Kaligrafi Sebagai Manifestasi Seni Dalam Islam
Kaligrafi merupakan seni tulis indah atau bisa disebut pula kelihaian dalam mempuat pola tulisan
menarik. Kaligrafi menjadikan wujud keindahanyang diselimuti nilai-nilai spiritual yang memberikan efek
ketenangan, keindahan dan keceriaan. Sedangkan keindahan sendiri mendatangkan kehandalan seni
dan karya manusia. Kaligrafi dalam bahasa Arab yang disebut dengan al khath juga merupakan identitas,
sarana ibadah dan materi renungan sebagai pesan-pesan Illahi.
Kaligrafi sebagai identitas dalam islam karena saat ini kaligrafi identik dengan hasil karya seni yang
bernilai islami, sebab karya utama dari karya desain gambar ini adalah ayat-ayat yang berasal dari
qauliyyah Ilahiyyah dan al hadits nabawiyyah disamping itu pula untaian hikmah didapat dari berbahasa
Arab. Sementara itu kaligrafi juga disebut sebagai sarana dalam ibadah yaitu adanya motifasi
terselubung dari sebuah kaligrafi itu sendiri yang memunculkan kaligrafer ataupun para penikmatnya
untuk lebih “memahami” pesan-pesan Ilahi yang termaktub dalam tulisan arab indah tersebut.
seorang kaligrafer kawakan Indonesia mengatakan bahwa wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang sangat revolusioner itu mempunyai peran andil dalam perkembangan kaligrafi.
Ayat-ayat Iqra’ itulah awalan surat yang diturunkan dan menjadil awal kebangkitan aksara Arab sehingga
turut menghiasi masa kejayaan Islam masa lampau hingga saat ini. Dengan adanya keajaiban tersebut,
kaligrafi Islam tidak hanya bernilai artistik, tapi juga transcenter secara makna. Keindahannya berbaur
dengan nilai-nilai spiritual.
Sebagai karya dari seni islam kaligrafi adalah suatu hasil kesenian yang terus berkembang sehingga
mencapai tangga tertinggi terkenalnya melebihi berbagai seni Islam lainnya. Bahkan, jika dibandingkan
dengan bentuk jenis seni islam lainnya, kaligrafi Arab tetap menduduki deretan puncak yang tidak
pernah dicapai oleh seni tulis mana pun di dunia ini.
Dalam dunia perkembangan Islam, kaligrafi memiliki hubungan timbal yang erat dan tak mungkin
dipisahkan. Sebelumnya Ibnu Khaldun pernah mencatat dalam Muqaddimahnya bahwa kaligrafi juga
bergantung kepada eksistensi peradaban yang menaunginya. Sebagai realnya ketika kerajaan Islam
mulai lemah dan luntur, maka kemahiran dalam menulis kaligrafi juga mulai surut.
Pada masa berikutnya, kaligrafi terus mengalami inovasi yang sangat pesat baik dari desain ragamnya,
cara penulisannya, sampai pada inovasi model dan visualisasinya mulai dari model klasik sampai
kontemporer modern yang dipengaruhi oleh karya seni lain. kenyataannya membuat kaligrafi Arab
memilik daya tarik tersendiri sehingga menarik perhatian kaum umum secara luas untuk mendalami dan
mengkajinya baik itu oleh praktisi kaligrafi itu sendiri maupun mereka yang berada diluar pemahaman
dari kaligrafi tersebut.
Tetapi kebanyakan para pendalaman kaligrafi itu lebih menseriusi pada kaligrafi sebagai ekspresi
kesenian tulis-menulis indah secara praktis sebagai sebuah keahlian. Yang menjadi sasaran adalah
memperkenalkan kaedah-kaedah penulisan arab dan teori pelatihan sesuai dengan kaidah bahasa arab
sehingga tidak menyalahi aturan. Sebagian besar dari buku-buku kajian kaligrafi mengambil refensi
utama dari kitab-kitab yang memuat kaidah-kaidah tulisan Arab contohnya karya Hasyim Muhammad al
Khaththath, Qawa’id al Khath al ‘Araby dari Baghdad, 1961. Atau juga jika tidak, mereka banyak
mendesain tulisan kaligrafi dari aspek sejarah dengan menampilkan para tokoh-tokoh yang berpengaruh
pada zaman itu. Dan sangat jarang hasil kajian yang membahas kaligrafi dari aspek filosofis dan wacana
kebudayaan Islam yang aktual dan empiris.
Menyampingkan dari deskripsi di atas, kaligrafer berusaha memfokuskan desain pada kajian kaligrafi
sebagai manifestasi seni Islam dengan menelusuri peran penting kaligrafi dalam sejarah peradaban
Islam. Dalam penulisan desain ini, untuk efisiensi pembahasan, sengaja penulis tidak akan banyak
menyinggung kaligrafi dari aspek historis kemunculannya (asal muasalnya) ataupun aspek skill praktis
dan perkembangan perubahan gaya, corak serta jenisnya, tapi lebih pada motivasi perkembangan
kaligrafi dalam peradaban Islam terutama pascapewahyuan (diturunkannya al Qur’an).
1. Penyebutan istilah kaligrafi di paper ini dimaksudkan untuk kaligrafi Arab/Islam (al khath al
Araby), kecuali ada penambahan kata-kata tertentu yang ditujukan untuk maksud tertentu pula,
exp. Kaligrafi China, kaligrafi Jepang, dll.
2. Rubrik Sukses, Majalah GONTOR, Jakarta, Edisi 05 Tahun I, Rajab 1424H/September 2003M, hlm
57.
3. Lihat QS. al Alaq ; 1- 5 dan al Qalam ;1
4. Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Mesir, Musthafa Muhammad, tth, Vol. I, hlm 420.
5. Selain Hasyim Muhammad al khaththath, para penulis buku senada adalah Hassan Massoud, Al
Khath al ‘Araby (Caligraphie arabe Vivante) (Paris,1981), dan di Indonesia banyak bermunculan
buku-buku praktis semacam ini yang diantaranya ditulis oleh Sirojuddin, Pelajaran Kaligrafi
Islam, (Jakarta, 1985), Serial Belajar Kaligrafi, (1991-1997, delapan jilid), Abdul Karim Husein,
Tuntunan Menulis Huruf Halus Arab, (Jakarta, 1970), Misbahul Munir, Pelajaran Menulis Indah
Huruf Arab, (Surabaya, dua jilid), Dede Nuruzzaman, Kalgrafi dan Tahsinul Khat, (1987, dua jilid),
Muthalib Alfasiry, Qiwaamul Khath,,(Jepara, dua jilid), Mausu’ah al Khathathin, (Jepara), Ulul
Aufa, Belajar Kaligrafi, (Kudus), dan lain sebagainya.
6. Disamping Ibnu Khaldun dengan Muqaddimahnya, penulis lain diantaranya adalah Yasin Hamid
safadi, Islamic Calligraphy, (London, 1978), Ismail Roji’ al Faruqi dan Lois Lamya al Faruqi, The
Cultural Atlas of Islam, (New York, 1986), Kamil Al Baba, Ruh al Khat al ‘araby, (Beirut, 1983), dan
D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta, 1985).
7. Manifestasi berati pembuktian, pernyataan perwujudan dan pengejawentahan. Lihat Pius A.
Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkola, 1994, hlm. 435.
Top Related