kepemerintahan, perundang-

undangan dan institusi".

B. BUKTI SEJARAH

Seluruh pendapat-pendapat tadi diperkuat oleh

fakta-fakta sejarah : di antara fakta sejarah yang

tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah,

setelah timbulnya dakwah Islam, kemudian

terbentuk bangunan masyarakat baru yang

mempunyai identitas independen yang

membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui

satu undang-undang, menjalankan kehidupannya

sesuai dengan sistem yang satu, menuju kepada

4

Page 78: Politik Islam Edit

tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-

individu masyarakat yang baru itu terdapat ikatan

ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya

perasaan solidaritas secara umum. Bangunan

masyarakat yang memiliki semua unsur-unsur

tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan

masyarakat 'politik'. Atau yang dinamakan

sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu

definisi tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya

karakteristik-karakteristi yang telah disebutkan

tadi dalam suatu bangunan masyarakat.

Di antara fakta-fakta sejarah yang tidak

diperselisihkan juga adalah, bangunan masyarakat

politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan

aktifnya, dan mulai menjalankan tugas-tugasnya,

dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju

dataran praksis. Setelah tersempurnakan

kebebasan dan kedaulatannya, dan kepadanya

dimasukkan unsur-unsur baru dan adanya

penduduk. Yaitu setelah pembacaan bai'at

Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara

78

Page 79: Politik Islam Edit

Rasulullah Saw dengan utusan dari Madinah,

yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Para

faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan

oleh seorangpun tentang berlangsungnya kedua

bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi

dalam Islam (11). Dan peristiwa hijrah hanyalah

salah satu hasil yang ditelurkan oleh kedua

peristiwa bai'at itu. Pandangan yang tepat

terhadap kedua bai'at tadi adalah dengan

melihatnya sebagai batu pertama dalam bangunan

'negara Islam'. Dari situ akan tampak urgensitas

kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua peristiwa

bai'at itu dengan kontrak-kontrak sosial yang di

deskripsikan secara teoritis oleh sebagian filosof

politik pada era-era modern. Dan menganggapnya

sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara

dan pemerintahan. Namun bedanya, 'kontrak

sosial' yang dibicarakan Roussou dan sejenisnya

hanyalah semata ilusi dan imajinasi, sementara

kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam

ini berlangsung dua kali secara realistis di

4

Page 80: Politik Islam Edit

Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu negara

Islam berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak

historis. Ini merupakan suatu fakta yang diketahui

oleh semua orang. Padanya bertemu antara

keinginan-keinginan manusiawi yang merdeka

dengan pemikiran-pemikiran yang matang,

dengan tujuan untuk mewujudkan risalah yang

mulia.

Dengan demikian, negara Islam terlahirkan dalam

keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya

terjadi dalam tatapan sejarah yang jernih. Karena

Tidak ada satu tindakan yang dikatakan sebagai

tindakan politik atau kenegaraan, kecuali

dilakukan oleh negara Islam yang baru tumbuh

ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk

mewujudkan keadilan, menyusun kekuatan

pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik

pungutan harta, mengikat perjanjian atau

mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini

merupakan fakta sejarah yang ketiga. Adalah

mustahil seseorang mengingkarinya. Kecuali jika

80

Page 81: Politik Islam Edit

kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu

fakta sejarah yang terjadi di masa lalu, dan yang

telah diterima kebenarannya oleh seluruh

manusia. Dari fakta-fakta yang tiga ini --yang

telah kami sebutkan-- terbentuk bukti sejarah

yang menurut kami dapat kami gunakan sebagai

bukti --di samping pendapat kalangan orientalis

yang telah disitir sebelumnya-- atas sifat politik

sistem Islam. Jika telah dibuktikan, dengan cara-

cara yang telah kami gunakan tadi, bahwa sistem

Islam adalah sistem politik, dengan demikan

maka terwujudlah syarat pertama yang mutlak

diperlukan bagi keberadaan pemikiran politik.

Karena semua pemikiran tentang hal ini: baik

tentang pertumbuhannya, hakikatnya, sifat-

sifatnya atau tujuan-tujuannya, niscaya ia

menyandang sifat ini, yaitu sifatnya sebagai suatu

pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor

yang terpenting dalam pertumbuhan pemikiran

ini. Bahkan ia merupakan landasan berpijak bagi

kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran

4

Page 82: Politik Islam Edit

pemikiran yang beragam. Oleh karena itu,

amatlah logis jika kami curahkan seluruh

perhatian ini untuk meneliti dan menjelaskannya.

C. NILAI-NILAI POLITIK DALAM AL QURAN

Namun perlu dicatat, al-Qur’an bukanlah kitab politik. Ia

hanya memberikan

prinsip-prinsipnya saja dan bukan mengajari cara-cara

berpolitik praktis. Dengan demikian, perhatian utama al-

Qur'an adalah memberikan petunjuk yang benar kepada

manusia, yaitu petunjuk yang akan membawanya kepada

kebenaran dan suasana kehidupan yang baik. Sebagai

kitab petunjuk, al-Qur'an mengarahkan manusia kepada

hal-hal praktis. Ia memberi tekanan lebih atas amal

perbuatan daripada gagasan. Bertolak dari sisi pandangan

ini, maka iman barulah punya arti jika diikuti secara

terpadu oleh perbuatan baik yang positif dan konstruktif.

Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, al-Qur'an

menyediakan suatu dasar yang kukuh dan tak berubah

bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral yang perlu

bagi kehidupan ini. Menurut Muhammad Asad, al-Qur'an

82

Page 83: Politik Islam Edit

memberikan jawaban komprehensif untuk persoalan

tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai perorangan

dan sebagai anggota masyarakat dalam rangka

menciptakan suatu kehidupan yang berimbang di dunia

ini dengan tujuan terakhir kebahagiaan di akhirat. al-

Qur'an sendiri mengajarkan bahwa kehidupan di dunia

merupakan prasyarat bagi kebahagiaan hidup yang akan

datang seperti dinyatakan dalam al-Qur'an,

”Barang siapa buta di dunia ini, maka akan buta di

akhirat, dan bahkan lebih sesat lagi perjalanannya”(terj.

Q.s., al-Ahzāb/17:72)

Bagi seorang mukmin, al-Qur'an merupakan manifestasi

terakhir bagi rahmat Allah swt. kepada manusia, di

samping sebagai prinsip kebijaksanaan yang terakhir

pula.

Jadi, jangan menjadikan al-Qur’an dan pemerintahan

Nabi untuk instrumen politik. Tapi ambillah prinsip-

prinsip etiknya dan sesuaikan dengan kondisi-kondisi

sosial politik sehingga melahirkan suatu kombinasi

4

Page 84: Politik Islam Edit

moralitas Islam dan relevansi sosial politik. Wallāhu

A’lamu bil-Shawāb.

D. ASAS-ASAS SISTEM POLITIK

1. Hakimiyyah Ilahiyyah

Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan

kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam

hanyalah hak mutlak Allah.

“Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di

dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan

dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (Al-

Qasas: 70)

Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian

berikut:

Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta

yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi

pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi

84

Page 85: Politik Islam Edit

manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat

IlahiyagNya Yang Maha Esa

Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng

adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah

Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang

memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah

satu-satuNya Pencipta

Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki

hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab

Dialah satu-satuNya Pemilik

Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang

benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui

hakikat segala sesuatu dan di tangan-Nyalah

sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan

yang selamat dan lurus

Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama

kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di

segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.

2. Risalah

4

Page 86: Politik Islam Edit

Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki

di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada

Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting

dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah

inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi

Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan

manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan

menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan

perbuatan.

Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan

agar manusia menerima segala perintah dan larangan

Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada

perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil

selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim

dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.

Firman Allah:

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah

kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota

maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-

anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang

86

Page 87: Politik Islam Edit

dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya

beredar di antara orang-orang kaya saja di antara

kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka

terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka

tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.“(Al-

Hasyr: 7)

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak

beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam

perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka

tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap

putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima

dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)

3. Khilafah

Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas

muka bumi ini adlah sebagai wakil Allah. Oleh itu,

dengan kekuasaanyang telah diamanahkan ini, maka

manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah

dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka

4

Page 88: Politik Islam Edit

manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah

khalifah atau  wakil Allah yang menjadi Pemilik yang

sebenar.

“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti

(mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami

memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (Yunus: 14)

Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah

selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum

Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh

orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:

a) Terdiri daripada orang-orang yang benar-

benar boleh menerima dan mendukung

prinsip-prinsip tanggngjawab yang

terangkum dalam pengertian kkhilafah

b) Tidak terdiri daripada orang-orang zalim,

fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta

bertindak melanggar batas-batas yang

ditetapkan olehNya

c) Terdiri daripada orang-orang yang

berilmu, berakal sihat, memiliki

88

Page 89: Politik Islam Edit

kecerdasan, kearifan serta kemampuan

intelek dan fizikal

d) Terdiri daripada orang-orang yang

amanah sehingga dapt dipikulkan

tanggungjawab kepada mereka dengan

yakin  dan tanpa keraguan

E. CIRI-CIRI SISTEM POLITIK ISLAM

a. Kekuasaan dipegang penuh oleh umat.

Umat atau rakyat yang menentukan pilihan terhadap

jalannya kekuasaan, dan persetujuannya merupakan

syarat bagi kelangsungan orang-orang yang menjadi

pilihannya. Salah seorang ulama Ushul Fiqh Dr.

Muhammad Yusuf Musa mengatakan: “Sesugguhnya

sumber otoritas adalah umat dan bukan pemimipin

( penguasa ) , karena pemimipin hanya sebagai wakilnya

dalam menangani masalah – masalah agama dan

mengatur urusannya sesuai dengan syariat Allah Swt.

Dengan demikian, seorang pemimpin mendapatkan

kekuasaan dari umat, dan umat dapat menasehati,

4

Page 90: Politik Islam Edit

memberikan pengarahan, dan mengkritik bila hal itu

dibutuhkan. Bahkan dia berhak mencabut kekuasaan

yang diberikan kepadanya apabila dia mendapatkan

alasan pencabutannya. Jadi, logikannya yang menjadi

sumber otoritas adalah orang yang mewakilkan dan

bukan orang yang mewakilinya.”

b. Masyarakat ikut berperan dan bertanggung jawab

Penegakan agama, pemakmuran dunia, serta

pemeliharaan atas semua kemashlahatan umum

merupakan tanggung jawab umat dan bukan hanya

tanggung jawab penguasa saja.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu

menjadi orang-orang yang selalu menegakkan

(kebenaran) karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan

adil.” (QS. Al-Maidah:

c. Kebebasan adalah hak bagi semua orang

Diantara pengekspresian kebebasan yang terpenting

adalah kebebasan memilih dan berpendapat, seperti

90

Page 91: Politik Islam Edit

halnya dalam Islam tidak ada paksaan dalam keyakinan

manusia. Akan tetapi setiap pilihan itu pasti memiliki

konsekuensi dan resiko tersendiri.

Dengan demikian, kebebasan politik merupakan istilah

modern, tidak lain kecuali hanya cabang dari pokok

kebebasan universal yang diberikan islam, yaitu

kebebasan manusia dalam kedudukannya sebagai

manusia, yang telah ditetapkan dengan nash – nash baik

dalam Al – Qur’an maupun dalam Hadist. Sebagai dalil

yang memperkuat hal tersebut, kita dapat sebutkan

sebuah Hadist Rasulullah Saw . Yang disampaiakan

kepada para sahabatnya, “ Janganlah sekali – kali salah

seorang diantara kalian tidak berpendirian, ia

mengatakan aku bersama – sama dengan banyak orang,

apabila mereka baik , maka aku baik Dan apabila mereka

jelek, maka akupun jelek.“

d. Persamaan diantara semua manusia

Sesungguhnya nenek moyang kita adalah satu.

Kesemuanya diciptakan min nafsin wahidah ( dari diri

4

Page 92: Politik Islam Edit

yang satu ) ( Qs. An- Nisa’ : 1 ). Dan semuanya

mendapat perlindungan dan penghormatan yang telah

ditetapkan dalam Al – Qur’an tanpa melihat kepada

agama atau ras. Rasulullah Saw . sendiri pada khutbah

Wada’ telah mengisyaratkan kepada makna kesatuan asal

manusia. Beliau bersabda,” Ketahuilah, sesungguhnya

Tuhan kalian adalah satu, dan ketahuilah bahwa Bapak

kalian juga satu .”

e. Kelompok yang berbeda juga memiliki legalitas

Sejak diputuskannya kesatuan dasar kemanusiaan dan

ditetapkannya kehormatan bagi setiap orang didalm Al –

Qur’an, setiap orang lain ( yang berbeda paham ) berhak

mendapatkan perlindungan dan legalitas sebagai

manusia, ketika Nabi Muhammad Saw berdiri sebagai

penghormatan atas seorang mayat yang diusung

dihadapan beliau, dikatakan kepada beliau bahwa mayat

yang diusung dihadapn beliau adalah orang Yahudi,

maka beliau menjawab, “ Bukankah ia manusia ?”

Demikian halnya ketika Ali bin Abi Thalib r.a mengirim

surat kepada gubernurnya di Mesir, Malik Al Asytar,

92

Page 93: Politik Islam Edit

beliau menulis dalam surattersebut :” Tanamkanlah

dalam hatimu kasih sayang, cinta, dan kelembutan

kepada rakyatmu ……. Sesungguhnya mereka ada dua

golongan, baik meeka sebagai saudara dalam agama, atau

mitramu sesama makhluk.

f. Kedzaliman mutlak tidak diperbolehkan dan usaha

meluruskannya adalah wajib.

Dalam islam, kedzaliman tidak hanya termasuk dalam

kemungkaran dan dosa terbesar saja, juga tidak hanya

merusak kemakmuran, sebagaimana yang dikatakan Ibnu

Khaldun. Tetapi lebih dari itu, kedzaliman merupakan

tindakan yang menganiaya hak Allah Swt dan

menghancurkan nilai – nilai keadilan yang merupakan

tujuan dari diutusnya Rasul dan Nabi.

Allah Swt berfirman :” Agar memberi peringatan orang–

orang yang dzalim dan memberi kabar gembira kepada

orang – orang yang berbuat baik”. ( Qs. Al – Ahqaf :

12 ).

4

Page 94: Politik Islam Edit

Nabi Muhammad Saw bersabda :” Seutama – utama

jihad adalah mengatakan yang hak kepada penguasa

zalim”.

g. Undang-undang di atas segalanya

Legalitas kekuasaan dinegara islam tegak dan

berlangsung dengan usaha mengimplementasikan sistem

undang – undang islam secara keseluruhan, tanpa

membedakan antara hukum –hukumnya yang mengatur

tingkah laku seorang muslim dalam kedudukannya

sebagai anak bangsa dan hakim dengan nilai – nilai

pokok dan tujuan – tujuannya yang mulia, yang telah

disebutkan didalam Al – Qur’an dan Hadist.

F. PRINSIP-PRINSIP POLITIK DALAM

ISLAM

1. Musyawarah

Asas musyawarah yang paling utama adldah berkenaan

dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang

akan menjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran

94

Page 95: Politik Islam Edit

ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan

dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-

undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan

As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah

berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-

perkara baru yang timbul di dalangan ummah melalui

proses ijtihad.

2. Keadilan

Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang

dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.

Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang

terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan

merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku

dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara

rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang

bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara

pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-

anaknya.kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan

zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial

Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam

4

Page 96: Politik Islam Edit

untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap

keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama

kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia

dalam segala aspeknya.

3. Kebebasan

Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam

ialah kebebasan yang berterskan kepada makruf dan

kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang

sebenaradalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan

pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi

undang-undang perlembagaan negara Islam.

4. Persamaan

Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam

mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam

memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat

yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan

persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.

5. Hak menghisab pihak pemerintah

96

Page 97: Politik Islam Edit

Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak

mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip

ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah

untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang

berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan

ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti

kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk

menegakkan kebenaran dan menghapuskan

kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga

bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan

menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak

pemerintah.

Prinsip-prinsip politik Islam, terutama terkait

dengan kepemimpinan, ditinjau dari perspektif al-Quran

dan Hadits bisa dijelaskan seperti berikut ini:

a. Tidak memilih orang kafir sebagai pemimpin (QS. al-

Nisa’ (4): 144), orang-orang Yahudi dan Nasrani

(QS. al-Maidah (5): 51-53), orang-orang yang

mempermainkan agama atau mempermainkan shalat

4

Page 98: Politik Islam Edit

(QS. al-Maidah (5): 56-57), musuh Allah Swt. dan

musuh orang mukmin (QS. al-Mumtahanah (60): 1),

dan orang-orang yang lebih mencintai kekufuran

daripada iman (QS. al-Taubah (9): 23).

b. Setiap kelompok harus memilih pemimpin

sebagaimana dijelaskan dalam Hadits: “Jika tiga

orang melakukan suatu perjalanan, angkat salah

seorang di antara mereka sebagai pemimpin” (HR.

Abu Dawud).

c. Pemimpin haruslah orang-orang yang dapat diterima,

sebagaimana dijelaskan dalam Hadits: “Sebaik-baik

pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan

mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan

mereka berdoa untukmu. Seburuk-buruk

pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan

mereka membencimu, kamu laknati mereka dan

mereka melaknati kamu” (HR. Muslim).

d. Pemimpin yang Maha Mutlak hanyalah Allah Swt.

sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran: “Maha Suci

Tuhan yang ditangan-Nyalah segala kerajaan dan Dia

Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. al-Mulk (67):

1); “Dan kepunyaan Allahlah kerajaan antara

98

Page 99: Politik Islam Edit

keduanya” (QS. al-Maidah (5): 18).

e. Kepemimpinan Allah Swt. terhadap alam ini

sebagian didelegasikan kepada manusia, sesuai yang

dikehendaki-Nya: “Katakanlah Wahai Tuhan yang

mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan

kepada orang yang Engkau kehendaki” (QS. Ali

Imran (3): 26). Status kepemimpinan manusia hanya

sebagai amanah dari Allah Swt. yang sewaktu-waktu

diberikan kepada seseorang dan diambil dari

seseorang .

f. Memperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Prinsip

ini didasarkan pada Sabda Nabi Saw.: “Siapa yang

memimpin, sedangkan ia tidak memperhatikan

urusan kaun muslimin, tidaklah ia termasuk dalam

golongan mereka” (HR. al-Bukhari).

Shalahuddin Sanusi (1964) merumuskan dasar-

dasar kepemimpinan dalam Islam sebagai berikut:

a. Persamaan dan persaudaraan. Manusia pada dasarnya

sama, sebagai makhluk Tuhan, kelebihan yang satu

dengan yang lainnya terletak pada kualitas

4

Page 100: Politik Islam Edit

ketaqwaannya sebagaimana firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara

kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa

(QS. al-Hujurat (49): 13). Karena itu seorang

pemimpin tidak boleh merasa bahwa dirinya serba

melebihi dari orang-orang yang dipimpinnya, bahkan

dia harus menjadi pelayan bagi ummatnya.

b. Dalam kehidupan bersama masyarakat yang

dipimpinnya harus menegakkan dan memelihara

hubungan persaudaraan: “Sesungguhnya orang-orang

mukmin itu bersaudara, maka perbaikilah hubungan

persaudaraan itu” (QS. al-Hujurat (49): 10).

c. Kepemimpinan itu merupakan amanat, tugas, atau

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemimpin,

sebagaimana sabda Nabi: “Sesungguhnya

kepemimpinan itu adalah amanat dan sesungguhnya

pada hari kiamat kepemimpinan itu merupakan malu

dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya

dengan hak serta melaksanakan tugas dan

kewajibannya” (HR. Muslim).

d. Dalam melaksanakan kepemimpinan ia harus selalu

bermusyawarah untuk mengambil suatu keputusan

100

Page 101: Politik Islam Edit

(QS. al-Syura (42): 38).

e. Hukum itu hanyalah pada Allah Swt. dan pemimpin

diamanati oleh masyarakat untuk melaksanakannya.

Oleh karena itu, apabila terjadi pertentangan dan

perselisihan hendaklah dikembalikan kepada Allah

Swt. dan Rasul-Nya: “Tidak ada hukum melainkan

bagi Allah” (QS. al-An’am (6): 57).

f. Ketaatan ummat kepada pemimpin. Ummat wajib

taat kepada pemimpin yang mereka amanati untuk

melaksanakan tugas dan kewajiban yang

dipercayakan kepadanya: “Hai orang-orang yang

beriman taatilah Allah dan Rasul-Nya serta orang-

orang yang berkuasa di antara kamu” (QS. al-Nisa’

(4): 59). Mendengar dan ta’at kepada pemimpin

adalah wajib selama tidak disuruh kepada maksiat.

Apabila disuruh kepada maksiat, maka tidak perlu

didengar dan ditaati (HR. Al-Bukhari)

BAB IV

KONSEP MASYARAKAT MADANI

4

Page 102: Politik Islam Edit

C. PENGERTIAN

1. Pengertian Masyarakat Madani

Istilah ‘madani’ berasal dari bahasa Arab

‘madaniy’. Kata ‘madaniy’ berakar pada kata

kerja ‘madana’ yang artinya mendiami, tinggal,

atau membangun. Dalam bahasa Arab kata

‘madaniy’ mempunyai beberapa arti, di antaranya

yang beradab, orang kota, orang sipil, dan yang

bersifat sipil atau perdata (Munawwir, 1997:

1320). Dari kata ‘madana’ juga muncul kata

‘madiniy’ yang berarti urbanisme (paham

masyarakat kota). Secara kebetulan atau dengan

sengaja bahasa Arab menangkap persamaan yang

sangat esensial di antara peradaban dan

urbanisme. Dengan mengetahui makna kata

‘madani’ maka istilah masyarakat madani (al-

mujtama’ al-madaniy) secara mudah bisa

dipahami sebagai masyarakat yang beradab,

masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di

suatu kota atau yang berpaham masyarakat kota

yang akrab dengan masalah pluralisme. Dengan

demikian, masyarakat madani merupakan suatu

102

Page 103: Politik Islam Edit

bentuk tatanan masyarakat yang bercirikan hal-

hal seperti itu yang tercermin dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam bahasa Inggris masyarakat madani sering

diistilahkan civil society atau madinan society

yang berarti masyarakat sipil. Adam B. Seligman

mendefinisikan civil society sebagai seperangkat

gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai

tatanan sosial, dan yang paling penting dari

gagasan ini adalah usahanya untuk

menyelaraskan berbagai pertentangan

kepentingan antara individu dengan masyarakat

dan antara masyarakat sendiri dengan

kepentingan negara (Abdul Mun’im, 1994: 6).

Dalam perbincangan ini masyarakat sipil tidak

dihadapkan dengan masyarakat militer yang

memiliki power yang berbeda. Civil society

(masyarakat sipil) sesuai dengan arti generiknya

bisa dipahami sebagai civilized society

(masyarakat beradab) sebagai lawan dari savage

4

Page 104: Politik Islam Edit

society (masyarakat biadab). Dengan civil society,

menurut Vaclav Havel, rakyat sebagai warga

negara mampu belajar tentang aturan-aturan main

lewat dialog demokratis dan penciptaan bersama

batang tubuh politik partisipatoris yang murni.

Menurut Havel, gerakan penguatan civil society

merupakan gerakan untuk merekonstruksi ikatan

solidaritas dalam masyarakat yang telah hancur

akibat kekuasaan yang monolitik. Secara

normatif-politis, inti strategi ini adalah upaya

memulihkan kembali pemahaman asasi bahwa

rakyat sebagai warga memiliki hak untuk

meminta pertanggungjawaban kepada para

penguasa atas apa yang mereka lakukan atas

nama bangsa (Hikam, 1994: 6).

Dua tinjauan konsep masyarakat madani, baik

melalui pendekatan bahasa Arab maupun bahasa

Inggris, pada prinsipnya memiliki makna yang

relatif sama, yaitu menginginkan suatu

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai

104

Page 105: Politik Islam Edit

peradaban dan demokrasi. Yang jelas, meskipun

konsep tentang masyarakat madani tidak dapat

dianalisis secara persis, mana sebenarnya konsep

yang digunakan sekarang ini, berfungsinya

masyarakat madani jelas dan tegas ada dalam inti

sistem-sistem politik yang membuka partisipasi

rakyat umum. Konsep masyarakat madani (civil

society) kerap kali dipandang telah berjasa dalam

menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan

menentang pemerintahan sewenang-wenang di

Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur

(Nurcholish Madjid, 1997: 294).

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR

Prinsip dasar masyarakat madani dalam konsep

politik Islam sebenarnya didasarkan pada prinsip

kenegaraan yang dijalankan pada masyarakat

Madinah di bawah kepemimpinan Nabi

Muhammad Saw. Masyarakat Madinah adalah

masyarakat plural yang terdiri dari berbagai suku,

golongan, dan agama. Islam datang ke Madinah

4

Page 106: Politik Islam Edit

dengan bangunan konsep ketatanegaraan yang

mengikat aneka ragam suku, konflik, dan

perpecahan. Negara Madinah secara totalistik

dibangun di atas dasar ideologi yang mampu

menyatukan Jazirah Arab di bawah bendera

Islam. Ini adalah babak baru dalam sejarah politik

di Jazirah Arab. Islam membawa perubahan

radikal dalam kehidupan individual dan sosial

Madinah karena kemampuannya mempengaruhi

kualitas seluruh aspek kehidupan (al-Umari,

1995: 51).

Prinsip dasar yang lebih detail mengenai

masyarakat madani ini diuraikan oleh Prof.

Akram Dliya’ al-Umari dalam bukunya al-

Mujtama’ al-Madaniy fi ‘Ahd al-Nubuwwah

(Masyarakat Madani pada Periode Kenabian).

Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris menjadi Madinan Society at the

Time of Prophet (1995). Dalam buku ini al-Umari

menjelaskan secara panjang lebar mengenai

dasar-dasar yang diterapkan Nabi dalam

106

Page 107: Politik Islam Edit

mewujudkan masyarakat madani (masyarakat

Madinah).

Menurut al-Umari (1995: 63-120), ada beberapa

prinsip dasar yang bisa diidentifikasi dalam

pembentukan masyarakat madani, di antaranya :

1) adanya sistem muakhah (persaudaraan),

2) ikatan iman

3) ikatan cinta

4) persamaan si kaya dan si miskin

5) toleransi umat beragama.

Kelima prinsip ini akan diuraikan satu persatu di

bawah ini.

1) sistem muakhah. Muakhah berarti

persaudaraan. Islam memandang orang-

orang Muslim sebagai saudara (QS. al-

Hujurat (49): 10). Membangun suatu

hubungan persaudaraan yang akrab dan

tolong-menolong dalam kebaikan adalah

kewajiban bagi setiap Muslim. Sistem

4

Page 108: Politik Islam Edit

persaudaraan ini dibangun Nabi sejak

beliau masih berdomisili di Makkah atas

dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan

saling tolong menolong. Setelah Nabi di

Madinah sistem ini terus dimantapkan

sebagai modal untuk membangun negara

yang kuat. Persaudaraan antara kaum

Muhajirin (pendatang dari Makkah) dan

Anshar (penduduk asli Madinah) segera

dijalin oleh Nabi. Sistem muakhah ini

dirumuskan dalam perundang-undangan

resmi. Perundang-undangan ini

menghasilkan hak-hak khusus di antara

kedua belah pihak (Muhajirin dan Anshar)

yang menjadi saudara, sampai-sampai ada

yang saling mewarisi meskipun tidak ada

hubungan kekerabatan. Dengan sistem ini

Nabi berusaha menanggulangi berbagai

persoalan yang timbul dalam masyarakat

Madinah antara kaum Muhajirin dan

kaum Anshar baik dalam bidang ekonomi,

sosial, maupun kesehatan.

108

Page 109: Politik Islam Edit

2) Ikatan iman. Islam menjadikan ikatan

iman sebagai dasar paling kuat yang dapat

mengikat masyarakat dalam

keharmonisan, meskipun tetap

membolehkan, bahkan mendorong

bentuk-bentuk ikatan lain, seperti

kekeluargaan sepanjang tidak

bertentangan dengan prinsip agama.

Masyarakat Madinah dibangun oleh Nabi

di atas keimanan dan keteguhan terhadap

Islam yang mengakui persaudaraan dan

perlindungan sebagai suatu yang datang

dari Allah, Rasul-Nya, dan kaum

Muslimin semuanya. Sebelum itu,

masyarakat Madinah khususnya dan Arab

pada umumnya berkelompok sesuai

dengan suku-suku, kewarganegaraan, dan

kelompok-kelompok agama. Ikatan

seperti itu sangat berharga karena digali

dari kesatuan iman, pikiran, dan spirit.

4

Page 110: Politik Islam Edit

Masyarakat yang dibangun atas dasar

ikatan ini terbuka bagi siapa saja yang

bermaksud bergabung tanpa memandang

perbedaan warna kulit, ras, dan yang

sejenisnya.

3) ikatan cinta. Nabi membangun masyarakat

Madinah atas dasar cinta dan saling tolong

menolong. Hubungan antara sesama

mukmin berpijak atas dasar saling

menghormati. Orang kaya tidak

memandang rendah orang miskin, tidak

juga pemimpin terhadap rakyatnya, atau

yang kuat terhadap yang lemah. Fondasi

cinta ini dapat diperkokoh dengan saling

memberikan hadiah dan kenang-

kenangan. Dengan cinta inilah masyarakat

Madinah dapat membangun masyarakat

yang kuat.

4) persamaan si kaya dan si miskin. Dalam

masyarakat Madinah si kaya dan si miskin

mulai berjuang bersama atas dasar

persamaan Islam dan mencegah

110

Page 111: Politik Islam Edit

munculnya kesenjangan kelas dalam

masyarakat. Persamaan dalam hal ini

tampak pada perlakuan Nabi dan para

shahabat terhadap Ahl al-Shuffah, yaitu

sekelompok orang Islam yang miskin

yang tidak memiliki tempat tinggal

kemudian berlindung di sebelah kubah

masjid yang biasa dinamai Shuffah.

Jumlah mereka cukup banyak. Mereka

mencurahkan banyak perhatian terhadap

ilmu pengetahuan dan terus menetap di

masjid untuk beribadah. Mereka juga aktif

terlibat dalam aktivitas sosial dan jihad.

Karena itulah Nabi sangat perhatian

terhadap mereka dengan memberikan

zakat atau sedekah kepada mereka. Nabi

juga mendorong para shahabat untuk

melakukan hal yang sama. Dengan

demikian mereka tetap melakukan

aktivitas mereka dengan leluasa tanpa

4

Page 112: Politik Islam Edit

harus merasa tersingkir dari orang-orang

yang kaya.

5) Toleransi umat beragama. Toleransi yang

dilaksanakan pada masyarakat Madinah

antara sesama agama (Islam), seperti yang

dilakukan antara kaum Muhajirin dan

kaum Anshar, dan adakalanya antara

kaum Muslimin dengan kaum Yahudi

yang berbeda agama. Toleransi ini diikat

oleh aturan-aturan yang kemudian

terdokumentasi dalam Piagam Madinah.

Itulah lima prinsip dasar yang dibuat oleh Nabi

untuk mengatur masyarakat Madinah yang

tertuang dalam suatu piagam yang kemudian

dikenal dengan nama Piagam Madinah.

Masyarakat pendukung piagam ini

memperlihatkan karakter masyarakat majemuk,

baik ditinjau dari segi etnis, budaya, dan agama.

Di dalamnya terdapat etnis Arab Muslim, Yahudi,

dan Arab non-Muslim.

112

Page 113: Politik Islam Edit

Prinsip-prinsip masyarakat madani seperti itu

sangat ideal untuk diterapkan di negara dan

masyarakat mana pun, tentunya dengan

penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lokal

dan keyakinan serta budaya yang dimiliki oleh

masyarakat tersebut. Namun, masih banyak

konsep masyarakat madani yang berkembang di

kalangan pemikir kita yang didekati dari konsep

lain, bukan dari konsep seperti di atas. Salah

satunya adalah konsep civil society (masyarakat

sipil). Seorang pemikir Mesir, Fahmi Huwaydi

(dalam Wawan Darmawan, 1999: 21),

berpendapat bahwa orang pertama yang

membicarakan ‘pemerintahan sipil’ (civilian

government) atau masyarakat madani adalah

seorang filosof Inggris, John Locke, yang telah

menulis buku Civilian Government pada 1960.

Setelah John Locke, di Perancis muncul JJ.

Rousseau, yang terkenal dengan bukunya The

Social Contract (1762). Dalam buku ini Rousseau

4

Page 114: Politik Islam Edit

berbicara tentang pemikiran otoritas rakyat dan

perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara

manusia dan kekuasaan. Dalam hal ini ia satu

tujuan dengan John Locke, yaitu mengajak

manusia untuk ikut menentukan hari dan masa

depannya, serta menghancurkan monopoli yang

dilakukan oleh kaum elit yang berkuasa demi

kepentingan manusia. Dan masih banyak

pendapat lain mengenai asal usul istilah civil

society yang kemudian diterjemahkan menjadi

masyarakat sipil atau masyarakat madani.

Jika dicermati berbagai pendapat yang muncul

tentang asal usul konsep masyarakat madani,

belum ada yang memberikan prinsip-prinsip dasar

yang cukup memadai dibandingkan dengan nilai-

nilai yang terdapat dalam praktik masyarakat

Madinah yang dibangun Nabi. Karena itulah, di

sini penulis lebih mengambil prinsip-prinsip yang

diterapkan Nabi di masyarakat Madinah

dibandingkan dari prinsip-prinsip masyarakat

114

Page 115: Politik Islam Edit

sipil (civil society) yang bersumber dari para

pemikir Barat.

BAB V

POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT

MADANI

A. KONSTELASI POLITIK

Menurut Bahtiar Effendy Islam pernah dianggap

sebagai suatu persoalan ideologis di dalam

sejarah politik Indonesia modern. Meskipun isu

4

Page 116: Politik Islam Edit

ini berkembang sejak awal dasawarsa 1930-an,

persoalannya tidak selesai dalam kurun waktu

setengah abad kemudian. Upaya-upaya untuk

mencari penyelesaian yang memungkinkan atas

soal Islam sebagai ideologi, baik dalam konteks

negara maupun perjuangan umat Islam, tak

kunjung selesai. Hal ini terjadi bukan hanya

karena lebarnya jurang perbedaan pendapat antara

para aktivis dan pemikir politik yang terlibat

dalam masalah ini, tetapi juga karena nuansa-

nuansa kepentingan politik tertentu Presiden

Soekarno dan tentara yang berkembang pada

dasawarsa tengah hingga akhir 1950-an. Dalam

hal ini baik Presiden Soekarno maupun tentara

ingin tampil di panggung kekuasaan secara lebih

berarti. Antara lain karena itu, proses

penyelesaian percaturan ideologi secara

konstitusional di Konstituante dihentikan, dan

Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit kembali

ke UUD 1945 (Bahtiar Effendy, 2001: 143).

116

Page 117: Politik Islam Edit

Kancah percaturan politik Islam di Indonesia bisa

dirunut dengan mengkaji peran partai-partai Islam

dalam pentas perpolitikan nasional. Partai Islam

yang dibentuk pasca kemerdekaan adalah

Masyumi, Perti, PSII, dan NU. Masyumi

dibentuk dalam Muktamar Islam Indonesia di

Yogyakarta tanggal 7-8 November 1945. Dalam

muktamar ini diputuskan bahwa Masyumi

merupakan satu-satunya partai politik Islam di

Indonsia, dan Masyumilah yang akan

memperjuangkan nasib politik umat Islam

Indonesia (A. Syafi’i Ma’arif, 1985: 111-112).

Pada mulanya yang masuk Masyumi hanyalah

empat organisasi umat Islam, yaitu

Muhammadiyah, NU, Perikatan Umat Islam, dan

Persatuan Umat Islam. Namun, dalam

perkembangan selanjutnya hampir semua

organisasi Islam – kecuali Perti – baik lokal

maupun nasional, menjadi anggotanya. Hanya

dalam waktu setahun sejak didirikan, Masyumi

4

Page 118: Politik Islam Edit

sudah menjadi partai politik terbesar di Indonesia

saat itu (Abdul Aziz Thaba, 1996: 159).

Karena motif politik yang ditunjukkan oleh

beragamnya kepentingan dalam tubuh partai

tersebut, keutuhan Masyumi sulit dipertahankan.

Maka mulai timbul perpecahan di tubuh Masyumi

yang ditandai dengan munculnya partai-partai

baru yang melepaskan diri dari Masyumi, seperti

PSII yang melepaskan diri dan berdiri sendiri

tahun 1947 dan partai NU yang berdiri tahun

1952. Sejak tahun 1952 ini maka di Indonesia

terdapat empat partai Islam, yaitu Masyumi, PSII,

NU, dan Perti yang sejak awal tidak mau

bergabung dalam Masyumi.

Perjalanan politik Islam di Indonesia secara

historis sejalan dengan perjalanan bangsa dan

negara Indonesia dalam mengisi kemerdekaan.

Kiprah partai Islam mewarnai pentas politik sejak

masa revolusi (1945-1949). Pada masa

Demokrasi Parlementer (1949-1957) yang

118

Page 119: Politik Islam Edit

ditandai oleh jatuh bangunnya partai-partai

politik, partai Islam diwakili oleh empat partai

seperti yang disebutkan di atas, yaitu Masyumi,

NU, PSII, dan Perti. Pada masa ini dilakukan

pemilu yang pertama tahun 1955 yang

menghasilkan “empat besar” yaitu PNI,

Masyumi, NU, dan PKI. Dalam Majelis

Konstituante, partai-partai Islam memperoleh 230

kursi, sedang partai-partai lainnya 286 kursi. Jadi,

partai Islam hanya memiliki 45 % kursi, padahal

menurut UUDS 1950, penetapan UUD Baru

harus didukung oleh 2/3 anggota konstituante

yang hadir. Tanpa dukungan dari partai lain, tidak

mungkin para politisi Islam akan menjadikan

ideologi Islam sebagai dasar negara.

Selanjutnya mulai terjadi perdebatan di Majelis

Konstituante dalam mempersoalkan dasar negara

yang akan dianut Indonesia. Partai Islam gagal

menggolkan Islam sebagai dasar negara dan

akhirnya Pancasila tetap dijadikan dasar

4

Page 120: Politik Islam Edit

negaranya. Melihat kondisi yang semakin rawan,

terutama di tubuh Majelis Konstituante, Presiden

Soekarno mengeluarkan dekrit tahun 1959.

Setelah dekrit ini, Indonesia memasuki era baru

yaitu era Demokrasi Terpimpin. Pada masa ini

partai Islam sudah mulai menempatkan pada

posisi yang berbeda-beda dalam hubungannya

dengan negara. NU, PSII, dan Perti tetap

diizinkan untuk eksis, karena mendukung

Demokrasi Terpimpin. Sedang Masyumi sering

mengalami perlakuan yang tidak wajar dari

pemerintah. Para tokoh Masyumi banyak yang

ditangkap oleh pemerintah. Masyumi menilai ikut

serta dalam Demokrasi Terpimpin merupakan

penyimpangan terhadap ajaran Islam. Partai ini

dibubarkan pada tahun 1960 dan kemudian di

antara mantan tokohnya mendirikan partai lain

yang diberi nama Parmusi (Partai Muslimin

Indonesia) pada tahun 1967. Sedangkan NU,

PSII, dan Perti (yang tergabung dalam Liga

Muslimin) menganggapnya sebagai sikap realistis

120

Page 121: Politik Islam Edit

dan pragmatis (Abdul Aziz Thaba, 1996: 177-

180). Demokrasi Terpimpin berakhir dengan

keluarnya Supersemar tahun 1966 yang

merupakan titik awal lahirnya Orde Baru.

Pada masa Orde Baru ini kendali pemerintahan

berpindah dari Presiden Soekarno kepada

Presiden Soeharto. Pada masa ini ditandai dengan

mulai berfusinya partai-partai yang ada (25 partai

menjadi 10 partai). Khusus partai-partai Islam –

karena pengalamannya dalam pemilu 1971 – pada

tahun 1973 berfusi menjadi sebuah partai baru

yang diberi nama Partai Persatuan Pembangunan.

Pergolakan politik Islam terjadi dalam tubuh

partai baru tersebut dalam mewarnai gerak

langkah partai tersebut dalam pentas politik

Indonesia.

Hubungan Islam dan negara pada masa Orde

Baru ini, menurut Abdul Aziz Thaba (1996: 240-

302) bisa dikelompokkan menjadi tiga kategori

4

Page 122: Politik Islam Edit

hubungan, yaitu hubungan yang bersifat

antagonistik (1966-1981), hubungan yang bersifat

resiprokal-kritis (1982-1985), dan hubungan yang

bersifat akomodatif (1986-1998). Selanjutnya

akan diuraikan masing-masing hubungan ini

secara singkat.

Hubungan yang bersifat antagonistik ini ditandai

dengan kecurigaan pemerintah terhadap gerak

langkah partai-partai Islam. Pemerintah masih

mewaspadai para mantan tokoh Masyumi.

Pemerintah tidak mengizinkan berdirinya Partai

Demokrasi Islam Indonesia (PDII) yang

diprakarsai Moh. Hatta, namun pemerintah

mendukung lahirnya Parmusi. Pada awal masa

Orde Baru ini pemerintahan Soeharto lebih

memperkokoh peran tentara (ABRI) dalam

membela bangsa dan negara, terutama membela

Pancasila dan UUD 1945. Siapapun atau

golongan apapun yang melakukan upaya yang

menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 akan

berhadapan dengan ABRI. Sikap permusuhan

122

Page 123: Politik Islam Edit

Parmusi yang dipimpin oleh Djarnawi-Lukman

Harun berujung pada pengkupan oleh dua tokoh

Parmusi yang lain yang bersifat akomodatif

dengan pemerintah, yaitu H.J. Naro dan Imron

Kadir (Naroka). Pada tahun 1970 pemerintah

menunjuk H.M.S. Mintaredja, tokoh

Muhammadiyah yang bukan anggota Parmusi,

sebagai ketua umum Parmusi. Dalam

perkembangannya, Mintaredja semakin aktif

menyingkirkan “orang-orang” Djarnawi-Lukman.

Bahkan menjelang pemilu 1971 ia mengelilingi

wilayah-wilayah dan daerah-daerah untuk

menyatakan bahwa Masyumi adalah

pemberontak. Berikutnya, H.J. Naro mengambil

alih kepemimpinan Parmusi yang berganti nama

menjadi Muslimin Indonesia (MI).

Dalam kondisi seperti itulah partai-partai Islam

mengikuti pemilu tahun 1971. Tentu saja hasilnya

tidak memuaskan. Perolehan suara dalam pemilu

ini didominasi oleh partai pemerintah, yaitu

4

Page 124: Politik Islam Edit

Golongan Karya (Golkar), dengan hasil 62,8 %

suara, NU 18,67 %, Parmusi 7,365 %, Perti 2,39

%, dan PSII 0,70 %. Sedang PNI memperoleh

6,94 % suara. Dalam komposisi minoritas inilah

partai Islam menghadai mayoritas Golkar dalam

SU MPR 1973 (Abdul Aziz Thaba, 1996: 251-2).

Hubungan yang antagonistik ini juga ditandai

dengan berfusinya partai-partai Islam menjadi

satu partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan,

pada tahun 1973. Tahun 1974 pemerintah

mengeluarkan Undang-undang Perkawinan

setelah melalui perdebatan yang cukup alot dalam

SU MPR 1973. Hal yang sama juga terjadi dalam

masalah Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang – setelah diadakan beberapa

modifikasi – dimasukkan dalam GBHN dan

dianggap sebagai kategori keagamaan kerohanian

tersendiri (Abdul Aziz Thaba, 1998: 255).

Pada periode yang kedua (1982-1985) hubungan

Islam dan negara ditandai dengan proses saling

124

Page 125: Politik Islam Edit

mempelajari dan saling memahami posisi masing-

masing. Periode ini diawali oleh political test

yang dilakukan oleh pemerintah dengan

menyodorkan konsep asas tunggal bagi orsospol

dan selanjutnya untuk semua ormas yang ada di

Indonesia. Sejak sosialisasi ide asas tunggal tahun

1982 sampai diundangkannya dalam bentuk lima

paket UU Politik tahun 1985, reaksi kalangan

Islam bervariasi, ada yang bersifat pasif-

konstitusional dan ada yang bersifat ekstrim-

inkonstitusional. Yang pertama diwakili oleh PPP

dan ormas-ormas dengan warna keislaman,

sedang yang kedua diwakili oleh kelompok-

kelompok individual yang kritis terhadap

kebijaksanaan asas tunggal tersebut, dengan

klimaks meletusnya Peristiwa Tanjung Priok

(A.A. Thaba, 1996: 262).

Adapun hubungan yang bersifat akomodatif

(1986-1998) dimulai dengan penerimaan ormas-

ormas Islam terhadap asas tunggal Pancasila.

4

Page 126: Politik Islam Edit

Ormas-ormas Islam ini semakin menjalin

ukhuwwah Islamiyah dengan kuat. Mereka

berupaya membatasi seminimal mungkin campur

tangan pemerintah dalam urusan intern

organisasi. Dalam AD/ART-nya pun semakin

ditegaskan akan warna keislamannya. Di pihak

lain “kecurigaan” terhadap pemerintah semakin

jauh berkurang, dan demikian pula sebaliknya

(A.A. Thaba, 1996: 278).

Itulah gambaran hubungan Islam dan negara pada

masa Orde Baru yang bercirikan tiga sifat

hubungan yang bertahap, dari yang antagonis

hingga menjadi akomodatif. Hubungan ini pada

akhirnya berubah total setelah berakhirnya

kepemimpinan Presiden Soeharto yang

mengundurkan diri akibat desakan rakyat yang

cukup kuat. Dengan berakhirnya masa Orde Baru

ini, maka berakhir pula rezim Soeharto yang

sudah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun.

Selanjutnya lahir Orde Baru yang disebut Orde

Reformasi. Orde ini hingga sekarang sudah

126

Page 127: Politik Islam Edit

menampilkan empat presiden, yaitu Habibie,

Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo

Bambang Yudoyono. Hubungan Islam dan negara

pada masa keempat presiden ini semakin kuat

sehingga para pemimpin Islam semakin banyak

yang menduduki posisi penting dalam

pemerintahan di negara kita. Dengan tampilnya

para pemimpin Islam dalam pemerintahan

diharapkan ke depan Islam semakin banyak

memberi warna dalam perpolitikan di Indonesia

tanpa harus merubah bentuk negara dan dasar

negara kita yang sudah disepakati oleh seluruh

bangsa ini.

B. MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA

Sudah menjadi kewajiban kita bersama, selaku

warga negara Indonesia, untuk berperan serta

dalam usaha bersama bangsa kita mewujudkan

masyarakat madani atau civil society di negara

kita tercinta, Republik Indonesia. Terbentuknya

masyarakat madani di negara kita merupakan

4

Page 128: Politik Islam Edit

bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan,

yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Nabi membangun masyarakat Madinah yang

berperadaban memakan waktu yang cukup lama,

yakni sepuluh tahun. Beliau membangun

masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis,

dengan landasan takwa kepada Allah dan taat

kepada ajaran-Nya, yang dalam peristilahan kitab

suci disebut semangat rabbaniyah (QS. Ali Imran

(3): 79) atau ribbiyyah (QS. Ali Imran (3): 146).

Semangat rabbaniyah (dimensi vertikal) yang

tulus akan memancar dalam semangat

perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah dan

basyariyah, yakni dimensi horizontal hidup

manusia. Selanjutnya semangat perikemanusiaan

ini akan memancar dalam berbagai bentuk

hubungan pergaulan sesama manusia yang penuh

budi luhur (Nurcholish Madjid, 1999: 156).

128

Page 129: Politik Islam Edit

Setelah Nabi wafat, masyarakat madani warisan

Nabi hanya berlangsung selama tiga puluh tahun

masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sesudah

itu, sistem sosial masyarakat madani digantikan

dengan sistem lain yang lebih banyak diilhami

oleh semangat kesukuan atau tribalisme Arab pra-

Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem

dinasti keturunan atau genealogis. Sistem ini

bahkan masih dipraktikkan di beberapa negara

Islam sekarang ini (Nurcholish Madjid, 1999:

157).

Dalam rangka menegakkan masyarakat madani,

Nabi tidak pernah membedakan antara “orang

atas”, “orang bawah”, atau keluarga sendiri. Nabi

bersabda bahwa hancurnya bangsa-bangsa di

masa lalu adalah karena jika “orang atas” yang

melakukan kejahatan dibiarkan, tetapi jika “orang

bawah” melakukannya pasti dihukum. Karena itu,

Nabi menegaskan, jika Fatimah, puteri

kesayangannya, melakukan kejahatan, maka

4

Page 130: Politik Islam Edit

beliau akan menghukumnya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Masyarakat madani tidak akan terwujud jika

hukum tidak ditegakkan dengan adil, yang

dimulai dengan ketulusan komitmen pribadi.

Masyarakat berperadaban memerlukan pribadi-

pribadi yang dengan tulus mengingatkan jiwanya

kepada wawasan keadilan. Ketulusan ikatan jiwa

itu terwujud hanya jika orang bersangkutan

beriman, percaya, mempercayai, dan menaruh

kepercayaan kepada Tuhan dalam suatu keimanan

etis, artinya keimanan bahwa Tuhan

menghendaki kebaikan dan menuntut tindakan

kebaikan manusia kepada sesamanya. Tindakan

kebaikan kepada sesama manusia itu harus

didahului dengan diri sendiri menempuh hidup

kebaikan, seperti dipesankan Allah kepada para

Rasul (QS. al-Mu’minun (23): 51), agar mereka

makan dari yang baik-baik dan berbuat kebajikan.

130

Page 131: Politik Islam Edit

Tegaknya hukum dan keadilan tidak hanya perlu

kepada komitmen-komitmen pribadi yang

menyatakan diri dalam bentuk iktikad baik untuk

hal tersebut. Iktikad baik yang merupakan buah

keimanan ini harus diterjemahkan menjadi

tindakan kebaikan yang nyata dalam masyarakat,

berupa “amal shalih”, yaitu tindakan yang

membawa kebaikan untuk sesama manusia.

Tindakan kebaikan bukan untuk kepentingan

Tuhan, sebab Tuhan adalah Maha Kaya, tidak

membutuhkan apa pun dari manusia. Siapa pun

yang melakukan kebaikan, maka dia sendirilah

yang akan memetik dan merasakan hasil

kebaikannya. Sebaliknya, siapa pun yang

melakukan kejahatan, maka dia sendiri yang akan

merasakan akibatnya (QS. Fushshilat (41): 46 dan

al-Jatsiyah (45): 15).

Jika kita perhatikan apa yang terjadi dalam

kenyataan sehari-hari, jelas sekali bahwa nilai-

nilai kemasyarakatan yang terbaik sebagian besar

4

Page 132: Politik Islam Edit

dapat terwujud hanya dalam tatanan hidup yang

kolektif yang memberi peluang kepada adanya

pengawasan sosial. Tegaknya hukum dan

keadilan mutlak memerlukan suatu bentuk

interaksi sosial yang memberi peluang bagi

adanya pengawasan itu. Pengawasan sosial

adalah konsekuensi langsung dari iktikad baik

yang diwujudkan dalam tindakan kebaikan.

Selanjutnya, pengawasan sosial tidak mungkin

terselenggara dalam suatu tatanan sosial yang

tertutup. Amal shalih atau kegiatan demi

kebaikan dengan sendirinya berdimensi

kemanusiaan, karena berlangsung dalam suatu

kerangka hubungan sosial dan menyangkut orang

banyak. Dengan demikian, masyarakat madani

akan terwujud hanya jika terdapat cukup

semangat keterbukaan dalam masyarakat.

Keterbukaan adalah konsekuensi dari

perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat

sesama manusia secara positif dan optimis.

132

Page 133: Politik Islam Edit

Ajaran kemanusiaan yang suci itu membawa

konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama

manusia secara optimis dan positif, dengan

menerapkan prasangka baik (husnuzhan), kecuali

untuk keperluan kewaspadaan seperlunya dalam

keadaan tertentu. Tali persaudaraan sesama

manusia akan terbina antara lain jika dalam

masyarakat tidak terlalu banyak prasangka buruk

(su’uzhan) akibat pandangan yang pesimis dan

negatif dan negatif kepada manusia (QS. al-

Hujurat (49): 12).

Tegaknya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur,

seperti toleransi dan pluralisme, adalah kelanjutan

dari tegaknya nilai-nilai keadaban itu. Sebab

toleransi dan pluralisme tidak lain adalah wujud

dari “ikatan keadaban” (bond of civility), dalam

arti bahwa masing-masing pribadi atau kelompok

dalam suatu lingkungan interaksi yang lebih luas,

memiliki kesediaan memandang yang lain dengan

penghargaan, betapapun perbedaan yang ada,

4

Page 134: Politik Islam Edit

tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat,

atau pandangan sendiri (Nurcholish Madjid,

1999: 164).

Bangsa Indonesia memiliki semua perlengkapan

yang diperlukan untuk menegakkan masyarakat

madani. Kita semua sangat berharap bahwa

masyarakat madani akan segera terwujud dan

tumbuh semakin kuat di Negara kita dalam waktu

dekat. Berbagai kemajuan yang dicapai bangsa

kita sejak zaman orde baru yang disusl orde

reformasi dalam berbagai bidang cukup beralasan

kita berpengharapan seperti itu. Namun, juga

harus diwaspadai, bahwa belum semua

masyarakat kita, baik elit maupun rakyat,

memiliki “iktikad baik” untuk mewujudkan

masyarakat madani ini dalam kehidupan bangsa

kita. Kita patut bersyukur kepada Allah Swt. atas

berkah dan rahmat-Nya kepada kita bangsa

Indonesia, sehingga kita masih terus dapat

mengisi kemerdekaan ini dengan semangat untuk

menuju ke arah masyarakat yang berperadaban

134

Page 135: Politik Islam Edit

(masyarakat madani). Dengan dukungan

mayoritas umat Islam, seharusnya masyarakat

madani ini akan cepat dapat diwujudkan di

tengah-tengah masyarakat Indonesia. Karena itu,

para stakeholder negara ini hendaknya memahami

prinsip-prinsip masyarakat madani, sehingga

dapat menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam

kehidupan bermasyarakat kita.

BAB VIMODERNISME POLITIK ISLAM DI INDONESIA

Dalam Al-Qur’an terkandung penegasan bahwa kaum Muslimin merupakan “kelompok terbaik di antara manusia” (khaira ummatin ukhrijat li n-naas), dan agama Islam diturunkan Allah “untuk diunggulkan-Nya di atas semua agama” (li yuzh-hirahuu `ala d-diini kullih). Janji Allah di atas terbukti dengan kenyataan bahwa sebagian besar halaman sejarah Islam selama empat belas abad diwarnai oleh kisah ekspansi dan kemenangan. Hanya satu abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pada pertengahan abad ke-8 kekuasaan Islam membentang dari Spanyol sampai Xinjiang.

4

Page 136: Politik Islam Edit

Meskipun pusat kekhalifahan di Baghdad dihancurkan oleh Mongol pada pertengahan abad ke-13, dengan takdir Allah laskar penakluk ini berduyun-duyun masuk Islam dan menyebarkan agama ini di Rusia, lalu keturunan mereka menegakkan kesultanan Moghul (Mongol) di India dari abad ke-16 sampai abad ke-19. Ketika umat Islam terusir dari Spanyol pada akhir abad ke-15, muncul kesultanan Turki yang menguasai seluruh Semenanjung Balkan sampai awal abad ke-20. Bahkan ketika hegemoni politik Islam mulai redup pada abad ke-17, Islam melalui jalur perdagangan tersebar luas di Asia Tenggara dan pantai timur Afrika.

Pengalaman sejarah tersebut memperkuat keyakinan umat Islam bahwa kemenangan dan kesuksesan itu akan terus dijamin oleh Allah selama mereka berpegang teguh kepada ajaran agama. Jika umat Islam mengalami kekalahan atau kemunduran, mereka segera ingat kepada firman suci bahwa “masa-masa kejayaan dipergilirkan di antara manusia” (tilka l-ayyaamu nudawiluhaa baina n-naas).

136

Page 137: Politik Islam Edit

Ketika roda sejarah sedang berputar ke bawah, di kalangan umat Islam selalu bermunculan tokoh-tokoh yang mengumandangkan seruan “kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi”. Pada masa kelumpuhan peradaban Islam akibat serangan dahsyat bangsa Mongol, terukirlah nama Taqiyuddin Ibn Taimiyyah (1263–1328) yang menyerukan reformasi ajaran agama secara komprehensif. Ibn Taimiyyah menghimbau seluruh ulama untuk mengintegrasikan aspek-aspek teologi (kalam), hukum (fiqh), rasionalitas (falsafah) dan sufisme (tasawuf) menjadi suatu kebulatan ajaran yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Tokoh semacam Ibn Taimiyyah ini dalam terminologi umat Islam disebut "mujaddid" (pembaharu, reformis), dan gerakan atau pemikiran yang dicanangkannya dinamakan "tajdid" (pembaharuan, reformasi). Istilah-istilah tersebut dijabarkan dari sebuah hadits yang memberitakan isyarat Nabi Muhammad SAW bahwa akan muncul orang-orang yang memperbaharui (yujaddidu) agama Islam “pada setiap pangkal seratus tahun” (`alaa kulli ra’si mi’ati sanah). Nama Ibn

4

Page 138: Politik Islam Edit

Taimiyyah sengaja kita sebutkan karena hampir semua tokoh pembaharu yang datang belakangan mengaku sebagai penerus gagasan Ibn Taimiyyah.

Gelombang reformasi atau tajdid yang berdampak luas ke segenap penjuru Dunia Islam, dari Afrika Utara sampai Asia Tenggara, mulai berlangsung pada abad ke-18, tatkala umat Islam kehilangan kreativitas dan tenggelam dalam kebekuan pemikiran, akibat tertutupnya pintu ijtihad oleh institusi-institusi keagamaan yang sudah mapan. Maka bangkitlah para tokoh pembaharu seperti Muhammad ibn Abdul-Wahhab (1703–1792) di Semenanjung Arabia, Syah Waliyullah ad-Dahlawi (1703–1762) di India, dan Muhammad ibn Ali as-Sanusi (1791-1859) di Afrika Utara.

Sebagaimana halnya Ibn Taimiyyah lima abad sebelumnya, para pembaharu pada abad ke-18 itu memusatkan gerakan mereka untuk mencairkan “kebekuan internal” yaitu memurnikan tauhid, menentang dominasi mazhab, dan memberantas hal-hal yang dianggap bid`ah. Adapun masalah “ancaman eksternal” tidaklah menjadi fokus pemikiran,

138

Page 139: Politik Islam Edit

sebab sebagian besar Dunia Islam belum tersentuh oleh hegemoni kelompok non-Muslim. Meskipun sejak abad ke-17 bangsa-bangsa Eropa Barat sudah berdatangan sebagai pedagang, penyebar Injil atau prajurit (gold, gospel, glory atau mercenary, missionary, military), kehadiran mereka sampai akhir abad ke-18 tidaklah menggoyahkan tatanan peradaban umat Islam.

Bangsa-bangsa Eropa Barat sebelum abad ke-16 tidaklah pernah memiliki peradaban yang dapat dibanggakan dalam sejarah. Malahan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang-orang Eropa Barat pada abad-abad pertengahan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pada universitas-universitas Muslim di Spanyol dan Sisilia. Berkat perkenalan dan pembelajaran dari peradaban Islam, Eropa Barat terstimulasi untuk bangkit dari suasana kebodohan yang mereka sebut Dark Age (Zaman Kegelapan), menuju masa renaissance (kelahiran kembali) yang bermula pada abad ke-16. Kebangkitan Eropa Barat diawali dengan proses sekularisasi atau penerapan faham sekularisme, yaitu pemisahan agama Nasrani dari pengaturan kehidupan. Dengan demikian masyarakat

4

Page 140: Politik Islam Edit

terbebas dari kungkungan dogma-dogma gereja dan terbukalah pengembangan ilmu pengetahuan melalui penalaran akal. Maka pada abad ke-18 yang dikenal sebagai Masa Pencerahan (Enlightenment), Eropa Barat melahirkan peradaban modern.

Istilah “modern” ini sangat perlu kita fahami. Berasal dari kata Latin modernus yang artinya “baru saja; just now”, pengertian modern mengacu bukan hanya kepada “zaman” (kita mengenal pembagian zaman menjadi zaman purba, zaman pertengahan dan zaman modern), tetapi yang lebih penting mengacu kepada “cara berfikir dan bertindak”. Peradaban modern ditandai oleh dua ciri utama, yaitu rasionalisasi (cara berfikir yang rasional) dan teknikalisasi (cara bertindak yang teknikal). Tumbuhnya sains dan teknologi modern diikuti oleh berbagai inovasi di segenap bidang kehidupan.

Di bidang politik muncul faham nasionalisme, sistem partai dan parlemen, serta pembagian kekuasaan dalam pemerintahan. Di bidang ekonomi lahir berbagai industri, sistem pertukaran barang, serta korporasi bisnis. Di bidang sosial budaya timbul institusi dan cara

140

Page 141: Politik Islam Edit

hidup yang lebih efisien, mulai dari sistem administrasi dan pendidikan sampai kepada pemeliharaan kesehatan dan cara berpakaian. Semua ini ditunjang oleh proses pertukaran ide yang efektif melalui buku cetak dan media massa serta sarana komunikasi dan transportasi yang canggih sebagai buah lezat dari ilmu pengetahuan.

Dengan segala keunggulan peradaban modern, terutama di bidang persenjataan militer, bangsa-bangsa Eropa Barat melakukan ekspansi ke seluruh penjuru bumi, termasuk Dunia Islam. Setelah selama satu alaf (millennium) umat Islam berada di peringkat atas dalam peradaban dunia dan tidak tergoyahkan oleh peradaban manapun, tiba-tiba pada abad ke-19 arus sejarah berubah arah. Daerah-daerah Muslim, dari Maroko sampai Merauke, satu demi satu jatuh ke dalam cengkeraman imperialisme dan kolonialisme Eropa. Indonesia dikuasai Belanda, India dan Malaysia dijajah Inggris, Asia Tengah jatuh ke tangan Rusia, Austria merebut Bosnia-Herzegovina, Italia mencaplok Libia dan Ethiopia, sedangkan sebagian besar Afrika dan Timur Tengah terbagi-bagi ke dalam kekuasaan Inggris dan

4

Page 142: Politik Islam Edit

Perancis. Pada akhir Perang Dunia I tahun 1918, daerah-daerah Muslim yang masih merdeka hanyalah Afghanistan, Iran, Turki, dan Arabia. Untunglah bangsa-bangsa Eropa tidak tertarik kepada daerah Hijaz yang gersang, sehingga terhindarlah kota-kota suci Makkah dan Madinah dari sentuhan hegemoni Eropa.

Dominasi bangsa-bangsa Eropa Barat mengakibatkan tersebarnya peradaban modern di seluruh dunia. Ketika berkenalan dengan peradaban modern, umat Islam sudah terbelenggu dengan pemahaman agama yang merupakan konsensus dan pembakuan para ulama abad pertengahan, sehingga banyak aspek modernitas yang dianggap “haram” dan ditolak mentah-mentah. Sikap ini sangat berbeda dengan sikap kreatif para ulama pada abad-abad permulaan Islam, ketika penafsiran tentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi belum disekat oleh rambu-rambu mazhab. Berdasarkan perintah kitab suci agar para hamba Allah “gemar menginventarisasi ide-ide, lalu mengikuti yang terbaik” (yastami`uuna l-qaula fa yattabi`uuna ahsanah), umat Islam pada masa-masa awal dengan sikap tanpa keraguan dan penuh

142

Page 143: Politik Islam Edit

percaya diri (sebab hegemoni politik di tangan mereka) mengambil dan menyerap nilai-nilai yang dipandang baik dari peradaban-peradaban purba di sekitar Mesopotamia dan Mediterrania, lalu menciptakan Peradaban Islam (Islamic Civilization) selama berabad-abad yang penuh dengan inovasi intelektual, eksperimen ilmiah, monumen yang artistik, dan karya literer yang bermutu tinggi. Sikap broad-minded yang diperintahkan Al-Qur’an itu tidak lagi dimiliki kaum Muslimin tatkala berhadapan dengan peradaban modern.

Maka pada akhir abad ke-19 bermunculan tokoh-tokoh pembaharu (mujaddid) yang menyeru umat Islam agar mengambil peradaban modern yang menunjang kemajuan, sebab modernisasi dalam arti yang benar, yaitu yang didasari rasionalisasi dan teknikalisasi, tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam bahkan justru diperintahkan oleh Al-Qur’an! Oleh karena para mujaddid ini bersikap positif terhadap modernitas, mereka oleh para ahli sejarah dijuluki kelompok modernis dan gerakan mereka disebut gerakan Modernisme Islam.

4

Page 144: Politik Islam Edit

Awal Modernisme Islam

Gerakan modernisme Islam pada abad ke-19 dipelopori oleh Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839–1897). Meskipun lahir di Afghanistan, usianya dihabiskan di berbagai bagian Dunia Islam: India, Mesir, Iran, dan Turki. Dia mengembara ke Eropa, dari Saint Petersburg sampai Paris dan London. Di mana pun dia tinggal dan ke mana pun dia pergi, Jamaluddin senantiasa mengumandangkan ide-ide pembaharuan dan modernisasi Islam.

Bersama muridnya, Syaikh Muhammad Abduh (1849–1905) dari Mesir, Jamaluddin pergi ke Paris untuk menerbitkan majalah Al-`Urwah al-Wutsqa (Le Lien Indissoluble), yang berarti “ikatan yang teguh”. Abduh menjadi pemimpin redaksi, dan Jamaluddin menjadi redaktur politik. Nomor perdana terbit 13 Maret 1884 (15 Jumad al-Ula 1301), memuat artikel-artikel dalam bahasa Arab, Perancis, dan Inggris. Terbit setiap Kamis, majalah itu penuh dengan artikel-artikel ilmiah dan mengobarkan semangat umat untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, serta menyerukan perjuangan umat

144

Page 145: Politik Islam Edit

Islam agar terlepas dari belenggu penjajahan Eropa. Majalah Al-`Urwah al-Wutsqa tersebar di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan kota-kota besar di Eropa. Sayangnya, majalah ini hanya sempat beredar 28 nomor saja dan terpaksa berhenti terbit pada bulan Oktober 1884. Hal ini disebabkan pemerintah kolonial Inggris melarang majalah itu masuk ke Mesir dan India, lalu pemerintah Turki Usmani (yang kuatir akan gagasan jumhuriyah atau republik yang diusulkan Jamaluddin) juga melarangnya beredar di wilayah kekuasaannya, sehingga Al-`Urwah al-Wutsqa kehilangan daerah pemasarannya. Namun dalam masa delapan bulan beredar, majalah Muslim pertama di dunia itu berhasil menanamkan benih-benih modernisasi di kalangan umat Islam.

Gagasan pembaharuan Jamaluddin dan Abduh menjadi lebih tersebar luas di seluruh Dunia Islam, tatkala seorang murid Abduh yang bernama Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935) menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Nomor pertamanya terbit 17 Maret 1898 (22 Syawwal 1315), dan beredar sampai tahun 1936. Majalah Al-Manar inilah yang secara kongkrit menjabarkan ide-ide

4

Page 146: Politik Islam Edit

Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, serta berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20.

Singapura

Pembukaan Terusan Suez tahun 1869 menyebabkan rute pelayaran antara Eropa dan Asia Tenggara tidak lagi melalui ujung selatan Afrika melainkan beralih melalui Laut Merah. Akibatnya, kaum Muslimin di Asia Tenggara makin mudah menunaikan ibadah haji melalui pelabuhan Jeddah. Jika pada tahun 1850-an jemaah haji Indonesia rata-rata cuma 1600 orang per tahun, maka jumlah ini menjadi tiga kali lipat pada dasawarsa 1880-an, lalu meningkat menjadi lebih dari 7000 jemaah per tahun pada awal abad ke-20. Selama berada di tanah suci banyak jemaah haji yang berkenalan dan mempelajari gagasan modernisasi Islam, kemudian membawanya pulang untuk disebarkan di kampung halaman.

Sebagian besar jemaah haji Indonesia berangkat ke tanah suci melalui Singapura,

146

Page 147: Politik Islam Edit

kota pelabuhan yang didirikan Thomas Stamford Raffles tahun 1819. Selain karena di Singapura jumlah kapal ke Jeddah lebih banyak dan ongkosnya lebih murah, banyak calon haji yang menetap dahulu di Singapura untuk bekerja mencukupkan biaya ke tanah suci. Memang tidak semuanya berhasil, sehingga timbul sebutan “Haji Singapura” bagi orang-orang yang gagal pergi ke Makkah. Faktor lain yang menyebabkan calon haji Indonesia pergi dari Singapura adalah karena pemerintah kolonial Hindia Belanda sangat membatasi hubungan umat Islam Indonesia dengan Timur Tengah.

Tidak dapat disangkal bahwa pengaruh Timur Tengah sangat berperan dalam membangkitkan perlawanan ulama-ulama Islam terhadap kolonial Belanda sepanjang abad ke-19. Perang Paderi (1821–1837) di Minangkabau timbul setelah para haji pulang dari Makkah dengan membawa ide pembaharuan Wahhabi. Pengaruh Turki sangat jelas pada Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya dalam mengobarkan Perang Jawa (1825–1830). Pemberontakan rakyat Cilegon tahun 1888 dipimpin oleh para haji. Dan yang paling berat dihadapi Belanda

4

Page 148: Politik Islam Edit

adalah Perang Aceh (1873–1904) yang sangat diwarnai semangat keislaman melawan kaum kafir. Semua ini menyebabkan pemerintah Hindia Belanda memperketat persyaratan haji, sehingga para calon haji banyak memilih Singapura sebagai tempat transit.

Pada awal abad ke-20 Singapura menjadi pusat jaringan komunikasi gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara. Meskipun kaum Muslimin di kota metropolitan itu hanya seperlima jumlah penduduk (mayoritas penduduknya adalah Tionghoa), suasana urban dengan segala fasilitasnya, terutama penerbitan buku-buku dan media massa, sangat menunjang tersebarnya faham modernisme Islam yang dicanangkan Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh di Timur Tengah. Apalagi kaum Muslimin di Singapura itu merupakan perpaduan berbagai etnis dari Sumatera, Semenanjung, Jawa, Bugis, Hindustan, dan Hadramaut. Dari Singapura ide-ide pembaharuan Islam tersebar baik melalui para haji yang singgah maupun melalui buku dan majalah yang diterbitkan di kota itu.

148

Page 149: Politik Islam Edit

Minangkabau

Dalam perkembangan gerakan modernisme Islam di Indonesia, tidaklah dapat diabaikan peranan orang-orang Minangkabau. Di samping karena Minangkabau telah mengenal ide pembaharuan Islam sejak masa Perang Paderi, suku Minangkabau memiliki watak seperti suku Quraisy, yaitu senang mengembara (rihlata sy-syitaa’i wa sh-shaif), sehingga mereka terbiasa mengadakan kontak dengan dunia luar dan terbuka kepada ide-ide baru.

Menjelang akhir abad ke-19, seorang putra Minangkabau menjadi imam Masjid al-Haram di Makkah, yaitu Syaikh Ahmad Khatib al-Jawi al-Minankabawi (1840–1916). Dia banyak mempunyai murid yang datang dari tanah air, antara lain Ahmad Dahlan (1868–1923) yang kelak mendirikan Muhammadiyah serta Hasyim Asy`ari (1871–1947) yang kelak mendirikan Nahdlatul-`Ulama’.

Meskipun memegang teguh mazhab Syafi`i, Syaikh Ahmad Khatib tidaklah melarang para muridnya mempelajari ide-ide pembaharuan dari Jamaluddin, Abduh, dan Rasyid Ridha.

4

Page 150: Politik Islam Edit

Salah seorang murid Syaikh Ahmad Khatib adalah sepupunya, Syaikh Muhammad Tahir Jalaluddin (1869–1957), yang pada tahun 1893 sampai 1897 kuliah di Universitas Al-Azhar di Kairo dan menjadi sahabat akrab Rasyid Ridha. Ketika Rasyid Ridha menerbitkan Al-Manar tahun 1898, dia ikut menyumbangkan artikelnya. Syaikh Tahir pulang ke tanah air tahun 1899 dengan tekad menerbitkan majalah seperti Al-Manar di kawasan Asia Tenggara, agar gagasan modernisasi Islam lebih cepat tersiar di kalangan masyarakat.

Maka pada bulan Juli 1906 di Singapura terbitlah majalah bulanan berbahasa Melayu dengan nama Al-Imam: Majalah Pelajaran Pengetahuan Perkhabaran. Dengan Syaikh Tahir Jalaluddin sebagai pemimpin redaksi, majalah itu memuat artikel-artikel yang mengajak umat Islam untuk membuka pintu ijtihad dan mempelajari ilmu-ilmu modern, serta terjemahan artikel-artikel dari majalah Al-Manar. Majalah ini terbit sebanyak 31 nomor dan berhenti tahun 1909 lantaran kehabisan dana. Gagasan modernisasi Islam yang disebarkan Al-Imam ternyata lebih bergaung di Indonesia, terutama Sumatera

150

Page 151: Politik Islam Edit

dan Jawa, daripada di Malaysia. Hal ini disebabkan pengaruh para sultan dan mufti kerajaan sangat kuat di Malaysia, sehingga ide-ide pembaharuan yang dianggap menggoyahkan kedudukan mereka sulit untuk tersebar.

Sementara itu beberapa orang murid Syaikh Ahmad Khatib di tanah suci pulang ke Minangkabau, yaitu Muhammad Jamil Jambek (1860–1947), Muhammad Thaib Umar (1874–1920), Abdullah Ahmad (1878–1933), dan Abdulkarim Amrullah (1879–1945). Setelah majalah Al-Imam berhenti terbit, timbul niat di kalangan mereka berempat untuk menerbitkan majalah semacam itu di Minangkabau. Maka pada tanggal 1 April 1911 terbit majalah Al-Munir di Padang, dengan Abdullah Ahmad sebagai pemimpin redaksi. Inilah majalah modernisasi Islam yang pertama di Indonesia. Sebingkai sya’ir yang ditulis Muhammad Thaib Umar dalam Al-Munir mencerminkan tujuan majalah ini: "Satu dua tiga dan empat, hendaklah pelajari segera cepat, membaca buku supaya sempat, ilmu pengetahuan banyak didapat. Jangan seperti orang tua kita, menuntut ilmu hanya suatu mata, fiqh saja

4

Page 152: Politik Islam Edit

yang lebih dicinta, kepada yang lain matanya buta".

Selama lima tahun usianya majalah Al-Munir beredar di seluruh Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa. Artikel-artikel majalah ini mengeritik praktek-praktek keagamaan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi serta menganjurkan umat Islam menata metode dan sarana pendidikan. Tidaklah mengherankan jika daerah Minangkabau mempelopori sekolah-sekolah agama yang menerapkan sistem kurikulum modern. Pada tahun 1909 Abdullah Ahmad mendirikan Sekolah Adabiyah di Padang, lalu Abdulkarim Amrullah mendirikan Surau Jembatan Besi tahun 1914 di Padang Panjang. Setahun kemudian Padang Panjang juga memiliki Sekolah Diniyah Putri yang didirikan oleh Zainuddin Labai (1890–1924) dan adiknya, Rahmah al-Yunusiyah (1900–1969). Kemudian Surau Jembatan Besi bergabung dengan Surau Parabek, yang didirikan tahun 1908 oleh Ibrahim Musa (1882–1963), menghasilkan sekolah Sumatera Thawalib tahun 1918.

152

Page 153: Politik Islam Edit

Masyarakat Arab

Semangat modernisasi Islam mengalir pula ke Pulau Jawa. Masyarakat Arab di Jakarta mendirikan organisasi Jam`iyat al-Khair tahun 1901, akan tetapi baru memperoleh izin resmi dari pemerintah Hindia Belanda tanggal 17 Juli 1905. Organisasi ini membangun sekolah-sekolah modern di beberapa kota, dan keanggotaannya terbuka bagi orang-orang Muslim pribumi. Jam`iyat al-Khair aktif mendatangkan guru-guru dari Timur Tengah, antara lain Syaikh Ahmad Surkati (1872–1943) dari Sudan. Ahmad Surkati yang merupakan penganut faham Muhammad Abduh ini tiba di Jakarta pada bulan Maret 1911.

Setelah aktif di Jam`iyat al-Khair, Ahmad Surkati menyadari bahwa organisasi ini terlalu didominasi oleh kaum sayyid yang berpikiran sempit. Maka pada tanggal 6 September 1914 (15 Syawwal 1332) Ahmad Surkati mendirikan organisasi Jam`iyah al-Ishlah wal-Irsyad. Organisasi yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Irsyad ini segera berkembang dan memiliki cabang-cabang di

4

Page 154: Politik Islam Edit

Cirebon, Tegal, Pekalongan, Surakarta, Surabaya, dan beberapa kota lainnya di Jawa.

154