Tajarrud (Totalitas)

3
Tajarrud Aug 29th, 2007 by Yuliani Herlina, ST Apa yang dimaksud dengan tajarrud atau totalitas dakwah? KH.Hilmy Aminudin memaknai tajarrud sebagai ketulusan pengabdian kader dakwah bukanlah meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah. Apakah yang selama ini sudah kita berikan untuk dakwah dan dien ini? Apakah kita hanya disibukkan dengan masalah yang berkutat diri sendiri saja? Apakah dakwah dan tarbiyah hanya sebagai sampingan saja, kalau sempat saja? Apakah kita hanya memberikan waktu sisa, energi sisa dan harta sisa untuk dakwah? Datang syuro atau ngaji dengan waktu sisa dan energi sisa hingga badan sudah lelah, pikiran sudah jenuh dan mata pun sudah mengantuk? Itu masih mending mungkin daripada yang tidak hadir karena sudah capek dan mengantuk? Sayyid Qutb mengatakan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.” Nach, kita termasuk yang mana nich? Berapa waktu yang kita gunakan untuk memikirkan dan mengelola dakwah,tarbiyah dan kemajuan umat? Berapa pengorbanan yang kita berikan untuk memerdekakan diri kita dari belenggu egoisme pribadi? Barangkali kita yang lebih disibukkan dengan masalah diri kita sendiri, repot dengan keluarga, bingung mengelola organisasi, stress mengelola waktu, nervous memanaj potensi sehingga kita kehilangan banyak meomentum di sekitar kita. Padahal di sekitar kita banyak yang membutuhkan pembinaan dan seruan dakwah. Banyak anakremaja yang terjerumusnarkoba, banyak kemaksiatan merajalela, dsb. Bahkan banyak yang sebenarnya merindukan untuk dibina tapi malah kita “binasakan” karena tidak serius mengelolanya.

Transcript of Tajarrud (Totalitas)

Page 1: Tajarrud (Totalitas)

Tajarrud

Aug 29th, 2007 by Yuliani Herlina, ST

Apa yang dimaksud dengan tajarrud atau totalitas dakwah? KH.Hilmy Aminudin memaknai

tajarrud sebagai ketulusan pengabdian kader dakwah bukanlah meninggalkan semuanya untuk

dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah. Apakah yang selama ini sudah kita berikan

untuk dakwah dan dien ini? Apakah kita hanya disibukkan dengan masalah yang berkutat diri sendiri

saja? Apakah dakwah dan tarbiyah hanya sebagai sampingan saja, kalau sempat saja? Apakah kita

hanya memberikan waktu sisa, energi sisa dan harta sisa untuk dakwah? Datang syuro atau ngaji

dengan waktu sisa dan energi sisa hingga badan sudah lelah, pikiran sudah jenuh dan mata pun sudah

mengantuk? Itu masih mending mungkin daripada yang tidak hadir karena sudah capek dan

mengantuk?

Sayyid Qutb mengatakan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang

kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang

besar dan mati sebagai orang besar.” Nach, kita termasuk yang mana nich? Berapa waktu yang kita

gunakan untuk memikirkan dan mengelola dakwah,tarbiyah dan kemajuan umat? Berapa pengorbanan

yang kita berikan untuk memerdekakan diri kita dari belenggu egoisme pribadi? Barangkali kita yang

lebih disibukkan dengan masalah diri kita sendiri, repot dengan keluarga, bingung mengelola

organisasi, stress mengelola waktu, nervous memanaj potensi sehingga kita kehilangan banyak

meomentum di sekitar kita. Padahal di sekitar kita banyak yang membutuhkan pembinaan dan seruan

dakwah. Banyak anakremaja yang terjerumusnarkoba, banyak kemaksiatan merajalela, dsb. Bahkan

banyak yang sebenarnya merindukan untuk dibina tapi malah kita “binasakan” karena tidak serius

mengelolanya.

Coba kita bandingkan diri kita dengan orang-orang Barat. Dalam bukunya Syakb Arselan,

pemikir Muslim dari Syiria, ia menjelaskan kenapa kaum Muslimin mundur sedangkan orang-orang

Barat maju adalah karena orang-orang Barat lebih banyak berkurban daripada kaum Muslimin. Mereka

memberi lebih demi agama mereka ketimbang apa yang diberikan kaum Muslimin bagi agamanya.

Tuh kan…,selama ini barangkali kita tertinggal karena belum seserius mereka. Mari kita gunakan

semua yang kita miliki demi kejayaan dakwah. Anak, istri, harta benda, pekerjaa,waktu dan tenaga

yang kita miliki bukan penghalang dakwah tapi justru bisa menjadi pendukung dakwah. Sehingga

antara keluarga dan dakwah, antara profesi dan dakwah tidak lagi saling dipertentangkan tetapi saling

mendukung. Bukan meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan

dakwah.

Tajarrud (totalitas) bukan berarti tafarrugh (kosong dan meninggalkan semua aktivitas, kecuali

dakwah saja. Esensi ruang lingkup tajarrud tercakup dalam uraian berikut :

Page 2: Tajarrud (Totalitas)

1. Tajaruud fikri atau mulazamatul fikrah. Ikatan pemikiran nilai Islam harus melekat total dalam

diri ikhwah. Salah satu penyebab kehancuran umat adalah karena mereka justru mengambil

solusi hasil infiltrasi atau barang impor dari sumber non-Islam, imitasi tidak orisinal, bukan

asli. Karena palsu itu tidak tahan lama, seperti ginjal atau jantung yang dicangkokkan pada

tubuh manusia. Meski tubuh menerima tapi paling hanya dalam jangka waktu yang pendek.

Itupun dengan perasaan menderita atau penuh siksaan. Untuk kemudian lemah dan mati.

Ikhwah adalah penyangga fikrah islamiyah yang bertanggung jawab menyebarkan dan

mewariskan kepada generasi umat.

2. Tajarrud ruhiyah atau totalitas menjaga kebersihan hati dari segala keinginan yang kotor dan

ambisi yang menyimpang. Ikhwah harus ikhlas dalam mengemban dan memperjuangkan fikrah

Islam.

3. Al-insyighal bima tathlubuhud da’wah. Menyibukkan diri dengan segenap tuntutan sakwah.

Dakwah menjadi obsesinya di setiap aktivitas.

4. Wadh’u nafsihi alatan fa’alah lid da’wah. Berupaya memfungsikan diri sebagai bagian yang

bermanfaat bagi dakwah. Ikhwah harus berupaya menjadi anggota tang tidak tumpul, tetapi

tajam, sehingga kebiasaannya dapat difungsikan untuk kepentingan dakwah. Menerima

wazhifah, harus optimal dan tidak boleh menyepelekan.

5. Wadh’u nafsihi, usariyah am fardiyah fi mashlahatid dak’wah. Meletakkan diri, baik keluarga

atau pribadi untuk kepentingan dakwah. Bekorban dengan segala sesuatu baik yang murah atau

yang mahal. Tadhhiyah yang paling berat untuk kita sementara ini adalah mengorbankan waktu

istirahat.

6. Syu’ur bil ma’uliyah ‘alad da’wah. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap dakwah.

Masing-masing ikhwah harus merasakan bahwa dirinya adalah mas’ul. Sehingga tidak ada

yang mengatakan bahwa satu bidang tertentu bukan urusan saya. Sa’id Hawa mengatakan

bahwa bila jama’ah menderita kerugian dari satu orang, maka akibatnya akan menimpa

seluruhnya. Karena itu pembagian tugas pun merupakan tanggung jawab bersama.

7. Ishlahu nafsihi wa da’watu ghairihi. Memperbaiki diri dan menyeru orang lain. Tingkat dai

dapat mempengaruhi orang lain adalah sebagaimana ia dapat menguasai dirinya sendiri.

Wallahu a’lam bishowab. (Referensi: buku Quantum Tarbiyah)