Skripsi Revisi
-
Upload
marta-tata-salember -
Category
Documents
-
view
37 -
download
6
description
Transcript of Skripsi Revisi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari).
Penyakit diare di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pola makan
tidak sehat, penggunaan jamban, penggunaan air tercemar, kebiasaan
cuci tangan, pemberian ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, penggunaan botol,
jenis tempat pembuangan tinja, jenis lantai tempat tinggal dan sumber air
minum1.
World Health Organization (WHO) menyatakan, di Asia Tenggara
diare menyebabkan kematian sebanyak 604.000 jiwa2. Walaupun definisi
pasti diare masih belum pasti, sebagian besar pasien menganggap diare
adalah peningkatan massa tinja, frekuensi buang air besar, atau fluiditas
(tingkat keenceran) tinja3.
Diare merupakan salah satu penyakit menular yang kasus
kematiannya meningkat di beberapa daerah di Indonesia, penyakit ini
kematian tertingginya pada bayi dan anak. Di Indonesia penyakit diare
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,
dimana insidens diare secara proporsional 55% dari kejadian diare terjadi
pada golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,0-1,5 kali
pertahun4.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi
nasional diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 9% dan untuk usia 5-14 tahun, prevalensi diare adalah
9%. Di Kalimantan Tengah sendiri, prevalensi diare adalah 7,5%4.
Berdasarkan buku profil kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah,
jumlah kasus diare yang terjadi di Wilayah Kerja Kota Palangka Raya
tahun 2012 adalah 8.314 dari 199.199 total penduduk Kota Palangka Raya.
1
2
Pada balita khususnya kejadian diare pada tahun 2012 adalah 1.537 anak
balita dari 4.162 jumlah total anak yang terkena diare1.
Dengan memperhatikan data-data diatas dapat diketahui di
Wilayah Kerja Kota Palangka Raya kasus diare yang terjadi masih tinggi
dan berdasarkan data dinas kesehatan kota menunjukkan pada 5 (lima)
puskesmas di Kota Palangka Raya ditemukan bahwa di Puskesmas Kayon
Kecamatan Jekan Raya angka kejadian diare cukup tinggi setiap tahunnya.
Sanitasi lingkungan juga berkaitan terhadap tingginya angka kejadian
diare yang terjadi di masyarakat, mengingat bahwa kondisi lingkungan
juga berperan penting terhadap derajat kesehatan masyarakat. Adapun hal-
hal yang terkait dengan sanitasi lingkungan yaitu, ketersediaan sumber air
bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, ketersediaan jamban
keluarga. Untuk mengetahui kenapa penyakit diare pada balita di Wilayah
Kerja Kota Palangka Raya masih tinggi, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Prevalensi Kejadian
Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota
Palangka Raya Tahun 2014”.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan ketersediaan sumber air bersih dengan kejadian
diare pada balita?
2. Apakah ada hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada
balita?
3. Apakah ada hubungan pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada
balita ?
4. Apakah ada hubungan ketersediaan jamban keluarga terhadap kejadian
diare pada balita?
5. Apakah ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada
balita?
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum:
Mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kecamatan Jekan Raya
Kota Palangka Raya.
1.3.2. Tujuan Khusus:
1. Mengetahui hubungan ketersediaan sumber air bersih dengan terjadinya
diare pada balita.
2. Mengetahui hubungan pengelolaan sampah dengan terjadinya diare pada
balita.
3. Mengetahui hubungan pengelolaan air limbah dengan terjadinya diare
pada balita.
4. Mengetahui hubungan ketersediaan sumber jamban keluarga dengan
terjadinya diare pada balita.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti :
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan peneliti,
dan mampu menerapkan ilmu riset di bidang kedokteran tentang hubungan
kesehatan lingkungan terhadap angka kejadian diare di daerah perkotaan,
serta memberikan masukan tambahan bagi kegiatan penelitian sejenis
dikemudian hari yang lebih spesifik guna penanggulangan penyakit diare
terutama diare pada balita.
1.4.2 Bagi Institusi :
Sebagai masukan dalam mengevaluasi program yang sedang berjalan dan
bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan kebijakan dan
perbaikan dalam rangka penanggulangan penyakit diare pada balita di Kota
Palangka Raya pada masa yang akan datang.
4
1.4.3 Bagi Masyarakat :
Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan informasi
lebih kepada masyarakat mengenai kesehatan lingkungan yang perlu di
jaga, sehingga diharapkan masyarakat dapat memperbaiki perilaku
hidupnya dengan cara menjaga kebersihan lingkungan.
1.5 Risiko Penelitian
Penelitian penelitian ini memiliki beberapa risiko penelitian yang dapat
terjadi saat penelitian berlangsung, yaitu dapat terjadi pengumpulan data
yang melebihi batas jadwal yang ditentukan, responden yang sakit mendadak
bukan karena penyakit diare, responden yang merasa bosan karena menjawab
pertanyaan yang cukup banyak, responden pindah alamat sehingga tidak
berada diwilayah kerja Puskesmas Kayon kecamatan Jekan Raya, jumlah
responden yang tidak mencapai target karena kendala waktu serta penelitian
yang tidak valid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2. 1. 1 Definisi Diare
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani
yaitu “diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Terdapat beberapa pendapat tentang
definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu
keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja. Menurut Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI), diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air
lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada
menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya
menderita diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau
cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan
buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)5.
Diare adalah bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
sehari yang disertai dengan perubahan konsisitensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah, dan/atau lendir. Jenis diare dibagi tiga yaitu5 :
a. Disentri, yaitu diare disertai darah dalam tinjanya.
b. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus
c. Diare dengan masalah lain, yaitu diare yang disertai penyakit lain, seperti
demam dan gangguan gizi.
Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi dua yaitu dare akut dan diare
kronis. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut diare akut, sedangkan
diare yang lebih dari 14 hari disebut diare kronis5.
5
6
2. 1. 2 Epidemiologi Penyakit Diare
Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan
pasien pada ruang praktik dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama
sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit6.
Kejadian diare di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit
diare sekitas 200-400 per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80%
menyerang anak dibawah usia lima tahun (balita). Golongan umur ini mengalami
dua sampai tiga episode diare pertahun. Diperkirakan kematian anak akibat diare
sekitar 200-250 ribu setiap tahun7.
Penyebab diare terutama pada anak karena adanya infeksi biasanya oleh
Escherichia coli, Salmonella thyposa, Campylobacter jejuni, dan Ascaris
limbricoides. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery,
kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, salmonella dan
Enteroinvasive.
Beberapa faktor epidemiologis dipandang penting untuk mendekati pasien
diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman yang
terkontaminasi, bepergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,
merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk
diare infeksi9.
2. 1. 3 Etiologi
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang
menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa faktor
penyebab diare yaitu faktor infeksi disebabkan oleh bakteri Escherichia coli,
Vibrio cholerae (kolera) dan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan. Faktor
makanan, makanan yang tercemar, basi, beracun dan kurang matang. Faktor
psikologis dapat menyebabkan diare karena rasa takut pada anak, cemas dan
tegang dapat mengakibatkan diare kronis pada anak. Tetapi jarang terjadi pada
anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar5,7.
7
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik5,7.
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain
melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita5,7,
2. 1. 4 Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-
sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses
fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa :
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan dari mulut ke gaster.
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
5. Penyerapan makanan (absorption) : perjalanan molekul makanan melalui
selaput lender usus kedalam sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik : gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung kedistal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan berupa tinja11,12.
8
2. 1. 5 Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair,
mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena
tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam4,11,12.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau sesudah diare. Bila telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun.
Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput
lendir mulut dan bibir kering4,11,12.
2. 1. 6 Penatalaksanaan
1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi.
3. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh gunakan secara rutin, tidak ada
manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare dengan
panas.
4. Obat-obat antidiare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat,
kodein, opium), adsorben (mis. norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk
prometazin dan klorpromazin. Tidak satupun obat-obat ini terbukti
mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan
mempunyai efek yang membahayakan. Obat-obat ini tidak boleh diberikan
pada anak < 5 tahun11.
2. 1. 7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare
Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati, beberapa faktor yang dapat
meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare adalah sebagai
berikut:
9
a. Tidak memberikan ASI sampai dua tahun. ASI mengandung antibodi yang
dapat melindungi bayi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti,
shigella dan Vibrio cholera.
b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita gizi buruk.
c. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak
yang sedang menderita campak dalam empat minggu terakhir. Hal ini sebagai
akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imuno defisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin
yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency
Syndrome). Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman
yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
e. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%).
2. 1. 8 Faktor Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare6,7.
Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan
menyelidiki di seluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka kematian
(mortalitas), angka perbandingan orang sakit (mordibitas) yang tinggi serta
seringnya terjadi endemi di tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi
lingkungan buruk.
Pengertian sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah
usaha mengendalikan dari semua faktor-faktor fisik manusia yang menimbulkan
10
hal-hal yang telah mengikat bagi perkembangan fisik kesehatan dan daya tahan
tubuh.
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis sosial,
dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang
berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau
dihilangkan.
Sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan pengendalian
atau kontrol pada faktor lingkungan manusia, sebagaimana ditemukan oleh WHO
ada 7 (tujuh) kelompok ruang kesehatan lingkungan yaitu :
1. Problem air.
2. Problem barang atau benda sisa atau bekas seperti air limbah kotoran manusia
dan sampah.
3. Problem makanan dan minuman.
4. Problem perumahan dan bangunan lainnya.
5. Problem pencemaran udara, air dan tanah.
6. Problem pengawan anthropoda dan rodiatis.
7. Problem dengan kesehatan kerja.
8. Hubungan Lingkungan Dengan Faktor Penyakit6,7.
Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan faktor
penyakit adalah
1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan, membangun
perumahan dan industri yang mengakibatkan timbulnya tempat berkembang
biaknya faktor penyakit.
2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya faktor penyakit.
3. Sistem penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh
penduduk sehingga masih diperlukan conteiner untuk penampungan
penyediaan air.
4. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat
sehingga menjadi tempat perindukkan penyakit.
5. Sistem pengelolahan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan
sampah sarang faktor penyakit.
11
6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang sehat,
nyaman dan aman masih belum memadai.
7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian faktor
penyakit secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran
lingkungan13.
2. 1. 8. 1 Ketersediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi manusia, karena
didalam tubuh manusia air berkisar 50-70% dari seluruh berat badan. Dan
kebutuhan manusia akan air setiap hari minimal 1, 5-2 liter untuk diminum, sebab
jika munusia kekurangan air maka akan menyebabkan kematian.
a. Syarat air bersih
Mutu atau kualitas air minum, merupakan syarat mutlak untuk air
agar dapat diminum dengan aman tanpa mengganggu kesehatan. WHO telah
memberi petunjuk mengenai hal ini. Negara-negara yang belum mempunyai
standar kualitas air minum dianjurkan mengacu pada petunjuk dari WHO
tersebut. Standar kualitas air minum tersebut meliputi standar fisika, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktifitas.
Persyaratan kualitas air minum berdasarkan Peraturan Menteri
Kesahatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tanggal 19 April 2010 yaitu14 :
Tabel 2.1 Permenkes 2010
No Jenis Parameter SatuanKadar maksimum
yang diperbolehkan
1Parameter yang berhubungan langsung kesehatana. Parameter Mikrobiologi
1) E.ColiJumlah
per 100 ml sampel
0
2) Total Bakteri KoliformJumlah
per 100 ml sampel
0
b. Kimia an-organik1) Arsen mg/l 0,012) Fluorida mg/l 1,53) Total Kromium mg/l 0,05
12
4) Kadmium mg/l 0,0035) Nitrit, (Sebagai NO2-) mg/l 36) Nitrat, (Sebagai NO3-) mg/l 507) Sianida mg/l 0,078) Selenium mg/l 0,01
2Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatana. Parameter Fisik
1) Bau Tidak Berbau2) Warna TCU 153) Total zat padat terlarut
(TDS)mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 55) Rasa Tidak berasa6) Suhu ˚C Suhu udara ± 3
b. Parameter Kimiawi1) Aluminium mg/l 0,22) Besi mg/l 0,33) Kesadahan mg/l 5004) Khlorida mg/l 2505) Mangan mg/l 0,46) pH 6,5-8,5
Secara singkat syarat fisik air minum ialah jernih, tidak berwarna, tak
berasa dan tak berbau. Syarat kimia, tidak boleh mengandung bahan-bahan
kimia yang dapat membahayakan kesehatan. Pertama bahan beracun, kedua
kandungan mineral dalam air tidak boleh melebihi kadar yang telah
ditentukan. Syarat mikrobiologis, yakni bahwa air minum tidak boleh
mengandung jasad renik yang berbahaya. Sebagai petunjuk atau standar
mengenai syarat mikrobiologis atau bakteriologis air minum ini ada tidaknya
bakteri Escherichia coli. Mengapa E. coli dijadikan standar, tidak lain
karena :
1. Bakteri ini selalu terdapat dalam tinja manusia.
2. Tinja manusia merupakan media penyebaran beberapa jenis bakteri
pathogen terutama bila tinja berasal dari karier penyakit tertentu.
3. E.coli paling tahan terhadap pemanasan biasa.
Air minum tidak boleh mengandung bakteri pathogen maupun
nonpatogen meskipun tidak menyebabkan penyakit, tetapi seringkali dalam
jumlah berlebihan dapat mempengaruhi rasa, bau, estetis, dan lain-lain.
13
Jasad renik nonpatogen ini disamping seperti yang disebutkan diatas, dapat
pula mempengaruhi proses pengolahan air tertentu, umpamanya adanya
ganggang berlebihan dapat menyebabkan tersumbatnya saringan pasir (sand
filter). Bakteri besi (iron bacteri) dapat menyebabkan gangguan pada
saringan-saringan pompa.
Sebagai patokan bakteri saprofit (tidak patogen), tidak boleh lebih
dari 100/ml air. Untuk syarat radioaktifitas, maka air tidak boleh
mengandung bahan-bahan radioaktifitas yang dapat memberikan emisi atau
radiasi demikian rupa sehingga membahayakan kesehatan.
b. Penyakit Yang Berhubungan Dengan Air
Secara garis besar penyakit yang sehubungan air dilihat dari cara
penularannya dapat digolongkan menjadi 5 macam :
1. Water-borne infections
Bibit penyakit patogen yang berada dalam air, terminum atau minum
manusia. Bila orang berenang atau mandi di kolam atau di sungai,
mungkin air yang mengandung kuman terminum. Bisa juga air minum
yang mengandung kuman patogen terminum. Contoh penyakit ini adalah
tifus, kolera, disentri, hepatitis infectosa, dan berbagai bakteri penyebab
diare.
2. Water-washed infections
Cara ini berkaitan dengan kebersihan cuci-mencuci. Baik mencuci
pakaian dan lain-lain, maupun mencuci peralatan makan minum, pendek
kata peralatan dapur. Air untuk mencuci, meskipun tidak sebersih air
minum, namun dapat dipertanggung jawabkan mutunya, sedemikian
rupa hingga tidak mengandung bibit penyakit berbahaya. Dalam hal ini
berdasarkan penelitian Saunders dan Warford, yang cukup penting
adalah tersedianya air yang cukup banyak. Kedua peneliti tersebut
berhasil menunjukkan penurunan angka penyakit diare terutama
Shigellosis sebagai akibat tersedianya air yang cukup banyak, bagi
keperluan cuci mencuci ini13.
14
3. Water based infections
Dalam siklusnya penyakit ini memerlukan host (penjamu). Penjamu
perantara ini hidup didalam air. Contoh yang umum penyakit ini adalah
Schistosomiasis. Larva Schistosomiasis hidup didalam keong-keong air.
Pada waktunya larva ini berubah menjadi cercaria (serkaria, yakni
stadium tempayak nematode dalam bentuk berekor). Bila ada orang
menginjakkan kaki di air yang ditinggali keong tersebut, maka serkaria
bias menembus kulit. Orangpun akan terjangkit penyakit
Schistosomiasis ini. Keong jenis ini bias hidup di sawah, rawa, juga
sungai.
4. Infeksi karena vektor serangga yang hidup di air atau air sebagai
perindukan serangga penular penyakit
Contohnya ialah, penyakit malaria oleh nyamuk malaria, demam
berdarah (Dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit demam kuning (yellow
fever) penyebabnya virus melalui nyamuk Aedes Aegypti pula. Penyakit
filariasis (elephantiasis) penyebabnya cacing Filaria bancrofti atau
Filaria malayi, yang ditularkan oleh nyamuk Culex fatigans.
5. Infeksi terutama karena sanitasi yang buruk
Jenis ini terutama parasit cacing. Cacing tambak, cacing gelang dan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja seperti kolera, tifus dan
lain-lain13.
c. Sumber dan Karakteristik Air Bersih
1. Sumber Air Bersih
Beberapa air bersih yang dapat digunakan untuk kepentingan
aktivitas dengan ketentuan harus yang memenuhi syarat yang sesuai dari
segi konstruksi sarang pengolahan, pemeliharaan dan pengawasan
kualitasnya, urutan sumbernya air bersih kemudahan pengolahan dapat
berasal dari :
a. Perusahaan air minum
b. Air tanah (sumur pompa, sumur bor, dan artesis)
15
c. Air hujan.
2. Karakteristik Sumber air
a. Perusahaan air minum (PAM) dari segi kualitas relativ sudah
memenuhi syarat (fisik, kimia, dan bakteriologis).
b. Air tanah : mutu air sangat dipengaruhi keadaan geologis setempat.
c. Air hujan : biasanya bersifat asam, CO2 bebas, tinggi, mineral
rendah, kesadaran rendah13.
2. 1. 8. 2 Pengelolaan Sampah
Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya.13
Menurut kasnoputranto, bahwa sampah adalah suatu bahan atau
benda padat yang terjadi karena hubungan dengan aktivitas manusia
sudah tidak dipakai lagi,ctidak disenangi dan dibuang dengan cara
saniter. Banyak para ahli-ahli mengajukan batasan-batasan lain, tapi
pada umumnya mengandung prinsip yang sama, yaitu :
a. Adanya suatu benda atau zat padat atau bahan
b. Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan aktivitas
manusia
c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi, tak disenangi dan
dibuang dalam arti pembuangan dengan cara yang diterima oleh
umum.
d. Berdasarkan jenis-jenis sampah dapat dibagi menjadi berbagai
jenis, antara lain :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung dimana sampah dibagi
menjadi:
a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak
dapat membusuk misalnya logam atau besi, pecahan seng
dan plastik.
16
b. Sampah organik adalah sampah yang ada umunya dapat
membusuk, misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan,
buah-buahan dan sebagainya.
2. Berdasarkan dapat tidaknya terbakar
a. Sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, karet, kayu,
plastik, kain bekas dan sebagainya.
b. Sampah yang tidak dapat terbakar, isinya kaleng-kaleng,
besi-besi dan sebagainya.
3. Berdasarkan karakteristik sampah
a. Garbage adalah sisa-sisa pengolahan atau makanan yang
sudah membusuk.
b. Rubbish adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang sukar
membusuk. Rubbish ini ada yang mudah terbakar seperti
kayu, kertas dan ada yang tidak dapat terbakar seperti
kaleng, besi dan sebagainya13.
Ada tiga hal pokok yang perlu dperhatikan dalam pengolahan
sampah antara lain : (1) Harus ditutup sehingga tidak menjadi tempat
bersarangnya serangga atau binatang-binatang lainnya seperti tikus,
lalat dan kecoa. (2) Pengangkutan atau pengumpulan sampah
(colection) atau sampah ditampung dalam tempat sampah sementara
dikumpul kemudian diangkut dan dibuang. Pada pengumpulan dan
pengangkutan sampah dapat dilakukan perorangan, pemerintah dan
swasta10.
2. 1. 8. 3 Pengelolaan Air Limbah
Menurut Metcalfn dan Eddy Air limbah adalah kombinasi dari cairan dan
sampah, sampah cair berasal dari daerah pemukiman, perkotaan dan industri
bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.
Azrul Azwar mendefinisikan air limbah adalah kotoran air bekas atau air
bekas tidak bersih yang mengandung berbagai zat yang membahayakan
17
kehidupan manusia dan hewan lainnya yang muncul karena hasil perbuatan
manusia.
a. Sumber air limbah
Dalam sehari-hari sumber air limbah yang dikenal adalah :
1. Air limbah yang berasal dari rumah tangga (domestic sewage)
2. Air limbah yang berasal dari perusahan (comersial waste) seperti dari
hotel dan restoran.
3. Air limbah yang berasal dari industri (industrial waste) misalnya dari
pabrik tekstil, tembaga dan industri makanan.
4. Air limbah yang berasal dari sumber lain seperti air hujan yang
bercampur dengan air comberan.
b. Syarat-syarat sarana pembuangan air limbah.
Sasaran pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Tidak mencemari sumber air bersih
2. Tidak menimbulkan genangan air
3. Tidak menimbulkan bau
4. Tidak menimbulkan tempat berlindung dan tempat berkembang biak
nyamuk dan serangga lainnya13.
c. Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan
menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari
lingkungan hidup. Secara garis besar, karakteristik air limbah digolongkan
menjadi :
1. Fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-
bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya
berwarna suram seperti kerutan sabun, berbau, kadang-kadang mengandung
sisa-sisa kertas berwarna, cucian beras dan sayur dan sebagainya.
18
2. Kimiawi
Air bangunan mengandung zat-zat kimia oraganik yang berasal dari
air bersih yang bercampur dengan bermacam-macam zat organik berasal
dari pancuran tinggi urin dan sampah-sampah dan lain sebagainya.
3. Bakteriologis
Kandungan bakteri patogen dan organisme terdapat juga dalam air
limbah tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak berperan
dalam proses pengolahan air limbah13.
Air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, antara
lain:
a. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit terutama
kolera, typhus abdominalis, dan disentri baciler.
b. Menjadi media berkembangnya mikroorganisme patogen.
c. Menjadi tempat berkembangnya nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk.
d. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan
hidup lainnya.
e. Gangguan terhadap kesehatan
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung dalam sisa limbah bila air
limbah tidak dikelolah maka akan menyebabkan gangguan kesehatan
masyarakaat dan lingkungan hidup antara lain :
a. Menjadi transmisi atau media penyerangan sebagai penyakit terutama
kolera, typus abdominalis, disentri bakteri.
b. Menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
c. Menjadi tempat berkebang biaknya nyamuk atau tempat hidup virus
nyamuk.
d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta bau yang tidak sedap.
e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan
hidup lainnya.
19
f. Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan tidak
nyaman dan Sebagainya13.
2. 1. 8. 4 Ketersediaan Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu yang dikenal dengan WC dimana
digunakan untuk membuang kotoran manusia atau tinja dan urine bila mana
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan berbagai
penyakit saluran pencernaan seperti diare, cholera.
Syarat pembuangan kotoran yang baik ialah :
a. Tidak mengkontaminasi tanah.
b. Tidak mengkontaminasi air tanah.
c. Tidak mengkontaminasi air permukaan.
d. Tidak dapat dicapai berbagai hewan seperti lalat, kecoak, tikus dan lain-lain.
e. Tidak menyebabkan bau yang mengganggu estetis.
f. Pengangkutan dalam bentuk segar harus dihindari13.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, bangunan jamban terlindungi dari panas
dan hujan, serangga dan binatang lain, terlindung dari pandangan orang.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat dan sebagainya.
3. Bangunan jamban sedapat mungkin tersedia alat pembersihan seperti air atau
kertas pembersihan13.
Adapun berikut ini macam-macam jenis jamban adalah sebagai berikut:
a. Pit Privy (Jamban lubang gali atau jamban plung)
Jamban ini berupa lubang didalam tanah. Diameter umumnya 60 – 120
cm. kedalaman mulai dari 2,5 sampai beberapa meter. Dinding batubata atau
disemen. Bila sudah mencapai ketinggian 50 cm, tinja ditimbun tanah.
Ditunggu sekitar 10 bulan, akan berubah komposisinya, sehingga dapat
dipakai pupuk.
20
Untuk menghindari nyamuk, tiap beberapa hari bias disiram minyak
tanah. Dan kapur barus (kamfer) dapat dipakai menghilangkan bau.
b. Aqua privy (Jamban cubluk berair)
Proses pembusukan dalam jamban ini memakai air. Oleh karena itu harus
banyak disiram air. Bila air hamper penuh dapat dialirkan ke seepage pit
(sumur resapan), sistem roil atau cess pool. Seperti telah diterangkan di depan,
sebenarnya ceespoll adalah guna pembuangan limbah cair yang umumnya
bukan dari pembuangan tinja.
Pada sistem riool haruslah dialirkan pada suatu terminal berupa sistem
pengolahan limbah organic lembut, termasuk tinja, demikian rupa, sehingga
hasil proses adalah gas metan dan pupuk.
c. Angsa – trine atau water-sealed latrine
Yang penting pada bentuk jamban ini adalah closetnya, yang menyerupai
leher angsa, demikian rupa bentuknya sehingga air selalu menggenang dileher
angsa ini. Guna air tersebut ialah guna menyumbat agar bau tidak menyebar.
Meskipun di daerah pedesaan leher angsa masih dikombinasikan dengan
jamban plung, namun sebaiknya, leher angsa dikombinasikan dengan sistem
septic-tank dan peresapan.
d. Bucket latrine
Tinja ditampung pada tempat khusus dari semacam bejana, untuk
kemudian dibuang ketempat semestinya. Ini umum dilakukan dirumah sakit
bagi pasien yang tidak bisa buang hajat ke jamban.
e. Bore-hole latrine
Sama dengan jamban cubluk, tetapi lebih kecil, karena hanya untuk
sementara sekali dipakai. Missal di pemukiman sementara.
f. Overhung latrine
Jamban yang dibuat di rawa, kolam, dan sungai.
g. Trench latrine
Tempat membuang tinja dengan menggali tanah sedikit, kemudian
setelah dipakai buang tinja ditimbun.
21
h. Chemical toilet
Tinja ditampung di suatu bejana terbuat dari logam yang telah diisi
dengan coustic soda, NaOH, sulit untuk menghubungkan dengan sistem
saluran air atau air yang terbatas. Pembersihannya memakai toilet.
Umumnya digunakan pada pesawat terbang, bus atau tempat lain yang
khusus. Fungsi caustic soda sebenarnya disamping penghancur juga
desinfectans13.
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
3.1 Landasan Teori
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal
(dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor
internal inipun terdiri dari faktor fisik dan psikis. Demikian pula faktor eksternal,
terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik,
politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, masyarakat
dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1974), berturut-turut besarnya pengaruh
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lingkungan (environment), yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan sebagainya.
b. Perilaku (behavior)
c. Pelayanan kesehatan (health servica)
d. Keturunan (herediter)
Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri
sendiri, namun masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor
lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi
perilaku, dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan, dan perilaku
juga mempengaruhi pelayanan kesehatan, dan seterusnya. Melihat keempat faktor
pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya intervensi juga
diarahkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain, kegiatan atau upaya
kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi
terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herediter15.
22
23
Gambar 3.1 Teori Blum tahun 1974 15
3.2 Kerangka Konsep
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Sanitasi lingkungan sangat berperan penting terhadap kejadian diare yang
terjadi di masyarakat. Sanitasi lingkungan merupakan status kesehatan suatu
lingkungan yang mencakup perumahan, pengelolaan air limbah, penyediaan air
bersih, penyediaan jamban keluarga, serta pengelolaan sampah di sekitar
Pengelolaan SampahSanitasi Lingkungan
Baik
anorganik
Pengelolaan Air LimbahKetersediaan Sumber Air Bersih
Menurunkan Kejadian Diare
Kimia
Jamban Leher Angsa
Jamban Plung
Jamban Cubluk Berair
Bakteriologis
Fisik
organik
Ketersediaan Jamban Keluarga
Standar Mikrobiologi
Standar Kimia
Standar Fisik
24
lingkungan rumah. Hal tersebut bisa mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
khususnya kejadian diare yang terjadi di masyarakat.
Ketersediaan sumber air bersih dapat dilihat baik secara standar fisik,
standar kimia, maupun standar bakteriologis, untuk mengetahui bagaimana air
minum yang layak untuk di konsumsi. Pengelolaan sampah yang baik juga dapat
mempengaruhi standar kesehatan seseorang. Sampah sendiri dipisah berdasarkan
zat kimia yang terkandung menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Air limbah yang berasal dari kehidupan sehari-hari, misalnya air limbah
rumah tangga bekas mencuci, dapat dilihat dari sisi fisik, kimiawi, maupun
bakteriologis.
Jamban keluarga juga merupakan hal yang memenuhi standar kesehatan
sekarang, jenis jamban yang sering digunakan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari yaitu berupa jamban cubluk, jamban lubang gali, maupun jamban leher
angsa yang dikombinasikan dengan sistem septi-tank dan peresapan.
Hal-hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dalam kehidupan sehari-
hari dan memungkinkan bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat sala satunya
terkena penyakit diare.
3.3 Hipotesis
H1 : - Ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan
kejadian penyakit diare.
- Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian
penyakit diare.
- Ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian
penyakit diare.
- Ada hubungan antara ketersediaan jamban keluarga dengan
kejadian penyakit diare.
- Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian
penyakit diare.
25
H0 : - Tidak ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan
kejadian penyakit diare.
- Tidak ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian
penyakit diare.
- Tidak ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian
penyakit diare.
- Tidak ada hubungan antara ketersediaan jamban keluarga dengan
kejadian penyakit diare.
- Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian
penyakit diare.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Berdasarkan waktu
pelaksanaannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross-sectional.
Cross sectional adalah rancangan suatu studi epidemiologi yang mempelajari
hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status
paparan dan penyakit, secara serentak pada individu-individu dari populasi
tunggal, pada suatu saat atau periode. Keuntungan dari penelitian cross sectional
adalah mudah, ekonomis, hasilnya cepat di peroleh, dapat meneliti banyak
variabel sekaligus, kemungkinan subjek drop out kecil, tidak banyak hambatan
etik, dapat sebagai dasar penelitian selanjutnya, dan untuk mengetahui prevalensi
penyakit16.
4.2 Populasi Penelitian
Populasi target : Seluruh balita yang ada di kota Palangka Raya
Populasi terjangkau : Balita yang berada di wilayah kerja puskesmas
Kayon kecamatan Jekan Raya, kota Palangka Raya
tahun 2014
4.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini adalah dari populasi terjangkau yaitu balita yang berada
di wilayah kerja puskesmas Kayon yang didapat melalui proses pengambilan
sampel. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan simple
random sampling.
4.4 Estimasi Besar Sampel
Estimasi besar sampel yang digunakan pada populasi ini diperoleh melalui
perhitungan dengan rumus16 :
26
27
Keterangan :
n : besar sampel
Zα : 1,96
P : proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari. Jika tidak
diketahui, maka makna P = 0,50
d : tingkat ketepatan absolut yang ditetapkan (d = 0,1)
a : tingkat kemaknaan yang ditetapkan (a = 1,96)
Q : 1 – P = 1 – 0,5 = 0,5
Berdasarkan rumus diatas maka didapatkan hasil untuk jumlah
sampel yaitu :
Untuk mengantisipasi kriteria drop out dan data yang tidak lengkap, maka
jumlah sampel ditambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 96 + 9,6 = 106.
Dicukupkan 110 untuk memenuhi kriteria jumlah sampel minimal pada
rancangan penelitian cross sectional16.
4.5 Kriteria Pemilihan
a. Kriteria inklusi
- Balita usia 1-5 tahun
- Tinggal di wilayah kerja puskesmas Kayon pada bulan Februari – April
2014
- Pasien terkontrol di wilayah kerja puskesmas Kayon
- Orang tua balita bersedia menjadi responden
28
b. Kriteria ekslusi
- Sakit mendadak
- Meninggal
- Tidak berada di tempat atau keluar kota
4.6 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : Sanitasi lingkungan (Ketersediaan Air Bersih,
Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Air Limbah,
Ketersediaan Jamban Keluarga)
b. Variabel terikat : Kejadian diare pada balita
4.7 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Sanitasi
Lingkungan
Status kesehatan
yang dinilai
melalui
Ketersediaan Air
Bersih,
Pengelolaan
Sampah,
Pengelolaan Air
Limbah, serta
Ketersediaan
Jamban Keluarga
Checklist Observasi Jumlah
skor 14,
jika hasil
observasi
dijawab ya
Rasio
- Ketersediaan
Air Bersih
Asal/jenis air
yang digunakan
atau dikonsumsi
untuk kehidupan
sehari-hari,
dilihat dari
Kuesioner
dan
Checklist
Wawancara
dengan
orangtua
dan
observasi
Jumlah
skor 8,
jika
dijawab ya
Rasio
29
terlindunginya
sumber air dari
mikroorganisme.
- Pengelolaan
sampah
Pembuangan
sampah yang
dilakukan oleh
masyarakat
ditempat
pembuangan
akhir.
Kuesioner
dan
Checklist
Wawancara
dengan
orangtua
dan
Observasi
Jumlah
skor 5,
jika
dijawab ya
Rasio
- Pembuangan
Air Limbah
Cara mengelola
air limbah rumah
tangga yang
dibuang ke
lingkungan atau
selokan
Kuesioner
dan
Checklist
Wawancara
dengan
orangtua
dan
Observasi
Jumlah
skor 5,
jika
dijawab ya
Rasio
- Ketersediaan
Jamban
Keluarga
Kebersihan dan
kesesuaian bentuk
jamban yang
berbentuk seperti
leher angsa.
Kuesioner
dan
Checklist
Wawancara
dengan
orangtua
dan
Observasi
Jumlah
skor 8,
jika
dijawab ya
Rasio
Diare Suatu keadaan
dimana terjadi
buang air besar
cair atau mencret
dengan frekuensi
lebih dari tiga kali
dalam sehari dan
menitik beratkan
pada konsistensi
tinja dari pada
menghitung
frekuensi berak..
Kuesioner Wawancara
terstruktur
dengan
orangtua
a. Diare = 1
b. Tidak
diare = 0
Nominal
30
4.8 Bahan dan Alat Penelitian
Alat dan bahan yang diperlukan yaitu Kuesioner, Checklist, Alat Tulis, Rekam
medik data dinas kesehatan serta Software SPSS untuk pengolahan data.
4.9 Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Kuesioner yaitu untuk mengetahui karakteristik responden melalui usia dan
jenis kelamin balita, serta keadaan lingkungan pada balita dalam satu minggu.
b. Rekam medik berupa daftar balita di wilayah kerja puskesmas Kayon
kecamatan Jekan Raya tahun 2013.
4.10 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Mengambil data sekunder berupa data kejadian diare kota Palangka Raya
di Dinas Kesehatan kota Palangka Raya dan data kejadian diare di wilayah
kerja puskesmas Kayon di puskesmas Kayon.
b. Memberi tanda pada rumah yang akan disurvei (dipilih secara random
sampling).
c. Melakukan survey dengan penyebaran kuesioner dan observasi.
d. Setelah data didapatkan, langkah selanjutnya adalah pengolahan dan
analisis data.
e. Pada tahap akhir akan dilakukan pembuatan laporan hasil penelitian.
4.11 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data
a. Manajemen data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data kemudian
diteliti ulang dan diperiksa ketepatan dan kesesuaian jawaban serta
kelengkapan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai
berikut :
31
1. Editing (pemeriksaan)
Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan
responden. Dilakukan pengecekan ulang tehadap hasil kuesioner yang
telah di isi untuk mengkaji dan meneliti apakah ada ketidaksesuaian dalam
pengisian kuesioner oleh responden. Editing dilakukan langsung ketika
hasil kuesioner ada ditangan peneliti.
2. Scoring (penilaian)
Yaitu dilakukan dengan memberikan nilai pada setiap jawaban
responden pada setiap butir pertanyaan kuesioner, jika jawaban ya, maka
akan diberi nilai 1 dan jika jawaban tidak, akan diberi nilai 0. Jumlah total
skor yang terkumpul jika semua jawaban ya akan dibagi dengan jumlah
total skor, kemudian dikali 100%. Perhitungan dalam scoring dapat
dihitung dengan rumus :
Keterangan:
p = persentase
B = nilai yang diperoleh
N = frekuensi total keseluruhan
Setelah persentase diketahui, kemudian hasilnya dikategorikan
menurut dengan kriteria sebagai berikut:
a. Sanitasi Lingkungan baik apabila nilai persentasenya 76% - 100%
b. Sanitasi Lingkungan tidak baik apabila nilai persentasenya < 75%
3. Coding (pengkodean)
Memberikan kode pada jawaban kuesioner dengan memberikan
angka nol atau satu pada data untuk memudahkan dalam memasukkan data
ke program komputer.
4. Data Entry (pemasukan data)
Data yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam lembar kerja di
komputer dengan menggunakan program SPSS untuk analisis lanjut.
32
5. Cleaning
Dilakukan analisis data awal dengan mulai menggolongkan,
mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga mudah untuk dibaca
dan diinterpretasikan.
6. Tabulating (tabulasi)
Data-data hasil penelitian yang telah dianalisis dengan program
komputer dimasukkan ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria yang telah
ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan skornya.
b. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan akan di analisis dengan menggunakan
program SPSS. Analisis data akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
proporsi setiap variabel baik independen atau dependen.
2. Analisis Bivariat (crosstab)
Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi square dengan tingkat
kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui hubungan yang signifikan
antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Dasar
pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikansi
(nilai p), yaitu :
a. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima
b. Jika nilai p ≥ 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak
4.12 Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja
puskesmas Kayon, kecamatan Jekan Raya, kota
Palangka Raya.
Waktu penelitian : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari –
April 2014.
33
4.13 Etika Penelitian
1. Information for consent
Information for consent merupakan informasi mengenai penelitian yang
bertujuan agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta mengetahui dampaknya.
2. Informed consent (persetujuan menjadi subjek)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian setelah responden mendapatkan informasi
mengenai penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasian
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
penelitian.
4. Anonimity (tanpa nama)
Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara
tidak memberikan atau mencamtumkan nama responden pada lembar
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Puskesmas Kayon didirikan pada Tahun 1985 dan terletak di Jalan
Garuda IV dengan bangunan permanen. Pada bulan Agustus Tahun 2005,
berdasarkan kebijakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya dan
Kepala Puskesmas Kayon dengan memperhatikan tuntutan kebutuhan
masyarakat dan mempermudah jangkauan masyarakat ke tempat
pelayanan dari segi geografi dan transfortasi yang strategis maka gedung
Puskesmas Kayon pindah lokasi dari Jl. Garuda IV ke Jl. Rajawali no. 35
dengan bertukar tempat dengan Gedung Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Palangka Raya. Luas tanah 1.200 m2 dan luas bangunan 298 m2.
Berdasarkan SK Walikota Palangka Raya No. 48 pada bulan Juli
Tahun 2012, Puskesmas Kayon dirubah nama menjadi Unit Pelaksana
Teknis Dinas Puskesmas Kayon. Secara teknis wilayah kerja Puskesmas
Kayon berada di 2 (dua) kelurahan pada Kecamatan Jekan Raya yaitu
Kelurahan Palangka dan Kelurahan Bukit Tunggal.
B. Analisis Univariat
1. Umur Ibu
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu
Umur Ibu N %<25 tahun 8 7,3
25 - 35 tahun 94 85,5
>35 tahun 8 7,3
Total 110 100
Dari tabel 5.1 memperlihatkan bahwa umur responden terbagi atas
3 kelompok, yaitu kurang dari 25 tahun sebanyak 7,3%, umur antara 25-35
tahun sebanyak 85,5% dan umur responden yang lebih dari 35 tahun 7,3%.
34
35
2. Jenis Pekerjaan
Tabel 5.2 Distribusi Jenis Pekerjaan Ibu
Jenis Pekerjaan Ibu N %PNS 39 35,5
IRT 67 60,9
SWASTA 4 3,6
Total 110 100
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan responden
terbagi menjadi tiga, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 39
(35,5%) orang responden, Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 67 (60,9%)
orang responden dan ibu yang memiliki pekerjaan swasta sebanyak 4
(3,6%) orang responden.
3. Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Pendidikan Ibu N %
SD 2 1,8
SMP 11 10
SMA 53 48,2
D3 3 2,7
S1 41 37,3
Total 110 100
Pada tabel 5.3 berdasarkan pendidikan terakhir ibu dari total 110
responden memperlihatkan bahwa pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 2 (1,8%) orang responden, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 11
(10%) orang responden, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 53 (48,2%)
orang responden, Diploma-3 (D3) sebanyak 3 (2,7%) orang responden, dan
Strata-1 (S1) sebanyak 41 (37,3%) orang responden.
36
4. Jenis Kelamin Balita
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi
Jenis Kelamin N %
Laki – laki 59 53,6
Perempuan 51 46,4
Total 110 100
Selama observasi didapatkan, banyaknya balita yang laki-laki
sebanyak 59 (53,6 %) responden dan balita yang wanita sebanyak 51
(46,4%) responden.
C. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat penelitian. Variabel bebas adalah kejadian diare dan
variabel terikat adalah sanitasi lingkungan yang terbagi atas ketersediaan air
bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan ketersediaan jamban
keluarga. Uji statistik yang digunakan yaitu chi-square dan dikatakan
bermakna apabila nilai p <0,05 atau 5% dengan bantuan program SPSS for
windows.
1. Hubungan antara Ketersediaan Sumber Air Minum dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Ketersediaan Sumber Air Minum dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Ketersediaan Sumber Air Bersih
Diare TotalP <
0,05Ya
n %
Tidak
n % n %
Baik 86 78,2 16 14,5 102 92,80,810
Tidak Baik 7 6,4 1 0,9 8 7,2
Total 93 84,6 17 15,4 110 100
37
Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara
ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja
Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110
orang balita yang diare memiliki sumber air bersih yang baik sebanyak
86 (78,18%) orang dan yang memiliki sumber air bersih tidak baik
sebanyak 7 (6,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki
sumber air bersih yang baik sebanyak 16 (1,45%) dan yang memiliki
sumber air bersih tidak baik sebanyak 1(0,9%) sehingga nilai p = 0,810 (p
< 0,05).
2. Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Pengelolaan
Sampah
Diare TotalP <
0,05Ya
n %
Tidak
n % n %
Baik 9 8,2 1 0,9 10 9,10,617
Tidak Baik 84 76,4 16 14,5 100 90,9
Total 93 84,6 17 15,4 110 100
Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara
pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja
Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110
orang balita yang diare memiliki pengelolaan sampah yang baik
sebanyak 9 (8,18%) orang dan yang memiliki pengelolaan sampah tidak
baik sebanyak 84 (76,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare
memiliki pengelolaan sampah yang baik sebanyak 1(0,9%) dan yang
memiliki pengelolaan sampah tidak baik sebanyak 16 (1,45%) sehingga
nilai p = 0,617 (p < 0,05).
38
3. Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Pengelolaan
Air Limbah
Diare TotalP <
0,05Ya
n %
Tidak
n % n %
Baik 62 56,4 6 5,4 68 61,80,014
Tidak Baik 31 28,2 11 10 42 38,2
Total 93 84,6 17 15,4 110 100
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara
pengelolaan dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja Puskesmas
Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110 orang balita
yang diare memiliki Pengelolaan Air Limbah yang baik sebanyak 62
(56,36%) orang dan yang memiliki Pengelolaan Air Limbah tidak baik
sebanyak 31 (28,18%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki
Pengelolaan Air Limbah yang baik sebanyak 6 (5,45%) dan yang
memiliki Pengelolaan Air Limbah tidak baik sebanyak 11( 10%) sehingga
nilai p = 0,014 (p < 0,05).
4. Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Ketersediaan
Jamban
Keluarga
Diare TotalP <
0,05Ya
n %
Tidak
n % n %
Baik 64 58,2 16 14,5 80 72,20,031
Tidak Baik 29 26,4 1 0,9 30 27,3
Total 93 84,6 17 15,4 110 100
39
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara
kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita diwilayah
kerja Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari
110 orang balita yang diare memiliki jamban keluarga yang baik
sebanyak 64 (58,18%) orang dan yang memiliki jamban keluarga tidak
baik sebanyak 29 (26,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare
memiliki jamban keluarga yang baik sebanyak 16 (1,45%) dan yang
memiliki jamban keluarga tidak baik sebanyak 1(0,9%) sehingga nilai p =
0,031 (p < 0,05).
5. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita
Sanitasi
Lingkungan
Diare TotalP <
0,05Ya
n %
Tidak
n % n %
Baik 38 34,54 2 1,82 40 36,360,022
Tidak Baik 55 50 15 13,64 70 63,64
Total 93 84,6 17 15,4 110 100
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja Puskesmas
Kayon Kota Palangka Raya. Berdasarkan tabel diatas dari 110 orang
balita yang diare memiliki sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 38
(34,54%) orang dan yang memiliki sanitasi lingkungan yang tidak baik
sebanyak 55 (50%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki
sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 2 (1,82%) dan yang memiliki
sanitasi lingkungan tidak baik sebanyak 15(13,64%) sehingga nilai p =
0,022 (p < 0,05).
40
6. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat
Hasil rangkuman analisis bivariat antara hubungan ketersediaan sumber
air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan ketersediaan
jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita ditampilkan pada table
5.10.
Tabel 5.10 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat antara Hubungan Ketersediaan Sumber Air Bersih, Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Air Limbah, dan Ketersediaan Jamban Keluarga, Serta Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014
No. Variabel Nilai p Hipotesis
1. Ketersediaan sumber air bersih 0,810 Tidak ada hubungan
2. Pengelolaan sampah 0,617 Tidak ada hubungan
3. Pengelolaan air limbah 0,014 Ada hubungan
4. Ketersediaan jamban keluarga 0,031 Ada hubungan
5. Sanitasi Lingkungan 0,022 Ada hubungan
Dari keempat variabel yang diteliti menunjukkan bahwa
ketersediaan air bersih dan pengelolaan sampah keluarga dengan kejadian
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya
Tahun 2014 tidak memiliki hubungan.
5.2 Pembahasan
A. Analisis Univariat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014. Dari
hasil yang didapat bahwa umur responden terbagi atas 3
kelompok, yaitu kurang dari 25 tahun, umur antara 25-35 tahun
dan umur responden yang lebih dari 35 tahun. Data mengenai usia
responden mayoritas pada usia antara 25 - 35 tahun sebanyak
85,5%.
41
Pada jenis pekerjaan responden sebagian besar merupakan
Ibu Rumah Tangga (IRT) 60,9%. Dengan adanya aktivitas lebih
banyak bersama anak sehingga ibu lebih mudah untuk mengontrol
keseharian anak dalam kegiatan sehari-hari dilingkungan
sekitarnya. Sebagian besar responden ibu rumah tangga ini
mempunyai kesempatan lebih banyak dalam merawat balitanya
dari kejadian sakit termasuk dalam penyakit diare.
Ditinjau dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa
responden masih banyak yang berpendidikan SMA yaitu sebesar
48,2%. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan
untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta
mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan
dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses
kehidupan.
Menurut Notoatmodjo, pendidikan kesehatan pada
hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan
pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu
dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat,
kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut
diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilakunya17.
Menurut Widyastuti, orang yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan Preventif,
mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki
status kesehatan yang lebih baik18.
42
B. Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa
ketersediaan sumber air bersih tidak memiliki hubungan dengan
kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon
Kota Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,810. Data
ketersediaan sumber air bersih tergolong terlindungi sebanyak
92,8%. Dari 110 responden penelitian, dengan adanya sumber air
bersih yang terlindungi ini tidak berhubungan dengan kejadian
diare yang terjadi.
Sumber air bersih merupakan salah satu sanitasi yang tidak
kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fekal oral.
Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut,
cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air
minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panik
yang dicuci dengan air tercemar.
Dari hasil penelitian ini ternyata sebanyak 92,8% telah
menggunakan sumber air yang terlindung sebagai sumber air
utama keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,
untuk keperluan minum keluarga, ibu terlebih dahulu memasak air
minum sampai mendidih. Air minum yang telah direbus sampai
mendidih, akan mematikan mikroorganisme yang ada dalam air
tersebut, sehingga tidak menimbulkan penyakit. Untuk keperluan
minum dan memasak sebagian ibu-ibu menampung air tersebut di
tempat penampungan air, tetapi ada sebagian ibu yang langsung
mengambilnya dari kran air. Meskipun air minum tersebut
ditampung di tempat penampungan air dan tertutup, tetapi air
tersebut masih dapat tercemar oleh tangan ibu yang menyentuh air
saat mengambil air. Menggunakan air minum yang tercemar,
dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare pada balita.
43
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
penyimpanan di rumah, seperti ditampung pada tempat
penampungan air.
C. Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa
pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan dengan kejadian
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota
Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,617. Data hasil
pengelolaan sampah yang baik sebanyak 10%. Dari 110
responden penelitian, dengan adanya pengelolaan sampah yang
baik ini tidak berhubungan dengan kejadian diare yang terjadi.
Pengelolaan sampah merupakan salah satu sanitasi yang
tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Yang
dimaksud dengan pembuangan sampah adalah kegiatan
menyingkirkan sampah dengan metode tertentu dengan tujuan
agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau
kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan
dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan
sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir).
Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman
yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan setempat dan
pengumpulan sampah. Pada penyimpanan setempat (onsite
storage, harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat dan
binatang pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh
karena itu persyaratan kontainer sampah harus mendapatkan
perhatian.
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari
sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah yang
diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus
44
kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real
estate misalnya. Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan
sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi
kebersihan lingkungan pemukiman. Sampah terutama yang
mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat
dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama
penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera.
Diare dan Dysentri.
Terkait permasalahan sampah ini harus diperhatikan
keberadaan vektor lalat. Vektor adalah salah satu mata rantai dari
penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit
terutama penyakit saluran pencernaan seperti thypus perut, kolera,
diare dan disentri. Sampah yang mudah membusuk merupakan
media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan – bahan organik
yang membusuk, baunya merangsang lalat untuk datang
mengerumuni, karena bahan – bahan yang membusuk tersebut
merupakan makanan mereka. Adapun komponen – komponen
dalam sistem pengelolaan sampah yang harus mendapat perhatian
agar lalat tidak ada kesempatan untuk bersarang dan berkembang
biak adalah mulai dari penyimpanan sementara, pengumpulan
sampah dari penyimpanan setempat ke tempat pengumpulan
sampah (TPS), transfer dan transport dan tempat pembuangan
akhir (TPA).
D. Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa
pengelolaan air limbah memiliki hubungan dengan kejadian diare
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka
Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,014. Data pengelolaan limbah
sebanyak 61,8%. Dari 110 responden penelitian, dengan adanya
45
pengelolaan limbah berhubungan dengan kejadian diare yang
terjadi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan
responden, bahwa sebagian pembuangan limbah rumah tangga
tidak sesuai dengan syarat yang ada sehingga anggota keluarga
mudah terkena penyakit, untuk pembuangan limbah setelah
pencucian masih ada yang langsung membuang dibawah rumah
tanpa ada pipa sebagai saluran ataupun selokan yang dibuat
sebagai saluran pembuangan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian penelitian Astyani
menemukan bahwa ada hubungan antara pengelolaan air limbah
dengan kejadian diare pada balita dan penelitian Hamzah bahwa
pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada balita di
Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 201219.
E. Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa
ketersediaan jamban keluarga memiliki hubungan dengan
kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon
Kota Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,031. Data
ketersediaan jamban keluarga sebanyak 72,2%. Dari 110
responden penelitian, dengan adanya ketersediaan jamban
keluarga yang berhubungan dengan kejadian diare.
Menurut Notoatmodjo, syarat pembuangan kotoran yang
memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori air
dipermukaan tanah dan sekitarnya, tidak mengotori air permukaan
disekitarnya, tidak mengotori dalam tanah disekitarnya, kotoran
tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vector
bertelur dan berkembangbiak17.
46
Hasil penelitian sebelumnya yaitu Zubir et, al
menyimpulkan bahwa tempat pembuangan tinja juga merupakan
sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi kejadian diare.
Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat
mencemari lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari
lingkungan yang tercemar tinja berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat, tidak mencuci tangan dengan sempurna
setelah bekerja atau bermain di tanah (anak-anak), melalui
makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare20.
Hasil penelitian Anjar, Jenis tempat pembuangan tinja
dibedakan menjadi jenis jamban sehat dan jenis jamban tidak
sehat. Jenis jamban tidak sehat yaitu jenis jamban tanpa tangki
septik atau jamban cemplung dan rumah yang tidak memiliki
jamban sehingga bila buang air besar mereka pergi ke sungai.
Jenis tempat pembuangan tinja tersebut termasuk jenis tempat
pembuangan tinja yang tidak saniter. Jenis tempat pembuangan
tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, akan berdampak
pada banyaknya lalat. Sedangkan jenis jamban sehat yaitu jamban
yang memiliki tangki septik atau lebih dikenal dengan jamban
leher angsa21. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Wibowo et. al disimpulkan ada hubungan bermakna antara
kejadian diare dengan tempat pembuangan tinja22.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui
masih ada sebagian masyarakat yang belum memiliki jamban
pribadi, sehingga apabila mereka buang air besar mereka
menumpang di jamban umum. Bila dilihat dari perilaku ibu,
masih ada sebagian ibu yang tidak membuang tinja balita dengan
benar, mereka membuang tinja balita ke sungai, atau pekarangan.
Mereka beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Padahal
menurut Depkes, tinja balita juga berbahaya karena mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat
47
menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang
tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi
pada manusia.
Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh
lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam
penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease ), lalat
senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang
terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan
hinggap pada makanan manusia.
F. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sanitasi
lingkugan memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun
2014 dimana nilai p = 0,022. Data sanitasi lingkungan sebanyak
63,64%, dari 110 responden penelitian, dengan memiliki sanitasi
lingkungan berhubungan dengan kejadian diare yang terjadi.
Untuk data yang didapatkan mengenai sanitasi
lingkungan ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama
penelitian, yang meliputi sumber air keluarga, pengelolaan
sampah, pengelolaan air limbah, jamban keluarga. Dari hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti dapat terlihat bagaimana pola
hidup dalam keluarga tersebut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Stefen dan
Azizah menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sarana
sanitasi dasar rumah (sarana air bersih, jamban keluarga, saluran
pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah) dengan
kejadian diare pada balita di Desa Bena23.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
48
1. Pada penelitian ini kualitas fisik sumber air minum tidak
diteliti, sumber air minum yang tidak memenuhi syarat fisik
berdasarkan kesehatan dapat menyebabkan terjadinya diare.
Sementara untuk kasus diare yang lebih berperan adalah
kualitas air dari segi mikrobiologisnya. Hal ini disebabkan
karena pemeriksaan secara mikrobiologi lebih mahal dan lama.
2. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) juga tidak diteliti dalam
penelitian ini. Apabila jarak pembuangan air limbah <10 meter
dan tidak terbuat dari bahan yang kedap air maka air limbah
tersebut akan meresap kembali menembus kedalam tanah.
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan
kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota
Palangka Raya tahun 2014 dengan nilai p>0,05 (0,810)
2. Tidak ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun
2014 dengan nilai p>0,05 (0,610).
3. Ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
dengan nilai p<0,05 (0,014).
4. Ada hubungan antara Ketersediaan jamban keluarga dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun
2014 dengan nilai p<0,05 (0,031).
5. Ada hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014
dengan nilai p<0,05 (0,022).
6.2 Saran
1. Bagi instansi terkait (Puskesmas Kayon)
Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan untuk
memotivasi masyarakat dalam pengadaan dan penggunaan sumber air
minum yang terlindungi, pengunaan lantai yang kedap air dan pemakaian
jamban yang sehat. Upaya penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan
Puskesmas hendaknya dilakukan secara terus menerus sampai masyarakat
betul-betul mamahami akibat dari pemakaian sumber air yang tidak
terlindung, pemakaian lantai yang tidak kedap air dan jamban tidak sehat.
49
50
2. Bagi masyarakat
a. Diharapkan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat,
terutama melakukan tindakan pencegahan terjadinya diare seperti
mencuci tangan sebelum makan dengan sabun.
b. Mengupayakan jamban yang memenuhi syarat sanitasi antara lain
dengan model leher angsa dan memelihara kebersihan tempat
pembuangan tinja, serta tidak membiasakan buang air besar di
sembarang tempat.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya. Profil Kesehatan Kota Palangka
Raya Tahun 2011. Palangka Raya.
2. Dep Kes R.I, Buku Ajar Diare, Pegangan Bagi Mahasiswa , Jakarta :1999,
1-22.
3. Crawford J.M, Kumar V. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. In:
Asroruddin M, Hartanto H, Darmaniah N, editors. Patologi Robbins. Edisi
7. Jakarta: EGC; 2007. 635.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2008
5. Widjaja M. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka;2002. 43-5.
6. Waspadji S, Rachman A.M, Lesmana L.A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid. I. Edisi III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2006. 1794-8
7. Widoyono. Epidemiologi, Penularan Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga; 2008. 93-6
8. Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta:
Depkes RI; 2000
9. Alwi I, Bawazier L.A, Kolopaking M.S, dkk. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2002. 65-9.
10. Yatim F. Macam-Macam Penyakit Menular Dan Pencegahannya. Jakarta:
Pustaka Populer Obor; 2004. 32.
11. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W. Gastroenterologi
Anak. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta: Media Aesculapius.
2009. 470-2
12. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam: Yesdelita N, editors. Fisiologi
Manusia. Edisi 6 Jakarta: EGC; 2011. 688-9.
52
13. Machfoedz. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit.
Yogyakarta: Fitrimaya; 2008. 41-4, 69-79, 107-8, 120-4.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010. Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
2010.
URL : http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK No. 492
ttg Persyaratan Kualitas Air Minum.pdf. 23 Oktober 2014.
15. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi
2010. Jakarta:Rinerka Cipta; 2010. 19-20.
16. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Edisi 4.
Jakarta: Sagung Seto; 2010. 130.
17. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: PT Rineka Cipta; 2003. 35.
18. Widyastuti, P. Epidemiologi Suatu Pengantar. edisi 2. Jakarta : EGC;
2005. 18-9.
19. Astyani, Ninie.Hubungan Sanitasi Makanan dan Lingkungan dengan
Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo
Kecamatan Baruga Kota Kendari. Jurnal MKMI Vol. 1 No. 2.
20. Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare
Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains
Kesehatan. Vol 19. No 3. 2006 ISSN 1411-6197 : 319-332.
21. Wulandari A.P. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen tahun 2009.Surakarta. Skripsi
Sarjana. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2009.
22. Wibowo T, Soenarto S & Pramono D. 2004. Faktor-faktor Resiko
Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. 2004: 41-48.
53
23. Tasou SA, Azizah R. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah dan Perilaku
Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Bena Nusa
Tenggara Timur. URL :
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/kesling5a4956b1a1full.pdf. 20
November 2014