Solehaqiqah.blogspot.com maksud anak tergadai dalam hadits aqiqah

4
Maksud Anak Tergadai Dalam Hadits Aqiqah ? solehaqiqah.blogspot.com /2015/05/maksud-anak-tergadai-dalam-hadits-aqiqah.html MAKSUD ANAK TERGADAI DALAM HADITS AQIQAH ? Pertanyaan Ada yang mengatakan bahwa Imam Ahmad memaknai hadits “setiap anak tergadai dengan aqiqah”, tidak dapat memberikan syafa’at. Apakah benar nukilan ini dari beliau? Kalau benar, apakah pengertiannya? Apakah ada hadits yang menafsirkan dengan pengertian itu atau itu hanya ijtihad dari Imam Ahmad semata? Jawaban Hadits yang dimaksud adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. و و م ﯿ ر ﯿ م و ﯿ و م ﯿ ر ﯿ م “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu awud, no. 2838, at-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no. 3165 dll dari sahabat Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah Fi Adabin Nikah hlm. 97] Pertanyaan-pertanyaan saudara akan kami jawab sebagai brikut : a). Memang benar ada nukilan tersebut. Al-Khaththabi rahimahullah berkata : “(Imam) Ahmad berkata, Ini mengenai syafaat. Beliau menghendaki bahwa jika si anak tidak diaqiqahi, lalu anak itu meninggal waktu kecil, dia tidak bisa memberikan syafa’at bagi kedua orang tuanya” [Ma’alimus Sunan 4/264- 265, Syarhus Sunnah 11/268] b). Sepengetahuan kami tidak ada hadits yang menafsirkannya dengan ‘tidak mendapatkan syafa’at’, oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang maknanya. c). Tampaknya, itu bukan ijtihad Imam Ahmad rahimahullah, akan tetapi beliau mengambil dari penjelasan Ulama sebelumnya. Karena makna ini juga merupakan penjelasan Imam Atha al- Khurasani, seorang Ulama besar dari generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Atha al-Khurasani, apakah makna ‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafa’at anaknya’. [Sunan al-Kubro 9/299] d). Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa makna tersebut tidak tepat. Beliau berkata, “Makna tertahan/tergadai (dalam hadits aqiqah) ini masih diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan, maknanya tertahan/tergadai dari syafa’at untuk kedua orag tuanya. Hal itu dikatakan oleh Atha dan diikuti oleh Imam Ahmad. Pendapat tersebut perlu dikoreksi, karena syafa’at anak untuk bapak tidak lebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya sebagai bapak tidaklah berhak memberikan syafa’at untuk anak, demikian juga semua kerabat. Allah Azza wa Jalla berfirman. ﯿ و ا ه ز د و و ه و ا ي و ا ا ر ا ا ا س أ Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. [Luqman/31 : 33] Allah Azza wa Jalla juga berfirman.

Transcript of Solehaqiqah.blogspot.com maksud anak tergadai dalam hadits aqiqah

Page 1: Solehaqiqah.blogspot.com maksud anak tergadai dalam hadits aqiqah

Maksud Anak Tergadai Dalam Hadits Aqiqah ?solehaqiqah.blogspot.com /2015/05/maksud-anak-tergadai-dalam-hadits-aqiqah.html

MAKSUD ANAK TERGADAI DALAM HADITS AQIQAH ?

PertanyaanAda yang mengatakan bahwa Imam Ahmad memaknai hadits “setiap anak tergadai dengan aqiqah”,tidak dapat memberikan syafa’at. Apakah benar nukilan ini dari beliau? Kalau benar, apakahpengertiannya? Apakah ada hadits yang menafsirkan dengan pengertian itu atau itu hanya ijtihad dariImam Ahmad semata?

JawabanHadits yang dimaksud adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ىمسیو قلحیو هعباس موی هنع حب ذت هتقیقعب ةنیهر مالغ لكیمسیو قلحیو هعباس موی هنع حبذت هتقیقعب ةنیهر مالغ لك

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh,dicukur dan diberi nama” [HR Abu awud, no. 2838, at-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no. 3165 dll darisahabat Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujuioleh adz-Dzahabi, Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah Fi AdabinNikah hlm. 97]

Pertanyaan-pertanyaan saudara akan kami jawab sebagai brikut :

a). Memang benar ada nukilan tersebut. Al-Khaththabi rahimahullah berkata : “(Imam) Ahmad berkata,Ini mengenai syafaat. Beliau menghendaki bahwa jika si anak tidak diaqiqahi, lalu anak itu meninggalwaktu kecil, dia tidak bisa memberikan syafa’at bagi kedua orang tuanya” [Ma’alimus Sunan 4/264-265, Syarhus Sunnah 11/268]

b). Sepengetahuan kami tidak ada hadits yang menafsirkannya dengan ‘tidak mendapatkan syafa’at’,oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang maknanya.

c). Tampaknya, itu bukan ijtihad Imam Ahmad rahimahullah, akan tetapi beliau mengambil daripenjelasan Ulama sebelumnya. Karena makna ini juga merupakan penjelasan Imam Atha al-Khurasani, seorang Ulama besar dari generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkandari Yahya bin Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Atha al-Khurasani, apakah makna‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafa’at anaknya’. [Sunan al-Kubro 9/299]

d). Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa makna tersebut tidak tepat. Beliau berkata, “Maknatertahan/tergadai (dalam hadits aqiqah) ini masih diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan,maknanya tertahan/tergadai dari syafa’at untuk kedua orag tuanya. Hal itu dikatakan oleh Atha dandiikuti oleh Imam Ahmad. Pendapat tersebut perlu dikoreksi, karena syafa’at anak untuk bapak tidaklebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya sebagai bapak tidaklah berhak memberikansyafa’at untuk anak, demikian juga semua kerabat.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

ائیش هدلاو نع زاج وه دولوم الو هدلو نع دلاو يزجی اموی ال اوشخاو مكبر اوقتا سانلا اهیأ ای

Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapaktidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun.[Luqman/31 : 33]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman.

Page 2: Solehaqiqah.blogspot.com maksud anak tergadai dalam hadits aqiqah

ةعافش اهنم لبقی الو ائیش سفن نع سفن يزجت اموی ال اوقتاو

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela oranglain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at. [al-Baqarah/2 : 48]

Allah Azza wa Jalla berfirman.

ةعافش الو ةلخ الو هیف عیب موی ال يتأی نأ لبق نم مكانقزر امم اوقفنأ اونمآ نیذلا اهیأ ای

Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kamiberikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagisyafa'at. [al-Baqarah/2 : 254]

Maka pada hari Kiamat, siapa saja tidak bisa memberikan syafa’at kepada seorangpun kecuali setelahAllah Azza wa Jalla memberikan izin bagi orang yang dikehendaki dan diridhai oleh-Nya. Dan izin AllahAzza wa Jalla itu tergantung kepada amalan orang yang dimintakan syafa’at, yaitu amalan tauhidnyadan keikhlasannya. Juga (tergantung) kepada kedekatan dan kedudukan pemohon syafa’at di sisiAllah Azza wa Jalla. Syafa’at tidak diperoleh dengan sebab kekerabatan, keadaan sebagai anak danbapak.

Penghulu seluruh pemohon syafa’at dan orang yang paling terkemuka di hadapan Allah Azza wa Jalla(yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah berkata kepada paman, bibi, dan putrinya:

ائیش هللا نم مكنع ينغأال

Aku tidak dapat menolak (siksaan) dari Allah terhadap kamu sedikit pun

Di dalam riwayat lain.

ائیش هللا نم مكل كلمأال

Aku tidak menguasai kebaikan sedikitpun dari Allah untuk kamu

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata dalam syafa’at yang paling besar ketika beliaubersujud di hadapan Rabbnya dan memohonkan syafa’at : ‘Kemudian Allah menetapkan batasuntukku, lalu aku memasukkan mereka ke dalam surga’.

Atas dasar itu, syafa’at beliau hanya dalam batas orang-orang yang telah ditetapkan oleh Allah Azzawa Jalla dan syafa’at beliau tidak untuk selain mereka yang telah ditentukan.

Maka bagaimana dikatakan bahwa anak akan memohonkan syafa’at untuk bapaknya, namun jikabapaknya tidak melakukan aqiqahnya, maka anak itu ditahan dari memohonkan syafa’at untukbapaknya?

Demikian juga orang yang memohonkan syafa’at untuk orang lain tidak disebut ‘tergadai’, lafazh itu itutidak menunjukkan demikian. Sedangkan Allah Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa seoranghamba itu tergadai dengan usahanya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

ةنیهر تبسك امب سفن لك

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. [al-Muddatsir/74 : 38]

Allah Azza wa Jalla berfirman.

اوبسك امب اولسبأ نیذلا لوأ �كئ

Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka disebabkan perbuatan mereka sendiri.[al-An’am/6 : 70]

Page 3: Solehaqiqah.blogspot.com maksud anak tergadai dalam hadits aqiqah

Maka orang yang tergadai adalah orang yang tertahan, kemungkinan disebabkan oleh perbuatannyasendiri atau perbuatan orang lain. Adapun orang yang tidak memohonkan syafa’at untuk orang laintidak disebut ‘tergadai’ sama sekali. Bahkan orang yang tergadai adalah orang yang tertahan dariurusan yang akan dia raih, namun hal itu tidak harus terjadi dengan sebab darinya, bahkan hal ituterjadi terkadang disebabkan oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain. Dan Allah Azza waJalla telah menjadikan aqiqah terhadap anak sebagai sebab pembebasan gadainya dari setan yangtelah berusaha mengganggunya semenjak kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya.Maka aqiqah menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan terhadapnya, daripemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan terhadapnya untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya. Maka seolah-olah si anak ditahan karenasetan menyembelihnya (memenjarakannya) dengan pisau (senjata) yang telah disiapkan setan untukpara pengikutnya dan para walinya.

Setan telah bersumpah kepada Rabbnya bahwa dia akan menghancurkan keturunan Adam kecualisedikit di antara mereka. Maka setan selalu berada di tempat pengintaian terhadap si anak yangdilahirkan itu semenjak keluar di dunia. Sewaktu si anak lahir, musuhnya (setan) bersegeramendatanginya dan menggabungkannya kepadanya, berusaha menjadikannya dalam genggamannyadan pemahamannya serta dijadikan rombongan pengikut dan tentaranya.

Setan sangat bersemangat melakukan ini. Dan mayoritas anak-anak yang dilahirkan termasuk daribagian dan tentara setan. Sehingga si anak berada dalam gadai ini. Maka Allah Azza wa Jallamensyariatkan bagi kedua orang tuanya untuk melepaskan gadainya dengan sembelihan yangmenjadi tebusannya. Jika orang tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai dengannya.Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ىذألا هنعاوطیمأو مدلا هنع اوقیرأف هتقیقعب ، نهنرم مالغلا

Seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka alirkan darah (sembelihan aqiqah) untuknya dansingkirkan kotoran (cukurlah rambutnya) darinya. [1]

Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mengalirkan darah (menyembelih aqiqah)untuknya (si anak) yang membebaskannya dari gadai, jika gadai itu berkaitan dengan kedua orangtua, niscaya beliau bersabda :’Maka alirkan darah untuk kamu agar syafa’at anak-anak kamu sampaikepada kamu’. Ketika kita diperintahkan dengan menghilangkan kotoran yang nampak darinya(si anak dengan mencukur rambutnya) dan dengan mengalirkan darah yang meghilangkankotoran batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui bahwa itu untuk membebaskan anakdari kotoran batin dan lahir. Allah Azza wa Jalla lebih mengetahui maksud-Nya dan maksudRasul-Nya’.

(Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul Qayyim, Tahqiq : Basyir MuhammadUyun, Penerbit Darul Bayaan dan Maktabah al-Muayyad cet. 4, Th 14141H/1994M)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIV/1432H/2011M. Penerbit Yayasan LajnahIstiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197Fax 0271-858196]_______Footnote[1]. Hadits yang disebutkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini kami dapati dengan lafazh :

ىذألا هنع اوطیمأو امد هنع اوقیرهأف ةیقع ، مالغلا عم

Bersama seorang bayi ada aqiqah, maka alirkan darah (yaitu, sembelihan aqiqah) untuknya dansingkirkan kotoran (yaitu cukurlah rambutnya) darinya. [HR Bukhari secara mu’allaq dan diwashalkanoleh Thahawi, juga riwayat Abu Dawud, 2839, Tirmidzi no. 1515]

Related post