Revisi Terbaru-laporan Pkl 2-Kelompok 11-Desa Besuk

download Revisi Terbaru-laporan Pkl 2-Kelompok 11-Desa Besuk

of 160

Transcript of Revisi Terbaru-laporan Pkl 2-Kelompok 11-Desa Besuk

Departemen Pendidikan Nasional

Universitas Airlangga

LAPORAN PKL 2

Oleh:

Oleh:

KELOMPOK XI

Desa: Besuk

Kecamatan: Bantaran

Kabupaten: Probolinggo

Fakultas Kesehatan Mayarakat

Universitas Airlangga

Surabaya

2013

HALAMAN PENGESAHAN LAPORANPRAKTIK KERJA LAPANGAN 2FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

DI DESA BESUK, KECAMATAN BANTARAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

Nama Mahasiswa

NIM1. Ruri Arista Claudia

101011052

2. Ghatmee Kresna F.Y.

101011094

3. Adi Suseno

101011117

4. Anisa Balqis Hadiana

101011228

5. Aida Rahmatari

101011250

6. Afiniar Nilamsari Maulidya

101011260

7. Silvi Wahidah

101011015

8. Cynthia Vera Nugroho

101011133

9. Nurmalasari

101011158

10. Anastasia Eva

101011182

11. Rifky Anindika

101011184

12. Erni Dianasari

101011189 Probolinggo, 11 Juli 2013

Kepala Desa

Dosen Pembimbing

Husin Siswanto

Tito Yustiawan, drg., M.Kes

NIP. 19790521 201012 1 003

Mengetahui,

Koordinator PKL

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga

Hario Megatsari, S.KM., M.Kes

NIP. 19820912200801 1 006DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan PKL 2

1.4 Manfaat PKL 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 KERANGKA OPERASIONAL BAB 4 REALISASI KEGIATAN BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan

6.2 Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahPraktik Kerja Lapangan II (PKL II) merupakan suatu kegiatan praktik kerja lapangan yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. PKL II ini bermaksud sebagai salah satu upaya dalam menghasilkan lulusan sarjana yang berkompetensi sesuai dengan tujuan program studi kesehatan masyarakat. PKL II ini merupakan kegiatan keberlanjutan dari PKL I yang termasuk dalam rangkaian kegiatan PKL tahun 2013. Hasil dari kegiatan PKL 1 akan dijadikan landasan bagi mahasiswa untuk mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah kesehatan masyarakat sekaligus mahasiswa diharapkan dapat merekomendasikan langkah problem solving yang memungkinkan untuk dilaksanakan, sehingga diharapkan dampak dari adanya kegiatan PKL ini masyarakat yang dijadikan tempat untuk PKL, derajat kesehatan masyarakatnya mengalami perubahan menjadi lebih baik.Kegiatan PKL II ini diselenggarakan di Desa Besuk Kecamatan Bantaran yang terletak di Kabupaten Probolinggo. Kegiatan PKL II ini dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga semester VII yang berjumlah 12 orang. Kegiatan PKL II ini mempunyai tahapan yang meliputi penyusunan prioritas masalah dan rencana intervensi termasuk pengembangan program kesehatan sebagai upaya pemecahan masalah.Kegiatan PKL II di Desa Besuk dilaksanakan oleh mahasiswa dengan bimbingan satu Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Kegiatan PKL II ini dilaksanakan dengan melibatkan ilmu kesehatan masyarakat dan disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam menangani berbagai masalah yang ada di Desa Besuk. Oleh karena itu, PKL II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga merupakan bagian dari proses pembelajaran di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang mengandung unsur pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Dengan adanya penyelenggaraan PKL II ini, diharapkan mahasiswa PKL II dapat menciptakan suatu program intervensi berdasarkan keputusan masyarakat terkait berbagai masalah yang terjadi di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. Berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion), maka permasalahan yang terdapat di Desa Besuk antara lain:

a. Pembuangan kotoran ternak (sapi) di sembarang tempat.

b. Kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan di posyandu serta kurangnya pengetahuan dan kemampuan dari kader dalam mengelola posyandu.

c. Fungsi UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang kurang berjalan secara optimal.Rencana intervensi yang tepat dalam bentuk program kegiatan untuk menanggulangi berbagai masalah tersebut disusun berdasarkan hasil analisis mahasiswa PKL serta hasil FGD (Focus Group Discussion) dengan masyarakat Desa Besuk. Beberapa program kegiatan yang dipilih dan disepakati untuk dilaksanakan sebagai bentuk intervensi terhadap berbagai masalah yang ada antara lain:a. KERASA Mandiri (Kelola Kotoran Sapi secara Mandiri)

b. POSDAYA (Posyandu Berdaya)c. Revitalisasi Fungsi UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)

Diharapkan program kegiatan PKL II serta rangkaian kegiatan PKL tahun 2013 secara keseluruhan dapat berguna bagi masyarakat dalam memberikan wawasan, membantu memfasilitasi penyelesaian sejumlah masalah kesehatan masyarakat, serta dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat Desa Besuk secara berkelanjutan pada masa yang akan datang.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka berbagai masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut.a. Bagaimana proses pemilihan prioritas masalah kesehatan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo, dengan metode FGD (Focus Group Discussion)?b. Bagaimana alternatif pemecahan masalah kesehatan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo?

c. Bagaimana pelaksanaan intervensi upaya pemecahan masalah kesehatan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo?d. Bagaimana peran serta masyarakat, perangkat desa, puskesmas, maupun dinas tekait dalam pelaksanaan intervensi upaya pemecahan masalah kesehatan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo

e. Bagaimana kesimpulan dan rekomendasi dari berbagai program kegiatan intervensi yang telah dilakukan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo?1.3 Tujuan PKL 21.3.1 Pengembangan Program Pemecahan Masalah

A. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melaksanakan pemilihan beberapa prioritas masalah dan upaya pemecahan masalah yang selanjutnya digunakan sebagai pengembangan program pemecahan masalah kesehatan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. B. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan metode pemilihan prioritas masalah yang terdapat di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.

2. Mahasiswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah kesehatan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.3. Mahasiswa mampu berupaya untuk melaksanakan perencanaan program (pelaksanaan kegiatan).1.3.2 Upaya Pemecahan Masalah

A. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melaksanakan upaya pemecahan terhadap masalah kesehatan yang sedang terjadi di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo dan memahami teknik dalam pengambilan keputusan.B. Tujuan Khusus1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan upaya pemecahan masalah kesehatan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.2. Mahasiswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah kesehatan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.

3. Mahasiswa mampu melaksanakan pengambilan keputusan selama proses pengaplikasian upaya pemecahan masalah kesehatan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, kabupaten Probolinggo.

4. Mahasiswa mampu melakukan intervensi masalah kesehatan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.

1.4 Manfaat PKL 21.4.1 Bagi Mahasiswa

a. Meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam hal menentukan alternatif pemecahan masalah kesehatan masyarakat dan berinteraksi sosial dengan masyarakat.

b. Meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap berbagai masalah kesehatan yang ada di masyarakat.c. Sebagai media belajar di masyarakat untuk menerapkan teori yang diperoleh di perkuliahan.d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan masyarakat.e. Meningkatkan pemahaman akan nilai, norma, dan perilaku masyarakat.

1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

a. Dapat meningkatkan peran serta Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dalam upaya penanggulangan permasalahan kesehatan masyarakat di Kabupaten Probolinggo terutama di Kecamatan Bantaran, Desa Besuk.b. Memperkenalkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga akan peran dan fungsinya kepada masyarakat.1.4.3 Bagi Masyarakat Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggoa. Menambah pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

b. Dapat terbantu dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut.c. Menambah wawasan dan cara berpikir ilmiah yang diperlukan untuk mencegah berbagai masalah.1.4.4 Bagi Instansi Pemerintah Manfaat PKL 2 bagi instansi pemerintah baik tingkat desa. Kecamatan, maupun kabupaaten, antara lain:

a. Mendapatkan informasi mengenai potensi dari daerah yang dijadikan tempat PKL, yaitu Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.b. Mendapatkan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang faaktual dari daerah yang dijadikaan tempaat PKL, yaitu Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten probolinggo.

c. Dapat mensosialisasikan dan membantu mengimplementasikan program pemerintah yang belum sampai ke daerah pelosok.

d. Sebagai sarana akselerasi bagi pencapaian target program kesehatan masyarakat.1.4.5 Bagi Instansi Kesehatan

Manfaat PKL 2 bagi instansi kesehatan baik Puskesmas Bantaran maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo adalah dapat terbantu dalam menjalankan programnya serta tugasnya untuk menanggulangi permasalahan kesehatan yang terdapat di masyarakat setempat.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Metode Penentuan Prioritas Masalah2.1.1 Pengertian FGD (Focus Group Discussion)FGD (Focus Group Discussion) merupakan metode pengumpulan data dengan pendekatan cepat, semi-struktural, dimana sekelompok orang dikumpulkan dengan tujuan tertentu untuk mendiskusikan isu sesuai dengan daftar pertanyaan atau tema yang ditentukan oleh peniliti. FGD adalah suatu metode riset yang didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 1988, h. 1). Dengan kata lain, FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dan sebagainya), FGD berupaya menjawab berbagai jenis pertanyaan how and why, bukan jenis pertanyaan what and how many yang khas untuk metode kuantitatif. FGD dan metode kualitatif lainnya sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan to generate theories and explanations (Morgan & Kruger, 1993, h. 9). Peserta atau responden yang dipilih adalah mereka yang secara langsung berinteraksi dengan isu yang akan diangkat dalam diskusi. Diskusi akan dipandu oleh moderator. FGD dilakukan untuk mendukung hasil survei dengan tujuan untuk memahami isu dengan lebih mendalam dan sesuai dengan keinginan dan kondisi partisipan.2.1.2 Karakteristik FGD (Focus Group Discussion)a. Peserta terdiri dari 6-12 orang.b. Dipandu oleh seorang fasilitator yang mengatur berlangsungnya proses FGD (Focus Group Discussion).c. FGD (Focus Group Discussion) adalah suatu proses pegumpulan data dengan media diskusi yang difokuskan pada isu dan penyandang isu tertentu.2.1.3 Waktu Pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion)Biasanya FGD berlangsung selama 60-90 menit atau bisa juga sampai 120 menit. Seringkali informasi yang dibutuhkan sangat spesifik dan khusus, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan kesimpulan. Diharapkan dalam waktu yang telah ditentukan tersebut, semua aspirasi dan keinginan bersama dapat tersampaikan dan mampu mewujudkan tujuan bersama.2.1.4 Tempat FGD (Focus Group Discussion)Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih tempat FGD, yakni:

a. Tempat mendatangkan rasa aman bagi peserta FGD.b. Lokasi dimana pembicaraan responden mudah didengar.c. Memilih tempat lain yang bukan rumah tinggal salah satu tokoh masyarakat yang disegani atau dihormati.d. Memilih lingkungan yang netral.e. Memilih lokasi yang dekat dengan responden.2.1.5 Manfaat FGD (Focus Group Discussion)FGD (Focus Group Discussion) dapat digunakan untuk berbagai kepentingan seseuai dengan tujuan. Biasanya FGD digunakan untuk beberapa tujuan berikut:

a. Merancang kuesioner survei.b. Memberikan informasi yang mendalam mengenai pengetahuan dan persepsi.

c. Membuat hipotesis untuk suatu penelitian.

d. Menyelaraskan pikiran dan pendapat untuk mewujudkan satu tujuan bersama.

Selain hal di atas, FGD (Focus Group Discussion) juga dapat digunakan saat:

a. Sebelum program dimulai, misalnya sebelum membuat perencanaan.

b. Pada saat program dimulai, misalnya evaluasi program yang sedang berjalan.

c. Sesudah program selesai, misalnya sebagai evaluasi keseluruhan program.2.1.6 Teknik Pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion)Beberapa teknik dapat dilakukan pada waktu melaksanakan FGD menurut Escalada dan Heong ( 2009), yakni: a. Menentukan tujuan dan daftar informasi yang akan digali dari FGD.b. Memperluas topik dengan daftar pertanyaan atau tema sesuai dengan tujuan.c. Memulai FGD dengan penyampaian maksud dan tujuan serta tata cara melakukan FGD kepada seluruh peserta.d. Melakukan penyampaian pertanyaan selama pelaksanaan FGD sesuai dengan rancangan yang telah dibuat dan melakukan probing apabila dibutuhkan.

e. Melakukan pencatatan hasil FGD atau merekam dengan tape recorder apabila diperlukan.Dalam pelaksanaan FGD, terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, di antaranya:

a. Klarifikasi atau Elaborasi

Sesudah peserta menjawab pertanyaan, fasilitator dapat mengulang jawaban peserta dalam bentuk pertanyaan untuk meminta penjelasan yang lebih lanjut.

b. Reorientasi

Fasilitator dapat menggunakan jawaban seorang peserta untuk ditanyakan kepada peserta lain.c. Ahli (Orang yang Berpengaruh)

Mengusahakan agar orang yang ahli atau berpengaruh tidak hadir dalam diskusi. Tetapi, apabila tidak dapat dihindari maka dapat dikondisikan orang tersebut tidak mempengaruhi jalannya diskusi. Apabila ada ide atau saran bisa dikemukakan kepada fasilitator sesudah diskusi. d. Peserta yang Dominan

Apabila ada peserta yang dominan, maka fasilitator harus lebih banyak memperhatikan peserta lain agar mereka lebih berpartisipasi. Dapat juga dengan tidak memperhatikan orang tersebut. Jika tidak berhasil, maka secara spontan fasilitator dapat menyatakan kepadanya untuk memberikan kesempatan kepada yang lain.

e. Peserta yang Diam

Fasilitator hendaknya memberikan perhatian yang banyak kepada orang tersebut dengan selalu menyebutkan namanya dan mengajukan pertanyaan.

f. Penggunaan Gambar atau Foto

Misalnya memperlihatkan foto anak kurang gizi dan meminta tanggapan peserta tentang anak yang kurang gizi tersebut.2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan FGD (Focuss Grup Discussion)Beberapa kelebihan teknik FGD dibandingkan dengan metode yang lain, yaitu:

a. SinergismeSuatu kelompok mampu menghasilkan informasi, ide, dan pandangan yang lebih luas.

b. Snow BallingKomentar yang didapat secara acak dari responden dapat memicu mulainya suatu reaksi rantai respon yang menghasilkan ide baru.

c. StimulationPengalaman dalam kelompok sendiri merupakan sesuatu yang menyenangkan dan mendorong partisipasi.d. SecurityIndividu responden merasa aman di dalam kelompok dan lebih merasa bebas mengutarakan perasan atau pikiran.

e. SpontanitasIndividu tidak diharapkan menjawab setiap pertanyaan, karena itu diharapkan bahwa jawaban lebih memilki arti, karena melalui proses kelompok.

Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh teknik FGD jika dibandingkan dengan metode lain, yaitu:

a. Teknik FGD relatif cepat diselesaikan dan lebih murah daripada studi kuantitatif karena itu sering digunakan oleh pembuat keputusan untuk mendukung dugaan atau pendapat pembuat keputusan.

b. Teknik FGD mudah dilaksanakan tetapi sulit melakukan interpretasi data.

c. Memerlukan fasilitator yang memiliki keterampilan.d. Dimungkinkan ada salah satu peserta yang dominan atau peserta yang diam.2.1.8 Syarat Fasilitator FGD (Focus Group Discussion)Beberapa syarat menjadi fasilitator pada forum FGD (Focus Group Discussion), antara lain:

a. Terlibat dalam Pembuatan Moderator GuidelineModerator guideline adalah dokumen yang berisi panduan bagi fasilitator mengenai topik FGD, pertanyaan apa yang harus diajukan, dan berbagai faktor yang akan di dalami (probe) dalam FGD. Moderator guideline memiliki fungsi yang hampir sama dengan kuesioner pada metode survei, sehingga perlu dipahami secara mendalam oleh fasilitator. Hal yang terbaik adalah diri sendiri sebagai fasilitator yang mengembangkan moderator guideline,namun jika tidak dapat melakukan hal ini minimal terlibat dalam proses pembuatan. Fasilitator harus mampu membangunrapportdan suasana yang menyenangkan di awal sesi.

b. Tidak Boleh Berpihak Fasilitator merupakan orang yang memiliki tugas utama sebagai pemimpin diskusi sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, sebagai fasilitator tidak boleh memihak bahkan terhadap dirinya sendiri dan memperlakukan peserta secara setara.c. Latih dan ManfaatkanPeripheral VisionFGD yang optimal diadakan dalam suasana yang nyaman, namun fokus. Jika peserta tertekan atau merasa tidak nyaman, maka jawaban dan pernyataan yang dikeluarkan seringkali bukanlah pernyataan yang sebenarnya. Hal ini tentu membawa bias bagi kesimpulan yang didapat. Suasana santai dapat dibangun dengan layout ruangan yangcozy danrelaxing musicyang diputar sebelum sesi dimulai. Sedangkanrapportdibangun dengan bincang-bincang santai antara fasilitator dan peserta yang datang terlebih dahulu. Jangan pernah membiarkan peserta datang tanpa disambut dengan hangat atau peserta akan menyesal telah memutuskan untuk menghadiri sesi ini.

d. Mulai dari yang luas, mengerucut kepada yang spesifik.Jika kita menatap lurus ke depan, fokus pada suatu benda yang berjarak kurang lebih 2-3 meter, perhatikan bahwa yang tertangkap pandangan tidak pada salah satu benda. Tanpa menggerakkan bola mata, harus tetap dapat melihat benda yang kurang lebih berada di samping kanan atau kiri. Inilah yang disebutperipheral vision. Tingkah laku peserta FGD yang menunjukkan setuju atau tidak setuju akan suatu pendapat yang diajukan harus tetap diperhatikan.e. Lihat yang tersirat, bukan hanya yang tersurat.Isi respon adalah suatu hal, namun bagaimana cara menyampaikan jawaban tersebut merupakan unsur lain yang perlu diperhatikan. Seorang fasilitator perlu memperhatikan secara lebih dalam apabila muncul senyum kecut, tertawa sinis, anggukan yang gamang, atau respon berapi-api yang tidak wajar. Berbagai hal ini memberi sinyal bahwa ada sesuatu di balik jawaban yang diberikan. Tindakan tersebut dapat menjadi simbol apakah peserta setuju atau tidak dengan suatu pendapat yang diajukan.f. Gunakan humor untuk mencairkan suasana.Banyak keadaan kritis yang bisa dinetralisir dengan humor. Seringkali, resistensi atau keengganan menjawab juga dapat diminimalisir dengan humor. Namun demikian, fasilitator perlu menyelami budaya peserta untuk memastikan bahwa humor yang digunakan bukan suatu yang menyinggung, namun mendekatkan hubungan dengan peserta FGD.g. Jangan menerima jawaban umum yang normatif.Kualitas analisis kita ditentukan oleh seberapa spesifik respons yang kita dapatkan. Kita tidak menerima satu jawaban kemudian langsung mengiyakannya. Jika ada satu jawaban seorang fasilitator wajib menanyakan lebih dalam dan menggali lagi dari jawaban tersebut. Amati respons yang memiliki berbagai unsurgeneralisasi,distorsi, ataueliminasi.2.2 Metode Pengambilan Keputusan

2.2.1 Pengertian Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia (Silahooy, 2013). Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya, bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan. Menurut Brinckloe (n.d.), pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat. Menurut Silahooy (2013), teknik pengambilan keputusan adalah suatu penerapan ilmu dan teknologi untuk mengambil suatu keputusan dari sebuah pilihan atau masalah yang dihadapi. Untuk membuat lebih terstruktur, beberapa proses pengambilan keputusan, para pakar mengeluarkan metode yang membuat pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sistematis dan terarah agar tujuan yang diinginkan tercapai.

2.2.2 Teknik Pengambilan Keputusan

Menurut Siagian dalam Silahooy (2013), teknik dalam pengambilan keputusan yaitu:

a. BrainstormingJika sekelompok orang dalam suatu organisasi menghadapi suatu situasi problematik yang tidak terlalu rumit dan dapat diidentifikasi secara spesifik, maka mereka mengadakan diskusi dimana setiap orang yang terlibat diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok mencapai suatu kesepakatan tentang berbagai cara yang hendak ditempuh dalam mengatasi situasi problematik yang dihadapi. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam teknik ini, yaitu:

1. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat secara teliti.2. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena kuantitas pandanganlah yang lebih diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.3. Pemimpin diskusi diharapkan tidak melakukan penilaian atas sesuatu pendapat atau gagasan yang dilontarkan, dan peserta lain diharapkan tidak menilai pendapat atau gagasan anggota kelompok lainnya.4. Para peserta diharapkan dapat memberikan sanggahan pendapat atau gagasan yang telah dikemukakan oleh orang lain.5. Semua pendapat atau gagasan yang dikemukakan kemudian dibahas hingga kelompok tiba pada suatu sintesis pendapat yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.b. SyneticsSeseorang di antara anggota kelompok peserta bertindak sebagai pimpinan diskusi. Di antara para peserta ada seorang ahli dalam teori ilmiah untuk pengambilan keputusan. Apakah ahli itu anggota organisasi atau tidak, hal ini tidak dipersoalkan. Pimpinan mengajak para peserta untuk mempelajari suatu situasi problematik secara menyeluruh. Kemudian setiap anggota kelompok mengetengahkan daya pikir kreatifnya tentang cara yang dipandang tepat untuk ditempuh. Selanjutnya pimpinan diskusi memilih hasil-hasil pemikiran tertentu yang dipandang bermanfaat dalam pemecahan masalah. Tenaga ahli menilai melakukan penilaian atas berbagai gagasan emosional dan tidak rasional yang telah disaring oleh pimpinan diskusi serta kemudian menggabungkannya dengan salah satu teori ilmiah pengambilan keputusan dan tindakan pelaksanaan yang diambil.

c. Consensus ThinkingOrang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus sepakat tentang hakikat, batasan, dan dampak suatu situasi problematik yang dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan model yang hendak digunakan untuk mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang teknik pemecahan yang seharusnya digunakan. Orang-orang diharapkan mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya. Kelompok biasanya melakukan uji coba terhadap langkah yang hendak ditempuh pada skala yang lebih kecil dari situasi problematik yang sebenarnya.

d. DelphiUmumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat. Pengambil keputusan menyusun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli.

Para ahli tersebut ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota kelompok tadi dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari ramalan yang dibuat oleh masing-masing rekannya yang tidak pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya, rangkaian pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota kelompok dengan melampirkan jawaban yang telah diberikan oleh para anggota kelompok pada putaran pertama serta hal-hal yang dipandang sudah merupakan kesepakatan kelompok.

Apabila pendapat seseorang ahli berbeda maka memberikan penjelasannya secara tertulis. Setiap jawaban diberikan kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa yang memberikan jawaban. Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan analisa oleh beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan tentang ramalan kemungkinan terjadi sesuatu peristiwa di masa depan.

e. Fish BowlingSekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran dan di tengah lingkaran ditaruh sebuah kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut dan hanya dialah yang boleh bicara untuk mengemukakan pendapat ide dan gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan pertanyaan, pandangan, dan pendapat. Apabila pandangan orang yang duduk di tengah tersebut telah dipahami oleh semua anggota kelompok, dia meninggalkan kursi dan digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan yang sama. Setelah itu semua pandangan didiskusikan sampai ditemukan cara yang dipandang paling tepat.

f. Didactic InteractionDigunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Dibentuk dua kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan pendapat yang bermuara pada jawaban ya dan kelompok lainnya pada jawaban tidak. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun kontra dicatat dengan teliti. Kemudian kedua kelompok bertemu dan mendiskusikan hasil catatan yang telah dibuat. Pada tahap berikutnya terjadi pertukaran tempat. Kelompok yang tadinya mengemukakan pandangan pro beralih memainkan peranan dengan pandangan kontra.

g. Collective BargainingDua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang atas suatu masalah duduk di satu meja dengan saling menghadap. Masing-masing pihak datang dengan satu daftar keinginan atau tuntutan dengan didukung oleh berbagai data, informasi, dan alasan-alasan yang diperhitungkan dapat memperkuat posisinya dalam proses tawar-menawar yang terjadi. Jika pada akhirnya ditemukan bahwa dukungan data dan informasi serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak mempunyai persamaan, maka tidak terlalu sukar untuk mencapai kesepakatan. Tetapi sebaliknya, pertemuan berakhir tanpa hasil yang kemudian sering diikuti dengan timbulnya masalah yang lebih besar.

2.2.3 Langkah dalam Pengambilan Keputusan

Dalam proses pengambilan keputusan, banyak cara dilakukan, tetapi tidak mencapai hasil yang maksimal. Maka dari itu, terdapat tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:

a. Aktivitas Intelegensi, yaitu kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan.

b. Aktivitas Desain, yaitu terjadi tindakan penemuan, pengembangan,, dan menganalisis masalah.

c. Aktivitas Memilih, yaitu memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.Tiga langkah dalam proses pengambilan keputusan, di antaranya yaitu:

a. Tahap Identifikasi, merupakan tahap pertama dimana kita mengenal masalah-masalah yang terjadi.

b. Tahap Pengembangan, merupakan tahapan kedua dimana kita mencari prosedur atau seolusi standar yang ada atau mencari solusi yang baru.

c. Tahap Seleksi, pada tahap ini, solusi-solusi yang ada disaring dan disepakati.

Dalam menyelesaikan masalah sering kali adanya perbedaan pendapat. Hal ini dapat diselesaikan dengan cara membuat forum evaluasi. Forum yang dibuat untuk mengumpulkan pendapat para anggotanya atau forum yang setiap anggota kelompok atau organisasi berhak mengemukakan pendapat.Pendekatan komprehensif lainnya adalah dengan menggunakan analisis system. Menurut ELBING, ada lima langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:

a. Identifikasi dan diagnosa masalah.b. Pengumpulan dan analisis data yang relevan.c. Pengembangan dan evaluasi alternative alternatif.d. Pemilihan alternatif terbaik.e. Implementasi keputusan dan evaluasi terhadap hasil-hasil.2.3 Strategi Promosi KesehatanBerdasarkan rumusan WHO (1994) dalam Husada (2011), strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari tiga hal, yaitu:2.3.1 Advokasi (Advocacy)Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut mau membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya. Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal inaupun informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang isu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya, sowan kepada para pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal minta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain, sehingga disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tertier).

Menurut Keristianto (2013), advokasi merupakan proses atau kegiatan yang hasil akhirnya adalah diperolehnya dukungan dari para pembuat keputusan terhadap program kesehatan yang ditawarkan atau diusulkan. Oleh sebab itu, proses ini antara lain melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

Persiapan advokasi yang paling penting adalah menyusun bahan (materi) atau instrumen advokasi.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan advokasi sangat tergantung dari metode atau cara advokasi. Cara advokasi yang sering digunakan adalah lobbi dan seminar atau presentasi.

c. Tahap Penilaian

Hasil advokasi yang diharapkan adalah adanya dukungan dari pembuat keputusan, baik dalam bentuk perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Oleh sebab itu, untuk menilai atau mengevaluasi keberhasilan advokasi dapat menggunakan indikator-indikator seperti dibawah ini:1. Software (Piranti Lunak)

Misalnya dikeluarkannya beberapa hal berikut.a) Undang-Undang

b) Peraturan Pemerintah

c) Peraturan Pemerintah Daerah (PerDa)

d) Keputusan Menteri

e) Surat Keputusan Gubernur/ Bupati

f) Nota Kesepahaman(MoU)

g) Dan sebagainya

2. Hardware (Piranti Keras)

Misalnya adanya beberapa hal berikut ini.a) Meningkatnya anggaran kesehatan dalam APBN atau APBD.b) Meningkatnya anggaran untuk satu program yang diprioritaskan.c) Adanya bantuan peralatan, sarana, atau prasarana program dan sebagainya.2.3.2 Dukungan Sosial (Social Support)Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat dapat menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma, pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan.. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini, antara lain: pelatihan-pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian, maka sasaran utama dukungan sasial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder).

2.3.3 Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan).. Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan serta pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income generating skill), dan lain-lain.

Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharan kesehatan mereka, misalnya terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat sering disebut "gerakan masyarakat" untuk kesehatan. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat (sasaran primer).2.4 Penyuluhan Kesehatan dan Pelatihan2.4.1 Penyuluhan KesehatanA. Pengertian Penyuluhan

Penyuluhan adalah suatu kegiatan untuk memberdayakan masyarakat (Slamet, 2000). Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok, maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Departemen Kesehatan, 2002).

B. Metode Penyuluhan

Menurut Wiriaatmaja (1973) dalam melaksanakan kegiatannya, penyuluhan menerapkan suatu cara atau metode tertentu yang harus dilakukan, yaitu pengenalan keadaan, gambaran, atau situasi. Metode adalah cara yang sistematis untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan.Terdapat berbagai macam metode penyuluhan. Mounder dalam Suriatna (1987) menggolongkan metode penyuluhan menjadi tiga golongan berdasarkan jumlah sasaran yang dapat dicapai, yaitu metode penyuluhan berdasarkan pendekatan perseorangan, metode penyuluhan berdasarkan pendekatan kelompok, dan metode penyuluhan berdasarkan pendekatan massal. Para ahli lain menggolongkan metode berdasarkan teknik komunikasi dan berdasarkan indera penerimaan sasaran.

Berdasarkan teknik komunikasi, metode penyuluhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu metode penyuluhan langsung dan metode penyuluhan tidak langsung. Metode berdasarkan indera penerimaan sasaran dapat meliputi melalui indera penglihatan, indera pendengaran, indera raba, dan alat indera lainnya.

Metode yang langsung digunakan pada waktu penyuluhan, yaitu secara berhadapan muka dengan sasarannya sehingga memperoleh respon dari sasarannya dalam waktu yang relatif singkat (Mardikanto, 1993), misalnya pembicaraan atau diskusi di balai desa, pelatihan, demonstrasi, dan sebagainya. Metode yang langsung ini dianggap lebih efektif, meyakinkan, dan mengakrabkan hubungan antara penyuluh dan sasaran serta cepatnya respon atau umpan balik dari sasaran (Martanegara, 1993).

Metode yang tidak langsung digunakan untuk penyuluhan yang tidak langsung berhadapan dengan sasaran, tetapi menyampaikan pesannya melalui perantara (medium atau media). Contohnya adalah media cetak (majalah, koran), media elektronik (radio, televisi), media pertunjukan atau sandiwara, pameran, dan lain-lain. Metode tidak langsung ini dapat menolong banyak sekali apabila metode langsung tidak memungkinkan digunakan, terutama dalam upaya menarik perhatian dan menggugah hati sasaran.

Anjangsana atau kunjungan merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan secara langsung kepada sasaran. Kunjungan dapat dilakukan ke tempat sasaran, yaitu melalui badan usaha atau ke rumah sasaran dengan pendekatan perorangan. Selain itu, apabila penyuluh melakukan kunjungan pada kelompok disebut pendekatan kelompok, dan apabila penyuluh memberikan ceramah kepada sasaran yang jumlahnya banyak dan heterogen disebut pendekatan massal.2.4.2 Pelatihan

Selain berbentuk penyuluhan, strategi pemberdayaan masyarakat juga berbentuk pelatihan. Pelatihan dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 didefinisikan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori.2.5 Materi dalam Intervensi Permasalahan Kesehatan

2.5.1 UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)

UKS adalah akronim dari Usaha Kesehatan Sekolah yang merupakan segala wadah untuk mengurus berbagai hal terkait dengan kesehatan masyarakat sekolah dan lingkungan sekolah sebagai usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah, yaitu siswa, guru, kepala sekolah, dan semua warga sekolah.Tujuan UKS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Revitaisasi UKS juga dapat meningkatkan derajat kesehatan peserta didik maupun warga sekolah serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dapat terbentuk dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.Dalam revitalisasi tugas dan fungsi UKS harus ada organisasi UKS yang di dalamnya terdapat tim pelaksana UKS yang terdiri dari pihak pembina yang ditempati oleh kepala desa, kemudian di bawahnya terdiri dari susunan pengurus lainnya yang terdiri dari pihak guru dan siswa sebagai bagian dari tim penggerak fungsi dan tugas pokok UKS, sehingga program UKS dapat berjalan lebih mudah dan dicontoh oleh seluruh siswa yang lain.Dalam UKS terdapat dua hal penting yang disebut dengan TRIAS UKS, yaitu:

a. Pendidikan KesehatanKegiatan ini meliputi, kebersihan dan kesehatan pribadi, memelihara kegitan pribadi, dan makan makanan yang bergizi.

b. Pelayanan Kesehatan

Kegiatan ini diutamakan pada upaya peningkatan kesehatan (upaya promotif) dan upaya pencegahan penyakit (upaya preventif) serta upaya penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif).

c. Pembinaan Lingkungan Kehidupan Sekolah yang SehatKegiatan ini meliputi aspek fisik, mental, dan sosial dari sekolah yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga dapat mendukung tumbuh kembangnya perilaku hidup sehat secara optimal.

2.5.2 PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Sekolah

A. Pengertian PHBSPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah (PHBS) adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah sehat adalah sekolah yang mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak sekolah melalui berbagai upaya kesehatan (Syaroni, 2007).B. Strategi PHBSMenyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit karena perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009). Dalam hal pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah (PHBS) antara lain terdiri dari:1. Gerakan Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran dan membantu sasaran yang awalnya tidak tahu sampai menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dalam pemberdayaan adalah individu dan keluarga serta kelompok masyarakat.2. Bina Suasana

Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan atau idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu:

a. Pendekatan Individu

b. Pendekatan Kelompok

c. Pendekatan Masyarakat Umum3. Advokasi Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait (stakeholders). Berbagai pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Selain itu, juga dapat berupa tokoh masyarakat informal, seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak tertulis) di bidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah.Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung beberapa tahap berikut.1. Mengetahui atau menyadari adanya masalah.2. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah.3. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah.4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satualternatif pemecahan masalah.5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.

Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:

1. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi.2. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah.3. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah.4. Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based.5. Dikemas secara menarik dan jelas.6. Sesuai dengan waktu yang tersedia.C. Penerapan PHBSPenerapan PHBS di sekolah menurut Syaroni (2007), antara lain:1. Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler).2. Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstrakurikuler).a. Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas.b. Aktivitas kader kesehatan sekolah/ dokter kecil.c. Pemeriksaan kualitas air secara sederhana.d. Pemeliharaan jamban sekolah. e. Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah.f. Demo atau gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar.g. Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur.h. Pemeriksaan rutin kebersihan kuku, rambut, telinga, gigi.3. Membimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.4. Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio atau film, penempatan media poster, penyebaran leaflet dan membuat majalah dinding.5. Pemantauan dan Evaluasia. Melakukan pamantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.b. Meminta pendapat Pokja PHBS di sekolah dan melakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

c. Memutuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.D. Manfaat PHBSMenurut Suryatiningsih (2010), manfaat PHBS di sekolah di antaranya yaitu:1. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat, sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.2. Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik.3. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat).4. Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan.5. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.E. Indikator PHBSMenurut Gunarsa (2001) dan Departemen Kesehatan RI (2001), indikator dari PHBS antara lain:

1) Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.2. Jajanan di kantin sekolah yang sehat.

3. Membuang sampah pada tempatnya.

4. Mengikuti kegiatan olahraga di sekolah (Gunarsa, S 2001)

5. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap6 bulan

6. Tidak merokok di sekolah

7. Memberantas jentik nyamuk secara rutin di sekolah (Depkes RI, 2001)

8. Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah (Depkes RI, 2001)2.5.3 Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)

A. Pengertian Posyandu

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, dengan tujuan untuk memberdayakan mayarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, terutama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.Menurut Arali (2008), posyandu adalah suatu tempat yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari, melainkan satu bulan sekali, yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan berat badan balita.2. Pelayanan imunisasi.3. Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pelayanan ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care) dan kunjungan pasca persalinan (nifas). Pelayanan anak berupa deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang balita dengan maksud menemukan secara dini kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.

4. Pencegahan dan penanggulangan diare, serta pelayanan kesehatan lainnya.B. Sasaran PosyanduSasaran dari kegiatan posyandu adalah bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, wanita usia subur, dan pasangan usia subur. Posyandu sebagai layanan kesehatan yang sangat dekat pada masyarakat sangat berperan penting dalam deteksi dini masalah gizi. Deteksi dini balita gizi buruk adalah kegiatan penentuan status gizi balita melalui KMS, yaitu dari berat badan menurut umur dan tanda klinis pada balita yang dilakukan oleh orang tua.Melalui penimbangan setiap bulan di posyandu, maka status gizi dan jalur pertumbuhan anak dapat selalu terpantau, sehingga bila ditemukan kelainan dalam grafik pertumbuhan akan segera terdeteksi dan akan mudah untuk melakukan perbaikan status gizi anak. Deteksi dini ini juga perlu diimbangi dengan penyuluhan serta pemberian makanan tambahan.C. Manfaat PosyanduAda beberapa manfaat yang akan diperoleh sasaran apabila datang ke posyandu, antara lain:1) Bagi Bayi dan Balita

a. Pertumbahan anak balita terpantau, sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk.

b. Bayi dan anak balita mendapat Kapsul Vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus.

c. Bayi memperoleh imunisasi lengkap.

d. Stimulasi tumbuh kembang balita dengan fasilitas alat permainan edukatif di posyandu dan mendeteksi dini tumbuh kembang.e. Anak belajar bersosialisasi dengan sesame balita dan orang tua.

2) Bagi Ibu Hamila. Ibu hamil terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah serta imunisasi Tetanus Toxoid.b. Ibu nifas memperoleh kapsul vitamin A dan tablet tambah darah.

c. Memperoleh pengetahuan seputar kehamilan, seperti pemeriksaan secara rutin (adanya kelas bumil), persiapan persalinan, rencana keluarga berencana (KB), anjuran makanan, tanda bahaya pada kehamilan, tanda bayi akan lahir, cara menyusui, dan lain sebagainya.

3) Bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) Manfaat yang diperoleh adalah dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan konsultasi progam KB.

4) Bagi Semua Sasaran dan Masyarakata. Memperoleh penyuluhan kesehatan tentang kesehatan ibu dan anak.b. Apabila terdapat kelainan pada anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui akan dapat dirujuk ke Puskesmas.c. Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak batita.d. Mendapat pemeriksaan dan pelayanan kesehatan secara gratis.D. Pelaksana Posyandu

Pelaksana posyandu adalah kader yang difasilitasi oleh petugas kesehatan. Kader posyandu diharapkan berasal dari anggota masyarakat setempat, dapat membaca dan menulis huruf latin, berminat dan bersedia menjadi kader, serta memiliki kemampuan dan waktu luang untuk kegiatan posyandu.E. Kegiatan di Posyandu

Salah satu kegiatan yang ada di posyandu adalah imunisasi. Imunisasi adalah tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit yang dianggap berbahaya. Imunisasi dasar adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja dengan memberikan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak, sehingga terhindar dari penyakit. (Supartini, 2004).Tujuan imunisasi adalah memberikan kekebalan tubuh agar dapat mencegah penyakit dan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Imunisasi juga memiliki beberapa manfaat, antara lain:1. Imunisasi melindungi anak dari penyakit.

2. Imunisasi mencegah kecacatan pada anak.

3. Imunisasi mencegah kematian anak.Jenis dan jadwal imunisasi dasar yang harus diberikan pada anak dapat diperoleh dari Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), seperti yang ditunjukkan dari tabel1 dan tabel 2.

Tabel 1. Jenis Imunisasi

ImunisasiPenyakit yang Bisa Dicegah

Hepatitis BMencegah hepatitis B (kerusakan hati)

BCGMencegah TB/ Tuberkulosis (sakit paru-paru)

PolioMencegah polio (lumpuh layuh pada tungkai kaki dan lengan tangan)

DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) Mencegah:

1. Difteri (penyumbatan jalan nafas)

2. Pertusis/batuk rejan (batuk 100 hari)

3. Tetanus

Campak Mencegah campak (radang paru, radang otak, & kebutaan)

(Dinas Kesehatan RI, n.d.)

Tabel 2. Jadwal Imunisasi

UmurJenis imunisasi

0-7 hariHB O

1 bulanBCG, Polio 1

2 bulanDPT/ HB 1, Polio 2

3 bulanDPT/ HB 2, Polio 3

4 bulanDPT/ HB 3, Polio 4

9 bulanCampak

(Dinas Kesehatan RI, n.d.)2.5.4 Pengolahan Limbah Peternakan menjadi Pupuk Organik

A. Limbah PeternakanLimbah peternakan merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair, seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain sebagainya (Sihombing, 2000).

Limbah peternakan menghasilkan gas yang cepat menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Beberapa jenis gas yang dihasilkan dari limbah peternakan antara lain adalah CO, CO2, CH4, NO2, NO, NH3, H2S, SO, SO2, yang konsentrasinya bervariasi menurut jumlah dan spesies ternaknya. Limbah ternak juga masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran.Namun, limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan), seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat lainnya. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh limbah ternak khususnya kotoran sapi dan memberikan manfaat bagi para peternak dan siapa pun yang terlibat di dalamnya, yaitu dengan melakukan proses pengolahan kotoran ternak untuk dijadikan bahan baku pembuatan pupuk organik (pupuk kandang).B. Pupuk OrganikPupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah, sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman.Pupuk organik merupakan zat tambahan yang terbuat dari bahan alami, bisa menggunakan daun kering atau kotoran ternak, yang dapat memberikan asupan nutrisi pada tanah yang nantinya bisa diserap oleh tanaman sebagai stimulus pertumbuhan.Pupuk organik memiliki kelebihan yang dapat dimanfaatkan oleh usaha tani untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman. Pupuk organik lebih mudah diserap tanaman, lebih ramah lingkungan, dan tidak membahayakan kesehatan. Menurut Yuwono (2006), sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah adalah sebagai berikut.1. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tertentu dan relatif kecil.

2. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.

3. Tanah lebih mudah diolah terutama untuk tanah berat.

4. Meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak.

5. Permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran), sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sanagat lembut (lempungan).

6. Meningkatkan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation), sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, akibatnya apabila pupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci.

7. Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin.

8. Dapat meningkatkan daya sangga tehadap goncangan perubahan drastic sifat tanah.

9. Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperanan dalam proses dekomposisi bahan organik.

Tabel 3. Kandungan Hara dalam Kotoran Sapi

Sapi

Ukuran hewan ( kg)500

Pupuk segar (ton/tahun)11,86

Kadar air ( %)85

Kandungan Hara (Kg/Ton)

Nitrogen (N)10,0

Fosfor (P)2,0

Kalium (K)8,0

Kalsium (K)5,0

Magnesium (Mg)2,0

Sulfur (S)1,5

Ferrum (Fe)0,1

Boron (B)0,01

Cuprum (Cu)0,01

Mangan (Mn)0,03

Zinc (Zn)0,04

(Smart Agro, 2009)C. Alat dan Bahan dalam Pengolahan Limbah Peternakan menjadi Pupuk Organik1. Alata. Skrop

h. Kantong Plastik

b. Cangkul

i. Tali

c. Keranjang/ Timba

j. Ayakan

d. Terpal

k. Timbangane. Gembor/ Gayung

l. Karung /Sak

f. Thermometer

m. Benang Bol

g. pH Meter

n. Mesin Jahit2. Bahan

a. Kotoran Sapi

730-750 Kg

b. Kotoran Kambing

100 Kg

c. Serbuk Gergaji

50 Kg

d. Arang sekam

100 Kg

e. Dolomit

20 Kg

f. Bakteri EM4

2,5 LiterD. Tahap Pengolahan Limbah Peternakan menjadi Pupuk Organik1. Pemilihan dan Penyiapan Bahan Baku

1. Bahan dipilih dari limbah pertanian dan peternakan, seperti kotoran sapi, kotoran ayam, kulit kopi, gedebog atau batang pisang, daun-daunan, serbuk gergaji, dan lain-lain.2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang tidak terlalu basah dan bersih dari barang yang sulit terurai, seperti plastik, kaca, batu, karet, logam, dan lain-lain.3. Kemasan bahan disesuaikan dengan bentuk bahan, seperti sak atau keranjang. Sebelum dikemas bahan dipastikan bebas dari barang-barang yang sulit terurai.4. Berat kemasan diusahan tidak lebih dari 50 kg untuk mempermudah pengangkutan.5. Bahan yang dikemas sak kemudian dijahit atau diikat dengan tali.6. Untuk jenis bahan gedebog pisang dipilih yang tidak busuk dan tidak kering kemudian dipotong 2,5-3 m untuk mempermudah pengangkutan.7. Bahan yang sudah dikemas ditaruh di tempat yang teduh dan ditutup terpal agar tidak terkena hujan.8. Bahan yang sudah dikemas kemudian dibawa ke tempat pemprosesan atau rumah kompos.9. Sampai di rumah kompos bahan dipisahkan sesuai jenis bahan masing-masing dan dipisahkan antara yang basah dengan yang kering. Bahan yang masih basah dikeluarkan dari kemasan atau diratakan dilantai agar cepat kering.2. Pencampuran Bahan

a. Sebelum dibuat lapisan terlebih dahulu ditentukan komposisi yang memenuhi disesuaikan kandungan bahan organik in situ yang tersedia, sebagai acuan dapat memakai komposisi.b. Untuk ukuran komposisi bisa memakai timbangan atau pemateri atau memakai takaran keranjang.c. Setiap lapisan dibedakan antara jenis bahan yang agak basah dengan yang kering artinya di atas bahan yang basah harus bahan yang kering.d. Untuk lapisan yang paling bawah atau dasar diusahakan bahan yang kering, seperti serbuk gergaji atau kulit kopi.e. Setiap lapisan disiram atau ditabur dekomposer secukupnya (2-3 kg per 1 ton atau per 2 m3 dengan penyiraman atau penaburan secara merata).f. Apabila disiram dengan dekomposer, campuran airnya disesuaikan dengan kadar air pada bahan organik, kalau bahan organik basah berarti campuran airnya lebih sedikit.g. Tinggi tumpukan antara 1-1,5 cm. Pinggir tumpukan diberi pembatas dari anyaman dengan terpal atau sak semen, tumpukan ditutup dengan terpal atau sak bekas dan diberi beban di atasnya atau dipinggi dengan potongan kayu/batu. 3. Pemantauan Suhu dan Kadar Aira. Pemantauan suhu dan pH dilakukan setiap minggu dengan pH meter dan thermometer.b. Suhu dijaga tidak lebih dari 500.c. Apabila suhu melebihi dari 500, maka tutup terpal dibuka sampai suhunya turun, kemudian ditutup kembali, apabila suhu di bawah 500 terpal tidak perlu dibuka.d. pH pada bahan organik antara 5,5-7, apabila pH dibawah 5 maka waktu jadwal pencampuran ditambahkan dolomit 1-2% terlebih dahulu atau ditambahkan abu (bekas pembakaran kayu/sekam) dan dilihat perkembangannya pada pemantauan berikutnya, apabila pH di atas 7, maka waktu pembalikan ditambahkan air. e. Kadar air pada bahan organik selalu dijaga, yaitu 50% (apabila digenggam menggumpal dan air tidak menetes), apabila kadar air melebihi 50% dilakukan pembalikan dan pengadukan sampai kadar air menjadi normal atau waktu pembalikan berikutnya ditambahkan dolomit atau bahan organik yang sudah kering dan mudah lapuk, seperti sekam, katul, serbuk gergaji, dan lain-lain.4. Pematangana. Setelah fermentasi, bahan organik berumur 1-2 minggu, dan terpal dibuka.b. Pupuk organik yang telah difermentasi dicium aromanya. Bila berbau busuk, maka dipastikan bahwa fermentasi tidak berhasil. Bila tercium aroma yang khas pupuk organik, seperti tape (harum), maka proses fermentasi dikatakan berhasil.c. Sebagian pupuk organik yang telah difermentasi, dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan menggunakan cangkul atau sekop atau cetok dan terus diikat dengan tali selama kurang lebih 12 jam dan ditaruh pada tempat yang teduh dan sejuk.d. Pupuk organik dikatakan sudah matang bila selama dalam kantong plastik tidak mengeluarkan embun di kantong plastiknya. Kalau masih terbentuk embun di kantong plastiknya, maka proses fermentasi tetap dilanjutkan.e. Selama proses menunggu, terbentuk atau tidaknya embun di kantong plastik, tumpukan pupuk organik yang difermentasi tersebut ditutup lagi dengan terpal.f. Pupuk organik bisa dikatakan matang atau masak apabila:

1) Warna berubah menjadi hitam kecoklatan.

2) Aroma jenis bahan berubah menjadi manis, seperti bau tape (tidak berbau seperti aslinya).

3) Tidak berminyak4) Tidak ada bau gas5) Suhu normal 20-300 C6) Kadar air 50-60%7) pH antara 5,5-7

g. Setelah memenuhi standar di atas, maka terpal dibuka untuk persiapan penyaringan atau pengayaan5. Penyaringan dan Pengayakana. Pupuk organik diayak memakai alat pengayak.b. Pupuk organik yang masih kasar dipisahkan.c. Bahan yang sulit terurai dibuang ke tempat lain.d. Pupuk organik yang kasar ditumpuk jadi satu.e. Pupuk organik yang masih kasar dapat dihaluskan dengan chopper atau dibiarkan dan ditutup terpal agar hancur dengan sendirinya.f. Bahan yang sudah halus dapat diproses menjadi granul atau langsung dikemas.6. Pengepakan atau Pengemasan

a. Pastikan butiran pupuk organik sudah kering dan tidak hancur waktu pengemasan.b. Ukuran sak disesuaikan untuk kemudahan pengangkutan (25 atau 50 Kg).c. Masukkan pupuk organik ke dalam sak yang sudah ada plastiknya dan jangan terlalu penuh.d. Pupuk organik yang sudah dimasukkan ke dalam sak lalu ditimbang agar beratnya sama.e. Setelah ditimbang, sak dijahit bisa pakai mesin jahit atau pakai jahit tangan dengan jarum jahit.f. Pupuk organik yang sudah dikemas disimpan di tempat yang teduh dan aman agar tidak terkena sinar matahari langsung atau air hujan.

2.6 Landasan Pelaksanaan Intervensi dan Evaluasi ProgramPRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima, dan dapat dipertanggungjawabkan. Evaluasi digunakan untuk meyakinkan bahwa program dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan administrator, konsumen atau klien, dan stakeholder terkait. Hal ini dilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telah ditetapkan.2.6.1 ImplementationImplementation merupakan langkah ke enam dalam teori PRECEDE-PROCEED. Langkah ini memuat penerapan program kerja yang telah direncanakan pada langkah sebelumnya. Rincian praktis mengenai cara pelaksanaan program harus diperhitungkan karena gagasan yang baik belum tentu berhasil jika tidak dapat diwujudkan dalam tindakan. Oleh karena itu, dalam rencana penerapan program harus dipertimbangkan segala sesuatu yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan program serta cara untuk mengatasi kendala saat menjalankan program. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum penerapan program dimulai di antaranya adalah:

a. Mempertimbangkan lingkungan sosial, politik, dan perubahannya.b. Mendefinisikan, merevisi tugas, serta aktivitas yang spesifik menurut kerangka waktu, prioritas tindakan, dan pertanggungjawaban.c. Menentukan sumber daya dan melaporkan hal yang merugikan.d. Mengkoordinasikan penerapan.e. Memastikan akuntabilitas.f. Mempelajari pengalaman orang lain.g. Mempertimbangkan efikasi dan efektivitas.2.6.2 EvaluationTujuan khusus dalam evaluasi program adalah memberikan informasi yang dapat digunakan untuk menilai ketercapaian tujuan umum. Evaluasi juga memberikan informasi bagi pembuat kebijakan dan keputusan. Secara umum evaluasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

A. Process Evaluation

Evaluasi yang digunakan untuk menilai pelaksanaan program sesuai atau tidak dengan perencanaan yang dibuat sebelumnya.

B. Impact Evaluation

Evaluasi yang digunakan untuk menilai perubahan faktor predisposing, enabling, dan reinforcing maupun faktor perilaku dan lingkungan.

C. Outcome Evaluation

Evaluasi yang digunakan untuk menilai ketercapaian tujuan umum melalui program yang dilaksanakan. Tujuan umum yang dimaksudkan adalah efek program pada indikator kesehatan dan kualitas hidup.

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan suatu program intervensi. Oleh karena itu, setiap program intervensi harus dievaluasi, tetapi dana yang dialokasikan sering kali terlalu kecil untuk melaksanakan jenis evaluasi yang dibutuhkan. Jadi, metode evaluasi program harus dipertimbangkan pada tahap awal dan penyusunan anggaran.BAB 3

KERANGKA OPERASIONAL3.1 Kerangka Operasional Pelaksanaan PKL 1 dan PKL 2

Gambar 1. Kerangka Operasional Pelaksanaan PKL 1 dan PKL 23.1.1 Diagnosis Masyarakat

A. Diagnosis Sosial

Diagnosis sosial yang dilakukan meliputi keadaan geografi, data monografi, karakteristik sosial, pelayanan kesehatan, dan program kesehatan yang ada di Desa Besuk.

B. Diagnosis Epidemiologi

1. Pendekatan Reduksi

Pada pendekatan ini diperoleh lima penyakit yang sering diderita oleh warga Desa Besuk berdasarkan data Puskesmas Bantaran tahun 2013. Selain itu, juga terdapat beberapa permasalahan sosial berdasarkan data primer dan sekunder yang didapatkan.

2. Pendekatan Ekspansi

Pendekatan yang dimulai dari masalah kesehatan menuju ke konteks sosial ditemukan beberapa masalah kesehatan yang menjadi prioritas, yaitu diare, BGM, sakit gigi, dan tipus.

3. Health Problem

4. Health ObjectiveC. Diagnosis Perilaku dan Lingkungan1. Membedakan penyebab perilaku dan non perilaku.2. Menyusun daftar perilaku.3. Memberi peringkat pentingnya perilaku.4. Merumuskan behavior objective.D. Diagnosis Pendidikan dan Organisasi

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)Kurangnya kesadaran terhadap penyakit yang diakibatkan oleh kotoran ternak, kesadaran pentingnya posyandu bagi anaknya, dan kesadaran siswa dalam menerapkan PHBS di kehidupan sehari-hari, terutama di sekolah.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)Tidak adanya sarana untuk mengelola kotoran ternak, kurangnya ketersediaan alat di posyandu, dan kurangnya fasilitas UKS di SDN 01 Besuk.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)Tidak ada tokoh atau kader masyarakat untuk program pengelolaan kotoran sapi, dibutuhkannya kerjasama antara kader dengan ibu balita, dan tidak ada tim penggerak UKS.

E. Diagnosis Administasi 1. Sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan progam.2. Sumberdaya yang ada di organisasi dan masyarakat.3. Hambatan pelaksanaan program.F. Diagnosis Kebijakan

1. Peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program dan pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan.2. Identifikasi dukungan dan hambatan politis.3. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam permasalahan sumber daya (time, personnel, budget).3.1.2 Hasil Identifikasi MasalahBerdasarkan diagnosis masyarakat yang telah dilakukan didapat beberapa permasalahan, yaitu ISPA, penyakit sistem otot dan jaringan, penyakit kulit infeksi, penyakit sistem pencernaan, penyakit reumatoid artritis, diare, BGM, sakit gigi, tiphus, pernikahan dini, saluran pembuangan kotoran ternak, tempat sampah, dan kebiasaan merokok.3.1.3 FGD dengan Masyarakat

Berdasarkan beberapa permasalahan yang didapat dari hasil diagnosis masyarakat dan usulan dari peserta FGD, maka dapat diprioritaskan tiga permasalahan berikut ini.a. Limbah kotoran ternak (sapi) yang dibuang di sembarang tempat/b. UKS di SD yang kurang berjalan sebagaimana fungsinya.c. Kurangnya sosialisasi secara berkala tentang PHBS.d. Kunjungan ke posyandu yang masih rendah.e. Cakupan imunisasi yang masih rendah.3.1.4 Masalah Prioritas

Berdasarkan kegaiatan FGD yang telah dilakukan, maka didapatkan tiga prioritas masalah yaitu:

a. Limbah kotoran ternak yang dibuang di sembarang tempat.b. UKS di sekolah dasar yang kurang berfungsi dengan baik.c. Kunjungan posyandu balita yang masih rendah.3.1.5 Pencarian Penyebab MasalahA. Indepth Interview dengan Warga TerkaitIndepth interview dilakukan dengan wawancara pada warga yang terpilih saat survei dan penyuluhan.B. Indepth Interview dengan Pejabat TerkaitIndepth interview dilakukan dengan pejabat terkait, seperti Pak Rahmat (Kaur Kesra), Pak Heri (Kaur Umum), Pak Husin (Kepala Desa), Bu bidan, PNPM Mandiri Perdesaan, pejabat UPT Dinas Pendidikan Kecamatan bantaran, Bagian Kesra Kecamatan, dan beberapa pegawai Puskesmas.C. Pencarian Data Primer dan Sekunder yang Terkait dengan MasalahPencarian data primer dilakukan dengan cara survei kuesioner dan indepth interview. Sedangkan pencarian data sekunder dilakukan dengan meminta data dari balai desa, kantor Kecamatan Bantaran, Puskesmas Bantaran, UPT Dinas Pendidikan, Kaur Kesra, PNPM Mandiri Perdesaan, dan ibu bidan.3.1.6 Determinan Penyebab Masalah

Terdapat tiga prioritas masalah yang telah disepakati dan kemudian dianalisis determinan penyebab masalahnya, yaitu:

A. Limbah Kotoran Ternak yang Dibuang di Sembarang TempatPermasalahan kotoran ternak yang dibuang di sembarang tempat disebabkan karena masyarakat Desa Besuk yang memiliki ternak memiliki kebiasaan membuang kotoran ternak mereka di lahan kosong/sawah/pekarangan. Pada musim hujan kotoran ternak sengaja dialirkan ke sawah, tetapi jika hujan tidak deras kotoran ternak ini akan berserakan di jalan desa dan pekarangan rumah. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan masalah kesehatan di Desa Besuk.

B. UKS di Sekolah Dasar yang Kurang Berfungsi dengan BaikMasalah UKS di sekolah dasar yang kurang berfungsi baik disebabkan karena tidak adanya struktur tim pelaksana atau tim pembina UKS yang jelas, tidak adanya SDM yang terlatih untuk mengelola UKS, dan sarana pendukung UKS yang belum lengkap. C. Kunjungan Posyandu Balita yang Masih Rendah

Kunjungan bayi dan balita ke Posyandu yang masih rendah karena adanya pemahaman dari masyarakat bahwa imunisasi menyebabkan anak mereka sering sakit dan mereka menganggap bahwa tidak ada gunanya dilakukan imunisasi karena anak mereka sudah sehat tanpa perlu di imunisasi. Selain itu, ada penyebab lain, yaitu rendahnya kunjungan ke posyandu karena larangan dari suami/orang tua untuk melakukan kunjungan ke posyandu.3.1.7 Diskusi Mencari Alternatif Pemecahan MasalahA. Diskusi dengan Warga

Diskusi dengan warga dilakukan pada saat survei kuesioner dan penyuluhan door to door.

B. Diskusi dengan Pejabat TerkaitDiskusi dengan pejabat terkait dilakukan saat FGD (Focus Group Discussion) dan indepth interview.C. Pencarian Teori yang Terkait dengan MasalahPencarian teori yang terkait dengan masalah dilakukan dengan mencari sumber referensi dari internet serta mengambil teori dari mata kuliah yang pernah diberikan dosen saat perkuliahan3.1.8 Pemecahan Masalah

A. Intervensi Langsung

1. Penyuluhan

Penyuluhan yang diberikan berupa penyuluhan PHBS pada program Revitalisasi Fungsi UKS dan Pemilihan Ahli Kesehatan Cilik (Si Kancil), penyuluhan dampak kotoran sapi yang diberikan pada program KERASA Mandiri, dan penyuluhan tentang materi Posyandu pada program POSDAYA, yaitu Keluarga Sadar Posyandu dan Kader Berdaya.2. Penyuluhan Anjangsana (Door to Door)Penyuluhan anjangsana dilakukan pada program Keluarga Sadar Posyandu yang materi penyuluhannya tentang pentingnya posyandu dan imunisasi.3. PelatihanPelatihan yang diberikan berupa pelatihan pembuatan pupuk dari kotoran sapi pada program KERASA Mandiri.

B. Intervensi Tidak LangsungAdvokasi juga dilakukan pada setiap program yang dibentuk, di antaranya adalah:1. Revitalisasi Fungsi UKS dan Pemilihan Ahli Kesehatan Cilik (Si Kancil)Advokasi pada program ini dilakukan pada Puskesmas Bantaran dan Pihak sekolah SDN 01 Besuk dan SDN 02 Besuk.2. KERASA MandiriAdvokasi pada program ini dilakukan pada Puskesmas bagian Sanitasi, Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo, Dinas Peternakan, Disperindag Kabupaten Probolinggo, dan Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo3. POSDAYA (Posyandu Berdaya)Advokasi pada program ini dilakukan pada Puskesmas BantaranSelain advokasi kepada pihak terkait, proses pemecahan masalah juga dilakukan dengan intervensi untuk mencari dukungan sosial (social support) dari toga dan toma yang ada di Desa Besuk, yang nantinya mereka sebagai jembatan antara mahasiswa dan pejabat pemerintahan atau pemegang kebijakan dengan masyarakat Desa Besuk.3.2 Kerangka Operasional Setiap Program3.2.1 KERASA Mandiri (Kelola Kotoran Sapi secara Mandiri)Gambar 2. Kerangka Operasional Pelaksanaan Program KERASA

MandiriPada pelaksanaan program KERASA Mandiri, tahap pertama yang dilakukan, yaitu tahap perencanaan program intervensi. Berdasarkan masalah yang ditemukan pada PKL 1, didapatkan permasalahan berupa limbah kotoran sapi yang banyak ditemukan di Desa Besuk dan belum dapat dikelola dengan baik. Untuk itu, kami merencanakan program intervensi berupa pelatihan pengolahan limbah kotoran sapi sebagai alternatif pemecahan permasalahan yang dialami warga. Langkah awal adalah membuat konsep acara, meliputi bentuk acara, sasaran kegiatan, rencana pemilihan media yang digunakan serta rencana lokasi kegiatan. Selanjutnya, konsep ini dikonsultasikan kepada pihak puskesmas, kepala desa, dan dinas-dinas terkait, seperti dinas pertanian, dinas peternakan, dinas sosial, serta dinas perindustrian dan perdagangan untuk dapat memberikan masukan demi kelancaran kegiatan ini.

Tahap kedua adalah tahap persiapan kegiatan. Dalam tahap ini dilakukan pemilihan materi penyuluhan yang akan digunakan dalam pelatihan ini. Selanjutnya, pembuatan rundown acara dan pembuatan undangan. Setelah undangan selesai dibuat, kemudian disebar kepada sasaran tersier, yaitu ke dinas dinas pertanian, dinas peternakan, dinas sosial, dan dinas perindustrian dan perdagangan. Alat dan bahan yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh Bapak Sunnah selaku tuan rumah dan petani yang terlatih untuk menunjang pelaksanaan praktik pembuatan pupuk organik dari limbah kotoran sapi. Dalam tahap ini juga dipersiapkan tempat yang akan digunakan dalam pelaksaan kegiatan.

Tahap yang ketiga adalah tahap pelaksanaan. Tahap ini dimulai dengan pembukaan yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi oleh perwakilan dari Dinas Peternakan Kabupaten Probolinggo. Setelah pemberian materi dilanjutkan dengan praktik secara langsung pembuatan dan pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organik. Tahap ini diakhiri dengan penutupan acara.

Tahap terakhir adalah evaluasi program yang dilakukan setelah kegiatan berakhir. Evaluasi ini dilakukan oleh seluruh anggota PKL dengan melakukan pembahasan mengenai jalannya kegiatan, sehingga diketahui apa saja kendala yang dihadapi selama kegiatan berlangsung dan tingkat keberhasilan kegiatan.

3.2.2 POSDAYA (Posyandu Berdaya)

Gambar 3. Kerangka Operasional Pelaksanaan Program POSDAYA

3.2.3 Revitalisasi Fungsi UKS

A. SDN 01 Besuk

Gambar 4. Kerangka Operasional Program Revitalisasi Fungsi UKS

dan Pemilihan Si Kancil (Ahli Kesehatan Cilik) di SDN

01 BesukAlur kegiatan Program Revitalisasi Fungsi UKS dan Pemilihan Si Kancil (Ahli Kesehatan Cilik) pada SDN 01 Besuk terdiri dari empat tahap yang akan dijabarkan sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan Program Intervensi

Tahap ini merupakan langkah awal dilakukannya perencanaan program intervensi yang akan dibuat. Berdasarkan masalah yang ditemukan dalam PKL I, maka direncanakan program untuk memberikan upaya alternatif pemecahan masalah mengenai fungsi UKS di sekolah dasar yang kurang berjalan secara optimal di Desa Besuk. Pada tahap ini, disusun konsep revitalisasi fungsi UKS itu sendiri, kemudian dikonsultasikan kepada pihak puskesmas Bantaran agar mendapatkan saran untuk kegiatan tersebut.

2. Tahap Persiapan

Tahap selanjutnya, yaitu melakukan persiapan untuk Program Revitalisasi Fungsi UKS. Tahap ini meliputi perijinan dan advokasi pihak terkait, pemilihan materi dan media penyuluhan, pembuatan media penyuluhan dan susunan acara, serta persiapan tempat. Tahap ini merupakan persiapan awal dari kegiatan Revitalisasi Fungsi UKS di SDN 01 Besuk.

3. Tahap Pelaksanaan

Setelah dilakukan semua persiapan, maka tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan. Tahap ini merupakan serangkaian kegiatan dari Revitalisasi Fungsi UKS. Kami melaksanakannya selama dua hari. Pada hari pertama, dimulai dari registrasi peserta. Setelah itu dilakukan pembukaan acara dan ice breaking berupa olahraga ringan, pre-test untuk peserta, kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi. Setelah diberikan materi dilakukan post-test untuk mengetahui pengetahuan peserta setelah diberikan materi dan terakhir penutup. Pada hari kedua, kami memulai acara dengan registrasi ulang peserta yang sama dengan hari pertama. Setelah itu, kami memberikan ice breaking berupa olah raga ringan dan dilanjutkan dengan praktik menggosok gigi bersama di halaman sekolah. Sebagai ajang pemilihan Si Kancil (Ahli Kesehatan Cilik) diadakan cerdas cermat kepada calon Si Kancil yang diusulkan oleh Kakak Pendamping dan Guru. Acara selanjutnya, yaitu sosialisasi mengenai petunjuk teknis kepada Kepala Sekolah serta melakukan penandatanganan MoU sebagai bentuk kesepakatan bersama dan terakhir penutup.

4. Evaluasi Kegiatan

Tahap terakhir, yaitu evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini dilakukan guna mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan tersebut. Dari evaluasi tersebut, dapat dilihat berbagai aspek yang perlu perbaikan agar kegiatan selanjutnya tidak mengulangi kesalahan tersebut.B. SDN 02 BesukGambar 5. Kerangka Operasional Pelaksanaan Program Revitalisasi

Fungsi UKS di SDN 02 BesukAlur kegiatan Program Revitalisasi Fungsi UKS pada SDN 02 Besuk terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap Perencanaan Program Intervensi

Berdasarkan masalah yang ditemukan dalam PKL I, maka direncanakan program untuk memberikan upaya alternatif pemecahan masalah mengenai fungsi UKS di sekolah dasar yang kurang berjalan secrara optimal di Desa Besuk. Pada tahap ini, disusun konsep revitalisasi fungsi UKS itu sendiri, kemudian dikonsultasikan kepada pihak puskesmas Bantaran agar mendapatkan saran untuk kegiatan tersebut.

2. Tahap Persiapan

Tahap selanjutnya, yaitu melakukan persiapan untuk program Revitalisasi Fungsi UKS. Tahap ini meliputi perijinan dan advokasi pihak terkait, pemilihan materi dan media penyuluhan, pembuatann media penyuluhan dan susunan acara, serta persiapan tempat. Tahap ini merupakan persiapan awal dari kegiatan Revitalisasi Fungsi UKS di SDN 02 Besuk

3. Tahap Pelaksanaan

Acara pada SDN 02 Besuk dimulai dengan memberikan pre-test kepada guru yang telah menjadi perwakilaan di sekolah tersebut. Setelah itu, diberikan materi mengenai petunjuk teknis dari UKS. Kemudian guru tersebut diberi post-test untuk mengetahui pengetahuan guru setelah diberikan materi. Setelah itu, melakukan penandatanganan MoU sebagai bentuk kesepakatan bersama dan terakhir penutup.

4. Evaluasi Kegiatan

Tahap terakhir, yaitu evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini dilakukan guna mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan tersebut. Dari evaluasi tersebut dapat dilihat berbagai aspek yang perlu perbaikan agar kegiatan selanjutnya tidak mengulangi kesalahan yang sama

BAB 4

REALISASI KEGIATAN4.1 Pengembangan Program Pemecahan Masalah

Untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo, maka pada PKL 1 dilakukan survei berupa kuisioner dan observasi serta indepth interview kepada masyarakat, perangkat desa, serta instansi kesehatan terkait. Hasil dari survei dan indepth interview tersebut kemudian dianalisis, sehingga teridentifikasi beberapa permasalahan yang ada di Desa Besuk. Setelah itu, dilakukan pengembangaan program untuk melakukan upaya pemecahan masalah dengan melaksanakan FGD (Focus Group Discussion) untuk menentukan prioritas masalah dari masyarakat, sehingga bisa dilakukan upaya pemecahan masalah yang memang mampu dilaksanakan oleh masyarakat.4.1.1 Proses FGD (Focus Group Discussion)Berdasarkan hasil FGD (Forum Group Discussion) yang telah dilakukan pada tanggal 17 Juni 2013 yang dihadiri oleh perwakilan perangkat desa dan bidan, dapat diketahui beberapa masalah, yaitu:A. Permasalahan oleh Bapak Mulyono selaku Perangkat Desa

Bapak Mulyono menganggap bahwa kurangnya pengelolaan kotoran sapi masih menjadi masalah. Pada Blok Krajan, Desa Besuk, masih banyak warga masyarakat yang membuang kotoran sapi miliknya di lahan kosong tanpa pengelolaan lebih lanjut. Pada saat hujan turun, kotoran sapi tersebut ikut hanyut bersama dengan air yang mengotori jalan, sehingga jalan di sekitar rumah dan jalan di Blok Krajan, Desa Besuk, menjadi kumuh dan bau kotoran sapi. B. Permasalahan oleh Ibu Bidan Suwarti Ningsih

Terdapat beberapa masalah terkait dengan kesehatan yang dikemukakan oleh Ibu Bidan Suwarti Ningsih, di antaranya adalah:1. Banyaknya Balita yang Tidak Mengikuti ImunisasiSalah satu permasalahan yang dikemukakan oleh Ibu Bidan Suwarti Ningsih adalah mengenai banyaknya balita yang tidak mengikuti imunisasi. Berdasarkan pernyataan Ibu Bidan Suwarti Ningsih terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi masalah tersebut, yaitu banyaknya balita yang mengalami panas setelah diimunisasi. Hal tersebut menjadikan trauma ibu balita, sehingga mereka tidak mau mengikuti imunisasi pada bulan berikutnya.2. Masih Banyak Persalinan yang Ditolong oleh Dukun.

Permasalahan lain yang dikemukakan oleh Ibu Bidan Suwarti Ningsih adalah masih adanya persalinan yang ditolong oleh dukun. Berdasarkan pernyataan Ibu Bidan Suwarti Ningsih, terdapat sebanyak empat dukun yang masih aktif melakukan aktifitasnya. Dengan adanya persalinan yang ditolong oleh dukun, maka jumlah persalinan serta pelayanan persalinan yang baik dan benar tidak dapat dipantau.3. Masalah KebersihanBerdasarkan pernyataan yang dikemukakan Ibu Bidan Suwarti Ningsih, masalah kebersihan lebih dititik beratkan kepada masalah pengelolaan kotoran sapi. Sebagian besar kotoran sapi hanya dibuang di lahan kosong, sehingga pada saat hujan turun kotoran tersebut hanyut bersama air dan mengotori jalan.4. Merokok di Dalam RumahKebiasaan merokok di dalam rumah menjadi masalah kesehatan,. seperti yang dikemukakan oleh Ibu Bidan Suwarti Ningsih bahwa masih banyak anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Hal ini tentunya menjadi masalah karena perokok terutama perokok pasif justru mendapatkan dampak yang lebih berat daripada perokok aktif. Apalagi ditambah dengan adanya anggota keluarga yang masih balita. Hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan balita tersebut.5. Pemberian Makanan yang Kurang Sesuai dengan Kelompok Umur Tertentu.Menurut pernyataan Ibu Bidan Suwarti Ningsih pemberian makanan yang kurang sesuai dengan kelompok umur tertentu menjadi masalah. Hal ini dikarenakan apabila bayi atau balita diberikan makanan tidak sesuai dengan umurnya, maka nantinya akan menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari.

C. Permasalahan oleh Bapak Nahadi selaku Perangkat Desa

Bapak Nahadi mengemukakan bahwa terdapat masalah kesehatan mata berupa penyakit katarak. Pada Blok Polay, Desa Besuk, terdapat warga yang mengalami penyakit katarak. Oleh karena itu Bapak Nahadi meminta bantuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan jalan memberikan pengobatan gratis.

D. Permasalahan oleh Bapak Muhammad selaku Perangkat DesaTerdapat beberapa masalah terkait dengan kesehatan yang dikemukakan oleh Bapak Muhammad selaku Perangkat Desa, di antaranya adalah:

1. Kurangnya Pengelolaan Kotoran SapiBapak Muhammad selaku perangkat desa mengemukakan bahwa kurangnya pengelolaan kotoran sapi masih menjadi masalah untuk Blok Krajan, Desa Besuk. Hal tersebut dikarenakan masih banyak warga masyarakat yang membuang kotoran sapi miliknya di lahan kosong tanpa pengelolaan lebih lanjut. Pada saat hujan turun kotoran sapi tersebut dihanyutkan oleh pemilik sapi bersama dengan air sehingga yang mengotori jalan dan sangan menggangu orang sekitar.

2. Tingginya Angka Kenakalan RemajaBapak Muhammad selaku perangkat desa mengemukakan bahwa tingginya angka kenakalan remaja masih menjadi masalah. Menurut pernyataan Bapak Muhammad, beliau menjelaskan bahwa beliau sempat mengantarkan orang yang menderita penyakit HIV-AIDS ke rumah sakit. Namun, karena proses pengobatan yang lama, maka keluarga sudah tidak sanggup lagi untuk membayar. Orang tersebut telah menderita HIV-AIDS selam empat tahun dan sudah memiliki keturunan. Pihak rumah sakit meminta agar keluarganya mengikuti medical checkup lima tahun setelah check up yang pertama, karena hasilnya saat ini masih negatif.

3. Tidak Adanya Penanganan dari Puskesmas Bantaran mengenai Permasalahan Penyakit HIV-AIDS

Menurut pernyataan dari Bapak Muhammad, tidak adanya tanggapan yang medukung di Puskesmas juga menjadi sebuah permasalahan. Keparahan penyakit menjadi masalah karena petugas puskesmas tidak dapat menaggulangi masalah tersebut. Selain itu, adanya persepsi masyarakat tentang penyakit HIV-AIDS yang mudah sekali menular menyebabkan identitas penderita dirahasiakan.

E. Permasalahan oleh Bapak Burhanudin selaku Kepala Sekolah SD Negeri Besuk 1

Terdapat beberapa masalah terkait dengan kesehatan, terutama di sekolah, yang dikemukakan oleh Bapak Burhanudin selaku Kepala Sekolah SDN 01 Besuk, di antaranya adalah:

1. Belum Punya Ruang UKS

Bapak Burhanuddin mengungkapkan bahwa sebenarnya ada ruang UKS yang tempatnya menjadi satu dengan perpustakaan. Namun, kondisinya belum maksimal, seperti manajemen pengelola serta peralatan P3K-nya belum cukup memadai.

2. Sarana Kamar Mandi dan WC Kurang MemadaiBapak Burhanudin mengungkapkan bahwa jumlah kamar mandi dan WC yang ada di SDN 01 Besuk tidak cukup dengan jumlah siswa yang ada di SD Negeri 3. Kurang Ada Sosialisasi atau Penyuluhan yang Berkala dari Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo. Bapak Burhanudin mengungkapkan bahwa penyuluhan tentang kesehatan sudah ada. Namun, penyuluhan tersebut tidak diadadakan secara berkala. Bapak Burhanudin berpendapat bahwa sebaiknya penyuluhan dilakukan secara berkala agar siswa sekolah dasar terutama di SDN 01 Besuk paham tentang materi yang diberikan pada saat penyuluhan dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terutama di lingkungan sekolah.4. Banyak Anak yang Belum Sarapan PagiBapak Burhanudin mengungkapkan bahwa masih banyak anak yang tidak melakukan sarapan pagi sebelum melakukan aktifitasnya terutama di sekolah. Padahal sarapan pagi sangatlah penting. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi siswa saat mengikuti pelajaran dan pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, diperlukan beberapa penyuluhan tentang pentingnya sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas tertama sekolah.5. Banyak Snack atau Jajanan yang Tidak Higienis terkait Adanya Pedagang KelilingBapak Burhanudin mengungkapkan bahwa masih rendahnya tingkat pengetahuan para siswa mengenai pemilihan jajanan yang baik dan sehat.6. Pengetahuan tentang Hidup Sehat Siswa Masih RendahBapak Burhanudin mengungkapkan bahwa tingkat pengetahuan tentang hidup sehat siswa masih rendah. Diharapkan ada penyuluhan atau intervesi agar para siswa dapat hidup lebih sehat terutama di lingkungan sekolah.

F. Permasalahan oleh Bapak Rahmad selaku Perangkat Desa

Terdapat beberapa masalah terkait dengan kesehatan yang dikemukakan oleh Bapak Rahmad selaku Perangkat Desa, yaitu:1. Banyaknya Penderita Kencing Manis

Bapak Rahmad mengungkapkan bahwa masih banyak warga Desa Besuk yang mengalami sakit kencing manis.

2. Banyaknya Penderita Hipertensi

Bapak Rahmad mengungkapkan bahwa masih banyak warga Desa Besuk yang mengalami sakit hipertensi.Dalam FGD juga disampaikan permasalahan kesehatan yang ditemukan berdasarkan hasil survei dan data sekunder, di antaranya adalah:

A. Tingginya Angka Perkawinan pada Usia MudaBerdasarkan data primer dan data sekunder, diketahui bahwa angka pernikahan dini di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, masih cukup tinggi. Menanggapi hal tersebut, Bapak Rahmad selaku Mudin dan Kaur Kesra berpendapat bahwa beliau hanya menikahkan pasangan yang umurnya sudah memenuhi peraturan Menteri Keagamaan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada bab 2 pasal 7 ayat 1 tentang standar usia perkawinan pada perempuan adalah usia 16 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah usia 19 tahun.

Menurut BKKBN, standar usia perkawinan pada perempuan adalah usia 20 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah usia 25 tahun. Hal ini dikarenakan faktor biologis, maturitas emosional, fisik dan psikologis seorang wanita sudah matang di atas usia 20 tahun. Berdasarkan grafik distribusi usia perkawinan tahun 2012, pada jenis kelamin perempuan tercatat sebanyak 18 orang yang menikah di bawah 20 tahun. Pada jenis kelamin laki-laki tercatat sebanyak 13 orang yang menikah di bawah 25 tahun (menurut Buku Catatan Kehendak Nikah), sehingga dalam FGD tersebut disepakati bahwa kasus pernikahan dini bukan dijadikan sebagai prioritas masalah.B. Saluran Pembuangan Kotoran Ternak

Menurut survei di Desa Besuk yang telah dilakukan, mayoritas warganya mempunyai ternak unggas dan sapi. Mereka biasanya meletakkan ternaknya di luar rumah baik siang hari maupun malam hari. Mayoritas warga membersihkan kandang ternaknya. Namun, yang menjadi masalah adalah pembuangan kotoran hewan ternak tersebut. Banyak dari mereka yang membuang kotoran ternak tersebut tanpa mengolahnya terlebih dulu.

Mereka membuang kotoran ternak di lahan kosong/sawah/ maupun pekarangan. Hal tersebut jelas mempengaruhi kebersihan lingkungan karena dapat mencemari tanah. Menumpuknya kotoran ternak dapat menjadi sarang lalat dan dapat menjadi penyebab penularan penyakit seperti disentri, diare, dan lain-lain. Selain itu, kotoran dari hewan ternak yang dibuang di tanah, dapat menimbulkan bau, kotor, dan berserakan serta tidak indah dipandang mata. Maka dari itu, perlu ada penanganan khusus agar kotoran hewan ternak tidak dibuang begitu saja dilahan tanah oleh warga, supaya