TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ekologi Tanaman Mangga
Mangga adalah tanaman yang berbentuk pohon, ukurannya besar, menyebar,
hijau dan memiliki mahkota bulat atau bulat padat. Batang pohon mangga tegak
berwarna abu-abu kemerahan atau coklat gelap dengan kulit kayu yang tebal dan
memiliki getah yang bening (Gangolly et al., 1957). Mangga gedong memiliki bentuk
pohon tegak dengan ketinggian 9 - 15 m, bercabang banyak, berdaun lebat, letak daun
mendatar, permukaan daun sempit berbentuk lancip pada dasarnya dan datar pada
pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna merah (Broto, 2003). Daun yang
muda biasanya berwarna kemerahan yang di kemudian hari akan berubah pada bagian
permukaan yang sebelah atas warna menjadi hijau mengkilat sedangkan bagian
permukaan bawah daun berwarna hijau muda (Pracaya, 1998).
Bunga mangga adalah bunga majemuk. Dalam keadaan normal bunga
majemuk tumbuh dari tunas ujung, sedangkan tunas yang bukan berasal dari tunas
ujung tidak menghasilkan bunga tetapi ranting daun biasa. Bunga majemuk mangga
berbentuk kerucut yang melebar di bagian bawahnya, serta memiliki panjang 10 - 60
cm. Besar bunga sekitar 6 - 8 mm. Bunga jantan biasanya lebih banyak daripada yang
hermaprodit. Jumlah bunga hermaprodit itu yang menentukan terbentuknya buah.
Persentase bunga hermaprodit itu bermacam-macam tergantung dari varietasnya,
yaitu dari 1.25 % hingga 77.9 % (Pracaya, 1998).
Buah mangga termasuk kelompok buah batu yang berdaging. Panjang buah
2.5 - 30 cm. Bentuk buah ada yang bulat dan memanjang. Warnanya ada yang hijau,
kuning, merah, atau campuran. Ketebalan daging buah bervariasi tergantung jenisnya.
Daging buah ada yang berserat dan ada juga yang tidak berserat, ada yang berair dan
ada juga yang tidak berair, ada yang manis dan ada juga yang agak asam. Warna
daging buah yang sudah masak ada yang berwarna oranye, krem, atau kuning
(Pracaya, 1998).
4
Ciri-ciri buah mangga Gedong Gincu menurut Jauziah (2009) kulit berwarna
menarik (merah, oranye), rasa manis dengan sedikit asam, tahan lama disimpan, serta
mudah penyajiannya atau cara makannya. Buah ini banyak di ekspor ke Negara
Eropa.
Tabel 1. Ciri Diagnosis Kelompok Utama Kultivar Mangga
No Ciri Kelompok Utama Kultivar
Golek Arum manis Gedong Kebo Madu 1 Bentuk buah Oblong
elongate Oblong-ovate Ovate-
roundish Oblong-ovate
Ovate
2 Warna kulit buah muda
Hijau muda
Hijau-hijau tua
Hijau Hijau Hijau-hijau tua
3 Warna kulit buah masak
Hijau-jingga
Kuning dipangkal-kuning jingga
Kuning dipangkal-kuning jingga
Kuning dipangkal-kuning jingga
Kuning dipangkal-kuning jingga
4 Ukuran buah
Panjang 16.7 cm Lebar >7.5 cm Bobot 500g
Panjang 15 cm Lebar >5-7.4 cm Bobot 450 g
Panjang 10 cm Lebar >5.-7.4 cm Bobot 250 g
Panjang 11 cm Lebar >5.-7.4 cm Bobot 250 g
Panjang 11 cm Lebar >5.-7.4 cm Bobot 250 g
5 Warna daging buah masak
Kuning-jingga
Kuning tua-jingga
Kuning-jingga
Kuning-jingga
Kuning muda-kuning
6 Serat Halus-sedikit
Halus-sedikit Kasar-banyak
Agak kasar sedikit
Banyak-kasar
7 Bintik buah Sedang Jarang Sedang Jarang Rapat 8 Letak
tangkai Tengah Tengah Tengah-
miring ke depan
Miring ke depan
Tengah-miring ke depan
9 Pangkal buah
Runcing Miring Bulat Rata Rata
10 Pucuk buah Runcing Runcing-membulat
Membulat Membulat Membulat
11 Lekuk ujung buah
Tidak ada Dangkal Tidak ada Tidak ada Tidak ada
12 Paruh buah Tidak ada Sedikit Tidak ada Tidak ada Tidak ada 13 Pelok Tipis-
sedang Tipis Sedang Tipis Sedang
14 Kandungan air
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
15 Aroma Harum Harum Harum Harum Harum 16 Kulit Berlilin Berlilin Berlilin Berlilin Berlilin 17 Daging
buah Tebal Tebal Sedang Tipis Tebal
Sumber (Fitmawati, 2008).
5
Getah Mangga
Getah mangga mengandung minyak dan bersifat asam. Untuk menetralisir
sifat asam dari getah, pada pencucian buah mangga digunakan bahan kimia yang
bersifat basa. Sedangkan untuk mengatasi minyak, pada proses pencucian digunakan
deterjen. Pemberian bahan kimia yang bersifat basa diharapkan dapat menetralisir
keasaman getah, dan penggunaan deterjen diharapkan dapat menetralisir efek negatif
minyak yang terkandung di dalam getah mangga, sehingga diharapkan masalah yang
timbul akibat getah dapat teratasi.
Getah mangga sangat lengket, keluar saat tangkai buah terlepas dari zona
absisi saat panen. Getah yang lengket tersebut menarik mikroorganisme (jamur dan
bakteri) untuk datang dan menyebabkan pembusukan buah, mengurangi tampilan dan
kualitas penyimpanan buah (Negi et al., 2002).
Getah mangga terdiri atas dua fraksi yaitu fraksi minyak dan fraksi protein
polisakarida. Kerusakan pada kulit buah terjadi ketika fraksi minyak mengenai kulit
buah dan masuk melalui lentisel (Maqbool and Malik, 2008). Daerah kulit yang rusak
oleh getah dapat meningkatkan perkembangan jamur atau bakteri serta meningkatkan
kemungkinan kerusakan mekanis pada buah (Negi et al, 2002). Apabila getah
mengenai kulit buah maka akan menyebabkan kerusakan yang ditandai dengan
penggelapan warna kulit buah, di bagian yang terluka biasanya menjadi rentan
terhadap serangan patogen (John et al., 1999). Amin et al. (2008) menyatakan bahwa
ketika getah keluar dan menyebar ke seluruh permukaan kulit buah maka akan
menyebabkan kerusakan serius pada kulit buah tersebut.
Panen dan Pasca Panen
Buah dipanen saat terjadi perubahan warna pada ujung tangkai buah,
pembentukan lentisel-lentisel, dan perubahan warna buah menjadi hijau kekuningan
(Pantastico, 1973). Ruehle dan Ledin (1955) menekankan pentingnya pemanenan
buah mangga beberapa hari menjelang terjadinya perubahan warna. Sebaiknya buah
yang dipanen itu masih keras tetapi sudah tua, sehingga kalau dijual ke tempat yang
6
jauh tidak banyak yang menjadi busuk. Pracaya (1998) menyatakan bahwa
pemanenan sebaiknya dilakukan secara bertahap karena waktu berbunga setiap
cabang berbeda.
Secara umum buah segar setelah dipanen masih mengalami proses biologis.
Jaringan dan sel masih menunjukkan aktivitas metabolisme sehingga selalu
mengalami perubahan-perubahan kimiawi dan biokimiawi.
Buah klimakterik dipanen saat mencapai pertumbuhan maksimum tetapi
belum masak. Buah klimakterik dapat dipercepat pematangannya dengan pemeraman.
Proses pematangan buah klimakterik akan tetap berlanjut setelah buah dipetik dari
pohon.
Lakshminarayana (1980) menerangkan bahwa komposisi kimia buah mangga
berbeda-beda menurut jenisnya. Secara umum komponennya adalah air, karbohidrat,
lemak, pigmen, vitamin, asam-asam organik, protein, mineral dan polifenol yang
menyebabkan flavor khas buah. Kandungan gula-gula sederhana yang banyak pada
mangga adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang member rasa manis dan energi
untuk metabolisme mangga. Asam organik yang dominan dalam mangga adalah
sitrat, kemudian diikuti oleh tarterat, malat dan oksalat dalam jumlah lebih sedikit.
Bahan Pencuci
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang menempel
pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih, tampilannya menarik dan
memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pencucian dapat dilakukan dengan
penyemprotan, perendaman dan pembilasan, penyekaan dengan kain basah, dan
penyikatan (Broto, 2003).
Getah mangga secara alami memiliki sifat asam (Negi et al. 2002), minyak
dan gula (OHare dan Prassad, 1991). Tingginya tingkat keasaman getah (pH = 4.3)
menyebabkan berbagai kerusakan pada kulit buah mangga. Kerusakan-kerusakan
tersebut dapat diatasi melalui manajemen pencucian buah dengan cairan pencuci
tertentu yang bersifat basa. Senyawa ini akan menetralisasi keasaman getah sebelum
getah memasuki lentisel kulit buah mangga. Pada penelitian sebelumnya telah
7
dilakukan penelitian efektifitas senyawa bersifat basa Ca(OH)2 dan larutan pencuci
dengan merk komersil Mango Wash. Baik Ca(OH)2 maupun Mango Wash secara
signifikan mampu mengurangi kerusakan luka bakar (sapburn injury) pada mangga
cv. Samar Bahisht Chaunsa jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pencucian).
Sebagian besar peubah fisiokimia (kecuali perubahan warna kulit dan kandungan
gula) secara signifikan dipengaruhi oleh perlakuan pencucian. Mango Wash sangat
menekan perubahan warna kulit buah. Senyawa basa memberikan efek yang menarik
pada penampakan buah, namun warna kulit tidak secara signifikan dapat ditingkatkan
apabila dibandingkan dengan kontrol (Amin et al., 2008).
Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidrokida dapat berupa kristal bening atau bubuk putih. Kalsium hidroksida
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Dalam bahasa Inggris,
kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime. Nama mineral
Ca(OH)2 adalah portlandite, karena senyawa ini dihasilkan melalui pencampuran air
dengan semen Portland. Suspensi partikel halus kalsium hidroksida dalam air disebut
juga milk of lime. Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan
kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi
dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila
bereaksi dengan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium
hidroksida adalah basa kuat dengan pH 12.4 dan secara luas digunakan sebagai alkali
murah untuk mengurangi keasaman tanah dan sebagai alkali murah dalam berbagai
proses industry (Wikipedia, 2010).
Sifat basa pada Kalsium hidroksida dimanfaatkan sebagai bahan pencuci pada
kegiatan pasca panen buah mangga. Pada kegiatan pasca panen pencucian buah
mangga, buah hasil perlakuan menggunakan Ca(OH)2 menunjukkan hasil yang lebih
baik terhadap kerusakan akibat getah, diikuti oleh Tween-80 (Maqbool dan Malik,
2008). Pada intinya CaOH2 adalah perlakuan terbaik dalam mengurangi luka bakar
8
dan meningkatkan kualitas buah. Kalsium hidroksida menetralisir efek getah yang
sangat asam dengan pH 4.3.
Kalium Hidroksida
Kalium hidroksida adalah bahan kimia berbentuk padatan putih yang sebagian
besar terdiri dari KOH dan digunakan untuk industri (Sutrisno, 2010). Secara historis
KOH dibuat dengan merebus larutan kalium karbonat (potas) dengan kalsium
hidroksida (kapur mati), menyebabkan reaksi metatesis yang menyebabkan kalsium
karbonat mengendap, meninggalkan hidroksida kalium dalam larutan:
Ca(OH)2 + K2CO3 CaCO3 + 2KOH
2KCl + 2H2O 2KOH + Cl2 + H2 Bentuk gas hidrogen sebagai produk pada katoda bersamaan sebuah oksidasi
anodik ion klorida berlangsung, membentuk gas klor sebagai sebuah produk
sampingan. Pemisahan ruang anodik dan katodik di sel elektrolisis sangat penting
untuk proses ini.
KOH + RCO2R' RCO2K + R'OH
Bila R adalah rantai panjang, produk ini disebut sabun kalium. KOH bereaksi
bila disentuh lemak di kulit dengan cepat dikonversi ke sabun dan gliserol. Lelehan
KOH digunakan untuk menggantikan halida dan meninggalkan kelompok lainnya.
Reaksi ini sangat berguna untuk reagen aromatik untuk memberikan fenol yang
sesuai (Sutrisno, 2010).
Deterjen
Deterjen dapat diartikan sebagai senyawa yang menyebabkan zat non polar
dapat larut dalam air (Daintith, 1994). Secara umum komposisi deterjen terdiri dari
bahan aktif (Active Ingredient), bahan pengisi (Filler) dan bahan penunjang. Bahan
aktif merupakan bahan inti dari deterjen, sehingga bahan ini harus ada dalam proses
pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulphonate
(SLS). Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai peran dalam meningkatkan daya
bersih. Bahan pengisi (Filler) berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
9
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen semata-mata ditinjau dari
aspek ekonomis. Bahan penunjang yang biasa digunakan adalah Na2CO3 atau
seringkali disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang lainnya
adalah STTP (natrium tripolifosfat) yang berfungsi sebagai chelating agent (Tambun,
2006).
Daya deterjensi adalah kemampuan surfaktan mengikat minyak dan
mengangkat kotoran (Holmberg et al., 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi daya
deterjensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan fisik, jenis dan proses
mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam sistem, temperatur
pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian serta jenis dan jumlah
deterjen yang digunakan. Daya deterjensi juga dipengaruhi oleh tingkat kesadahan
air. Semakin tinggi tingkat kesadahan air, maka daya deterjensi akan semakin
menurun (Lynn, 1993).
Surfaktan adalah senyawa pengaktif permukaan yang dapat diproduksi dari
reaksi kimia atau biokimia. Surfaktan memiliki molekul ampifilik atau ampifatik
yang terdiri dari dua gugus yaitu gugus hidrofobik yang bersifat non polar dan gugus
hidrofilik yang bersifat polar (Gervasio, 1996). Gugus hidrofobik diilustrasikan
sebagai ekor yang memiliki afinitas yang besar terhadap minyak sedangkan gugus
hidrofilik diilustrasikan sebagai kepala yang memiliki afinitas yang besar terhadap air
(Moroi, 1992). Gugus polar dan nonpolar berperan penting dalam berbagai aplikasi di
industri. Dietanolamida yang disintesa dari minyak kelapa adalah surfaktan nonionic
yang digunakan secara luas didalam produk pembersih. Surfaktan ini mampu
menurunkan tegangan permukaan dari 18.02% - 55.73% (Nurminah, 2005).
Holmes et al. (2009) menyatakan bahwa deterjen efektif untuk
menghilangkan noda coklat yang ditimbulkan oleh getah pada permukaan mangga.
Deterjen mengandung surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada
kulit mangga sehingga getah yang menempel dapat terlepas dengan mudah.
10
Pupuk Hayati
Pupuk hayati adalah produk biologi aktif dari mikroba yang dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Permentan,
2009). Pupuk hayati adalah preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain
efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan
pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah
mikroba tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah
banyak ketersediaan hara yang dapat diasimilasi tanaman (Subha Rao, 1982).
Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) mendefinisikan pupuk hayati sebagai
inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara dalam
tanah bagi tanaman. Pupuk hayati dapat berisi bakteri atau fungi yang berguna bagi
tanaman. Pupuk hayati yang digunakan pada penelitian ini adalah Obuki. Mikroba
yang terdapat dalam pupuk Obuki adalah Bacillus sp., Sacharomyces sp., dan
Streptococcus sp. (Mitra0agritech, 2011). Beberapa bakteri yang digunakan dalam
pupuk hayati antara lain Azotobacter sp., Azospirilum sp., Lactobacillus sp.,
Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp. Isolat bakteri tersebut dapat memacu
pertumbuhan tanaman padi dan jagung di rumah kaca dan di lapang (Hamim, 2008).
Azotobacter sp. dan Azospirilum sp. berfungsi sebagai penambat nitrogen dari
udara bebas, sehingga tumbuhan bisa mendapatkan nitrogen secara optimal
(Simanungkalit, 2001). Pattern dan Glick (2002) menyatakan bahwa bakteri tersebut
juga mampu menghasilkan hormon-hormon tumbuh seperti auksin, giberelin, maupun
kinetin yang merangsang pertumbuhan rambut akar sehingga meningkatkan serapan
hara tanaman.
Top Related