Referat Obstructive Sleep Apneu

download Referat Obstructive Sleep Apneu

of 17

Transcript of Referat Obstructive Sleep Apneu

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    1/17

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Apnea berasal dari Bahasa Yunani, a-(tidak ada) dan -pnea (pernapasan atau udara), yang

    berarti tidak adanya pernapasan. Apnea adalah penghentian, penghentian jalan nafas selama 10

    detik atau lebih. Obstruksi sleep apneu adalah gangguan tidur yang mana terdapat potensi untuk

    terjadinya penghentian nafas,

    Apnea dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan nafas, atau campuran.

    Obstruktive sleep apnea biasanya disebabkan ketika otot-otot saluran nafas atas tenggorokan

    relaksasi terlalu banyak untuk memungkinkan bernapas normal. Otot saluran nafas atas dibagi

    menjadi 3 kelompok yaitu otot yang menyangga tulang hyoid (geniohyoid, sternohyoid), otot

    lidah (genioglossus), dan otot pada palatum (tensor palatini, levator palatini). Pada anak-anak

    obstruksi sleep apneu biasanya disebabkan oleh hipertrofi adenoid atau hipertrofi tonsil.

    Tanda dan gejala pada obstuktive sleep apneu yaitu mula-mula berupa mendengkur

    (snoring). Gejala lain adalah rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (excessive daytime

    sleepiness)

    Maka,diperlukan fisis diagnostik yang tepat supaya pemeriksa mendapatkan diagnosis

    yang tepat. Pada beberapa kasus, diperlukan adanya pemeriksaan penunjang agar mendapatkan

    sebuah diagnosis kerja. Diperlukan, dasar ilmu yang kuat untuk menentukan langkah-langkah

    yang harus diambil pada kasus obstruksi sleep apneu ini.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    2/17

    2

    BAB II

    ANATOMI

    Faring

    Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong yang besar dibagian

    atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke

    esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung

    melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan

    dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan denganesophagus.

    Panjang dinding posterior faring pada dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian

    dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaut lender, fasia faringobasiler,

    pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan

    laringofaring.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    3/17

    3

    Unsur-unsut faring meliputi:

    a.Mukosa

    Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinyauntuk saluran pernafasan, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang

    mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring karena

    fungsinya untuk saluran pencernaan, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.

    Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam

    rangkaian aringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu faring

    disebut daerah pertahanan tubuh terdepan.

    b.Palut lendir (Mucous Blanket)

    Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Dibagian atasm

    nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah

    gerak silia ke belakang. Palit lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang

    terbawa oleh udara yang dihisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang penting

    untuk proteksi.

    c.

    Otot

    Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar sirkular yang memanjang. Otot-otot yang

    sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di

    sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian

    otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan

    di belakang bertemu jaringan ikat yang disebut rafe faring. Kerja otot konstriktor untuk

    mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.agus (n.X)

    Otot-otot longitudinal adalah m.stilofaring dan m.parafaring. Letak otot-otot ini disebelah

    dalam. M..stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan

    m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikan bagian bawah faring dan

    laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu

    menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.X.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    4/17

    4

    Pada palatummole terdapat lima padang otot yang dijadikan satu sarung fasia dari mukosa

    yaitu m.levator veli palatine, m.tensor veli palatine, m.palatoglosus, m.palatofaring dan

    m.azigos uvula.

    M. levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk

    menyempitkana ismus faring dan mempelebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi

    oleh n.X

    M.tensor veli palatinemembentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan

    bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

    M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.

    Otot ini dipersyarafi oleh n.X

    M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.

    N.X

    M. palatofaring membentuk arkus posterior faring (n.x)

    M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan manikin uvula ke

    belakang atas.

    Pendarahan Faring

    Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama

    berasal dari cabang a.karotis eksterna serta cabang dari a.maksila interna yakni cabang

    palatine superior

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    5/17

    5

    Persarafan Faring

    Persarafan motoric dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.

    Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dan n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut

    simpatis. Cabang faring dan n.vagus berisi serabut motorik.

    Berdasarkan letaknya laring dibagi atas:

    1. Nasofaring

    Nasofaring, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti

    adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut

    fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional

    hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago

    tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n .glosofaring, n.vagus dan

    n,asesorius spinal saraf kranial dan v.jugulare

    2. Orofaring

    Orofaring disebut juga mesofaring. Struktur yang terdapat di rongga orofaring, yaitu:

    a. Dinding posterior faring

    b. Fosa Tonsil

    c. Tonsil

    Massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan

    kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid). Tonsil

    palatine dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut

    cincin Waldeyer.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    6/17

    6

    3. Laringofaring

    Bila diperiksa dengan kaca tenggorok, struktur yang tampak pertama kali dibawah lidah

    adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh

    ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.

    Valekula disebut juga kantong pil (pill pocket).

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    7/17

    7

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Obstructive sleep apnea

    Apnea berasal dari bahasa Yunani a-(tidak ada) dan -pnea (pernapasan atau udara), yang

    berarti tidak adanya pernapasan. Apnea adalah penghentian sementara bernapas selama tidur,

    seringkali mengakibatkan kantuk di siang hari.

    Obstructive sleep apnea adalah gangguan tidur yang berpotensi serius di mana nafas berulang

    kali berhenti dari mulai saat tidur. Beberapa jenis sleep apneu, namun jenis yang paling umum

    adalah obstructive sleep apneu, yang terjadi ketika otot-otot tenggorokan relaksasi dan menutup

    aliran udara selama tidur. Gejala awalnya yaitu mendengkur. Paling sering terdapat pada orang

    dewasa setengah baya dan lebih tua dan orang-orang yang kelebihan berat badan daripada anak-

    anak.

    Epidemiologi

    Secara epidemiologi, OSA lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak.

    Prevalensi OSA di negara-negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada pria dan 1-2% pada

    wanita.16-19 Pria lebih sering mengalami OSA dan seringkali (tetapi tidak harus) juga menderita

    obesitas.12 Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari wanita. Belum diketahui mengapa

    OSA lebih jarang ditemukan pada wanita. Prevalensi OSA lebih rendah lagi pada wanita

    sebelum masa menopause dan wanita menopause yang mendapat terapi hormonal.

    Mendengkur karena kebiasaan, dijumpai pada masa anak-anak yang terjadipada 7-9% dari anak-

    anak pra sekolah dan anak usia sekolah. Schechter,mendapatkan prevalensi snoring berkisar

    antara 3,2-12,1% bergantung kriteria inklusiyang dipakai. Gangguan pernafasan selama

    tidurdidapat pada kira-kira 0,7-10,3% dari anakanakberusia 4 - 5 tahun.Kejadian OSA terjadi

    pada anak semua umur termasuk neonatus.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    8/17

    8

    Pada masa neonatus insidens apnea kira-kira 25%pada bayi dengan berat badan lahir < 2500

    gram dan84% pada bayi dengan berat badan lahir < 1000 gram.Insidens tertinggi terjadi antara

    umur 3 - 6 tahun karena pada usia ini sering terjadi hipertrofi tonsil danadenoid. Pada anak,

    kejadian OSAS tidak berhubung-an dengan jenis kelamin, sedangkan pada dewasa lelakilebih

    sering dibandingkan perempuan yaitu sekitar8:1. Terdapat kecenderungan familial untuk

    terjadinya

    Fisiologi Tidur

    Tidur normal dapat dibagi dalam 2 tahap:

    1. Non Rapid Eye Movement (NREM)

    2. Rapid Eye Movement (REM).

    Kedua status ini berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai

    oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang

    rendah. NREM adalah tahap tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat

    dan tiba-tiba, peningkatan aktivitas saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi

    luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan

    tonus otot dan peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi

    dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks.

    Pola tidur pada dewasa muda adalah konstan. Tidur dimulai pada NREM tingkat I, suatu

    tahap pendek yang hanya berlangsung beberapa menit. Ambang bangun pada tahap ini sangat

    rendah. Kemudian timbul tingkat II dengan tidur yang lebih dalam dari tingkat I. Tidur NREM

    tingkat I dan II adalah tidur yang dangkal (gelombang theta), tingkat III dan IV adalah tingkat

    yang lebih dalam atau tidur gelombang lambat (gelombang delta). Tingkat III diawali aktivitas

    voltase rendah gelombang lambat pada EEG. Tahap ini hanya berlangsung beberapa menit,

    kemudian masuk ke tingkat IV NREM yang berlangsung 20-40 menit. Tidur REM tidak berdiri

    sendiri, selalu disuperimposisikan pada tidur gelombang lambat.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    9/17

    9

    Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap

    90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM

    menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai

    mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (ciri dalam

    keadaan mimpi), terjadi gerakan otot yang tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola

    mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur

    gelombang lambat.

    Tidur NREM secara umum meliputi 80% dari seluruh waktu tidur, sedangkan tidur REM

    lebih kurang 20%. Menurut Hobson dan Mc. Carley tidur NREM dan REM merupakan siklus

    yang berlangsung selama periode tidur. Tidur NREM disebabkan menurunnya aktivitas neuron

    monoaminergik (noradrenergic dan serotonergik) yang aktif pada waktu bangun dan menekan

    aktivitas neuron kolinergik. Tidur REM disebabkan inaktivitas neuron monoaminergik sehingga

    memicu aktivitas neuron kolinergik (neuron retikuler pons)

    Etiologi

    Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu :

    1. adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus, 2. adanya gangguan

    keseimbangan vasomotor, 3. adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa

    hidung. Fenomena Bernaoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang

    sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan

    terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan

    polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di

    kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip dapat timbul dari

    tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel. Polip yang

    berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau ostium

    asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu membesar di nasofaring.

    Polip ini disebut polip koana (polip antrokoana).

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    10/17

    10

    Patogenesis

    Umum:

    Otot saluran nafas atas memegang peran penting dalam patogenesis OSAHS. Otot saluran nafasatas dibagi menjadi 3 kelompok yaitu otot yang menyangga tulang hyoid

    (geniohyoid,sternohyoid), otot lidah (genioglossus), dan otot pada palatum (tensor palatini,

    levator palatini).

    Berdasarkan prinsip kerja, otot-otot tersebut dikelompokkan menjadi otot fasik dan otot

    tonik. Otot fasik bekerja saat inspirasi dan istirahat saat ekspirasi. Sebaliknya, otot tonik tidak

    mempunyai siklus seperti itu. Kerja otot tonik tetap konstan sepanjang respirasi.

    Salah satu contoh otot fasik yang paling banyak dipelajari adalah genioglossus. Saat

    inspirasi, tekanan intralumen menjadi negatif guna menyedot udara dari luar ke dalam paru.

    Tekanan negatif cenderung menyebabkan kolaps otot-otot saluran nafas atas. Di sisi lain, tekanan

    negatif pula yang mengaktivasi otot fasik (genioglossus) untuk melawan kolaps sehingga jalan

    nafas tetap terbuka. Ketika ekspirasi, otot fasik tidak teraktivasi.

    Mekanisme kerja otot genioglossus dipengaruhi oleh 3 input saraf. Pertama, refleks

    mekanoreseptor. Tekanan negatif pada saluran nafas mengaktivasi mekanoreseptor yang terletak

    pada laring. Kemudian, menghantarkan rangsang aferen ke saraf laringeal superior. Selanjutnya,

    diteruskan ke motorneuron hipoglossus sehingga otot genioglossus berkontraksi membuka jalan

    nafas.

    Kedua, pusat pernafasan (central respiratory pattern generator) di medula. Pusat

    pernafasan teraktivasi lebih dahulu yakni sekitar 50-100 milidetik sebelum diafragma

    berkontraksi

    Terakhir, rangsangan neuromodulator (serotonin, asetilkolin, orexin, histamin,

    norepinefrin) yang mempunyai efek tonik pada motorneuron hipoglossus.

    Ketiga mekanisme itu hanya teraktivasi saat keadaan terbangun (wakefullness

    stimulus). Saat tidur, mekanisme itu mengalami perubahan. Refleks tekanan negatif, misalnya,

    mengalami penurunan aktivasi selama fase non-REM dan REM, namun tidak mati total.

    Akibatnya, otot faring mudah kolaps. Pada seseorang yang mengalami OSAHS, lumen saluran

    nafas lebih sempit daripada orang normal. Lumen yang sempit mengakibatkan tekanan negatif

    yang lebih besar sehingga diperlukan tenaga yang lebih besar lagi untuk melawan efek kolaps

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    11/17

    11

    akibat tekanan negatif itu. Upaya kontraksi genioglossus tidak cukup melawan tekanan negatif

    itu, terjadilah obstruksi.

    Anak:

    Patogenesis OSAS pada anak belum banyak diketahui; terjadi jika didapatkan gangguan

    antara faktor yan mempertahankan patensi saluran nafas dan kompone jalan nafas bagian atas

    (misalnya ukuran anatomis)yang menyebabkan kolapsnya jalan nafas. Faktor-faktor yang

    memelihara patensi saluran nafas adalah a) respons pusat ventilasi terhadap hipoksia,

    hiperkapnia, dan sumbatan jalan nafas; b) efek pusat rangsangan dalam meningkatkan tonus

    neuromuskular jalan nafas bagian atas; c) efek dari keadaan tidur dan terbangun.

    Terdapat dua teori patofisiologi sumbatan (kolaps) jalan nafas yaitu,

    1. Teori balance of forces : ukuran lumen farings tergantung pada keseimbangan antara tekanan

    negatif intrafaringeal yang timbul selama inspirasi dan aksi dilatasi otot-otot jalan nafas atas.

    Tekanan transmural pada saluran nafas atas yang mengalami kolaps disebut closing pressure.

    Dalam keadaan bangun, aktivasi otot jalan nafas atas akan mempertahankan tekanan tranmural di

    atas closing Pressure sehingga jalan nafas atas tetap paten. Pada

    saat tidur tonus neuromuskular berkurang, akibat lumen farings mengecil sehingga menyebabkan

    aliran udara terbatas atau terjadi obstruksi.

    2. Teori starling resistor: jalan nafas atas berperan sebagai starling resistor yaitu perubahan

    tekanan yang memungkinkan farings untuk mengalami kolaps yang menentukan aliran udara

    melalui saluran nafas atas.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraluminal maupun fungsi otot saluran nafas atas

    yang mempermudah terjadinya kolaps jalan nafas selama tidur telah diketahui. Manifestasi

    OSAS timbul jika faktor yang menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas bergabung

    dengan kelainan kontrol susunan saraf pusat terhadap fungsi otot-otot saluran nafas atas.

    Kemungkinan kombinasi faktor-faktor ini dapat menerangkan mengapa beberapa anak dengan

    kelaina

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    12/17

    12

    Gejala dan Tanda

    Gejala klinis utama dari OSAHS adalah mendengkur. Dalam populasi umum, kebiasaan

    mendengkur dijumpai pada 35-45% pria dan 15-28% wanita. Akan tetapi, tidak semua dari

    mereka yang mempunyai kebiasaan mendengkur menderita OSAHS. Sebanyak 70-95%

    penderita OSAHS mempunyai kebiasaan mendengkur dan hanya 6% yang tidak. Jadi, bisa

    disimpulkan bahwa individu yang tidak mendengkur besar kemungkinan tidak menderita

    OSAHS.

    Gejala lain adalah rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (excessive daytime sleepiness).

    Penderita OSAHS terkadang mengalami rasa tercekik di malam hari (nocturnal choking).

    Penderita biasanya mengeluh bangun tiba-tiba dengan rasa panik akut dan tercekik. Episode

    tercekik itu hanya berlangsung dalam beberapa detik tetapi sudah cukup mengakibatkan stress

    bagi penderita maupun pasangan tidurnya.

    Selain itu, penderita mengalami henti nafas. Namun, gejala henti nafas itu tidak disadari oleh

    penderita melainkan disaksikan oleh pasangan tidurnya (witnessed apnea). Henti nafas sementara

    pada OSAHS perlu dibedakan dengan henti nafas yang disebabkan oleh paroxysmal nocturnal

    dyspnea pada gagal jantung kiri, asma malam, acute laryngeal stridor, dan nafas Cheyne-Stokes

    pada gagal jantung

    Tanda-tanda obstructive sleep apnea salah satunya obesitas, tekanan darah tinggi, meningkatkan

    resikoa penyakit jantung, pembesaran jantung, performa intelektual terganggu, pada anak

    terdapat hiperaktivitas dan antisocial behavior.

    Faktor Resiko

    Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penting pada OSAHS. Diperkirakan 1 dari 5 orang

    kulit putih dengan rata-rata IMT 25-28 kg/m2 mempunyai IAH 5, dan 1 dari 15 mempunyai

    IAH 15. Data dari Wisconsin Sleep Cohort menunjukkan bahwa bila berat badan pasien

    OSAHS ringan (IAH 5-15) bertambah 10%, risiko menjadi OSAHS sedang berat meningkat 6

    kali. Sementara itu, perubahan berat badan 1% saja bisa mengubah 3% AIH. Hasil itu

    dikemukakan oleh Peppard dkk dalam JAMA 2000.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    13/17

    13

    Dibandingkan wanita, pria lebih berisiko tinggi mengalami OSAHS. Alasannya masih belum

    jelas. Hal itu mungkin berhubungan dengan pengaruh hormonal. Teori itu didukung dengan

    penemuan bahwa wanita postmenopause lebih berisiko mengalami OSAHS daripada

    premenopause. Pemberian hormon replacement therapy ternyata bisa memperbaiki gejala

    OSAHS.

    Usia juga dikatakan turut mempengaruhi OSAHS. Prevalensi OSAHS lebih tinggi pada usia tua

    daripada usia muda.

    Faktor risiko terjadinya OSAS pada anak antara lain sebagai akibat hipertrofi adenoid dan tonsil,

    dispro- porsi kraniofasial, obesitas. Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan keadaan yang

    paling sering menyebabkan OSAS pada anak. Ukuran adenoid dan tonsil tidak berbanding lurus

    dengan berat ringannya OSAS. Terdapat anak dengan hipertrofi adenoid yang cukup besar,

    namun OSAS yang terjadi masih ringan, anak lain dengan pembesaran adenoid ringan

    menunjukkan gejala OSAS yang cukup berat. Hipertrofi adenoid dan tonsil dapat juga

    menyebabkan penyulit pada anak dengan kelainan dasar tulang.

    Diagnosis

    Untuk menegakkan diagnosis OSAHS diperlukan pemeriksaan subyektif berdasarkan gejala

    kinis dan obyektif berdasarkan hasil alat diagnostik. Perangkat diagnostik yang sederhana adalah

    Epworth Sleepiness Scale (ESS). ESS berupa kuesioner yang diisi oleh pasien sendiri.

    Keuntungan dari ESS adalah cepat, tidak mahal, dan reliabilitasnya tinggi. Namun, korelasi ESS

    dengan derajat OSAHS rendah dan tidak jarang terjadi mispersepsi terhadap pertanyaan di

    kuesioner tersebut.

    Polisomnografi menjadi standar baku emas dalam mendiagnosis OSAHS. Polisomnografi

    meliputi perekaman aliran udara nafas, gerakan nafas, EEG, EMG, EOG, EKG, saturasi oksigen

    dan posisi badan. Idealnya, polisomnografi dilakukan dalam sebuah laboratorium tidur selama

    satu malam penuh dan dipantau oleh dokter/perawat. Hasil yang muncul adalah jumlah henti

    nafas tiap jam (indeks apneu-hipoapneu (IAH)). Pengelompokkan derajat OSAHS berdasarkan

    IAH adalah ringan (IAH 5-15/jam), sedang (IAH 15-30/jam), dan berat (IAH >30/jam). Bila

    hasil pulsa oksimetri positif, polisomnografi boleh tidak dilakukan. Sebaliknya, bila kecurigaan

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    14/17

    14

    terhadap OSAHS tinggi tetapi hasil pulsa oksimeri negatif, polisomnografi perlu dilakukan untuk

    mengkonfirmasi. Pada anak, tanda dan gejala obstructive sleep apnea lebih ringan dari pada

    orang dewasa; karena itu diagnosisnya lebih sulit dan harus dipertegas dengan polisomnografi.

    Polisomnografi juga akan menyingkirkan penyebab lain dari gangguan pernafasan selama tidur.

    Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang objektif mengenai beratnya penyakit dan dapat

    digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi keadaannya setelah operasi.

    Penatalaksanaan

    1. Terapi Medis

    Terapi yang efektif pada OSAHS adalah continous positive airway pressure (CPAP). CPAPmengalirkan aliran udara positif sehingga memberikan pneumatic splint pada aliran udara atas

    selama inspirasi dan ekspirasi, menjaga patensi dan mencegah obstruksi selama tidur.

    Akibatnya, rasa kantuk di siang hari berkurang dan fungsi kognitif meningkat. Dampak

    positifnya juga tampak pada sistem kardiovaskular yaitu menurunkan tekanan darah hingga 10

    mmHg dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri sebesar 30%. Bagi pasien diabetes melitus tipe

    II, CPAP meningkatkan sensitivitas insulin.

    Efek samping CPAP adalah rasa kurang nyaman selama pemakaian masker, mulut kering, dan

    hidung berair. Rasa risih selama pemakaian masker dapat diatasi dengan pemakaian masker

    yang sesuai dengan kontur wajah. Sementara itu, hidung berair dapat diobati dengan

    pemberian kortikosteroid nasal atau antihistamin sistemik. Sebagian pasien merasa tidak

    nyaman dengan pemakaian CPAP, namun kepatuhan pemakaian dapat ditingkatkan dengan

    pemberian edukasi.

    Oral appliances seperti mandibular advancement splint (MAS) banyak dilakukan untuk

    mengurangi dengkuran. MAS pun dapat menurunkan tekanan darah pada OSA. Oral

    appliances diterapkan sebagai terapi lini kedua bila CPAP tidak berhasil atau pasien menolak

    dipasang CPAP.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    15/17

    15

    2. Terapi operatif

    Terapi bedah seperti tonsilektomi dan adenoidektomi dapat dilakukan pada anak atau orang

    dewasa yang terbukti mengalami pembesaran tonsil. Terapi bedah pada palatum mole

    (uvulopalatofaringoplasti) juga memberi keuntungan tetapi responnya hanya sementara

    (jangka pendek). Trakeostomi dilakukan saat keadaan emergensi bila CPAP atau modalitas

    terapi lain tidak berhasil membuka obstruksi saluran nafas

    3.Penurunan berat badan

    Pada pasien obesitas, penurunan berat badan mutlak di lakukan. Dengan penurunan

    berat badan dapat menyebabkan perbaikan OSAS yang nyata. Penurunan berat badan

    merupakan kunci keberhasilan terapi OSAS pada anak dengan predisposisi obesitas.

    Sayangnya menurunkan berat badan pada anak lebih sulit dilakukan dari pada dewasa.

    Pendekatan yang dilakukan harus bertahap karena menurunkan berat badan secara drastis

    tidak dianjurkan pada anak. Perlu kesabaran dan perhatian tenaga kesehatan lebih banyak

    dalam yang menangani pasien dengan obesitas.

    Cara ideal adalah menurunkan berat badan secara perlahan dan konsisten, hal ini

    memerlukan waktu lama. Selain memperbaiki diet pada obesitas, hal yang perlu diperhatkan

    adalah penyakit lain yang mungkin menyertainya seperti diabetes melitus atau hipoertensi.

    Oleh karena itu sambil menunggu berat badan turun diperlukan pemasangan CPAP.

    Nasal CPAP harus digunakan sampai mencapai penurunan berat badan yang cukup.

    Peningkatan berat badan akan mem- perburuk OSAS dan penurunan berat badan dapat

    menurunkan gejala OSAS. Dalam hal penanganan obesitas termasuk di dalamnya adalah

    modfikasi perilaku, terapi diet, olah raga ( exercise ), dan obat- obatan. Pada pasien OSAS

    yang berat dan memberi komplikasi yang potensial mengancam hidup memerlukan perawatan

    di rumah sakit.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    16/17

    16

    BAB III

    KESIMPULAN

    Obstructive sleep apnea merupakan gangguan tidur yang terdapat penghentian nafas, berkisar

    10 detik atau lebih. OSA dapat ringan maupun berat. Gejala awal OSA ditandai dengan suara

    mendengkur (snoring), gejala lain berupa rasa ngantuk pada siang hari, pusing kepala dan dapat

    menyebabkan stress dikarenakan penderita OSA sulit tidur.

    Diagnosis ditegakan berdasarkan subjektif dan objektif. Pemekriksaan Polisomnografi

    merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis obstructive sleep apnea.

    Penatalaksaan dapat diberi continous positive airway pressure (CPAP). CPAP mengalirkan

    aliran udara positif sehingga memberikan pneumatic splint pada aliran udara atas selama

    inspirasi dan ekspirasi, menjaga patensi dan mencegah obstruksi selama tidur. Pada anak-anak

    atau dewasa yang menderita OSA akibat hipertrofi tonsil atau adenoid dapat dilakukan

    pembedahan tonsilektomi atau adenoidektomi.

    Pasien yang memiliki berat badan berlebih diedukasikan untuk melakukan penurunan badan

    berupa olahraga, diet.

  • 8/11/2019 Referat Obstructive Sleep Apneu

    17/17

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Fairbanks DNF, Mickelson SA, Woodson BT. Snoring and Obstructive Sleep Apnea. 3rd

    edition. USA: Lippincont William & Wilkins, 2003

    2. Supriyatno B, Deviani R. Sari Pediatri: Obstructive Sleep Apnea Syndrome Pada Anak.

    Volume 7, No. 2. Jakarta: 2005; p 77-84.

    3. Soetjipto, D, Mangunkusumo, E, Wardani, R.S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

    Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. P212-5,

    231-3.