REFERAT TIODORA

27
REFERAT FRAKTUR TERBUKA Oleh Tiodora Wike Dwi Sari I11109076 SMF BEDAH ORTHOPEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

description

referat

Transcript of REFERAT TIODORA

REFERATFRAKTUR TERBUKA

OlehTiodora Wike Dwi SariI11109076

SMF bedah ORTHOPEDIFakultas kedokteran Universitas TanjungpuraPontianak 2015FRAKTUR TERBUKA

A. DEFINISIFraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.3 Berdasarkan sifat fraktur, fraktur terbagi menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka adalah putusnya kontinuitas tulang dengan kerusakan adanya kerusakan pada jaringan lunak diatasnya yang menyebabkan adanya hubungan antara fraktur, hematoma, dengan lingkungan eksternal. Fraktur terbuka memiliki beberapa komplikasi jaringan lunak yang penting:41. Kontaminasi pada luka dan fraktur oleh lingkungan luar2. Kerusakan dan devaskularisasi jaringan lunak3. Imobilisasi dari fraktur akibat kerusakan jaringan lunak yang mempengaruhi proses penyembuhan4. Kehilangan fungsi dari kerusakan otot, tendon, saraf, vaskular, dan struktur ligamentSecara umum, fraktur dibedakan menurut lokasi, ekstensi (komplit/tidak komplit), konfigurasi (garis patah), hubungan antara fragmen fraktur (bergeser/tidakbergeser), hubungan dengan lingkungan luar (tertutup/terbuka).110. Berdasarkan posisi fraktur dapat dibagi menjadi fraktur diafiseal, metafiseal, epifiseal, dan intra-artikular.0. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).0. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 0. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.0. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.0. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.0. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:1. Hair Line Fraktur 1. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.1. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

0. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.2. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.2. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.2. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.2. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.0. Berdasarkan jumlah garis patah.4. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.4. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.4. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.0. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.0. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.0. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).1. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).1. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Klasifikasi Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :Grade I: kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio otot minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.Grade II: laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short oblique dengan kominutif yang minimalGrade III: kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar dengan kerusakan komponen yang berat.III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara adekuat; fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang minimalIII B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping dan tulang terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering berhubungan dengan kontaminasi yang massifIII C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan 1

A. Etiologi Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja.Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung diameter.Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi tinggi yang memutar.2, 5

B. Diagnosis1. AnamnesisBiasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.2. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:a. Syok, anemia atau perdarahan.b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.3. Pemeriksaan lokala. Inspeksi (Look) Bandingkan dengan bagian yang sehat. Perhatikan posisi anggota gerak. Keadaan umum penderita secara keseluruhan. Ekspresi wajah karena nyeri. Lidah kering atau basah. Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan. Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain. Perhatikan kondisi mental penderita. Keadaan vaskularisasi.b. Palpasi (Feel)Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri. Temperatur setempat yang meningkat. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.c. Pergerakan (Move)Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.5. Pemeriksaan Radiologis7Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang berhubungn dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungandengan daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standart. Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu ;1. Dua pandanganFraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film rontgentunggal, dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (anteroposterior dan lateral).2. Dua sendiPada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto rontgen.3. Dua tungkaiPada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.4. Dua cederaKekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto rontgen pada pelvis dan tulang belakang.5. Dua kesempatanSegera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat resorpsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

D. Penilaian Dan Penatalaksanaan TraumaPada trauma ekstremitas, agar ekstremitas sebagai alat gerak dapat berfungsi dengan baik, ada 4 hal yang harus diperhatikan:61. RecognitionUntuk dapat bertindak dengan baik, maka trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedera, baik pada jaringan lunak maupun pada tulangnya dengan mengenali tanda tanda gangguan fungsi jaringan yang terkena cedera.Fraktur merupakan trauma akibat kekerasan yang menimbulkan kerusakan pada tulang disertai jaringan lunak disekitarnya.Gejala klasik fraktur yang didapatkan antara lain: Adanya riwayat trauma Rasa nyeri di bagian tulang yang patah Bengkak Deformitas berupa angulasi, rotasi, discrepancy Tenderness atau nyeri tekan di daerah fraktur dan nyeri sumbu (axial), disertai gerakan abnormal serta mungkin dapat teraba krepitasi tulang dari fragmen tulang yang bergesek pada permukaan fraktur Gangguan fungsi (function laesa) sebagai akibat dari rasa nyeri, putusnya kontinuitas tulang dan gangguan neurovaskuler.2. Reduction (Reposisi)Reposisi adalah tindakan mengembalikan pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan untuk mengembalikan tulang kepada bentuk semula sebaik mungkin, agar fungsi dapat kembali semaksimal mungkin terutama permukaan persendian.3. RetainingRetaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk memberi istirahat dari spasme otot pada anggota atau alat yang sakit agar mencapai kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequate dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.4. RehabilitationRehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat yang sakit atau cedera untuk dapat berfungsi kembali. Rehabilitasi dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan fungsi yaitu lingkup gerak sendi dan atrofi (disused atrophy atau sudeck reflex symphatetic dystrophy). Rehabilitasi dimulai secara: Isometric exercise otot Kalau fiksasi stabil bisa dilakukan isotonic dan isokinetic.Pada kerusakan jaringan lunak perlu ditunggu atau dilakukan imobilisasi selama 3 6 minggu, pada anggota yang terkena.

Penatalaksanaan Fraktur TerbukaSemua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringannya, harus dianggap terkontaminasi, penting untuk mencoba mencegahnya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan empat hal yang penting :71.Pembalutan luka dengan segera.2.Debridement luka secara dini.3. Profilaksis antibiotika.4.Stabilisasi fraktur.

Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada penanganan agar komplikasi terhindar dari kematian atau kecacatan. Pada fraktur terbuka derajat I dan II dilakukan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) sebagaimana pada fraktur tertutup, yaitu setelah dilakukan debridemen yang baik. Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi), pemberian anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma.6Resiko infeksi berbeda sesuai jenis fraktur, dan telah dilaporkan bahwa resiko infeksi untuk tipe fraktur menurut Gustillo adalah sebagai berikut:81. Derajat 1 resiko infeksi 0 2%2. Derajat 2 resiko infeksi 2 10%3. Derajat 3 resiko infeksi 10 50%Studi lainnya memperkirakan resiko infeksi meningkat menjadi 1,4% untuk fraktur derajat 1, 3,6% untuk fraktur derajat 2 dan 22,7% untuk fraktur derajat 3.

Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)7,9Pada sebagian besar kasus, co amoksiklav atau cefuroxime (tau klindamisin jika terdapat alergi penisilin) diberikan sesegera mungkin. Pada saat debridemen, gentamisin ditambahkan sebagai dosis kedua selain antibiotic pertama. Kedua antibiotik merupakan profilaksis terhadap sebagian besar bakteri gram negative dan gram positif. Fraktur gustillo derajat I dapat ditutup setelah debridemen dan antibiotik profilaksis tidak dibutuhkan lebih dari 24 jam.7

Tabel 1. Terapi Antibiotik Menurut Derajat Gustillo7

Pemberian kombinasi antibiotik lainnya yang disarankan adalah sefalosporin untuk fraktur gustillo derajat 1, kombinasi sefalosporin dan aminoglokosida untuk derajat 2, serta kombinasi sefaloprosin, penicillin dan aminoglikosida untuk derajat 3. Sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 3 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang digunakan.8

Vancomycin dapat diberikan sebagai pengobatan lini pertama pada pasien yang memiliki alergi beta lactam, dan riwayat kolonisasi MRSA (Methycillin Ressistant Staphlococcus Aureus), terutama pada pasien yang memiliki riwayat hospitalisasi jangka panjang. Pada semua derajat fraktur, untuk mencegah adanya infeksi spesies Clostridium, maka diperlukan pemberian penicillin pada setiap kejadian fraktur dengan kontaminasi tanah atau feses. Organisme nosokomial sering terjadi pada area operasi, sehingga sebuah studi merekomendasikan pemberian antibiotik profilaksis terhadap aktifitas MRSA single dose seperti vancomycin atau teicoplanin untuk fraktur Gustillo derajat IIIB/IIIC.9Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskular.9

Penutupan luka8Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari. Setelah 5 7 hari dan luka bebas dan infeksi dapat dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih cepat, maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya untuk mencegahnya deformitas.Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.Stabilitas fraktur10Dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitif. Pemasangan fiksasi dalam dapat dipasang setelah luka jaringan luka baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi. Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian.

Proses Penyembuhan TulangProses penyembuhan tulang secara normal terdiri dari 5 tahap sebagai berikut:7a. Stadium Pembentukan HematomaHematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot) terjadi 1 2 x 24 jam.b. Stadium ProliferasiSel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.c. Stadium Pembentukan KallusOsteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.d. Stadium KonsolidasiKallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.e. Stadium RemodellingLapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan, bahkan berlangsung hingga menahun.

Gambar . Proses Penyembuhan Tulang

Komplikasi Fraktur Terbuka51. Perdarahan, syok septik kematian2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik3. Tetanus4. Gangreng5. Kekakuan sendi6. Perdarahan sekunder7. Osteomielitis kronik8. Delayed union

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May 21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3. Accessed January 30, 2013.3. Reksoprodjo, Soelarto dkk., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 2013. Bagian Ilmu Bedah FKUI RSCM., Jakarta., Binarupa Aksara Publisher.4. Doherty, G. M. 2010. Current Diagnosis and Treatment: Surgery, 13th edition. McGrawHill5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed January 30, 2013.6. Temyang-Reksoprodjo, A. F. 2006. Himpunan Makalah Prof. dr. H. Soelarto Reksoprodjo, SpB., SpOT. 7. Salomon, L.,Warmick,D.,Nayagam,S. 2010. APLEYs System of Orthopaedics and Fractures 9th edition. Hodder Arnold : London. P.687-7308. Cross, W.W., Swiontkowski, M. F. 2008.Treatment principles in the management of open fractures.Indian J Orthop. Oct-Dec; 42(4): 377386.9. Anderson, A., Miller A., Bookstaver, P. B. 2011. Antimicrobial Prophylaxis in Open Lower Extremity Fractures. OAEM 2011(3):71110. Buteera, A. M., Byimana, J. 2009. Principles of Management of Open Fractures. East Cent. Afr. j. surg. July-August 14:2-9.11. Salter, R.B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System 3rd. William and Wilkins : USA.