MAKALAH
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Judul:
TEORI-TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYADALAM KELAS
Oleh : Kelompok 3Prodi : PGMISemester : IVAnggota :Nama NPM1. Sukron Frudin 10639452. Siti Tri Mustika Sari 10639253. Yuneni Dwi Fitrianti 1064045
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO
TAHUN 2012
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang
menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantung.
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil
latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen
dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan teori-teori belajar.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian
eksperimental tentang teori belajar, walau pada waktu itu para ahli
menggunakan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran
bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat
melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa
eksperimen itu pun dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia,
karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat
kelompok atau aliran meliputi (a) teori belajar behaviouristik, (b) teori belajar
kognitif, (c) teori belajar humanistik, (d) teori belajar sibernetik. Keempat
aliran teori belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran
behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Aliran
kognitif menekankan pada “proses” belajar. Aliran humanistik menekankan
pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik menekankan pada
“sistem informasi” yang dipelajari.
Implikasi teori belajar dalam pendidikan merupakan suatu usaha yang
harus dilakukan, khususnya yang didasarkan atas pengembangan pendidikan
dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan, sangat besar perannya untuk
peningkatan pendidikan, baik dilihat dari segi pendidikan secara umum
maupun dalam perspektif Islam.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah teori belajar behavioristik, kognitif, humanistik, dan
sibernetik itu?
2. Bagaimanakah implikasi dari teori belajar behavioristik, kognitif,
humanistik, dan sibernetik di dalam kelas?
3. Bagaimanakah implementasi teori belajar perspektif Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui teori belajar behavioristik, kognitif, humanistik, dan
sibernetik.
2. Mengetahui implikasi dari teori belajar behavioristik, kognitif,
humanistik, dan sibernetik di dalam kelas.
3. Mengetahui implementasi teori belajar perspektif Islam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA
1.1 Teori Belajar
Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan
binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan
berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab
tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu
memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk
memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi
ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.
Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses
belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian,
dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses
belajar mengajar.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat
golongan atau aliran yaitu:
a. Teori Belajar Behavioristik
b. Teori Belajar Kognitif
c. Teori Belajar Humanistik
d. Teori Belajar Sibernetik
A. Aliran Behaviouristik
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respons.1 Atau dengan kata lain,belajar adalah perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang banyak
berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, (1911); Watson, (1963);
Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
1 Gredler, Margaret Bell., Learning and Instuction Theory Into Practice, (New York: McMillan Publishing Company, 1986)
4
a. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan).
b. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah
laku yang “bisa diamati” (Observable)2 . Dengan kata lain, Watson
mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam
belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
c. Clark Hull
Menurut Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga
kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis
dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan, seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa
nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
d. Skinner
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan repons
untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan
lingkungan) menurut versi Watson adalah deskripsi yang tidak lengkap.
Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada
dasarnya setiap stimulus yang diberikan juga menghasilkan berbagai
konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku
siswa.
B. Aliran Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut
aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan
2 Ibid
5
respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang
individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan.3 Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi
melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh.
Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap
perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya
Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh
Jerome Bruner.
a. Piaget
Menurut Jean Piaget (1975), bahwa proses belajar sebenarnya terdiri
dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, (2) akomodasi, (3) equilibrasi
(penyimpangan)4. Proses asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru
ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b. Ausubel
Menurut Ausubel (1968), siswa akan belajar dengan baik jika apa
yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers)
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.5
Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga
macam manfaat, yakni:
1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar
yang akan dipelajari oleh siswa;
2. dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa
yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan”
dipelajari siswa;
3 Margaret Bell, et al., Belajar dan Membelajarkani, Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No: 11 (Jakarta: Universitas Terbuka bekerja sama dengan Rajawali, 1991)
4 Piaget, J, Comments on Mathematical Education, Contemporary Education, 47 (1) hlm.5-10.5 Degeng I Nyoman Sudana, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel, (Jakarta: Proyek P2T Dirjen
Dikti, 1989), hlm.115.
6
3. mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
c. Bruner
Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-
contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.6
Dengan kata lain, siswa dibimbing secara secara induktif untuk memahami
suatu kebenaran umum.
C. Aliran Teori Humanistik
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya
“isi” dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya
yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa
kita amati dalam dunia keseharian.
Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk
Taksonomi Bloom. Selain itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke dalam
kubu teori ini adalah Kolb, Honey, dan Mumford, serta Hibermas, yang
masing-masing pendapatnya akan dibahas berikut ini.
a. Bloom dan Krathwohl
Dalam hal ini, bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasasi oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.
1. Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu
1) pengetahuan (mengingat, menghafal);
2) pemahaman (menginterpretasikan);
3) aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah);
6 Ibid. hlm. 98.
7
4) analisis (menjabarkan suatu konsep);
5) sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu
konsep utuh);
6) evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu
1) peniruan;
2) penggunaan;
3) ketepatan;
4) perangkaian;
5) naturalisasi.
3. Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu
1) pengenalan;
2) merespons;
3) penghargaan;
4) pengorganisasian;
5) pengamalan.
Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak
membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan
belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat
diukur.
b. Kolb
Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan
belajar menjadi empat tahap, yaitu
1) pengalaman konkret;
2) pengamatan aktif dan reflektif;
3) konseptualisasi;
4) eksperimentasi aktif.
Pada tahap pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu
sekadar ikut mengalami suatu kejadian.
8
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
“teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya.
Pada tahap akhir, siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan
umum ke situasi yang baru.
c. Honey dan Mumford
Berdasarkan teori ini,mereka menggolongkan empat macam tipe
siswa, yakni (1) aktivis, (2) reflektor, (3) teoris, dan (4) pragmatis.
Ciri siswa yang bertipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan
diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran
terbuka dan mudah diajak berdialog.
Untuk siswa yang bertipe reflektor, sebaliknya , cenderung sangat
berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan,
siswa tipe ini cenderung “konservatif” dalam arti mereka lebih suka
menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
Sedangkan siswa yang bertipe teoris biasanya sangat kritis, senang
menganalisis, dan tidak menyukai pendapat, atau penilaian yang sifatnya
subjektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat
penting.
Untuk siswa yang bertipe pragmatis biasanya menaruh perhatian besar
pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Teori memang penting kata
mereka. Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam
membahas aspek teoritis filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu
dikatakan ada gunanya dan baik jika hanya bisa dipraktikkan.
d. Habermas
Menurutnya belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan
lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini,
Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu
1. belajar teknis (technical learning);
2. belajar praktis (practical learning);
9
3. belajar emansipatoris (emancipatory learning).
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan
alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam
dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk itu.
Dalam belajar praktis,siswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap
ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang
sekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak
berhenti, sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya
dengan manusia.
Sedangkan dalam belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan
kulturasi dari suatu lingkungan. Bagi Habermas, pemahaman dan
kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang
paling tinggi, sebab transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai
tujuan pendidikan yang paling tinggi.
D. Teori belajar Sibernetik
Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah
dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori
ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk
segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan
algoritmik dan Neuristik) serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa
yaitu tipe Wholist dan tipe Ferialist.
Teori sibernetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem
informasi yang akan dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana
proses belajar berlangsung sehingga untuk selanjutnya banyak yang
berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktikkan.7
7 Uno, Hamzah.B .2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
hlm 6-18
10
2.2 Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran
Implikasi teori belajar merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi
pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan
peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia
yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara
keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia
menjadi suatu kesatuan dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu
sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan.
Adapun implikasi teori-teori belajar dalam pembelajaran di kelas atau dalam
dunia pendidikan adalah:
A. Implikasi Teori Behaviouristik
Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner,
Thorndike, Hull, dan Guthrie .
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
11
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar, pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata
dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.8
B. ImplikasiTeori Kognitif
8 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik#Teori_Belajar_Menurut_Edwin_Guthri
e
12
Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus
memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar
menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan,
guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan
siswa.
C. Implikasi Teori Humanistik
Implikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih
mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman
serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
D. Implikasi Teori Sibernetik
Implikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya
menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa,
merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan
perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, dan
menilai unjuk kerja.9
2.3 Implementasi Teori-Teori Belajar dalam Perspektif Islam
Berkenaan dengan teori belajar pendidikan agama Islam, dalam
membahas tentang teori pendidikan dalam Alquran, Abdurrahman Saleh
Abdullah (1994:23) menyatakan bahwa secara nyata, Alquran merupakan
sebuah kitab yang banyak menunjukkan verifikasi-verifikasi ilmiah.
Alquran surat Al-Baqarah [2]:3 menyatakan bahwa beriman kepada yang
gaib merupakan bagian dari iman yang mendahului petunjuk tingkah laku
yang dapat diamati secara nyata.
Selanjutnya Abdurrahman (1994:24) menyatakan bahwa karena asas-
asas dasarnya dipadukan antara satu dengan yang lain, maka teori
pendidikan Islam (termasuk teori belajar pendidikan agama Islam) dapat
dinyatakan sebagai teori terpadu dan menyeluruh dimana asas-asas dasar
Alquran membentuk inti prima. Sejauh Alquran mengandung satu kesatuan
9 http://mohamad-haris.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-aplikasinya.html10Tohirin.2011.Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hlm 70-71
13
pandangan terhadap manusia dan alam semesta, maka teori pendidikan
Islam harus terletak pada dasar satu kesatuan tersebut.10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar.
Teori kognitif menekankan pada “proses” belajar. Teori humanistik
menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Teori sibernetik menekankan
pada “sistem informasi” yang dipelajari.
3.2 Saran
Sebagai seorang pengajar perlu sekali mengetahui teori-teori belajar agar
pendidikan di Indonesia menjadi semakin lebih baik di masa sekarang dan
yang akan datang.
14
DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzah.B .2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
http://mohamad-haris.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-aplikasinya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/
Teori_Belajar_Behavioristik#Teori_Belajar_Menurut_Edwin_Guthrie
15
Top Related