Tuberkulosis Paru

14
Tuberkulosis Paru a. Epidemiologi Di negara industri di seluruh dunia, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980-an, grafik menetap dan meningkat di daerah prevalensi HIV tinggi. Morbiditas tinggi biasanya terdapat pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan. Insiden TBC di Amerika Serikat adalah 9,4 per 100.000 penduduk pada tahun 1994 (lebih dari 24.000 kasus dilaporkan). Anak yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%. Epidemi pernah dilaporkan pada tempat orang-orang berkumpul seperti rumah perawatan, penampungan tuna wisma, rumah sakit, sekolah dan penjara. Dari tahun 1989- 1992 terjadi KLb multidrug resistance (MDR) minimal terhadap INH (isoniazid) dan rifampisin di daerah tempat penderita HIV berkumpul. KLB (kejadian luar biasa) tersebut berhubungan dengan tingginya angka kematian dan tingginya penularan TBC pada petugas kesehatan. Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986, penyakit tuberkulosis di indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50%nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil). Hampir semua negara ASEAN masuk ke dalam kategori 22 negara tersebut kecuali singapura dan malaysia. Dari seluruh kasus di dunia, India menyumbang 30%, China 15% dan Indonesia !0%. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara- negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena

description

TBC

Transcript of Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Parua. Epidemiologi

Di negara industri di seluruh dunia, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980-an, grafik menetap dan meningkat di daerah prevalensi HIV tinggi. Morbiditas tinggi biasanya terdapat pada kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan.

Insiden TBC di Amerika Serikat adalah 9,4 per 100.000 penduduk pada tahun 1994 (lebih dari 24.000 kasus dilaporkan). Anak yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%. Epidemi pernah dilaporkan pada tempat orang-orang berkumpul seperti rumah perawatan, penampungan tuna wisma, rumah sakit, sekolah dan penjara. Dari tahun 1989-1992 terjadi KLb multidrug resistance (MDR) minimal terhadap INH (isoniazid) dan rifampisin di daerah tempat penderita HIV berkumpul. KLB (kejadian luar biasa) tersebut berhubungan dengan tingginya angka kematian dan tingginya penularan TBC pada petugas kesehatan.

Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986, penyakit tuberkulosis di indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat.

WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50%nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil). Hampir semua negara ASEAN masuk ke dalam kategori 22 negara tersebut kecuali singapura dan malaysia. Dari seluruh kasus di dunia, India menyumbang 30%, China 15% dan Indonesia !0%. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk,tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju.

2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin.

4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.

5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat,sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tata laksana kasus yang tidak adekuat.

6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China,India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000;1.414.000;dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001,TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV,tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun. Suatu survey mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 propinsi Indonesia tahun 1979-1982 di perlihatkan pada table 1.

Tabel 1. Prevalensi TB diantara tahun 1979-1982 di 15 propinsi di Indonesia

Tahun

SurveiProvinsiJumlah Penduduk

Th 1982 (juta)Prevalensi Positif Hapusan BTA Sputum (%)

1979Jawa Tengah26.20.13

1980Bali2.50.08

1980DKI Jakarta7.00.16

1980DI Yogyakarta2.80.31

1980Jawa Timur30.00.34

1980Sumatera Utara8.80.53

1980Sulawesi Selatan6.20.45

1980Sumatera Selatan4.90.42

1980Jawa Barat28.90.31

1980Kalimantan Barat2.60.14

1980Sumatera Barat3.50.38

1981Aceh2.70.15

1981Kalimantan Timur1.30.52

1981Sulawesi Utara2.20.30

1982Nusa Tenggara Timur2.80.74

Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Tahun 1995,hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia,dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk dan sampai tahun 2005,program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas,sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.B. Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis

Kuman ini disebut juga basil dari Koch. Kuman ini amat penting karena menyebabkan penyakit tuberculosis. Tuberculosis juga disebabkan oleh Mycobacterium bovis pada lembu. Collins,Jates dan Granse (1982) membagi 5 varian untuk Mycobacterium tuberculosis untuk tujuan epidemiologi:

M. tuberculosis var. human (tbc manusia)

M. tuberculosis var. bovine (tbc lembu)

M. tuberculosis var. human Asian (tbc manusia Asian)

M. tuberculosis var. African I (M. africanum,Afrika Barat)

M. tuberculosis var. African II (M. africanum,Afrika Timur)

Habitat

Mycobacterium tuberculosis biasanya terdapat pada manusia yang sakit tuberculosis. Penularan terjadi melalui jalan pernapasan. Mycobacterium bovis biasanya terdapat pada lembu dan dapat pula pada manusia melalui susu.

Morfologi dan fisiologi

Mikroskopik:

Pada jaringan tubuh kuman tuberculosis berbentuk batang halus berukuran 3x0,5 um,dapat juga terlihat seperti berbiji-biji tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Pada perbenihan berbentuk kokoid dan berfilamen. Tidak berspora dan tidak bersimpai. Pada pewarnaan cara Ziehl-Neelsen atau Tan Thiam Hok kuman berwarna merah dengan latar belakang berwarna biru. Pada pewarnaan fluorochrom kuman berfluoresensi dengan warna kuning oranye.

Sifat-sifat pertumbuhan

Pertumbuhan secara aerob obligat. Energi didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Pertumbuhan lambat,waktu pembelahan sekitar 20 jam. Suhu pertumbuhan optimum 37C. Pada perbenihan,pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu. Koloni cembung,kering,kuning gading.

Daya tahan

Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar apabila dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel. Hijau malakhit dapat membunuh kuman lain tetapi tidak membunuh Mycobacterium tuberculosis,demikian juga asam dan alkali. Dengan fenol 5% diperlukan waktu 24 jam untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis. Pada sputum kering yang melekat pada debu dapat tahan hidup 8-10 hari. Pengaruh pemanasan daya tahannya sama dengan kuman lainnya daya tahannya,jadi dengan pasteurisasi kuman tuberculosis ini sudah dapat dibunuh.c. Pencegahan Pencegahan tuberculosis paru dapat dilakukan dengan :1. Mencegah kontak dengan penderita TB paru2. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TB paru, bahaya-bahayanya, cara penularannya serta usaha pencegahannya.3. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).4. Memperbaiki standar hidup dengan melaksanakan pola hidup bersih.5. Pasteurisasi susu sapi6. Memberikan kemoprofilaksis baik primer (untuk mencegah penularan/infeksi pada kelompok yang berkontak erat dengan penderita TB dewasa aktif) maupun sekunder (untuk mencegah sakit TB pada penderita yang sudah terinfeksi namun belum sakit).Bagi penderita yang terkena tuberculosis paru dapat juga membantu mencegah agar orang sekitarnya tidak terkena, yaitu :1. Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain2. Ventilasi ruangan.Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar.3. Tutup mulut menggunakan masker.Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis tuberculosis. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat.3.PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS

Tujuan dari pengobatan Tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Jenis dan Dosis OAT adalah :

a) Isoniasid ( H )Dikenal dengan INH, bersifat bacterisida, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaanmetabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/ kg BB.b) Rifampisin ( R )Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuholeh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten3 kali seminggu.c) Pirazinamid ( Z )Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasanaasam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.d) Streptomisin ( S )Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatanintermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang berumur sampai 60tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50gr/hari.e) Etambutol ( E )Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.Saat ini pengobatan dalam program pemberantasan tuberculosis paru, menggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek selama 6 bulan yang terdiri dari Isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamitte (Z), streptomycin (S), dan ethambutol (E). Di Indonesia paduan OAT yang disediakan oleh program ada 3 macam yaitu kategori-1, kategori-2, kategori-3 dan sisipan (HRZE), obat ini diberikan pada penderita secara gratis. Untuk memudahkan pemberian dan menjamin kelangsungan pengobatan, obat disediakan dalam bentuk blister kombipak, satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Kategori pengobatan terdiri atas 2 tahap pemberian yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan berkala.

Pada fase awal penderita minum obat setiap hari dengan pengawasan penuh, sedangkan fase intermitten penderita minum obat 3 kali seminggu.

Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

Kategori ini untuk pasien TBC baru. Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 4 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R) 3 kali seminggu. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) diberikan untuk :

a. Penderita baru BTA positif

b. Penderita baru BTA negative/Rontgen positif yang sakit berat dan ekstra paru berat, yang belum pernah menelan OAT atau kalau kurang dari 1 bulan. Yang dimaksud dengan sakit berat adalah tuberculosis paru BTA negative yang mengenai jaringan parenkim yangb luas.

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Kategori ini untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh). Paduan ini terdiri dari 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari, dan setiap kali selesai minum obat langsung diberikan suntikan Streptomisin disarana pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumah penderita. Kemudian 1 bulan lagi dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermitten atau selang sehari atau 3 kali seminggu. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) ini diberikan pada penderita BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih sebulan. Termasuk kelompok yang mendapat obat kategori-2 ini ialah penderita kambuh (relaps) BTA positif, gagal (failure)BTA positif, dan lain-lain.

Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)

Kategori ini untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+). Paduan ini terdiri 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermitten selama 4 bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu. Kategori-3 (2HRZ/4H3R3) untuk penderita baru BTA negatif/rontgen positif, penderita ekstra paru ringan.

OAT sisipan (HRZE)

Digunakan sebagai tambahan apabila pada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi. Bila pemberian pengobatan kategori-1 dan kategori-2 pada akhir fase awal/intensif masih BTA positif, diberikan obat sisipan selama 1 bulan setiap hari. Kesembuhan penderita setelah menjalankan pengobatan dapat ditentukan berdasarkan 3 kriteria yang saling terkait seperti :

a.Harus terjadi konversi pemeriksaan mikroskopis pulasan dahak yaitu dari hasil positif (BTA +) menjadi (BTA -) pada akhir pengobatan.

b.Masa pengobatan intensif dan intermitten harus telah diikuti dengan lengkap sesuai dengan jadwal pengobatan yang ada.

c.Ada pencatatan yang lengkap seperti tersebut pada poin a dan b.

Kategori I a.Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE)

INH

: 300 mg 1 tablet

Rifampisin (R) : 450 mg 1 kaplet

Pirazinamid (Z) : 1500 mg 3 kaplet @ 500 mg

Etambutol (E)

: 750 mg 3 kaplet @ 250 mg

Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.Regimen ini disebut KOMBIPAK II.

b.Tahap lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3):

- INH

: 600 mg 2 tablet @ 300 mg

- Rifampisin (R): 450 mg 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak 54 kali.Regimen ini disebut KOMBIPAK III.

Tindak Lanjut Pengobatan

KATEGORI WAKTUHASIL BTARENCANA TINDAK LANJUT

IAkhir tahap intensifNegatifDiteruskan ke tahap lanjutan

PositifTerapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+) maka diteruskan ke tahap lanjutan

Sebulan sebelum akhir/ akhir pengobatan2 kali pemeriksaan: negatifSembuh

PositifPengobatan gagal, ganti ke kategori II

IIAkhir tahap intensifNegatifTeruskan ke tahap lanjutan

PositifTerapkan sisipan selama 1 bulan. Jika hasil pemeriksaan dahak masih (+) maka diteruskan ke tahap lanjutan

Sebulan sebelum akhir/ akhir pengobatan2 kali pemeriksaan: negatifSembuh

PositifPengobatan gagal, pasien kronis dirujuk ke spesialis atau mengonsumsi INH seumur hidup

IIIAkhir tahap intensifNegatifTeruskan ke tahap lanjutan

PositifPengobatan diganti dengan kategori II

PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERKULOSIS

Program pemberantasan tuberkulosis paru yang dilakukan sampai sekarang adalah :

a.Vaksinasi BCG.

b. Penemuan kasus secara pasif dan aktif.

c.Pengobatan dan pengobatan ulang terhadap penderita tuberculosis.

d.Penyuluhan kesehatan.

e. Evaluasi program.

Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Terdapat lima komponen utama strategi DOTS:

1.Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

2.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.

3.Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT).

4.Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO).

5.Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program penanggulangan TBC.

Untuk menekan dan menurunkan jumlah penderita tuberculosis paru, Depkes pada tahun 1999 membentuk Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis paru (Gerdunas-TB). Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan sentral unit penyelengaraan program di departemen kesehatan yang demikian kecilnya, maka menteri kesehatan memutuskan untuk melaksanakan Gerdunas-TB.

Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis adalah suatu gerakan yang terpadu dan menyeluruh meliputi seluruh pihak di lingkungan masyarakat baik swasta maupun pemerintah. Gerakan ini merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan kesadaran sehat, serta peningkatan mutu pelayanan guna tercapainya Indonesia sehat tahun 2010.