Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

20
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak Oleh kelompok A6 : Muhammad Hazim Afif 102009328 Celina Manna 102011047 Renoir Victor Pandie 102011111 Nella 102011185 Maria Theodora De Rosari 102011246 Andy Santoso Hioe 102011314 Nindya Dewati Wijaya 102011343 Nurshawina binti Kamaludin 102011429

description

nefrotik idiopatik

Transcript of Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Page 1: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak

Oleh kelompok A6 :

Muhammad Hazim Afif 102009328

Celina Manna 102011047

Renoir Victor Pandie 102011111

Nella 102011185

Maria Theodora De Rosari 102011246

Andy Santoso Hioe 102011314

Nindya Dewati Wijaya 102011343

Nurshawina binti Kamaludin 102011429

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Page 2: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Pendahuluan

Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Kadang-kadang ada laporan bahwa salah satu dari tiga tipe histologis telah diubah menjadi tipe lain memberi kesan bahwa sindrom ini mungkin merupakan suatu gangguan dengan berbagai gambaran histologis. Namun, agaknya lebih mungkin, bahwa sindrom menggambarkan beberapa penyakit yang mempunyai manifestasi klinis serupa. Penyelesaian masalah ini menunggu penemuan faktor-faktor patogenetiknya. Sindrom ini telah dilaporkan pada beberapa keluarga tertentu dengan frekuensi yang tampaknya meningkat melebihi frekuensi yang diharapkan, tetapi sindrom ini tampaknya tidak diwariskan.1

Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5g/dL (25g/L).1

Pembahasan

A. Anamnesis Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis

suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis. Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis. Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu; alloanamnesis artinya kita melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua). Hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran serta pada pasien anak-anak, sedangkan autoanamnesis yaitu kita melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan pasien yang masih baik kesadarannya.2

Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien sesuai dengan kasus ini dengan pendekatan umum; perkenalan diri anda, ciptakan hubungan yang baik, menanyakan identitas pasien. (Nama pasien, umur). Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya bengkak pada anggota badan (sejak kapan bengkak dialami, lokasi bengkak, menjalar/tidak), apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya dengan diuretik? Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin: apakah urin pasien terlihat mengandung darah (hematuria)? Ada kesulitan saat berkemih? Ada rasa nyeri pada saat berkemih? Berapa kali buang air kecilnya sehari? Berapa banyak air seni yang dikeluarkan? Ada pola perubahan dalam pembuangan urin (seperti mengejan atau

Page 3: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

tidak)? dan bagaimana pancaran urinnya. Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien; apakah ada rasa nyeri di daerah suprapubik atau daerah lainnya, mual muntah, keringat dingin, lemas? bagaimana pola makan anak (teratur atau tidak)? Dan nafsu makan si anak (meningkat atau menurun), apakah ada alergi pada si anak.2

Kemudian tanyakan riwayat penyakit sekarang, pada umur berapa pertama kali anak ketika terjadi onset (semakin muda anak adalah lebih besar resiko), gejala klinis yang terkait, riwayat infeksi oleh streptococcus atau tuberculosis atau virus. Pada riwayat penyakit dahulu tanyakan riwayat bengkak sebelumnya, riwayat penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik, hepatitis atau gagal jantung sebelumnya. Dalam riwayat penyakit keluarga faktor keluarga dengan riwayat edema penting juga ditanyakan riwayat masa kehamilan dan persalinan. Menilai status gizi anak dengan kemungkinan malnutrisi seperti pada penyakit Kwashiorkor pada riwayat pertumbuhan dan perkembangan dengan memantau kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur untuk menilai apakah terjadi keterlambatan pertumbuhan pada anak.2

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum2. Pengukuran tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut nadi.3. Pemeriksaan fisik abdomen:

Inspeksi:

Melihat bentuk abdomen, kesimetrisan, pembesaran organ, atau adanya massa; kemungkinan temuan penonjolan pinggang, penonjolan suprapubik, pembesaran hati, atau limpa, tumor.2

Palpasi:

Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri lepas,

dan nyeri tekan. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.2

Perkusi:

Perkusi abdomen untuk pola bunyi timpani dan pekak. Kemungkinan temuan

asites, obstruksi GI, tumor ovarium.

Auskultasi:

Normal: suara peristaltik dengan intensitas rendah terdengar tiap 10 – 30 detik

Page 4: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Bila dinding perut diketuk : frekuensi dan intensitas bertambah

Nada tingi (nyaring) : obstruksi GIT (metalic sound)

Berkurang/ hilang : peritonitis/ ileus paralitik.2

Pada pemeriksaan fisik untuk Sindrom Nefrotik ini, dapat ditemukan edema. Edema pitting biasanya ditemukan di wajah, ekstremitas bawah dan daerah periorbital, skrotum atau labia dan perut (asites). Pada anak-anak dengan asites, kesulitan bernapas dapat terjadi, dan sebagai kompensasi terjadilah takipneu. Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Nyeri tekan pada abdomen mungkin menunjukan peritonitis.1

4. Pemeriksaan antropometri:Berbagai nilai baku antropometrik dapat digunakan untuk menilai keadaan

pertumbuhan fisis seorang anak, namun yang paling sering dipakai adalah ukuran berat badan, panjang/tinggi badan, dan lingkar lengan atas. Ukuran tebal lemak subkutan lengan atas, ukuran tebal lipatan kulit pada lengan dan tungkai, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar perut, pertumbuhan gigi-geligi, dan umur tulang bukan merupakan ukuran yang tidak rutin diukur. Adapun cara pengukurannya adalah sebagai berikut :

Pengukuran Berat BadanBerat badan merupakan indikator untuk keadaan gizi anak. Gangguan pada

berat badan biasanya menggambarkan gangguan yang bersifat perubahan akut/jangka pendek. Pengukuran harus dilakukan menggunakan alat timbangan yang telah ditera terlebih dahulu. Timbangan harus diletakkan di atas alas yang rata dan keras. Jenis timbangan yang dipakai tergantung dari umur anak, khususnya berat badan anak. Pada neonatus hingga anak yang belum bisa berdiri digunakan dacin atau infant scale. Sementara untuk anak yang sudah bisa berdiri dengan tenang digunakan timbangan yang juga digunakan pada orang dewasa.3

Pengukuran Tinggi Badan/Panjang BadanTinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri dapat menggunakan infantometer.

Pengukuran Lingkar Lengan AtasMerupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi karena mudah,

murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.

Page 5: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan status KEP (Kurang Energi Protein) pada balita.2

C. Working DiagnosisSindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis

(ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau sindrom nefrotik ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas sindrom nefrotik akan tetapi pada keadaan berat yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormon tiroid sering dijumpai pada sindrom nefrotik. Umumnya, sindrom nefrotik dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1

D. Differential Diagnosis1. Glomerulonefritis Akut

Pada glomerulonefritis akut terdapat edema pada tungkai dan tidak disertai asites karena albuminuria pada Glomerulonefritis akut tidak semasif pada sindrom nefrotik. Selain itu glomerulonefritis akut lebih cenderung mengalami hipertensi dibandingkan sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik biasanya normotensi/ hipotensi. Hematuria makroskopik juga lebih sering ditemukan pada Glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan penurunan komplemen dan tidak terjadi peningkatan kolesterol, hal ini penting untuk membedakan Glomerulonefritis akut dan sindrom nefrotik.1

2. TumorSindrom nefrotik telah dihubungkan dengan beberapa neoplasma ekstra renal,

Pada pasien yang menderita tumor padat, seperti karsinoma, perubahan-perubahan pada glomerulusindrom nefrotikya menyerupai glomerulopati membranosa. Keterlibatan ginjal agaknya ditengahi oleh kompleks imun yang terdiri dari antigen tumor dan antibodi spesifik tumor. Pada limfoma (terutama penyakit Hodgkin), penyakit lesi minimal adalah yang paling lazim ditemukan; lesi proliferatif juga telah diuraikan. Pada penderita lesi perubahan minimal, nefrosis dapat berkembang sebelum atau sesudah keganasannya terdeteksi, dapat membaik ketika tumornya mengecil, dan kembali lagi jika tumornya kambuh. Mekanisme nefrosis belum

Page 6: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

diketahui; telah diusulkan bahwa tumor memproduksi limfokin yang menaikkan permeabilitas dinding kapiler glomerulus.1

3. Obat-obatanSindrom nefrotik telah berkembang selama terapi dengan beberapa tipe obat

dan bahan kimia. Gambaran histologisindrom nefrotikya dapat menyerupai glomerulopati (penisilinamin, kaptopril, emas, senyawa merkuri), penyakit lesi minimal (probenesid, etosuksimid, methimazol, litium), atau glomerulonefritis proliferatif (prokainamid, khlorpropamid, fenitoin, trimetadion, parametadion).1

4. Sindrom nefrotik kongenitalSindrom nefrotik jarang terjadi selama usia satu tahun pertama. Penyebab

terjadinya nefrosis selama umur 6 bulan pertama meliputi sindrom nefrotik kongenital, infeksi kongenital (sifilis, toksoplasmosis, sitomegalovirus), dan sklerosis mesangium difus yang tidak diketahui sebabnya (sindrom Drash, yang terdiri dari nefropati, tumor Wilms, dan kelainan kongenital). Nefrosis yang terjadi selama usia setengah tahun pertama terakhir adalah paling lazim terkait dengan sindrom nefrotik atau obat-obatan. Karena keanekaragaman penyebab perkembangan sindrom nefrotik selama usia tahun pertama, semua penderita demikian harus menjalani biopsi untuk menemukan penyebab yang tepat dan keparahan penyakitnya.1

E. Pemeriksaan PenunjangLangkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan

apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (sepserti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya :4

1. Urinalisis.Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan

hematuria.Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis.Hematuria makrsokopis jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara 3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL.

2. Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan protein urin 24 jam.a. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi proteinuria

orthostatik.b. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3mg/mg.c. Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu >100mg/dL,

terkadang mencapai 1000mg/dL.d. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

Page 7: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

3. Pemeriksaan daraha. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematocrit, LED)b. Albumin dan kolesterol serumc. Ureum, kreatinin serta bersihan kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwartzd. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan

ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA4. Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada usia 1-8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia< 1 tahun, dimana SN kongenital lebih sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN sekunder.

5. RadiografiPemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya

trombosis vena ginjal.1,2,4

F. PatofisiologiKelainan patogenetik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat

dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus.Mekanisme dari keniakan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada dasanya adalah “hipoalbuminemia”. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L).5

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal.Penurunan volume intravaskuler juga mereangsang pelepasan hormon antidiuretic, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus.Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, mamperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan

Page 8: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosterone plasma normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam eksresi natrium da air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan: 1. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein; dan 2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%), glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangial dan matriks. Temuan-temuan mikroskop imunofluoresens khas negatif. Mikroskop electron menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.

Kelompok proliferative mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel mesangial dan matriks.Dengan imunofluoresens, frekuensi endapan mesangium yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-minimal. Sekitra 50-60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi kortikosteroid.

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sclerosis setempat (10%), sebagian besar glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium-akhir pada kebanyakan penderita.Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap kortikosterois atau terapi sitotoksik ataupun keduanya.Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang ditransplantasikan.1,5

G. Manifestasi KlinikSindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun.

Sindrom terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus saluran pernapasan atas yang nyata.Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat pitting edema.Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan

Page 9: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin.Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dari hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.1,2,4

H. PenatalaksanaanMedika mentosa

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat dirawat-inap di rumah sakit untuk tujuan diagnostik, pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan memulai diet tidak ditambah garam. Orang tua dinasihati untuk memasak tanpa garam, menyembunyikan garam meja, dan menghindari menyajikan makanan yang jelas-jelas bergaram. Pembatasan garam dihentikan bila edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat, masukan cairan tidak batasi namun tidak perlu didorong. Anaknya dapat masuk sekolah dan berpartisipasi dalam aktivitas sekolah seperti yang dapat ditoleransi. Sampai diuresis akibat kortikosteroid dimulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan klorotiazid 10-40 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi.1

Bila terjadi hipokalemia, dapat ditambahkan kalium klorida atau spironolakton (3-5 mg.kg/24 jam dibagi menjadi 4 dosis). Jika edemanya menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efusi pleura yang massif dan asites atau pada edema skrotum yang berat, anak harus dirawat-inap di rumah sakit. Pembatasan natrium harus diteruskan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut jarang efektif dalam mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan bantal untuk meningkatkan pengeluaran cairan dengan gravitasi.1

Di masa lampau, edema yang berat diobati dengan pemberian albumin intravena, pada beberapa penderita disertai dengan pemberian furosemid intravena. Tetapi sekarang terapi tipe ini telah diganti dengan pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi); metolazon dapat bekerja pada tubulus proksimal dan distal. Bila menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit dan fungsi ginjal harus dimonitor secara ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian albumin manusia 25% ( 1 g/kg/24 jam) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya biasanya sementara dan harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung.1

Setelah diagnosis sindrom nefrotikya diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat, patofisiologi dan pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan pengertian mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian prednisone, kortikosteroid yang kurang mahal, dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg setiap hari), dibagi menjadi tiga

Page 10: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

atau empat dosis selama sehari. Digunakan terapi dosis-terbagi bukannya dosis tunggal karena beberapa penderita yang gagal berespons terhadap dosis tunggal akan berespons terhadap dosis terbagi. Waktu yang dibutuhkan untuk berespons terhadap prednisone rata-rata sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (2+ atau lebih) setelah satu bulan mendapat prednisone dosis terbagi yang terus-menerus setiap hari, nefrosis demikian disebut resistance steroid dan biopsi ginjal terindikasikan untuk menentukan penyebab penyakitnya yang tepat.1

Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau +1 pada dipstick), dosis prednisone diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini diteruskan selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selang sehari ini adalah mempertahankan remisi dengan menggunakan dosis prednisone yang relatif nontoksik, dengan demikian menghindari seringnya kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat pemberian kortikosteroid setiap hari. Setelah periode terapi selang sehari tersebut, prednisone dapat dihentikan secara mendadak. Sebaliknya, dalam waktu sampai dengan satu tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, anak akan membutuhkan terapi tambahan kortikosteroid untuk penyakit yang berat atau pembedahan.6

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria, karena beberapa anak dengan keadaan ini akan menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil penderita yang berespons terhadap terapi dosis-terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari. Penderita demikian itu disebut tergantung steroid.6

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas kortikosteroid berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus dipikirkan terapi siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti memperpanjang lama remisi dan mencegah kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya sering kambuh. Kemungkinan efek samping obat (leucopenia, infeksi varisela tersebar, sistitis hemoragika, alopesia, sterilitas) harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24 jam sebagai dosis tunggal, selama total pemberian 12 minggu, Terapi prednisone selang sehari sering diteruskan selama pemberian siklofosfamid. Selama terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah 5.000/mm3. Penderita yang resisten steroid berespons terhadap perpanjangan pemberian siklofosfamid (3-6 bulan), bolus metil prednisolon atau siklosporin.1,6

Page 11: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Non-medika mentosa

Tata laksana suportif

1. Aktifitas bergantung keadaan umum anak, sedangkan tirah baring tidak dianjurkan kecuali karena tirah baring potensial meningkatkan risiko thrombosis; terdapat edema anasarka dan disertai komplikasi.

2. Asupan garam dibatasi untuk pencegahan dan pengobatan edema selain mengurangi resiko hipertensi selama pengobatan prednison. Diit rendah garam hanya pada kasus edema berat sedangkan kalori harus adekuat, karbohidrat normal, dan relatif rendah lemak. Asupan protein diusahakan mencapai target 130-140% dari kebutuhan nomal harian sesuai usia atau 1-2 g/kg berat badan/hari. Pembatasan cairan dianjurkan pada keadaan hiponatremia sedang - berat.

3. Pemberian diuretik umumnya tidak diperlukan pada SNKM karena dapat memicu renjatan hipovolemik; namun pada kasus dengan edema berat disertai kesulitan napas, boleh diberikan furosemid oral 1-2 mg/kg/hari sesudah koreksi hipovolemia atau spironolakton 2-10 mg/kg BB/hari bila kreatinin serum normal.

4. Albumin meningkatkan tekanan onkotik dan membantu efek diuretik furosemid. Hipovolemia, yang timbul dengan cepat akibat hilangnya proteinplasma dan dipicu oleh pemberian diuretik,potensial menyebabkan syok pada anak dengan SNKM. Manifestasi syok meliputi nyeri perut, akral dingin, volume nadi kurang, hipotensi, dan hemokonsentrasi. Untuk mencegah renjatan diberikan infus albumin 0.5-1 g/kg/dosis per infuse (5mg/kg berat badan albumin 20% atau 25%) selama 1 - 4 jam bersama dengan pemberian furosemid.

5. Obat penyekat ACE seperti kaptopril sebagai pengobatan tambahan dapat mengurangi ekskresi protein urin sebanyak 50%. Namun kegunaan jangka panjang pada anak belum terbukti mencegah progresifitas penyakit. Obat ini jangan diberikan selama pemberian dosis awal prednisone karena dapat menimbulkan hipotensi dan resiko trombosis.

6. Hiperkolesterolemia umumnya bersifat transiendan normal kembali bila pengobatan berhasil.6

I. Prognosis

Page 12: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan menjelang usia akhir sekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak diperlukan.1

J. KomplikasiKomplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik

antara lain infeksi dan thrombosis arteri dan vena.7

Infeksi adalah komplikasi sindrom nefrotik utama, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteriselama kambuh. Penjelasan yang diusulkan meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media perbiakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”, penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas, mengapa peritonitis spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi saluran kemih juga dapat ditemukan.Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim adalah S. pneumoniae; bakteri gram-negatif juga ditemukan.Demam dan temuan-temuan fisik mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid.Oleh karenanya, kecurigaan yang tinggi, pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritoneum), dan memulai terapi awal yang mencakup organisme gram-positif maupun gram-negatif adalah penting untuk mencegah terjadinya penyakit yang mengancam jiwa.Bila dalam perbaikan, semua penderita yang sedang menderita nefrosis harus mendapatkan vaksin pneumokokus polivalen.

Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecenderungan terjadinya thrombosis arteri dan vena (setidak-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar anti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasi trombosit); defisiensi faktor koagulasi IX, XI, dan XII; dan penurunan kadar vitamin D serum.1,3,7

Kesimpulan

Page 13: Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.docx

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria massif disertai dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan pitting edema.Berdasarkan etiologi dibagi menjadi dua, yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder.Secara epidemiologi, anak berumur kurang dari 14 tahun sering mengalami sindrom ini dan anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan.Oleh karena diduga oleh reaksi autoimun, pemberian obat-obat imunosupresif dapat mengendalikan kekambuhan dari sindrom ini sampai sembuh sempurna secara spontan.Prognosis dari penyakit ini cukup baik dan komplikasi yang dapat menyertai sindrom nefrotik yaitu infeksi dan thrombosis.

Daftar Pustaka

1. Bergstein JM. Nefrologi. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol.II. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal. 1828-32.

2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.254-60.

3. Pardede SO. Sindrom nefrotik infantil. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 2002; h.32-7, 134.

4. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.

5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA: Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.

6. Gunawan CA. Sindroma nefrotik patogenesis dan penatalaksanaan. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2006.h.50-3, 150.

7. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. h. 2-15