6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Gangguan jiwa
a. Pengertian gangguan jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau
lebih fungsi jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai
oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi
(pengangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress
dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya. (Stuart&Sundeen,
1998)
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal
umum, ras, agama, maupun status sosial ekonomi. Gangguan jiwa
bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak
beredar kepercayaan dan mitos yang salah mengenai gangguan jiwa,
ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh
jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna – guna, karena
kutukan atau hukuman atas dosa – dosanya. Kepercayaan yang salah
ini hanyak akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap
gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara tepat dan cepat.
b. Penyebab gangguan jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di
badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis
(psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gejala
gangguan jiwa (Yosep, 2012).
7
c. Macam – macam gangguan jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala –
gejala yang psikologis dari unsur yang psikis. Macam – macam
gangguan jiwa menurut Rusdi Maslim : gangguan jiwa organik dan
simptomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham,
gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik. Gangguan kepribadian dan perilaku masa
dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis,
gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja
(Maslim, 2001).
1) Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorientasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus
berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini
secara bertahap akan menuju ke arah kronisitas, tetapi sekali – kali
bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna
dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya bisa berakhir
dengan personalitas yang rusak. Keadaan ini pertama kali
digambarkan oleh Krapelin pada tahun 1896 berdasarkan gejala
dan riwayat alamiahnya. Krapelin menamakannya dementia
prekoks. Pada tahun 1911 Bleuler menciptakan nama skizofrenia
untuk menandai terbelahnya atau putusnya fungsi psikis, yang
menentukan sifat penyakit ini. Ada perbedaan internasional dalam
kriteria diagnostik, terutama antara Eropa dan AS, serta banyak
psikiater sekarang mengatakan skizofrenia sebagai suatu kelompok
kelainan yang saling berkaitan (Ingram, 1993)
Skizofrenia memiliki beberapa simtom, yaitu simtom
kognitif, simtom suasana hati dan simtom somatik. Pasien dengan
simtom kognitif akan mengalami halusinasi, delusi, cara bicara
8
yang tidak koheren atau kacau, dan tingkah laku tidak teratur. Pada
pasien dengan gejala residual biasanya tidak memunculkan gejala
tersebut akan tetapi cenderung menarik diri, tingkah laku aneh,
afek tumpul, kepercayaan – kepercayaan dan pemikiran yang aneh.
Pasien yang mengalami halusinasi mengungkapkan pengalaman
yang salah, melihat, mendengar dan mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Pasien delusi memiliki keyakinan yang salah
dan tidar rasieonal serta begitu melekat pada pikirannya. Pada
pasien yang mengalami simtom suasana hati, pasien akan sulit
mengalami emosi sejati. Respon emosional yang dihasilkan akan
sangat ekstrem dan tidak terkendali (Semiun, 2006).
2) Depresi
Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau
emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung,
sedih, putus asa dan tidak bahagia serta komponen somatic :
anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan
denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan
jiwa pada alam perasaan (afektif, mood).
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat
dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi
fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang
bersangkutan. Depresi merupakan suatu reaksi yang normal bila
berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor
pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan
faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila
keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak
dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti orang lain
(Yosep, 2012)
9
3) Gangguan ansietas
Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang
memberi pemahaman penting tentang ansietas yang berlebihan
disertai respons perilaku, emosional dan fisiologis. Individu yang
mengalami gangguan ansietas dapat memperlihatkan perilaku yang
tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan
terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan
berulang – ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali
peristiwa yang traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan atau berlebihan.
Ansietas dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat,
sampai panik. Setiap tingkap menyebabkan perubahan fisiologis
dan emosional pada individu. Sisi negatif ansietas atau sisi yang
membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang
masalah yang nyata atau potensial (Videbeck, 2008)
4) Gangguan kepribadian
Gangguan kepribadian didiagnosis saat sifat kepribadian
individu menjadi kaku dan maladaptif dan secara signifikan
mengganggu cara individu melakukan fungsi dalam masyarakat
atau menyebabkan distress emosional individu. Gangguan
kepribadian biasanya tidak didiagnosis sampai usia dewasa, saat
kepribadian individu terbentuk lebih komplet, tetapi pola perilaku
maladaptif tersebut seringkali dapat terjadi pada masa remaja atau
masa kanak – kanak awal.
Gangguan kepribadian dapat berlangsung lama karena
karakteristik kepribadian tidak mudah diubah. Ini berarti bahwa
klien yang mengalami gangguan kepribadian terus berperilaku
yang sama walaupun perilaku tersebut menyebabkan kesulitan atau
distres (Videbeck, 2008)
10
5) Gangguan mental organik
Gangguan mental organik (psikosis organik) disebabkan
oleh bermacam – macam faktor fisik atau organik yang
mengakibatkan gangguan mental yang sangat berat sehingga
individu secara sosial menjadi lumpuh dan sama sekali tidak
mampu untuk menyesuaikan diri. Simtom – simtom utama
gangguan mental organik adalah fungsi – fungsi intelektual lemah
dan emosi tidak stabil, dan ini dapat dilihat dari tingkah laku umum
dari individu yang selalu mudah tersinggung atau suasana hati
yang selalu berubah – ubah tanpa penyebab yang jelas, tidak
memperhatikan penampilan pribadi, mengabaikan tanggung jawab
dan antisosial (Semiun, 2006).
6) Gangguan psikosomatik
Istilah psikosomatik mulai digunakan untuk menyatakan
hubungan antara pikiran (psike) dan tubuh (soma). Gangguan
somatoform dapat ditandai dengan adanya gejala fisik yang
menunjukkan kondisi medis tanpa dasar organik yang dapat
dibuktikan untuk menjelaskan gejala secara lengkap. Ada tiga
gambaran utama gangguan somatoform yaitu keluhan fisik yang
menunjukkan penyakit medis utama tetapi tidak memiliki dasar
organik yang dapat dibuktikan, faktor psikologis dan konflik yang
tampak penting, gejala atau masalah kesehatan yang dibesar –
besarkan yang tidak berada dalam control sadar pasien (Videbeck,
2008).
7) Retardasi mental
Gambaran penting retardasi mental adalah fungsi
intelektual dibawah rata – rata (IQ dibawah 70) yang disertai
dengan keterbatasan yang penting dalam area fungsi adaptif,
seperti keterampilan komunikasi, perawatan diri, tinggal di rumah,
keterampilan interpersonal atau sosial, penggunaan sumber
masyarakat, penunjukkan diri, keterampilan akademik, pekerjaan,
11
waktu senggang, dan kesehatan serta keamanan. Beberapa orang
yang mengalami retardasi mental bersikap pasif dan tergantung,
sedangkan yang lain bersikap agresif dan impulsif (Videbeck,
2008).
8) Gangguan perilaku masa anak dan remaja
Gangguan tingkah laku adalah perilaku antisosial yang
persisten pada anak dan remaja yang secara signifikan
mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan fungsi di
bidang sosial, akademik, atau pekerjaan. Gejalanya dikelompokkan
ke dalam empat area : agresi terhadap orang dan binatang,
perusakan barang – barang, kecurangan dan pencurian, serta
pelanggaran peraturan yang serius. Individu yang mengalami
gangguan tingkah laku mempunyai sedikit rasa empati terhadap
orang lain, mereka mempunyai harga diri rendah, toleransi frustasi
yang buruk, dan marah yang meledak – ledak (Videbeck, 2008).
2. Konsep keperawatan
a. Diagnosa keperawatan jiwa
1) Halusinasi
a) Definisi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa
dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai
sesuatu yang khayal,halusinasi sebenarnya merupakan bagian
dari kehidupan mental penderita yang terpersepsi. Halusinasi
dapat terjadi karena dasar – dasar organik fungsional, psikotik
maupun histerik (Yosep, 2012).
12
b) Jenis halusinasi
Tabel 1.1. Jenis Halusinasi (Yosep, 2012) Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran (auditory) Mendengar suara yang menyuruh melakukan
sesuatu, yang berbahaya, mendengar suara atau
bunyi, mendengar suara yang mengajak bercakap –
cakap, mendengar suara orang yang sudah
meninggal, mendengar suara yang mengancam diri
atau orang lain atau suara lain yang
membahayakan.
Penglihatan (Visual)
Melihat orang yang sudah meninggal, melihat
makhluk tertentu, melihat banyangan, hantu atau
sesuatu yang menakutkan, cahaya, monster yang
merasuki tubuh perawat.
Penghidu (olfaktory)
Mencium sesuatu seperi bau mayat, darah, bayi,
feses, atau bau masakan, parfum yang
menyenangkan. Klien mengatakan mencium bau
sesuatu. Tipe halusinasi ini sering menyertai klien
demensia, kejang, atau penyakit serebrovaskuler.
Pengecapan (gustatory) Klien seperi merasakan makanan tertentu, rasa
tertentu atau mengunyak sesuatu.
Perabaan (tactile)
Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi
tubuh seperi tangan, binatang kecil, makhluk halus.
Merasakan sesuatu di permukaan kulit, merasakan
sangat panas atau dingin, merasa tersengat aliran
listrik.
Cenesthetic dan
Kinesthetic
Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak
dapat terdeteksi misalnya tidak ada denyutan di
otak, atau sensasi pembentukan urin dalam
tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas
bumi.
c) Intervensi keperawatan
Hallucination management, kode NIC 6510 :
(1) Lakukan bina hubungan saling percaya
(2) Ciptakan lingkungan yang terapeutik
(3) Catat setiap perilaku pasien yang menunjukkan adanya tanda
dan gejala halusinasi
(4) Lakukan komunikasi secara terbuka
(5) Diskusikan dengan pasien tentang halusinasi yang dialaminya
(6) Berikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan apa
yang dirasakan dan dialami
(7) Arahkan setiap pembicaraan pasien apabila pasien sudah
mulai tidak focus
13
(8) Kaji adanya tanda – tanda perilaku kekerasan pada pasien
yang diakibatkan oleh halusinasinya
(9) Bimbing pasien untuk mengontrol halusinasi
(10) Motivasi pasien untuk meyakinkan halusinasi yang dialami
dengan cara memvalidasi pada orang lain
(11) Hindari perdebatan dengan pasien apabila pasien sangat
yakin dengan halusinasi yang dialaminya
(12) Berikan antipsikotik sesuai dengan program
(13) Monitor efek samping obat yang kemungkinan terjadi pada
pasien
(14) Edukasi keluarga mengenai perawatan pasien halusinasi
(15) Monitor kemampuan perawatan diri pasien
(16) Bantu perawatan diri pasien bila diperlukan
(17) Motivasi pasien untuk mempertahankan asupan nutrisi yang
baik
(18) Motivasi pasien melakukan aktivitas terjadwal untuk distraksi
(Bulecheck,2008).
Tindakan keperawatan untuk pasien halusinasi :
(1) Tujuan tindakan :
(a) Pasien mengenali halusinasi yang dialami
(b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
(c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
(2) Tindakan keperawatan :
(a) Membantu pasien mengenal halusinasi : untuk membantu
pasien mengenal halusinasi dapat dilakukan dengan cara
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul
(b) Melatih pasien mengontrol halusinasi : untuk membantu
pasien agar mampu mengontrol halusinasi dapat dengan
14
melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut
meliputi:
i. Menghardik halusinasi : adalah upaya mengendalikan
diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan
tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini
pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada di
dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
(i) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
(ii) Memperagakan cara menghardik
(iii)Meminta pasien memperagakan ulang
(iv) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
pasien
ii. Bercakap – cakap dengan orang lain : untuk mengontrol
halusinasi dapat juga dengan bercakap – cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap – cakap dengan
orang lain maka terjadi distraksi, focus perhatian pasien
akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi
adalah dengan bercakap – cakap dengan orang lain.
iii. Melakukan aktivitas terjadwal : untuk mengurangi
risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.
Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali
15
mencetuskan halusinasi.untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut :
(i) Menelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
(ii) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
pasien
(iii)Melatih pasien melakukan aktivitas
(iv) Menyusun jadwal aktivitas sehari – hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
(v) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
memberikan penguatan terhadap perilaku pasien
yang positif.
iv. Menggunakan obat secara teratur : untuk mampu
mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan
program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah
seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya
pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat :
(i) Jelaskan guna obat
(ii) Jelaskan akibat bila putus obat
(iii)Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
16
(iv) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar
waktu, benar dosis) (Wijayanti, 2011).
2) Perilaku kekerasan
a) Definisi
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai
bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat
diproyeksikan ke dalam lingkungan, ke dalam diri atau secara
destruktif.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan. Perilaku agresif atau atau
perilaku kekerasan itu saendiri sering dipandang sebagai
rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan di sisi yang lain (Yosep, 2012).
b) Tanda dan gejala
(1) Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang,
postur tubuh kaku, pandangan tajam, mengatupkan
rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar -
mandir
(2) Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik,
mengumpat dengan kata – kata kotor, suara keras, ketus
(3) Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang
lain, merusak lingkungan, amuk
(4) Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa
terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
17
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut
(5) Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat,
meremehkan, sarkasme
(6) Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar,
mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak peduli dan kasar
(7) Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, sindiran.
(8) Perhatian : bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan
seksual (Yosep, 2012).
c) Intervensi keperawatan
Anger Control Assistance, kode NIC 4640 :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
(2) Lakukan pendekatan secara bertahap dengan pasien
(3) Identifikasi perilaku pasien ketika marah
(4) Pertahankan lingkungan yang terapeutik sehingga
meminimalkan pasien untuk marah
(5) Kendalikan pasien dari perilaku mencederai diri dan
orang lain (diperbolehkan menggunakan restrain apabila
diperlukan)
(6) Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas terjadwal
(7) Berikan edukasi pada pasien mengenai pengendalian
marah dengan cara nafas dalam, kegiatan terjadwal
ataupun cara distraksi yang lainnya
(8) Beritahukan pada pasien bahwa perawat akan melakukan
tindakan penanganan kepada pasien ketika pasien marah
(9) Motivasi pasien untuk mengkomunikasikan pada orang
terdekat apabila memiliki masalah
(10) Berikan obat sesuai program medis
18
(11) Bimbing pasien mengenai penyebab marah dan hal
yang dilakukan ketika marah
(12) Bimbing pasien memahami akibat perilaku marah yang
tidak terkendali
(13) Bimbing pasien mengekspresikan marah secara baik,
tidak dengan tindakan yang menyakiti orang lain
(14) Berikan edukasi pada pasien hal – hal yang dilakukan
untuk mencegah marah
(15) Berikan contoh pengendalian marah dan marah yang
baik pada pasien
(16) Berikan pujian setiap kali pasien berhasil
mengendalikan marah (Bulecheck,2008).
Tindakan keperawatan untuk pasien perilaku kekerasan
(1) Tujuan
(a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
(b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku
kekerasan
(c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya
(d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukannya
(e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya
(f) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan
dengan terapi psikofarmaka
(2) Tindakan
(a) Bina hubungan saling percaya : dalam membina
hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi,
19
tindakan yang harus dilakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah :
i. Mengucapkan salam terapeutik
ii. Berjabat tangan
iii. Menjelaskan tujuan terapeutik
iv. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien
(b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu
(c) Diskusikan bersama pasien jika terjadi penyebab
perilaku kekerasan
i. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasa
secara fisik
ii. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasa
secara psikologis
iii. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasa
secara sosial
iv. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasa
secara spiritual
v. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasa
secara intelektual
(d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah secara : verbal,
terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap
lingkungan
(e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
(f) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan secara : Fisik (pukul kaksur, bantal, tarik
nafas dalam), Obat, Sosial/verbal (menyatakan secara
asertif rasa marahnya), Spiritual (shalat/berdoa sesuai
keyakinan pasien)
20
(g) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik : latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal,
susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur –
bantal
(h) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal : latih mengungkapkan rasa marah secara
verbal (menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, susun jadwal
latihan mengungkapkan marah secara verbal)
(i) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
latih mengontrol marah secara spiritual (sholat,
berdoa, buat jadwal latihan sholat, berdoa)
(j) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh
minum obat : latih pasien minum obat secara teratur
dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat,benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat, susun
jadwal minum obat secara teratur
(k) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan
(Wijayanti, 2011).
3) Waham
a) Definisi
Waham adalah suatu kepercayaan yang terpaku dan
tidak dapat dikoreksi atas dasar fakta dan kenyataan, tetapi
harus dipertahankan, bersifat patologis dan tidak terkait dengan
kebudayaan setempat. Adanya waham menunjukkan suatu
gangguan jiwa yang berat, isi waham dapat menerangkan isi
pemahaman terhadap faktor – faktor dinamis penyebab
gangguan jiwa. Terbentuknya kepercayaan yang bersifat
21
waham adalah sebagai perlindungan diri terhadap rasa takut
dan untuk pemuasan kebutuhan (Yosep, 2012).
b) Jenis waham
(1) waham kebesaran : kepercayaan palsu dimana seseorang
memperluas atau memperbesar kepentingan dirinya, baik
mengenai kualitas tindakan atau kejadian di sekeliling
dalam bentuk tidak realistic. Waham ini terbentuk akibat
perasaan tidak wajar, tidak aman dan rasa rendah diri yang
secara sadar dihalangi oleh komponen ideal dan efektif
dari waham itu sendiri.
(2) waham depresif : kepercayaan yang tidak berdasar.
Menyalahkan diri sendiri akibat perbuatan – perbuatan
yang melanggar kesusilaan atau kejahatan lain.
(3) waham somatik : kecenderungan yang menyimpang dan
bersifat dungu mengenai fungsi dan keadaan tubuhnya,
misalnya penderita merasa tubuhnya membusuk atau
mengeluarkan bau busuk.
(4) waham nihilistik : suatu knyataan bahwa dirinya atau
orang lain sudah meninggal atau dunia ini sudah hancur.
(5) waham kejar : penderita yakin bahwa ada orang yang
sedang mengganggunya, menipunya, memata – matai atau
menjelek – jelekkan dirinya.
(6) waham hubungan : keyakinan bahwa ada hubungan
langsung antara interpretasi yang salah dari pembicaraan,
gerakan atau digunjingkan.
(7) waham pengaruh : keyakinan yang palsu bahwa dia adalah
merupakan subyek pengaruh dari orang lain atau tenaga
gaib yang tidak terlibat (Yosep, 2012).
22
c) Intervensi keperawatan
Reality Orientation, kode NIC 4820 :
(1) Identifikasi pasien
(2) Llakukan pendekatan secara perlahan kepada pasien dan
dilakukan di depan pasien, bukan dari samping
(3) Lakukan bina hubungan saling percaya
(4) Bicara kepada pasien secara halus, dengan intonasi yang
rendah
(5) Beritahukan pasien tentang nama – nama orang disekitar,
tempat dan waktu yang benar
(6) Berikan penjelasan pada pasien mengenai realitas –
realitas yang ada di sekeliling pasien, hindari berdebat
dengan pasien apabila pasien tidak menerima penjelasan
yang diberikan
(7) Alihkan pembicaraan pasien ke hal yang nyata apabila
pasien mulai membicarakan hal yang tidak masuk akal
(8) Bimbing pasien untuk melaksanakan aktivitas terjadwal
(9) Bimbing pasien mengenakan pakaian yang benar
(10) Bimbing pasien mengenai setiap objek secara jelas, bisa
menggunakan gambar ataupun figure seorang laki – laki
dan perempuan
(11) Usahakan pasien bersama perawat yang sudah dinilai
akrab dengan pasien
(12) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
(13) Bantu pasien mengenal stimulus penglihatan,
pendengaran, penciuman, taktil ataupun pengecapan
dengan benda – benda yang berhubungan dengan indera
tersebut
(14) Berikan label pada benda – benda di sekitar pasien
apabila memang diperlukan untuk membantu pasien
mengenal realitas
23
(15) Sediakan media – media agar pasien mengenal kejadian
yang terjadi di sekitar pasien dengan menggunakan
televise ataupun koran
(16) Pertemukan pasien dalam aktivitas kelompok
(Bulecheck, 2008).
Tindakan keperawatan pada pasien waham
(1) Tujuan
(a) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara
bertahap
(b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
(c) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan
(d) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(2) Tindakan
(a) Bina hubungan saling percaya : sebelum memulai
mengkaji pasien dengan waham, harus dilakukan bina
hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah :
i. Mengungkapkan salam terapeutik
ii. Berjabat tangan
iii. Menjelaskan tujuan interaksi
iv. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien
(b) Bantu orientasi realita :
i. Tidak mendukung atau membantah waham pasien
ii. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
iii. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari
– hari
24
iv. Jika pasien terus – menerus membicarakan
wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan
atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya
v. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien
sesuai dengan realitas
(c) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut
dan marah
(d) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pasien
(e) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
(f) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
(g) Berdiskusi tentang obat yang diminum
(h) Melatih minum obat yang benar (Wijayanti, 2011).
b. Penatalaksanaan medis pasien dengan gangguan jiwa
1) Terapi somatik
a) Antipsikotik
(1) Antagonis reseptor dopamine
Antagonis reseptor dopamine adalah obat antipsikotik yang
klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat
memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya sejumlah
kecil pasien cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua, antagonis
reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius.
(2) Risperidone
Risperidone adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 dan
pada reseptor dopamine tipe 2. Data penelitian menyatakan
25
bahwa obat ini mungkin lebih efektif dalam mengobati
gejala positif maupun gejala negatif dari skizofrenia.
(3) Clozapine
Clozapine adalah suatu obat antipsikotik yang efektif.
Mekanisme kerjanya belum dimengerti secara baik,
walaupun diketahui bahwa clozapine adalah suatu antagonis
lemah terhadap reseptor D2 tetapi tampaknya merupakan
antagonis yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai
aktivitas antagonistik pada reseptor serotonergik.
b) Obat lain
(1) Litihium
Lithium mungkin efektif dalam menurunkan gejala psikotik
lebih lanjut pada sampai 50 persen pasien dengan
skizofrenia.
(2) Antikonvulsan
Carbamazepine dan valproate dapat digunakan sendiri –
sendiri atau dalam kombinasi dengan lithium atau suatu
antipsikotik.
(3) Benzodiazepine
Data mendukung pemakaian bersama alprazolam dan
antipsikotik bagi pasien yang tidak berespon terhadap
pemberian antipsikotik saja.
c) Terapi somatik lainnya
Walaupun jauh kurang efektif daripada antipsikotik, terapi
elektrokonvulsif (ECT) dapat diindikasikan pada pasien
katatonik dan bagi pasien yang karena suatu alas an tidak dapat
menggunakan antipsikotik. Pasien yang telah sakit selama
kurang dari satu tahun adalah pasien yang paling mungkin
berespon.
26
2) Terapi psikososial
a) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan pasien sosial untuk meningkatkan kemampuan
sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif bisa didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat diberikan setelah keterampilan
dicapai. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh yang aneh dapat diturunkan.
b) Terapi berorientasi keluarga
Terapi berorientasi keluarga berguna dalam pengobatan
skizofrenia. Pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, dimana pasien kembali ke keluarga
setelah mendapatkan kembali manfaat dari terapi keluarga yang
singkat tetapi intensif (setiap hari). Pusat dari terapi harus pada
situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan.
Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga,
pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.
c) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
d) Psikoterapi individual
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi seorang pasien
skizofrenia dalah perkembangan suatu hubungan terapeutik
yang dialami pasien secara aman. Pengalaman tersebuut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
27
antara ahli terapi dan pasien, dan keihkhlasan ahli terapi seperti
yang diinterpretasikan oleh pasien (Kaplan dan Sadock, 1997).
c. Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal
yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku
yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup
mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya
dengan baik, sanggup menjalankan tugas sehari – sehari sebagaimana
mestinya.
Para perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi
dan spesifik. Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan
kolaborasi. Menurut Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuart Sundeen,
peran perawat adalah sebagai attitude therapy, yakni :
1) Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang
terjadi pada klien
2) Mendemonstrasikan penerimaan
3) Respek
4) Memahami klien
5) Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam
interaksi (Yosep,2009)
Selain peran tersebut, ada pula beberapa peran perawat sebagai
berikut:
1) Pelaksana asuhan keperawatan
Perawat memberikan pelayanan asuhan keperawatan jiwa
kepada individu, keluarga, komunitas. Dalam menjalankan
perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia,
perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta
gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga dan komunitas.
Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu
28
pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan
tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan keperawatan
dan evaluasi terhadap tindakan tersebut.
2) Pelaksana pendidikan keperawatan
Perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada
individu, keluarga dan komunitas agar mampu melakukan
perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.
3) Pengelola keperawatan
Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan
bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan. Maka
dalam melaksanakan peran ini, perawat melaksanakan hal :
a) Menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam
mengelola asuhan keperawatan jiwa
b) Menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan
dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa
c) Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus pada pasien
gangguan jiwa sesuai dengan diagnose keperawatannya.
Misalnya saja pasien halusinasi, dengan mengelola pasien
halusinasi hingga pasien mampu mengontrol halusinasinya.
Pengelolaan pada pasien perilaku kekerasan, dengan
membimbing pasien sehingga mampu mengontrol marah dan
mampu mengurangi tindakan kekerasan. Pengelolaan pada
pasien waham sehingga pasien mampu berorientasi pada realita.
Pengelolaan kasus ini tidak hanya berfokus kepada pasien,
namun juga pendekatan kepada keluarga, sehingga apabila
pasien pulang ke rumah, tetap dapat menjalankan fungsinya di
masyarakat dan keluarga memahami perawatan pasien.
d) Mengorganisasi pelaksanaan terapi modalitas
29
4) Pelaksana penelitian
Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang
keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta
pengembangan ilmu teknologi untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan (Ekowati,2015).
B. Kerangka teori
Skema 1.1 Kerangka Teori (Semiun,2006), (Yosep,2012)
Skizofrenia Masalah keperawatan :
- Halusinasi
- Perilaku Kekerasan
- Waham
Peran dan fungsi perawat
kesehatan jiwa :
- Pelaksana asuhan keperawatan
- Pelaksana pendidikan
keperawatan
- Pengelola keperawatan
- Halusinasi
- Perilaku Kekerasan
- Waham
- Pelaksana penelitian