Resistensi antibiotik
-
Upload
ressy-hastopraja -
Category
Documents
-
view
88 -
download
1
description
Transcript of Resistensi antibiotik
RESISTENSI
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehiduoan sel mikroba oleh
antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
Dikenal tiga pola resistensi dan sensitivitas mikroba terhadap antimikroba. Pola I :
belum pernah terjadi resistensi bermakna yg menimbulkan kesulitan di klinik. Pola II :
pergeseran dari sifat peka menjadi kurang peka, tetapi tidak sampai terjadi resistensi
sepenuhnya. Pola III: sifat resistensi pada taraf yg cukup tinggi, sehingga menimbulkan
masalah di klinik. Faktor yg menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba
terhadap AM terdapat pada elemen yg bersifat genetik. Sifat genetik dapat
menyebabkan suatu mikroba sejak awal resisten terhadap suatu antimikroba. Mikroba
yg semula peka terhadap suatu antimikroba, dapat berubah sifat genetiknya menjafi
tidak atau kurang peka. Perubahan sifat genetik terjadi karena kuman memperoleh
elemen genetik yg membawa sifat resistenkeadaan ini dikenal sebagai resistensi didapat
(acquired resistence). Elemen resisten ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resisten
yg dipindahkan (transferred resistence), dapat pula terjadi akibat adanya mutasi genetik
spontan akibat rangsang AM. Resistensi dibagi dalam 3 kelompok.
1. Resistensi genetik
- Mutasi spontan
Dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga mikroba yg sensitif
terhadap suatu AM menjadi resisten ini dinamakan sebagai mutasi gen spontan.
Kejadian ini terjadi tanpa pengaruh ada tidaknya AM tersebut. Dengan adanya AM
tersebut terjadi seleksi, galur yg telah resisten akan bermultiplikasi sedangkan galur yg
masih sensitif terbasmi sehingga berakhir dengan terbentuknya populasi resisten.
- Resistensi dipindahkan
Mikroba dapat berubah menjadi resisten akibat memperoleh suatu elemen
pembawa faktor resisten. Faktor ini mungkin didapat dengan cara transformasi
( mikroba menginkoporasi faktor resistensi langsung dari mediabdi sekitarnya),
transduksi (faktor resistensi dipindahkan daribsuatubmikroba resisten ke mikroba
sensitif dengan perantaraan bakteriofag), konyugasi (konyugasi ditentukan oleh suatu
faktor genetik, dengan konyugasi terbentuklah hubungan langsung antara isi s3l kuman
yg saling berkonyugasi sehingga memungkinkanperpindahan berbagaikomponen antar
kuman khususnya komponen pembawa faktor resistensi.
2. Resistensi nongenetik
Bakteri dalam keadaan istirahat (inaktivitas metabolik) biasanya tidak dipengaruhi
oleh antimikroba ini dikenal sebagai resistensi nongenetik.Bila berubah menjadi aktif
kembali, mikroba kembali bersifat sensitif dan keturunannya juga tetap bersifat sensitif
terhadap antimikroba.
3. Resistensi silang
Resistensi silang ialah keadaan resistensi terhadap antimikroba tertentu yg juga
memperlihatkan sifat resistensi terhadap antimikroba lain. Pada resistensi silang sifat
resisten ditentukan oleh satu lokus genetik sedangkan pada multiple drug resistencelebih
dari satu lokus. Resisten silang biasanya tejadi antara antimikroba dengan struktur kimia
yg hampir sama, umpamanya antara berbagai derivat tetrasiklin atau antara antimikriba
dengan struktur kimia yg agak berbeda tetapi mekanisme kerjanya hampir sama.
MEKANISME RESISTEN
Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu AM melalui 3
mekanisme :
1. Perubahan tempat kerja obat pada mikroba / obat tidak dapat mencapai tempat
kerjanya di dalam sel mikroba.
Pada kuman gram negative molekul AM yang kecil dan polar dapat menembus
dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin.
Bila porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya AM ini akan terhambat.
Mekanisme lain adalah kuman mengurangi mekanisme transport aktif yang memasukan
AM ke dalam sel (misalnya gentamisin). Mekanisme lain lagi ialah mikroba
mengaktifan pompa efluks untuk membuang keluar AM yang ada dalam sel ( misalnya
tetrasiklin).
2. Inaktivasi obat
Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadapt golongan
aminoglikosida dan beta lactam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak
kedua golongan AM tersebut.
3. Mikroba mengubah tempat ikatan (biding site)
AM: Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap metisilin
(MRSA). Kuman ini mengubah penicillin binding proteinnya (PBP) sehingga
afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta lactam yang lain.
Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara vertical (diturunkan ke generasi
berikutnya) atau yang lebih sering terjadi ialah secara horizontal dari suatu sel donor.
Dilihat dari segi bagaimana resistensi dipindahkan maka dapat dibedakan 4 cara yaitu :
1. Mutasi : proses ini terjadi secara spontaan, acak dan tidak tergantung dari ada
atau tidaknya paparan terhadap AM. Mutasi terjadi akibat perubahan pada gen
mikroba mengubah binding site AM, protein transport, protein yang
mengaktifkan obat dll.
2. Transduksi adalah kejadian dimana suatu mikroba menjadi resisten karena
mendapat DNA dari bakteriofag (virus yang menyerang bakteri) yang membawa
DNA dari kuman lain yang memiliki gen resisten terhadap antibiotik tertentu.
Mikroba yang sering mentransfer resisten dengan cara ini ialah S. aureus.
3. Transformasi : transfer resistensi terjadi karena mikroba mengambil DNA bebas
yang membawa sifat resistensi dari sekitarnya. Transformasi sering menjadi cara
transfer resistensi terhadap penisilin pada pneumokokus dan Neisseria.
4. Konjugasi : Transfer yang resisten disini terjadi langsung antara 2 mikroba
dengan suatu “jembatan’ yang disebut pius seks. Konjugasi adalah mekanisme
transfer resistensi yang sangat penting dan dapat terjadi antara kuman yang
spesiesnya berbeda. Transfer resistensi dengan cara konjugasi lazim terjadi
antara kuman gram negative. Sifat resistensi dibawa oleh plasmid ( DNA yang
bukan kromosom).
Faktor – faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan antimikroba yang sering. Terlepas dari penggunaannya rasional atau
tidak,antibiotic yang sering digunakan biasanya akan berkurang efektivitasnya
karena itu penggunaan antimikroba yang irasional harus dikurangi sedapat
mungkin.
2. Penggunaan antimikroba yang irasional.
3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan. Beberapa contoh antimikroba
yang relative cepat kehilangan efektivitasnya setelah dipasarkan karena masalah
resistensi ialah siprofloksasin.
4. Penggunaan antimikroba untuk jangka waktu yang lama. Pemberian dalam
jangka waktu yang lama memberi kesempatan bertumbuhnya kuman yang
resisten.
5. Penggunaan antimikroba untuk ternak
6. Lain-lain : kemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk.