Sejarah Nabi Adam Dan Siti Hawa
-
Upload
allessandro-rumahorbo -
Category
Documents
-
view
57 -
download
5
Transcript of Sejarah Nabi Adam Dan Siti Hawa
SEJARAH NABI ADAM DAN SITI HAWA
Setelah Allah s.w.t.menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya,laut-lautannya dan
tumbuh-tumbuhannya,menciptakan langit dengan mataharinya,bulan dan bintang-bintangnya
yang bergemerlapan menciptakan malaikat-malaikatnya ialah sejenis makhluk halus
yangdiciptakan untuk beribadah menjadi perantara antara Zat Yang Maha Kuasa dengan hamba-
hamba terutama para rasul dan nabinya maka tibalah kehendak Allah s.w.t. untuk menciptakan
sejenis makhluk lain yang akan menghuni dan mengisi bumi memeliharanya menikmati tumbuh-
tumbuhannya,mengelola kekayaan yang terpendam di dalamnya dan berkembang biak turun-
temurun waris-mewarisi sepanjang masa yang telah ditakdirkan baginya.
Kekhuatiran Para Malaikat.
Para malaikat ketika diberitahukan oleh Allah s.w.t. akan kehendak-Nya menciptakan
makhluk lain itu,mereka khuatir kalau-kalau kehendak Allah menciptakan makhluk yang lain
itu,disebabkan kecuaian atau kelalaian mereka dalam ibadah dan menjalankan tugas atau karena
pelanggaran yang mereka lakukan tanpa disadari.Berkata mereka kepada Allah s.w.t.:"Wahai
Tuhan kami!Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami,padahal kami selalu
bertasbih,bertahmid,melakukan ibadah dan mengagungkan nama-Mu tanpa henti-
hentinya,sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan turunkan ke bumi itu,nescaya akan
bertengkar satu dengan lain,akan saling bunuh-membunuh berebutan menguasai kekayaan alam
yang terlihat diatasnya dan terpendam di dalamnya,sehingga akan terjadilah kerusakan dan
kehancuran di atas bumi yang Tuhan ciptakan itu."
Allah berfirman,menghilangkan kekhuatiran para malaikat itu: "Aku mengetahui apa
yang kamu tidak ketahui dan Aku sendirilah yang mengetahui hikmat penguasaan Bani Adam
atas bumi-Ku.Bila Aku telah menciptakannya dan meniupkan roh kepada nya,bersujudlah kamu
di hadapan makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud ibadah,karena
Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada sesama makhluk-Nya." Kemudian
diciptakanlah Adam oleh Allah s.w.t.dari segumpal tanah liat,kering dan lumpur hitam yang
berbentuk.Setelah disempurnakan bentuknya ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke dalamnya dan
berdirilah ia tegak menjadi manusia yang sempurna
Iblis Membangkang.
Iblis membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah seperti para malaikat yang
lain,yang segera bersujud di hadapan Adam sebagai penghormatan bagi makhluk Allah yang
akan diberi amanat menguasai bumi dengan segala apa yang hidup dan tumbuh di atasnya serta
yang terpendam di dalamnya.Iblis merasa dirinya lebih mulia,lebih utama dan lebih agung dari
Adam,karena ia diciptakan dari unsur api,sedang Adam dari tanah dan lumpur. Kebanggaannya
dengan asal usulnya menjadikan ia sombong dan merasa rendah untuk bersujud menghormati
Adam seperti para malaikat yang lain,walaupun diperintah oleh Allah.
Tuhan bertanya kepada Iblis:"Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu
yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?" Iblis menjawab:"Aku adalah lebih mulia dan lebih
unggul dari dia.Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya dari lumpur." Karena
kesombongan,kecongkakan dan pembangkangannya melakukan sujud yang diperintahkan, maka
Allah menghukum Iblis dengan mengusir dari syurga dan mengeluarkannya dari barisan
malaikat dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pd.dirinya hingga hari kiamat.Di
samping itu ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Iblis dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia hanya
mohon agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal hingga hari kebangkitan kembali di
hari kiamat.Allah meluluskan permohonannya dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan,
tidak berterima kasih dan bersyukur atas pemberian jaminan itu,bahkan sebaliknya ia
mengancam akan menyesatkan Adam,sebagai sebab terusirnya dia dari syurga dan
dikeluarkannya dari barisan malaikat,dan akan mendatangi anak-anak keturunannya dari segala
sudut untuk memujuk mereka meninggalkan jalan yang lurus dan bersamanya menempuh jalan
yang sesat,mengajak mereka melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang , menggoda mereka
supaya melalaikan perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak bersyukur dan
beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk itu: "Pergilah engkau bersama
pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi isi neraka Jahanam dan bahan bakar neraka.
Engkau tidak akan berdaya menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada Ku
dengan sepenuh hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang tidak akan tergoyah oleh
rayuanmu walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan memfitnah."
Pengetahuan Adam Tentang Nama-Nama Benda.
Allah hendak menghilangkan anggapan rendah para malaikat terhadap Adam dan
menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai penguasa bumi,maka
diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang berada di alam semesta, kemudian
diperagakanlah benda-benda itu di depan para malaikat seraya:"Cubalah sebutkan bagi-Ku nama
benda-benda itu,jika kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih mengerti dari Adam." Para
malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut nama-nama benda yang
berada di depan mereka.Mereka mengakui ketidak-sanggupan mereka dengan berkata:"Maha
Agung Engkau! Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu kecuali apa
yang Tuhan ajakan kepada kami.Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana."
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama itu kepada para
malaikat dan setelah diberitahukan oleh Adam,berfirmanlah Allah kepada mereka:"Bukankah
Aku telah katakan padamu bahawa Aku mengetahui rahsia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan."
Adam Menghuni Syurga.
Adam diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk
mendampinginya dan menjadi teman hidupnya,menghilangkan rasa kesepiannya dan melengkapi
keperluan fitrahnya untuk mengembangkan keturunan. Menurut cerita para ulamat Hawa
diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih
tidur sehingga ketika ia terjaga,ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya.ia ditanya oleh
malaikat:"Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang berada di sampingmu itu?"
Berkatalah Adam:"Seorang perempuan."Sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan oleh
Allah kepadanya."Siapa namanya?"tanya malaikat lagi. "Hawa",jawab Adam."Untuk apa Tuhan
menciptakan makhluk ini?",tanya malaikat lagi. Adam menjawab:"Untuk mendampingiku,
memberi kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah."
Allah berpesan kepada Adam:"Tinggallah engkau bersama isterimu di syurga,rasakanlah
kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya,rasailah dan makanlah buah-buahan yang lazat
yang terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan sekehendak nasfumu.Kamu tidak akan mengalami
atau merasa lapar,dahaga ataupun letih selama kamu berada di dalamnya.Akan tetapi Aku
ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang akan menyebabkan kamu celaka dan
termasuk orang-orang yang zalim.Ketahuilah bahawa Iblis itu adalah musuhmu dan musuh
isterimu,ia akan berusaha membujuk kamu dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga
hilanglah kebahagiaan yang kamu sedang nikmat ini."
Iblis Mulai Beraksi.
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh allah dari Syurga akibat
pembangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri hati dan dengki terhadap Adam yang
menjadi sebab sampai ia terkutuk dan terlaknat selama-lamanya tersingkir dari singgahsana
kebesarannya.Iblis mulai menunjukkan rancangan penyesatannya kepada Adam dan Hawa yang
sedang hidup berdua di syurga yang tenteram, damai dan bahagia.
Ia menyatakan kepada mereka bahawa ia adalah kawan mereka dan ingin memberi
nasihat dan petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan kebahagiaan mereka. Segala cara dan
kata-kata halus digunakan oleh Iblis untuk mendapatkan kepercayaan Adam dan Hawa bahawa
ia betul-betul jujur dalam nasihat dan petunjuknya kepada mereka.Ia membisikan kepada mereka
bahwa.larangan Tuhan kepada mereka memakan buah-buah yang ditunjuk itu adalah karena
dengan memakan buah itu mereka akan menjelma menjadi malaikat dan akan hidup
kekal.Diulang-ulangilah bujukannya dengan menunjukkan akan harumnya bau pohon yang
dilarang indah bentuk buahnya dan lazat rasanya.Sehingga pada akhirnya termakanlah bujukan
yang halus itu oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.
Allah mencela perbuatan mereka itu dan berfirman yang bermaksud: "Tidakkah Aku
mencegah kamu mendekati pohon itu dan memakan dari buahnya dan tidakkah Aku telah
ingatkan kamu bahawa syaitan itu adalah musuhmu yang nyata." Adam dan Hawa mendengar
firman Allah itu sedarlah ia bahawa mereka telah terlanggar perintah Allah dan bahawa mereka
telah melakukan suatu kesalahan dan dosa besar.Seraya menyesal berkatalah mereka:"Wahai
Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah melanggar perintah-Mu karena
terkena bujukan Iblis.Ampunilah dosa kami karena nescaya kami akan tergolong orang-orang
yang rugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami."
Adam dan Hawa Diturunkan Ke Bumi.
Allah telah menerima taubat Adam dan Hawa serta mengampuni perbuatan pelanggaran
yang mereka telah lakukan hal mana telah melegakan dada mereka dan menghilangkan rasa
sedih akibat kelalaian peringatan Tuhan tentang Iblis sehingga terjerumus menjadi mangsa
bujukan dan rayuannya yang manis namun berancun itu.
Adam dan Hawa merasa tenteram kembali setelah menerima pengampunan Allah dan
selanjutnya akan menjaga jangan sampai tertipu lagi oleh Iblis dan akan berusaha agar
pelanggaran yang telah dilakukan dan menimbulkan murka dan teguran Tuhan itu menjadi
pengajaran bagi mereka berdua untuk lebih berhati-hati menghadapi tipu daya dan bujukan Iblis
yang terlaknat itu.Harapan untuk tinggal terus di syurga yang telah pudar karena perbuatan
pelanggaran perintah Allah,hidup kembali dalam hati dan fikiran Adam dan Hawa yang merasa
kenikmatan dan kebahagiaan hidup mereka di syurga tidak akan terganggu oleh sesuatu dan
bahawa redha Allah serta rahmatnya akan tetap melimpah di atas mereka untuk selama-
lamanya.Akan tetapi Allah telah menentukan dalam takdir-Nya apa yang tidak terlintas dalam
hati dan tidak terfikirkan oleh mereka. Allah s.w.t.yang telah menentukan dalam takdir-nya
bahawa bumi yang penuh dengan kekayaan untuk dikelolanya,akan dikuasai kepada manusia
keturunan Adam memerintahkan Adam dan Hawa turun ke bumi sebagai benih pertama dari
hamba-hambanya yang bernama manusia itu.Berfirmanlah Allah kepada mereka:"Turunlah
kamu ke bumi sebagian daripada kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain kamu dapat
tinggal tetap dan hidup disan sampai waktu yang telah ditentukan."
Turunlah Adam dan Hawa ke bumi menghadapi cara hidup baru yang jauh berlainan
dengan hidup di syurga yang pernah dialami dan yang tidak akan berulang kembali.Mereka harus
menempuh hidup di dunia yang fana ini dengan suka dan dukanya dan akan menurunkan umat
manusia yang beraneka ragam sifat dan tabiatnya berbeda-beda warna kulit dan kecerdasan
otaknya.Umat manusia yang akan berkelompok-kelompok menjadi suku-suku dan bangsa-
bangsa di mana yang satu menjadi musuh yang lain saling bunuh-membunuh aniaya-
menganianya dan tindas-menindas sehingga dari waktu ke waktu Allah mengutus nabi-nabi-Nya
dan rasul-rasul-Nya memimpin hamba-hamba-Nya ke jalan yang lurus penuh damai kasih
sayang di antara sesama manusia jalan yang menuju kepada redha-Nya dan kebahagiaan manusia
di dunia dan akhirat.
TUJUAN AGAMA
Jika kita renungkan, agama tampaknya merupakan fenomena paling membingungkan
dalam kehidupan umat manusia. Dengan spirit agama, umat manusia bisa melambung ke puncak
kemanusiaannya dengan mengkekspresikan segenap kemuliaan, cinta kasih, pengorbanan, dan
berbagai sikap lain yang sangat mengesankan. Namun, pada saat yang sama, agama acapkali
menjadi sumber keributan paling spektakuler di muka bumi: atas nama agama orang bisa
berperang bahkan saling menghancurkan.
Mengapa bisa demikian? Kita bisa menjawabnya dengan merenungkan makna agama
bagi kehidupan kita sendiri. Jika kita menjadikan agama sebagai identitas kelompok, atau
sebagai dasar afiliasi politik, atau sebagai topeng kekuasaan, maka perilaku kita akan cenderung
agresif, ofensif. Kita menjadikan agama sebagai wasilah untuk memenuhi hasrat-hasrat jiwa
rendah atau hawa nafsu kita. Maka, banyak orang kemudian justru menjadi tak nyaman oleh
agama kita. Alih-alih menjadi rahmat bagi semesta alam, kita sebagai manusia beragama justru
menjadi laknat bagi semesta alam.
Namun, ketika kita menjadikan agama sebagai sumber inspirasi untuk selalu berpegang
teguh terhadap hati nurani ataupun rahsa sejati (sebuah istilah Kejawen yang menyimbolkan
Kuasa Ilahi di dalam diri kita), maka sikap kita akan menjadi reflektif. Hati menjadi lembut,
karena agama kita tempatkan ibarat setetes embun yang membasahi jiwa. Agama yang demikian,
menjadi cahaya yang menerangi jiwa, sehingga pikiran, sikap, hati kita, menjadi lapang. Maka,
orang-orang di sekeliling kitapun menjadi nyaman…kita bertransformasi menjadi rahmat bagi
semesta alam.
Sejatinya…menengok ajaran-ajaran dasar agama..semestinya agama memang
menjadi pemandu kita menaiki ketinggian ruhani..menyelami hakikat kebenaran yang
bersembunyi di kedalaman samudera hati kita…dan mengantarkan kita untuk merapat
dengan Sangkan Paraning Dumadi..yaitu Hyang Tunggal, Gusti Allah, Gusti Ingkang
Murbeng Dumadi.
Ingatlah kembali sabda Kanjeng Nabi Muhammad..Inna buitstu liutammimu makarimal
akhlak..Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak!
Ketinggian akhlak manusia terwujud ketika manusia mencapai taraf takholuk bi
akhlaqilah..Berakhlak dengan akhlak Tuhan. Agama adalah medium agar kita perlahan-lahan
bisa menyerap sifat-sifat Ilahi, sehingga kita menjadi Insan Mulia..yang pikirannya, perasaannya,
sikapnya, hasratnya, dan tindakannya, mencerminkan Dia Yang Maha Sempurna.
Dalam konsep pengajaran Tauhid Syeikh Siti Jenar, dinyatakan bahwa sesungguhnya
Sifat 20 bagi Allah, juga merupakan sifat bagi kaum mukmin sejati. Mempelajari Tauhid artinya
mengupayakan agar kita sadar akan Keberadaan Dzat Yang Tunggal dengan 20 sifatnya itu,
mulai wujud, qidam, baqo, dan seterusnya..lalu menyerap sifat-sifat itu ke dalam diri kita.
Sehingga kita menjadi sosok yang wujud..karena memang di dalam diri kita Ruh Ilahi yang
abadilah bertahta setelah hawa nafsu tertaklukkan….Keberadaan kita menjadi sejati, tak lagi
palsu…karena kita bisa keluar dari kungkungan raga yang sesungguhnya tak lebih dari bayang-
bayang…Kita menjadi baqa..karena esensi diri kita yang abadi itulah yang menjadi gambaran
diri sejati….Kita pun menjadi mandiri..karena sudah bisa memberdayakan qudrat dan iradat-Nya
yang dititipkan ke dalam diri kita…dan seterusnya.
Segenap aturan dalam agama, yang kita sebut dengan syariat, sebetulnya adalah jalan
agar Cahaya Tuhan memasuki diri kita sehingga kitapun sanggup berakhlak dengan akhlak-Nya,
menjadi cermin kemuliaan-Nya. Segenap ritual, shalat, puasa, zakat, dan lainnya, tak lebih
dari sekadar sebagai latihan ( ritual ) agar sifat-sifat mulia melekat kepada diri kita. Ukuran
kemuliaan diri pribadi kita, kita sadari justru terletak pada bagaimana kualitas keseharian kita
menyangkut hubungan kita dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Jika kita selalu
dalam keadaan eling lan waspada (senantiasa berdzikir kepada-Nya, dan selalu waspada kepada
segenap keburukan hawa nafsu), lalu kitapun konsisten menebar welas asih kepada sesama, itu
artinya kita adalah makhluk yang mulia.
Dengan demikian, kita tak lagi memperebutkan kebenaran agama, apalagi berperang
atas nama agama. Karena yang penting adalah apakah agama sudah menerangi hati
kita..dan itu tak ada hubungannya dengan orang lain. Semuanya, sebetulnya tak lebih
merupakan soal “peperangan” di dalam diri kita sendiri…apakah kita tunduk kepada hawa
nafsu atau nurani…
MENGAPA TERJADI PERBEDAAN AGAMA DI BUMI INI
Jika kita kaji kehidupan materi, maknawi, individu, dan sosial manusia maka kita akan
menyaksikan betapa peran agama dalam dimensi-dimensi ini sangatlah signifikan. Karena itu
para pakar dan ahli setiap dari disiplin ilmu-ilmu humaniora tidak dapat mengabaikan begitu saja
pengaruh dan sumbangsih agama terhadap kehidupan manusia.
Dalam kajian psikologi dan ilmu kejiwaan, telah dilakukan kajian dan analisa atas
dampak dan pengaruh serta aplikasi agama dalam membentuk jiwa manusia dan pengaruhnya
atas pembentukan kepribadian serta karakter manusia. Juga dalam disiplin ini ditinjau efek
daripada pengamalan agama, ritus-ritus, dan iman serta keyakinan agama dalam kehidupan
internal individu.
Dalam menelaah masalah-masalah sosial dan kemasyarakatan, disimpulkan bahwa agama
merupakan salah satu fenomena sosial yang langgeng dan berpengaruh, sebagaimana dalam
filsafat politik juga diteliti dan diobservasi dampak daripada institusi-institusi agama serta
pengaruh mereka dalam kekuasaan.
Penelitian dan pengkajian sejarah memperlihatkan bahwa ketika sebuah agama baru
muncul di masyarakat maka daya tolak dan daya terima dalam beragama menjadi bertambah, dan
ini menyebabkan timbulnya pertentangan dan perselisihan yang terkadang berlarut-larut dan
berkepanjangan. Dari sinilah timbul urgensi perbedaan agama-agama dan perbedaan pengaruh
mereka dalam kehidupan para pengikutnya, sehingga mau tidak mau orang-orang yang memiliki
jiwa pencarian dan penelitian berupaya mendapatkan penjelasan yang meyakinkan untuk itu.
Kendatipun prinsip kesadaran akan kejamakan agama-agama merupakan suatu perkara
lama dan telah melewati berbagai zaman dan generasi, dan para ilmuan dan ulama dari setiap
agama telah membahas dan menulis kitab-kitab untuk membuktikan kebenaran agamanya dalam
berhadapan dengan agama-agama lainnya, namun di zaman baru ini dikarenakan perubahan
disegala aspek yang timbul dalam ilmu, filsafat, dan akhlak dan juga disebabkan perkembangan
yang terjadi dalam bidang interaksi dan hubungan yang diikuti oleh ledakan informasi maka
permasalahan keragaman agama-agama telah menjadi subyek pembahasan dan pengamatan yang
serius di antara penganut agama yang berbeda-beda.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup di dunia yang memiliki dimensi yang sangat
banyak ragamnya, bangsa-bangsa dan warna kulit yang berbeda-beda, bahasa yang bermacam-
macam, budaya yang beraneka ragam, agama yang jamak, pemikiran yang berbeda-beda serta
hatta kecenderungan dan selera semuanya tidak sama, dan ini merupakan sumber manifestasi
dari kejamakan, sehingga apa yang disebut keragaman agama-agama secara aktual tidak bisa
dihindari. Dan hari ini salah satu wacana yang sangat penting dan menyita perhatian para
sejarawan, filosof, dan teolog adalah masalah perbedaan agama-agama, dan kosa kata seperti
diversity, plurality, dan pluralism digunakan secara luas dalam teks-teks pembahasan agama dan
mazhab.
Empat Pertanyaan Mendasar
Berikut ini ada empat pertanyaan mendasar dalam berhadapan dengan masalah keragaman
agama:
1. Agama-agama yang berbeda-beda, sejauh mana masing-masing dari agama tersebut
mempunyai saham kebenaran dan hakikat?
2. Mengapa di sepanjang sejarah bermunculan agama-agama dan mazhab-mazhab yang
berbeda-beda? (Mengapa tidak dalam bentuk satu agama dan mazhab?)
3. Faktor apa yang memotivasi, khususnya masyarakat kontemporer, menerima dan
menyatakan bahwa pengikut agama-agama lainnya juga mememiliki saham kebenaran
dan hakikat?
4. Bagaimana cara beriteraksi dan bermuamalah setiap pengikut sebuah agama dengan
pengikut agama-agama lainnya?
Pertanyaan pertama merupakan sebuah pertanyaan epistemologis, pertanyaan yang
berkaitan dengan hak dan batil serta kebenaran dan kebohongan klaim dari agama-gama yang
berbeda-beda. Meskipun metode pembahasan kita dalam masalah kejamakan agama-agama
bukan dari prototipe masalah internal agama dan teologis, dan metode pembahasan yang
digunakan adalah metode rasional serta tidak keluar dari kerangka filsafat agama, bahkan dalam
menganalisa dan meneliti keyakinan yang berbeda-beda daripada agama-agama, kita mesti
menggunakan parameter yang independen dan mandiri dari sebuah agama tertentu, akan tetapi
tinjauan ini tidaklah bermakna bahwa masalah hak dan batil serta kebenaran dan kebohongan
dari agama-agama yang beragam itu tidak boleh dibicarakan dalam pembahasan ini.
Sebab, filosof sebagaimana teolog juga memiliki seribu kegundahan dan kegelisahan tentang
kebenaran hakiki (haqqâniyyah) dari sebuah agama.
Dalam konteks ini maka bisa pandangan sebuah agama tertentu meneliti keyakinan
agama-agama lainnya, dimana dalam bentuk ini kajian menjadi pembahasan internal agama dan
hujjahnya pun hanya untuk pengikut-pengikut agama tersebut, dan ini bermakna bahwa kajian
berada di luar ruang-lingkup filsafat (kecuali jika diungkapkan dalam bentuk istithrâdi).
Pertanyaan kedua berkaitan tentang rahasia kemunculan kejamakan agama, bukan
tentang kebenaran atau kebatilan agama-agama; meskipun itu jawaban yang diberikan terhadap
pertanyaan pertama dapat juga menjadi penentu sampai batas tertentu jawaban atas pertanyaan
kedua, bahkan kebalikan dari kondisi ini juga adalah benar, yakni posisi kita dalam menghadapi
pertanyaan kedua juga bisa berpengaruh sampai batas tertentu atas nasib dan natijah pertanyaan
pertama.
Seseorang yang menjawab pertanyaan pertama dengan keyakinan bahwa seluruh agama-
agama mendapat saham dari hakikat, maka jawabannya terhadap pertanyaan kedua tentu akan
berbeda dengan jawaban seorang yang berpandangan eksklusivisme.
Jawaban Pengikut Eksklusivisme Terhadap Rahasia Kemunculan Kejamakan Agama-agama
Para pengikut eksklusivisme berkaitan dengan masalah ini menyatakan:
1. Agama-agama Ilahi memiliki perbedaan secara gradual, mereka semua memberitakan
kesatuan mabda (starting-point) dan maad (ending-point), agama yang datang belakangan
mengandung kesempurnaan-kesempurnaan agama-agama sebelumnya ditambah
kesempurnaan yang hanya dimiliki olehnya. Dengan kedatangan agama wahyu baru
maka pengikut-pengikut agama (lama) mempunyai taklif beriman kepada nabi baru dan
ajaran-ajaran wahyu yang dibawanya, akan tetapi dikarenakan oleh 'inad dan mengikuti
hawa nafsu maka sebagian mereka tidak mengamalkan taklif ini.
2. Kerumitan dan kekudusan perkara transendental dari satu sisi dan parameter pemahaman
manusia di sisi lain serta komparasinya dengan perkara transendental menyebabkan
timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, kendatipun dalam agama-agama Ilahi telah
diperlihatkan parameter dan tolok ukur yang sahih tentang interpretasi manusia terhadap
perkara transendental dan kudsi.
Tinjauan ini dapat dilihat lewat bukti-bukti sejarah dari sudut pandang banyaknya terjadi
penyimpangan dan distorsi (tahrif), penyimpangan yang terjadi secara natural, perubahan
kapasitas insani, dan perbedaan-perbedaan historis, serta pada saat yang sama dalam masalah
hakikat dan kebenaran agama memandang hanya satu agama yang hak secara mutlak dan
kebenaran agama-agama lainnya diukur dengan kedekatan mereka terhadap agama yang diyakini
mempunyai kebenaran hakiki.
Jawaban Pengikut Pluralisme Tentang Rahasia kemunculan Agama-agama
Para pengikut pluralisme dalam masalah rahasia keragaman agama-agama dan mazhab-mazhab
menyatakan: Munculnya kejamakan agama-agama dikarenakan hakikat pada batas dzatnya
adalah jamak dan setiap agama menjelaskan satu sudut dari hakikat yang banyak tersebut serta
tidak satupun agama yang dapat melihat dan menerangkan seluruh hakikat tersebut; sebab agama
adalah suatu perkara human (manusia) dan semua manusia bahkan para nabi terperangkap dalam
keterbatasan-keterbatasan makrifat khusus dan setiap orang dapat memandang satu sudut
daripada hakikat, maka konklusinya setiap orang melihat satu pojok dari itu, bukan seluruhnya.
Oleh karena itu, secara natural dan dikarenakan oleh beragamnya kaum dan bangsa maka para
nabi pun adalah banyak dan natijahnya agama-agama juga adalah banyak dan beragam; sebab
Tuhan memberi hidayah pada kaum dan bangsa berdasarkan budaya, tradisi, dan adab khusus
setiap kaum dan bangsa serta menurunkan suatu agama yang cocok dengan budaya, tradisi, dan
adab kaum dan bangsa tersebut.
Dengan tinjauan ini maka jawaban terhadap pertanyaan pertama dapat dikatakan: Seluruh
agama-agama, dengan segenap perbedaan yang mereka miliki, mendapatkan saham akan hakikat
dan setiap dari mereka merupakan jalan lurus (mustaqim) untuk mencapai pada Tuhan.
Pertanyaan ketiga sebelumnya berkenaan tentang mengapa di zaman kita ini sekelompok
orang menerima kejamakan hakikat-hakikat dan di zaman lalu tidak menerima yang demikian.
Dengan kata lain peristiwa apa dan perubahan apa yang terjadi sehingga hari ini sebagian orang
memilih pluralisme agama-agama dan membela pandangan tersebut.
Pertanyaan keempat juga mempunyai sisi praktis, bukan teoritis dan kembali pada aspek
moralitas, bukan dimensi epistemologis. Yakni bagaimana para penganut agama tertentu
bermuamalah dengan pengikut agama-agama lainnya, apakah mesti bertoleransi dan hidup
berdampingan menerima perbedaan dengan mereka ataukah menabuh genderang perang serta
perselisihan dengan mereka, ini berhubungan dengan cara bersikap dan berprilaku di antara para
pengikut agama-agama yang berbeda satu sama lain.
Apa yang dikatakan oleh logika agama dalam hal ini? Apa yang diputuskan oleh logika
kemanusiaan dalam menghadapi masalah ini? Semuanya itu terungkap di masyarakat kita
sekarang ini dan masuk di bawah pembahasan kejamakan agama atau pluralisme agama. Dan
dalam hal ini bermunculan berbagai jawaban tentang empat pertanyaan mendasar tersebut yang
tidak kosong dan lepas dari kesalahan dan ambiguitas.
Terma-terma Pluralisme dalam Agama
Ada beberapa terma pluralisme dalam agama yang digunakan dan mempunyai makna
yang berbeda, di antaranya:
1. Toleransi di antara pengikut agama-agama yang berbeda
Makna pluralisme dalam hal ini idem dito dengan toleransi, yakni hidup rukun dan
bersikap toleran terhadap pengikut agama-agama lainnya demi menghindari perselisihan
dan peperangan di antara penganut-penganut agama-agama. Dalam terma ini, kejamakan
atau kebhinekaan diterima sebagai kenyataan kemasyarakatan, yakni pengikut setiap
agama dan mazhab disatu sisi berkeyakinan bahwa hanya agama dan ajaran mereka saja
yang benar serta penyelamat, namun di sisi lain menerima muamalah dan pergaulan
kemasyarakatan pengikut agama dan mazhab lain, serta mempunyai sikap saling
menghormati, saling menghargai dan saling toleran.
2. Tersebarnya saham-saham hakikat pada setiap agama
Makna kejamakan agama dan pluralisme agama dalam bentuk ini adalah bahwa hakikat
agama yang datang dari Tuhan hanya satu tapi mempunyai wajah dan rupa yang
beragam. Perbedaan di antara agama-agama tidak pada tataran substansi tetapi dalam
tataran pemahaman setiap agama. Sejumlah orang memahami perkara Tuhan dalam suatu
bentuk maka mereka menjadi penganut Yahudi, sekelompok lainnya memahami dalam
bentuk lain maka menjadi pengikut Nasrani, dan segolongan lain berikutnya memahami
dalam bentuk lain juga maka mereka menjadi orang-orang Islam. Demikian pula pengikut
agama-agama lain seperti Majusi, Budha, Tao, Hindu, Kongfucu, dan lainnya, mereka
memahami perkara Tuhan dalam bentuk lain sehingga mereka penganut agama-agama
tersebut. Menurut teori ini setiap nabi atau cendekiawan agama memahami dan
menjelaskan satu bentuk dari hakikat , dan dari dimensi ini maka timbul sebagian
berpandangan tauhid, sebagian trinitas, dan sebagian lagi berpandangan politeisme. Tidak
ada seorang pun yang berhak memandang unggul pemahamannya di atas pemahaman
lainnya, sebab sesuai dengan pandangan ini tidak satu jalan lurus yang bersifat mutlak
benar, akan tetapi terdapat jalan-jalan lurus yang semuanya mengandung kebenaran.
3. Semua agama benar dan hak
Makna kejamakan agama-agama atau pluralisme agama dalam hal ini adalah pandangan
bahwasanya hakikat mutlak, kesempurnaan, kebahagiaan, dan keselamatan ukhrawi tidak
terbatas pada satu agama dan satu syariat, akan tetapi hakikat mutlak adalah sama di
antara semua agama dan syariat. Agama dan syariat yang berbeda-beda pada dasarnya
merupakan manifestasi dan mazhar dari hakikat mutlak, dan natijahnya semua agama dan
syariat adalah benar dan hak serta memperoleh petunjuk, keselamatan, dan kebahagiaan.
Berbagai Sikap dalam Berhadapan dengan Kejamakan Agama
Dalam berhadapan dengan masalah kejamakan agama, telah muncul berbagai sikap dan
pemikiran tentangnya.
1. Para pengikut Naturalisme dengan bersandar pada perbedaan agama-agama, memandang
bahwa semuanya itu merupakan hasil mental, bahasa, potensi pikir, dan kejiwaan
manusia, dan mereka menghukumi semua itu adalah batil, khayali, dan imajinatif.
2. Para pengikut pandangan kesatuan agama-agama berkeyakinan bahwa substansi agama-
agama adalah satu; semuanya berada dalam pencarian hakikat final dan kesempurnaan
mutlak; mereka berbeda dalam jelmaan dan menyatu dalam hakikat. Seluruh agama-
agama berkeinginan menyampaikan manusia dari penyembahan diri dan egoisme kepada
penemuan kebenaran dan penyembahan Tuhan.
3. Para pengikut Inklusivisme juga seperti pengikut eksklusivisme, mereka menegaskan
pada kebenaran hanya satu agama, namun juga berpandangan bahwa agama-agama
lainnya mempunyai saham dalam hakikat serta berkeyakinan bahwa agama-agama
lainnya pada dimensi batin dan dalam bentuk kandungan berserikat dengan agama yang
satu tersebut dalam haqqâniyyah. Oleh karena itu, pengikut Inklusivisme dari satu segi
juga seperti pengikut pluralisme, yakni mereka berkeyakinan bahwa berkat inayah dan
taufik Tuhan dalam bentuk manifestasi-Nya dalam berbagai sisi pada agama-agama maka
setiap orang dapat saja mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hatta orang tersebut
tidak pernah mendengarkan prinsip agama hak dan tidak mendapatkan pengajaran serta
bimbingannya.
4. Para pengikut pluralisme agama-agama memandang bahwa semua agama-agama berada
dalam hak dan mengatakan bahwa agama-agama adalah jalan-jalan yang berbeda yang
akan berakhir pada tujuan yang satu. Kendatipun hakikat dan realitas itu hanya satu,
namun di saat hakikat tersebut tersentuh oleh pemikiran dan pengalaman keagamaan
maka ia mendapatkan bentuk keragaman. Oleh karena itu, lantaran seluruh agama-agama
mendapatkan saham dari hakikat maka dalam hal keselamatan dan kebahagiaan juga
semuanya berserikat.
5. Para pengikut Eksklusivisme berkeyakinan bahwa di antara agama-agama yang ada ini
hanya satu yang hak secara mutlak dan yang lainnya adalah batil. Kebenaran,
keselamatan, kesempurnaan, dan kebahagiaan serta apa saja yang menjadi tujuan final
daripada agama terbatas hanya pada satu agama tertentu, atau hanya bisa diperoleh lewat
satu agama khusus. Dan adapun agama-agama yang lain kendatipun mengandung saham
kebenaran tetapi dibanding dengan agama hak, semua adalah batil. Oleh karena itu,
menurut pengikut mazhab eksklusivis para penganut agama-agma lain, kendatipun
mereka taat beragama dan dari tinjauan moralitas mereka adalah orang-orang yang
berakhlak baik, namun mereka tetap tidak akan dapat memperoleh kebahagiaan dan
keselamatan ukhrawi lewat agama mereka sendiri.
Kelima aliran pemikiran yang kami sebutkan di atas telah mewarnai wacana kejamakan
dan keragaman agama, dan saatnya nanti kami akan mengurai teori dan pandangan mereka
tentang masalah ini serta berusaha melakukan kritik terhadapnya.