TUGAS AIK

9
RANGKUMAN AL ISLAMI KEMUHAMADIYAAN (A I K) OLEH KELOMPOK IV ANGKATAN LIV (54) - SITTI AMINAH 21010379 - NOVIANTI AMIR 21010380 - ANDI NURDIANA 21010 - RATNAWATI 21010 DOSEN : Drs. H. Djamaluddin, M. Idris., M.Fil AKTA IV

Transcript of TUGAS AIK

Page 1: TUGAS AIK

RANGKUMAN

AL ISLAMI KEMUHAMADIYAAN (A I K)

OLEH KELOMPOK IV ANGKATAN LIV (54)

- SITTI AMINAH 21010379- NOVIANTI AMIR 21010380- ANDI NURDIANA 21010- RATNAWATI 21010

DOSEN : Drs. H. Djamaluddin, M. Idris., M.Fil

AKTA IVUNIVERSITAS MUHAMADIYAH PARE-PARE

UMPAR2011

Page 2: TUGAS AIK

MACAM-MACAM BAYAN

Hukum Islam diperoleh dari sumbernya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, sekurang-kurangnya dilakukan dengan dua cara. Pertama, diperoleh secara langsung berdasarkan hukum yang terdapat pada ayat Al-Quran atau As-Sunnah. Kedua, dilakukan dengan mengambil makna yang terkandung dalam suatu ayat Al-Quran atau As-Sunah.

Berdasarkan pembahasan masing masing kelompok maka kelompok kami akan memaparkan rangkuman dari sub judul “macam-macam bayan”.

Melanjutkan penjelasan dari kelompok sebelumnya, dimana menurut aliran hanafiyah yaitu ulama Hanafiyah ada lima bayan(keterangan),yang sebagian ulama lainya hanya membaginya dalam 4 bayan dengan menyatukan 2 macam bayan menjadi sati bayan. Adapun macam-macamnya adalah:

a. Bayan Taqrir

Bayan taqrir adalah penjelasan yang ada untuk mengungkapkan suatu makna dengan dasar-dasar lain yang dapat menambah jelasnya yang dimaksud, baik makna kata-kata maupun ungkapan dalam nash atau dalil.Contoh : (QS. Shad : 73)“lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya”Kata “malaikat” mengandung kata umum “sluruh malaikat” yaitu ditegaskan dengan kata “kulluhum ajma’in” (seluruhnya).

b. Bayan Tafsir

Adalah penjelasan suatu lafazh atau kata-kata sehingga nash tersebut menjadi lebih jelas maksudnya. Seperti menafsirkan kata-kata mujmal menjadi mufshal, khafi yang tersembunyi makna dam maksudnya menjadi jelas. Termasuk lafazh-lafazh musykil(lafazh yang sulit diartikan menjadi lafazh yang dapat dicari makna yang dimaksud. Bayan tafsir juga menncari penjelasan lafazh yang mengandung makna ganda(musytarak), sehingga dapat ditentukan makna yang akan diambil untuk menentukan hukum suatu nash. Penjelasan tafsir disini adalah mencari secara detail terhadap makna yang dimaksud dengan lafazh-lafazh tersebut. Contoh (QS. 2 : 43) kata-katanya mujmal (perlu penjelasan). Maka sabda Nabi : “sholatlah engkau sekalian, seperti engkau melihat aku sholat”. (maka kata-kata tersebut dapat menjadi jelas makna dari maksudnya).

Page 3: TUGAS AIK

c. Bayan TaghyirAdalah keterangan-keterangan yang mengubah dari makna dzahir menjadi makna yang dituju, seperti kata-kata yang mengandung pengecualian(istitsna’). Usaha ini adalah untuk mencari mukhashshish dari makna yang umum. Dalam thuruq-u ‘l-istinbath terdapat takhsis itu berupa kata-kata bukan kata-kata :

1. Bi ‘l-kalam (berupa kata-kata)Yang berupa kata-kata itu bisa berupa kata-kata yang berdiri sendiri dan bersambung, disebut :

- Mutsaqil- Muttashil - Ghairu Muttashil

Sedangkan kata-kata yang tidak berdiri sendiri dan bersambung :- Istitsna- Badal ba’ad min al kull- Sifat- Kata-kata syarat- Ghayah

2. Ghairu kalamGhairu kalam takhsis kata-kata umum yang tidak berupa kata-kata, bisa berupa logika yang logis, bisa berupa perasaan dan bisa berupa adat kebiasaan.

d. Bayan TabdilAdalah usaha mencari penjelasan dengan nasakh, hal ini bermaksud mencari apakah ada nasikh-mansukh dalam hukum masalah yang dicari oleh seorang mujtahid. Terutama diperlukan dalam dalil sunnah.

e. Bayan DlarurahAdalah keterangan yang tidak disebutkan, tetapi tidak boleh tidak harus diungkapkan(intinya harus diungkapkan). Bayan ini tidak berupa kata-kata tetapi sesuatu yang didiamkan. Bayan ini ada 4 macam :

- Sesuatu yang didiamkan tetapi sebetulnya harus diucapkan, seperti firman Allah dalam (QS. 4 : 11).

- Petunjuk keterangan diamnya seseorang yang berfungsi memberi penjelasan/keterangan menunjukkan keizinan, seperti diamnya rasulullah waktu menyaksikan perbuatan sahabat. Hal ini mengandung keterangan keizinan Nabi terhadap perbuatan tersebut.

- Penjelasan tentang diamnya seseorang dianggap untuk menghindari adanya tipuan.

Page 4: TUGAS AIK

- Keterangan sesuatu yang didiamkan atau tidak disebutkan, tetapi mengandung suatu penjelasan yang sebutkan berdasarkan kebiasaa orang arab menghitungnya.

AL-BAYAN DAN AL-IJTIHAD AL-BAYANI

Ijtihad adalah memberi segala daya kemampuan dalam usaha mengetahui sesuatu hukum syara’.Dari segi teknik atau pada metodenya berdasarkan kepustakaan salah satu ushul fiqh , ijtihad dibedakan menjadi tiga macam :

1. Ijtihad bayani yaitu ijtihad yang berhubungan dengan penjelasan kebahasaan yang terdapat di al-Qur’an dan Sunnah

2. Ijtihad qiyasi yaitu ijtihad untuk menyelesaikan suatu sengketa atau persoalan yang di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang tidak ada ketentuan hukumnya, dan ulama menyelesaikan dengan cara qiyas atau istihsan.

3. Ijtihad istishlahi yaitu ijtihad dengan menggunakan ra’y (akal) yang tidak menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau hadits tentang secara khusus.

Maka berdasarkan judul diatas kami akan membacakan hasil rangkuman kami tentang AL-BAYAN DAN AL-IJTIHAD AL-BAYANI.

Dr. Ma’ruf menerangkan bahwa ijtihad dimasukkan pada ashal ketiga (dalil) dalam menetapkan/mendapatkan hukum, setelah nash al-sunnah. Karena kadang-kadang Nabi membolehkan sebagian sahabatnya menetapkan sebagian ketentuan hukumnya, sekalipun Nabi berada ditempat bersama mereka.

Ketiga ijtihad diatas dimasukkan pada cara-cara ijtihad Majelis Tarjih.

AL BAYAN

Al bayan adalah kata-kata yang mencakup beberapa arti minimal maksudnya ialah ungkapan yang ditujukan kepada orang yang dituju dengan pembicaraan itu, didasarkan pada bahasa untuk siapa al qur’an itu diturunkan.

Bagi yang mengetahui bahasa arab, bahasa al qur’an itu bernilai hampir sama, mudah dipahami, tetapi bagi yang tidak memahami bahasa al qur’an ungkapan – ungkapan dalam bahasa al qur’an justru itu dapat dipahami berbeda. Ungkapan yang merupakan petunjuk bagi manusia untuk mengabdi kepada-NYA, ada beberapa kategori :

1. Petunjuk yang dinyatakan secara tekstual (nash), seperti kewajiban manusia untuk ibadah sholat, ungkapan yang berupa larangan yang harus dijauhi minum khamr dsb.

Page 5: TUGAS AIK

2. Ungkapan yang pelaksanaannya diserahkan kepada tuntunan Nabi (al sunnah), seperti jumlah rakaat dalam sholat dsb.

3. Ungkapan yang dikemukakan oleh Rasul (Sunnah Rasul), tanpa menyebutkan status hukumnya pada hukumnya, seperti sabda Nabi : “siapa yang patuh pada Nabi berarti patuh pula pada Allah”

4. Ungkapan yang berupa hukum yang harus dicari oleh makhluk-NYA dengan ijtihad.

IJTIHAD BAYANI berdasarkan macam-macam bayan dikalangan syafi’iyyah maupun hanafiyah pada pelaksanaannya lebih lanjut terfokus bayan nash alqur’an yang perlu mendapatkan penjelasan demikian pula bayan yang terdapat pada hadits yang memerlukan penjelasan lebih lanjut termasuk juga nash-nash baik al qur’an maupun al hadits yang memerlukan ijtihad dalam pemahaman dan pelaksanaannya.

MEMAHAMI NASH HADITS YANG MENGANDUNG MAKNA TEMPORER

Dalam pokok-pokok MaNhaj, Majelis Tarjih No 13 akhir disebutkan: “Prinsip mendahulukan nash dari pada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi”. Sebuah contoh masalah yaitu seperti Pada uraian tentang penentuan awal bulan Ramadhan, nampak majelis tarjih mendahulukan akal dan nash, mengingat hadits menyatakan: “Puasalah karena melihat bulan”. (HR. Bukhari dan Muslim). Apalagi melihat rumusan dalam kitab beberapa masalah No. !! tentang hisab dan rukyah (HPT cetakan III halaman 291-292). Dalam kitab tersebut dinyatakan : Apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan ramadhan belum tampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi belum kelihatan, padahal kenyataannya yang mu’tabar. Majelis tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang mu’tabar”.

Majelis Tarjih tidak mendahulukan akal dan membelakangkan nash. Kalau Majelis Tarjih menetapkan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan hisab adalah mengamalkan nash al-Qur’an dan hadits dengan ijtihad. Menggunakan ilmu hisab untuk menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an surat Yunus: 5 dan hadits riwayat Bukhari, Muslim, Al-Nasa’i dan Ibu Majah.

Adapun rumusan”Bahwa Ru’yatlah yang Mu’tabar” maksudnya: “Rukyah yang mu’tabarlah yang mu’tabar”. Pengertian rukyah yang mu’tabar adalah rukyah yang dapat dipertanggungjawabkan. Maksudnya di tempat-tempat bulan yang ditetapkan secara resmi diadakan rukyah tetapi tidak terlihat bulan kerana mendung. Di tempat lain ada yang menyatakan melihat bulan dengan posisi yang menurut ahli hisab sesuai dengan menurut syara’ dapat dipertanggungjawabkan, separti itulah rukyah yang mu’tabar.

Dahulu memang orang memahami perhitungan hisab (termasuk warga Muhammadiyah) belum meyakini betul akan akuratnya. Tetapi setelah peristiwa

Page 6: TUGAS AIK

gerhana matahari total pada tahun 1992, perhitungan majelis tarjih termasuk yang tepat, maka keyakinan ahli hisab terhadap hasil hisabnya makin bertambah mantab.

Hal-hal seperti diatas itulah yang dimaksud antara lain pada pokok-pokok manhaj Tarjih dalam kata “perubahan situasi”

Penerjemahan dan pemahaman hadits menurut ilmu hadits untuk dalil adalah didasarkan pada:

1. Diterimanya atas dasar sanad, meliputi hadits shahih dan hasan.2. Diterimanya atas dasar matan hadits.

Dapat diterimanya hadits atas dasar matan ini menurut Dr. Yusuf al-Qardlawi dengan melalui penelitian:

1. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.2. Dilakukan kesimpulan setelah dilakukan penggabungan satu hadits dengan

hadits yang lain yang sama dengan satu tema.3. Penggabungan yang satu dengan yang lain apabila kelihatan bertentangan dan

mengambil yang rajih apabila dilakukan tarjih,serta nasikh apabila dilakukan nasikhmansukh.

4. Pemahaman hadits dengan mmpertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya ketika diucapkan, serta tujuannya.

Mengenai yang keempat ini al-ustadz Yusuf al-Qardlawi menyatakan:“Siapa saja yang meneliti dengan seksama, pasti akan melihat bahwa di antara hadits-hadits ada yang diucapkan berkaitan dengan kondisi temporer khusus, demi satu masalah yang diharapkan atau madlarat yang hendak dicegah, atau mengatasi suatu problem yang timbul pada waktu itu.”

Pernyataan itu diuraikan sebagai lanjutan bahwa ada hukum yang dikandung suatu hadits bersifat umum adapula hadits itu yang mengandung hukum yang bersifat temporer.