Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
-
Upload
ridho-andriansyah -
Category
Documents
-
view
274 -
download
4
Transcript of Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
1/32
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
2/32
terdokumentasi sebelum suatu prosedur dilakukan. Selain itu, beberapa pembayar
pihak ketiga juga mensyaratkan adanya second opinion.
Tingkat komplikasi, seperti perdarahan pascaoperasi berkisar antara 0,1-8,1% dari
jumlah kasus. Kematian pada operasi sangat jarang. Kematian dapat terjadi akibat
komplikasi bedah maupun anestesi. Tantangan terbesar selain operasinya sendiri
adalah pengambilan keputusan dan teknik yang dilakukan dalam pelaksanaannya.
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
3/32
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
4/32
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Menurut keterangan ibunya, pasien sering mengalami keluhan yang sama sejak
4 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien sering batuk dan pilek sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari, terkadang hingga pasien tidak masuk sekolah..
Menurut ibu pasien, pasien tidak mengalami gejala bersin atau hidung berair
saat pagi hari atau dalam keadaan dingin. Pasien tidak memiliki riwayat asma
dan alergi
5. Riwayat penyakit keluarga :
Pada keluarga didapatkan ayah pasien mengalami penyakit darah tinggi dan
kencing manis.
6. Riwayat pengobatan :
Pasien sering dibawa berobat ke Puskesmas Pulogadung karena demam, batuk
pilek dan nyeri tenggorokan. Setelah pengobatan, pasien membaik namun
beberapa bulan kemudian pasien mengalami keluhan serupa.
7. Riwayat Alergi :
Menurut ibunya, pasien tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obat-
obatan.
8. Riwayat kebiasaan :
Pasien suka mengkomsumsi jajanan disekolahnya, goring-gorengan pasien
menyukai indomie dan minum dingin.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 37C
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
5/32
2. Status Generalis
Kepala
Mata
o Kongjungtiva : Tidak anemis
o Sklera : Tidak ikterik
o Pupil : Bulat, isokor
o Refleks pupil : +/+
Thorax
Paruparu
o Inspeksi
Pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak adaretraksi sela
iga
o Palpasi
Vokal fremitus simetris pada kedua hemitoraks
o Perkusi
Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi
Suara nafas vesicular, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantungo Inspeksi
Tampak pulsasi iktus cordis pada 2cm medial di garis midklavikula kiru
setinggi sela iga V
o Palpasi
Teraba pulsasi iktus cordis pada 2cm medial di garis midklavikula
kiri setinggi sela iga V
o Perkusi
Batas kanan : sela iga V linea sternalis kanan
Batas kiri : Sela iga V, 1cm medial linea midklavikula kiri
o Auskultasi
BJ I dan II ireguler, murmur (-), gallop (-)
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
6/32
Abdomen
o Inspeksi
Simetris, datar, tidak ada lesi, tidak ada sikatriks
o Palpasi :
NT/NL/NK : -/-/-
Asites : (-)
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
o Perkusi
Timpani
o Auskultasi
Bising usus (+) normal, 3 kali/ menit
Ekstremitas
Dalam batas normal
3. Status THT
a) Telinga
Aurikular
Inspeksi Dekstra SinistraBentuk Normotia Normotia
Besar Simetris, normal Simetris, normal
Fistel (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Palpasi
Benjolan (-) (-)
Pre auricular
Inspeksi Dekstra SinistraFistel (-) (-)
Sikatriks (-) (-)
Palpasi (-) (-)
Nyeri tekan tragus (-) (-)
Benjolan (-) (-)
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
7/32
Retroaurikular
Inspeksi Dekstra Sinistra
Kulit Normal, tidak hiperemis Normal, tidak hiperemis
Fistel (-) (-)
Sikatriks (-) (-)Abses (-) (-)
Massa (-) (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Perkusi
Nyeri ketok (-) (-)
Mastoid (-) (-)
Canalis Acusticus Externus
Inspeksi Dekstra Sinistra
Kulit Normal, tidak hiperemis Normal, tidak hiperemis
Serumen (-) (-)
Sekret (-) (-)
Granulasi (-) (-)
Mukosa Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Oedem (-) (-)
Jaringan
Granulasi
(-) (-)
Benda asing (-) (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Perkusi
Nyeri ketok (-) (-)
Membran Timpani
Inspeksi Dekstra Sinistra
Refleks cahaya (+), arah jam 5 (+), arah jam 7
Perforasi (-) (-)
Kolesteatom (-) (-)
Granulasi (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
8/32
Tes Pendengaran
Tidak ada indikasi pemeriksaan
b) Hidung
Inspeksi Hidung Luar Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Deformitas (-) (-)
Oedem (-) (-)
Massa (-) (-)
Perdarahan (-) (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
Rhinoskopi anterior
Dekstra Sinistra
Mukosa Hiperemis ( - ) Hiperemis ( - )
Septum nasi Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Konka inferior Normotrofi Normotrofi
Sekret ( - ) ( - )
Massa ( - ) ( - )
Perdarahan ( - ) ( - )
Rhinoskopi posterior
Tidak dilakukan
Transiluminasi
Tidak dilakukan
c. Rongga MulutOral hygiene : Baik
Mukosa Bucogingiva : Tidak hiperemis
Gigi : Caries di molar 2 kiri dan kanan
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
9/32
d. Tenggorokkan
Tonsil
Dekstra Sinistra
Ukuran T3 T3
Hiperemis Hiperemis HiperemisKripta Melebar Melebar
Detritus ( + ) ( + )
Perlekatan ( - ) ( - )
Lidah
Bentuk : Normoglossia
Warna : Tidak hiperemis
Gerakan : NormalParese : ( - )
Massa : ( - )
Orofaring
Dinding faring posterior : Tidak hiperemis
Granula : ( - )
Post nasal drip : ( - )
Uvula : Di tengah, tidak terdorong ke satu sisi,
oedem( - )
Arcus faring : Simetris, oedem( - )
Refleks muntah : ( + )
Laringoskopi Indirek
Tidak dilakukan
Leher
Inspeksi KGB OEDEMA HEMATOM LUKA
Submental -/- -/- -/- -/-
Submandibula -/- -/- -/- -/-
Upper -/- -/- -/- -/-
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
10/32
jugulare
Mid jugulare -/- -/- -/- -/-
Lower
jugulare
-/- -/- -/- -/-
Supra
clavikula
-/- -/- -/- -/-
Trigonom -/- -/- -/- -/-
Superior -/- -/- -/- -/-
Palpasi Massa KGB
Submental -/- -/-
Submandibula -/- -/-
Upper
jugulare
-/- -/-
Mid jugulare -/- -/-Lower
jugulare
-/- -/-
Supra
clavikula
-/- -/-
Trigonom -/- -/-
Superior -/- -/-
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Batas Normal
Darah Rutin
Leukosit
Dif.Count
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
BTCT
PT
Glukosa Darah Sewaktu
Ureum
Kreatinin
7.73/mm3
23,8/11.5/9.7/6.5/0.5
4.21 juta
12.2
40
414
3 008 00
12
98
17
0.3
5-10 ribu/mm3
(10-30/28-40/2-8/2-4/0-1)
3.65.8 juta/uL
12-16 g/dl
25-47
150-440 ribu/mm3
< 6 menit< 11 menit
10-14 detik
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
11/32
E. Resume
Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun datang ke RSUP Persahabatan dengan
keluhan nyeri pada tenggorok sejak 1 minggu yang lalu lalu. Nyeri disertai sulit
menelan, tenggorok terasa kering dan rasa seperti ada yang menganjal, lemah dan
lesu, riwayat deman, batuk dan pilek berulang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum dan status generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan THT, tonsil T3-T3, tampak hiperemis, kripta
melebar, detritus (+) dan tidak ada perlengketan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb, ht, leukosit dan trombosit dalam
batas normal.
F. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis Kronik
G. DIAGNOSIS BANDING
Tonsilitis folikularis
Faringitis
H. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa :
Istirahat, kurangkan minum es dan makanan pedas, analgetik, antipiretik dan
antibiotik2. Tonsilektomi
I. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanasionam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
J. SARAN DAN USULAN
1. Edukasi pasien supaya minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter dan
tetap menghabiskan obat walau gejala telah sembuh
2. Menganjurkan pasien menghindari minum es, makan makanan pedas, minuman
dan makanan yang terlalu panas dan makanan yang terlalu keras.
3. Menganjurkan pasien untuk segera berobat apabila ada gejala demam, batuk
dan pilek
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
12/32
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tonsilitis atau kalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit
Amandel. Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya
disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak
usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu berlangsungnya (lamanya) penyakit,
terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.5
Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3
minggu. Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1
tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan
selama 3 tahun. Adakalanya terdapat perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis
akut dan Tonsilitis kronis.5
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini
merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli
belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun
sebagian besar membagi alasan (indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut
dan Indikasi relatif.3,4,5
B. Epidemiologi
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini
bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan
keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya.5
Di AS
karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor.6,7
Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi
pendek dan teknik tidak sulit.8
Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi,
adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika Serikat.9
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
13/32
Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada tahun 1996,
diperkirakan 287.000 anak-anak di bawah 15 tahun menjalani tonsilektomi, dengan
atau tanpa adenoidektomi. Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi
tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan
dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan
penurunan jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah
operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275
kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus).8 Sedangkan data dari
rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan
kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi.8
C. Embriologi dan Anatomi Tonsil
1. Embriologi
Gambar 1. Embriologi Tonsil
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
14/32
Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan germinal entoderm dan
mesoderm, dimana entoderm akan membentuk bagian epitel sedangkan
mesoderm akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.7
Pada masa perkembangan janin, faring akan tumbuh dan meluas ke arah
lateral dimana kantung kedua akan tumbuh ke arah dalam dari dinding faring
yang selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang terletak antara arkus
brakialis kedua dan ketiga. Fossa tonsilaris ini akan terlihat jelas secara
makroskopis pada minggu keenambelas.7
Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis kedua dan ketiga melalui
pertumbuhan ke arah dorsal atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh
secara progresif saat usia janin tiga sampai enam bulan, sebgai massa yang
solid yang tumbuh ke arah dalam dari permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh
bercabang-cabang dan berongga. Sedang limfosit-limfosit muncul dekat susunan
epitel kripta pada bulan ketiga, lalu tumbuh secara terorganisir sebagai nodul-
nodul setelah janin berusia enam bulan.7
2. Anatomi Tonsil Palatina
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang
lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid
yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring
dan dekat orifisium tuba eustachius.8
Tonsil terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa
panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram.
Fossa tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina
anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus
palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya
bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle.8
Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m.Konstriktor
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
15/32
Faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil , membentuk
septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.8
Gambar 2. Tonsil Palatina
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan
yang merupakan muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah,
berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling
besar terletak di pole atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena
kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, dan juga karena
tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.8
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika
triangularis dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang
membesar. Plika ini penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehinggadapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.7,8
Pole atas tonsil terletak pad cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut
sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya
dekat denganruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari
Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
16/32
saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak, antara tonsil dangan fossa
tonsilaris mudah dipisahkan.8
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik sering
menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu :
a) Ruang peritonsil (ruang supratonsil)
Berbentuk 16andib segitiga dengan batas-batas :
Anterior : M. Palatoglossus
Lateral dan Posterior : M. Palatofaringeus
Dasar segitiga : Pole atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelenjar 16andibul Weber, yang bila terinfeksi dapat
menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses 16andibular.
b) Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut
yang dibentuk oleh ramus dan korpus 16andibular. Di sebelah medial
terdapat m. Buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya terdapat
m. Pterigoideus Internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus
m.temporalis. bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan
gejala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit
dibedakan dengan abses peritonsilar.c) Ruang parafaring (ruang faringomaksilar ; ruang pterigomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh
darah besar, sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali. Adapun batas-
batas ruang ini adalah :
Superior : basis cranii dekat foramen jugulare
Inferior : os hyoid
Medial : m. Konstriktor faringeus superior
Lateral : ramus asendens 16andibular, tempat m.Pterigoideus
Interna dan bagian posterior kelenjar parotis
Posterior : otot-otot prevertebra.
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosessus styloideus
dan otot-otot yang melekat pada prosessus styloideus tersebut.
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
17/32
Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radang
tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. Karotis Interna,
V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.
Gambar 3. Gambar. Tonsila Palatina dan struktur sekitarnya
a) Pendarahan Tonsil Palatina
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :
1) A.Palatina Asendens, cabang A. Fasialis memperdarahi bagian postero
inferior
2) A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero inferior
3) A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi daerah
antero media
4) A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi daerah
postero superior5) A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor
memperdarahi daerah antero superior.
Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis
dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
18/32
Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral
kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring.8
Gambar 4. Vaskularisasi Tonsil
b) Aliran Getah Bening
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada
trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil
dan berjalan menembus m. Konstriktor Faringeus Superior, selanjutnya
menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis
profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang
dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
19/32
limfatikus daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus
torasikus.7,8
c) Persarafan Tonsil Palatina
Terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V) dan N.
Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini
terjadi karena N IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga
tengah melalui Jacobsons Nerve.
Gambar 5. Persarafan Tonsil
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
20/32
d) Histologi Tonsil
Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin yang
meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada
beberapa tempat masuk menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka
penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut trabekula. Trabekula
merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh limfatik eferen, dan
saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot serta pulau-pulau
kartilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional arkus brakialis.
Membrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada
beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam
massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini
berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta
lebih tipis bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada
bebrapa tempat, kripta ini tidak dilapisi mukosa sam sekali. Komposisi
terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limfoid yang pada beberapa
tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut folikel, dengan
diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam folikel, terdapat sel-sel limfosit dalam
berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya disebut
sentrum germinativum. Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat ditemukan
sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui mukosa
yang tipis.8,9
e) Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-
0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B
dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.
Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang
berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi
sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel
plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
21/32
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.7,8,9
D. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila
yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri
pathogen dalam kripta.2,3
Tonsilitis Akut
1. Etiologi
Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A
Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan
Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang
streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan,
biasanya pada kasus-kasus berat.
2. Patofisiologi
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang
terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat
menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut :
1) Peradangan biasa pada area tonsil saja
2) Pembentukan eksudat
3) Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4) Pembentukan abses peritonsilar
5) Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi
tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
22/32
Gambar 6. Tonsilitis Akut
3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri
waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum
melalui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di
telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai
adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau
tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri
tekan.2,3
4. PengelolaanPada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah
baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk
mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas
yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat
resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
23/32
eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya
digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari.
Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat
dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi
non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.
Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat
berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi pengalaman klinis
menunjukkan bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah
rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat
perjalanan penyakit.2,3,4
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik
adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut
yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A
Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan
Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar
tergantung pada infeksi.4,5
a) Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa
mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu
menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa
nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa
nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n.
Glossopharingeus (n.IX).
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya
bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang
termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu :
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
24/32
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
25/32
c) Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis,
arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan
furunkulosis.
E. Tonsikeltomi
1. Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama
jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan
trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.10,11
Gambar 8. Derajad Pembesaran Tonsil
2. Indikasi Tonsilektomi
a) Indikasi Absolut
1) Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2) Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
26/32
3) Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta
4) Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5) Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya
6) Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal
infeksi
7) Karier difteri
8) Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.
Gambar 9. Obstruksi Hiperplasia
b) Indikasi Relatif
1) Terjadi Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi
penatalaksanaan medis yang adekuat).
2) Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap
dan patogenik (karier).
3) Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
4) Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi
mononukleosis.
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
27/32
5) Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan
dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
6) Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap
penatalaksanaan medis.
7) Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas
orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
8) Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati
servikal persisten.
3. Kontraindikasi Tonsilektomi
a) Kontraindikasi absolut :
1) Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura
2) Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung
dan sebagainya.
b) Kontraindikasi relatif :
1) Palatoschizis
2) Anemia (Hb
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
28/32
Gambar 10. Tonsilektomi
5. Komplikasi
1) Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera
setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi)
bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi
perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran jaringan granulasi yang
terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris
atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan
ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau
penjahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum.9
2) Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi
mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi
faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis media
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
29/32
atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis,
bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta
terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti
pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu
operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu
anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik
yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi drainase.9
3) Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi
ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring.
Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita segera
dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.9
4) Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang
mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah.
Udem palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.9
5) Perubahan suara
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian
medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot
ini dengan sendirinya menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan
suara yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 4
minggu.9
6) Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi,
luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena
mouth gag.9
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
30/32
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam
rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial) dan
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah).
Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada
masa anak-anak.
Tonsilitis terbagi atas tonsiltis akut dan tonsillitis kronik
Penanganan tonsillitis melalui pembedahan yaitu dengan tonsilektomi
Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya : Tonsilektomi metode Dissection Snare,
Tonsilektomi metode Sluder Ballenger, Tonsilektomi metode Kriogenik,
Tonsilektomi metode elektrokoagulasi, Tonsilektomi menggunakan sinar laser
Komplikasi dapat berupa perdarahan, infeksi, nyeri pasca bedah, trauma
jaringan sekitar tonsil, perubahan suara dan lain-lain.
Prognosis tonsillitis melaluitindakan tonsilektomi yang berdasarkan indikasi
adalah baik.
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
31/32
DAFTAR PUSTAKA
1. Eibling DE. Tonsillectomy. In: Myers EN, editor. Operative Otolaryngology Head
and Neck Surgery. Philadelphia: WB Saunders Company 1997.p.186-97
2. Burton MJ, Towler B, Glasziou P. Tonsillectomy versus non-surgical treatment
for chronic/recurrent acute tonsillitis (Cochrane Review). In: The Cochrane
Library, Issue 3, 2004. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd.
3. Larizgoita I. Tonsillectomy: scientific evidence, clinical practice and uncertainties.
Barcelona: CAHTA 1999
4. Bailey BJ. Tonsillectomy. In: Bailey BJ, Calhour KH, Friedman NR, Newlands
SD, Vrabec JT, editors. Atlas of Head and Neck Surgery-Otolaryngology.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 2001.2nd edition.p.327-2-327-6
5. Mathews J, Lancaster J, Sherman I, Sullivan GO. Historical article guillotine
tonsillectomy: a glimpse into its history and current status in the United Kingdom.
The Journal of Laryngology and Otology 2002;116:988-91
6. Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam
Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.7. Al-Abdulhadi, Khalid, 2007, Common throat infections: a review, ORL-HNS
Department, Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med Spec
2007;6:63-67.
8. Bapat, Urmi, 2004, Reactive arthritis following tonsillitis, Speciality:
Otolaryngology; rheumatology; general Article Type: Case Report medicine,St.
Marys Hospital, London, UK, Grand Rounds Vol 5 pages 89.
9. Efiaty, Soepardi, 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, Edisi 5, Jakarta, FK-UI
10. Darrow DH, Siemens C. Indications for tonsillectomy and adenoidectomy.
Laryngoscope 2002;112:6-10
-
8/13/2019 Tinjauan Pustaka Tonsilektomi
32/32
11. Paradise JL, Bluestone CD, Colborn DK, Bernard BS, Rockette HE, Kurs-Lasky
M. Tonsillectomy and adenoidectomy for recurrent throat infection in moderately
affected children. Pediatrics 2002;110:7-15
12. Zuniar. Kumpulan karya ilmiah: Gambaran mikrobiologi pada tonsilitis kronis dari
hasil usapan tenggorok dan bagian dalam tonsil. FKUI-PPDS bidang studi ilmu
THT 2001.