LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS I
NITRIMETRI
Disusun Oleh:
Golongan II, Kelompok B
GIGIH ADITYA PAMUNGKAS (G1F009027)
AGUNG MUHARAM (G1F009028)
GALIH PRIANDANI (G1F009029)
SHIFAQ KHAIRUNNISA (G1F009032)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2010
I. JUDUL PERCOBAAN
Nitrimetri
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi
diazotasi.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam percobaan nitrimetri ini yaitu labu erlenmeyer, beaker
glass, buret, statif, pipet tetes, corong, timbangan elektrik, pipet ukur, filler, mortar, pastle
dan batang pengaduk.
Bahan yang digunakan pada percobaan nitrimetri ini yaitu akuades, natrium nitrit pa,
asam sulfanilat pa, natrium bikarbonat, asam klorida P, natrium nitrit 0,1 M, larutan KI +
kanji, INH, Sulfaguanidin dan natrium nitrit 0,05 M.
IV. SKEMA KERJA
1. Larutan baku
A. Larutan Natrium Nitit 0,1 N
Pembuatan
Dilarutkan dalam air, hingga tiap 1000 ml larutan
mengandung 7 gr NaNO2
Natrium Nitrit Pa
Hasil
Pembakuan
Dikeringkan pada 120 sampai bobot tetap
Ditimbang seksama
Ditambahkan
Diaduk hingga larut
Diencerkan dengan 100 ml air
Ditambahkan
Didinginkan hingga suhu tidak lebih dari 150 C
Dititrasi pelan-pelan dengan larutan baku
natrium nitrit 0,1 M pada suhu tidak lebih dari
150 C dengan indikator KI+kanji hingga
berwarna biru tetap
100 mg asam sulfanilat
0,2 gr natrium bikarbonat dan air
10 ml asam klorida
Hasil
2. Penetapan Kadar
A. Penetapan Kadar Isoniazid
Dilaruttkan dalam 10 ml asam klorida
Didinginkan higga suhunya tidak lebih dari 150C
Dititrasi pelan-pelan dengan larutan baku
natrium nitrit 0,05 M pada suhu tidak lebih dari
150 C dengan indikator KI+kanji hingga
berwarna biru tetap
V. DATA PENGAMATAN
a. INH
No PERLAKUAN PENGAMATAN
1 100 mg sampel (INH) dilarutkan dalam 10 ml
asam klorida
Warna bening
2 Di dinginkan :
a. Erlenmeyer I
b. Erlenmeyer II
c. Erlenmeyer III
Suhunya:
12 C
13 C
11 C
3 Dititrasi dengan indikator kanji
a. Erlenmeyer I
b. Erlrnmeyer II
c. Erlenmeyer III
Volumenya:
1,55 ml ( warna biru)
1,375 ml (warna biru)
1,25 ml ( warna biru)
BE = Mr/e
100 mg sampel
Larutan
Hasil
= 137,139
Kadar I = ml titran x N titran x BE zat
mg sampel x 100
= 1,55 x 0,1 x137,139
100¿
¿ x 100 %
= 21,26 %
Kadar II = 1,375 x 0,1 x137 ,139
100x 100%
= 18,86 %
Kadar II = 1, 25 x 0,1 x137,139
100x 100 %
= 17,14 %
X x d ( [ x−x ] ) d2
18,86 18 0,86 0,7396
17,14 0,83 0,6889
∑= 1,69 ∑ = 1,4285
d=1,69
2 = 0,845
SD = 1,4285
1 = 1,195
Harga ditolak jika |x−x|
d > 2,5
|21,26−18|0,845
> 2,5
3,86 > 2,5
Jadi harga 21,26 % ditolak
Kadar = 18 ± 1,195
b. Sulfaguanidin
NO PERLAKUAN PENGAMATAN
1 100 mg sulfaguanidin + 10 ml HCl Larutan bening
2 Didinginkan sampai kurang lebih 150 C +
ditambah indikator (KI + kanji)
Larutan tetap bening
3 Dititrasi dengan natirum nitrit 0,1 M Larutan menjadi biru
4 Dilakukan 3x percobaan
SAMPEL VOLUME NATRIUM
NITRIT
INDIKATOR
Titran 1 7,80 ml + 10 tetes
Titran 2 6,42 ml + 10 tetes
Titran 3 6,62 ml + 10 tetes
BE = Mr/e
= 214,2449/3
= 71,414
Kadar I = ml titran x N titran x BE zat
mg sampel
= ¿7,80 x 0,1 x71,414
100 x 100 %
= 55,703
100 x 100 %
= 55,7 %
Kadar II = 7,80 x 0,1 x71,414
100 x 100 %
=45,848
100 x 100 %
= 45,848 %
Kadar III =6,62 x 0,1 x 71,414
100 x 100 %
= 47,276
100x 100 %
= 47, 276 %
X =(45,848 %+47,276 %)
2 = 46,562
X x d ( [ x−x ] ) D2
45,848 46,562 0,714 0,5098
47,276 46,562 0,714 0,5098
∑=1,428 ∑=1,0196
d= 1,428/2 = 0,714
SD = √61,0196
1
= √1,0196
= 1,0098
Kadar sulfaguanidin = x ±SD = 46,562 % ± 1,0098
c. Sulfanilamide
PERLAKUAN PENGAMATAN
100 mg sampel
+ 10 ml HCl + didinginkan Sampel larut
+ (KI+kanji) Warna putih
+Natrium nitrit Warna biru
BE = Mr/e
= 172,205/2
= 86,103
Titrasi I = kadar sampel = 100 mg
HCl 10% = 10 ml
Indikator = 10 tetes
Ml titran = 2,605 ml
Kadar = 2,605 x 0,1 x86,103
100 x 100 %
= 22,43 %
Titrasi II = kadar sampel = 100 mg
HCl 10 % = 10 ml
Indikator = 10 tetes
Ml titran = 6,505 ml
Kadar = 6,505 x 0,1 x86,103
100x 100 %
= 56,00 %
Titran III= kadar sampel = 100 mg
HCl 10 % = 10 ml
Indikator = 10 tetes
Ml titran = 7 ml
Kadar = 7 x0,1 x86,103
100x 100 %
= 60,27 %
X x d ( [ x−x ] ) d2
22,43 39,215 16,785 281,74
56,00 16,785 281,74
∑= 33,57 ∑= 563,47
d= 33,57/2
= 16,785
SD = √563,47
1x 100 %
= 23,73
Kadar = 39, 215 % ± (3,182 x 23,73 / √2)
= 39,215 % ± 53,39
d. Paracetamol
PERLAKUAN PENGAMATAN
100 mg sampel + 4 tetes H2SO4 pekat + air
50 ml
Warna bening
dipanaskan Tetap bening
Dinginkan sampai dibawah 150 C
Ditambah indikator kanji 3 pipet Warna keruh
Dititrasi dengan Na2NO3 0,1N Warna biru kehitaman (0,4 ml)
BE paracetamol = 151, 6
Kadar I = ml titran x N titran x BE zat
mg sampel x 100 %
= 0,4 x 0,1 x 151,6
100x 100%
= 6,064 %
Kadar II =1,2 x 0,1 x 151,6
100x 100%
= 18,192 %
X x d ( [ x−x ] ) d2
6,064 12,128 6,064 36,772
18,192 6,064 36,772
∑= 12,128 ∑= 73,544
d = 12,128
2
= 6,064
SD = √73,544
1= √73,544 = 8,5757
VI. PEMBAHASAN
Metode titrasi Nitrimetri merupakan metode penetapan kadar secara kuantitatif
dengan menggunakan larutan baku Natrium Nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi
diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam
membentuk garam diazonium.
Dalam Nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan berat molekulnya
karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol garam
diazonium. Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri, konsentrasi larutan baku sering
dinyatakan dengan molaritas (M) karena molaritasnya sama dengan normalitasnya ( Gandjar,
2007 ).
Reaksi antara amina aromatik primer dengan natrium nitrit dalam suasana asam dapat
berjalan kuantitatif dan garam diazonium yang terbentuk larut dalam air. Titik akhir titrasi
ditandai oleh kelebihan natium nitrit yang dapat ditentukan dengan 2 cara yang utama :
1. Pemakaian indicator luar
Dapat dipakai karena kanji KI atau pasta kanji KI yang akan memberikan warna biru
kalau nitrit berlebih, ion triiodida akan memberikan warna biru pada kertas kanji atau pasta
kanji. Penetapan kadar amina aromatik primer secara nitrimetri memakai indikator luar
adalah merupakan cara yang paling umum.
Keuntungan pemakaian indikator luar adalah perubahan warna jelas sedangkan
kerugiannya antara lain adalah:
a. Pelaksanaan tidak praktis karena kita harus menggoreskan
b. Larutan yang akan dititer harus didinginkan
c. Memerlukan reaksi orientasi untuk memperkirakan titik akhir reaksi
2. Pemakaian indicator luar
Memerlukan indikator campur Treopelin OO dan Biru Metilen. Dalam suasana asam
treopelin OO berwarna merah dan biru metilen berwarna biru. Kalau terdapat natrium nitrit
berlebih maka warna treopelin OO akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian
perubahan warna dari ungu menjadi ungu muda (dekat titik akhir) berubah menjadi biru hijau
(titik akhir titrasi).Titrasi dengan memakai indikator dalam dapat dilakukan pada temperatur
kamar, untuk ini diperlukan adanya KBr sebagai katalis.
Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi titran dan titrat,
dengan perkataan lain, potensial titik ekivalen titrasi tersebut. Bila potensial peralihan
indikator tergantung dari pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama
titrasi berlangsung (Anonim, 1979).
Titrasi Nitrimetri dapat dipergunakan untuk menetapkan kadar senyawa yang mempunyai
gugus amina aromatik primer bebas atau zat - zat yang dapat dirubah menjadi amina aromatik
primer bebas.
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat
organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun demikian agar tirasi
redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elektron secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
(Rivai, 1995)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi :
1. Suhu
Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil dari 15°C karena
asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan asam tidak stabil dan
mudah terurai, dan garam diazonium yang terbentuk pada hasil titrasi juga tidak
stabil.
2. Kecepatan reaksi
Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi barjalan agak lambat, titrasi
sebaiknya dilakukan secra perlahan-lahan, dan reaksi diazotasi dapat dikatalisa
dengan penambahan natrium dan kalium bromida sebagai katalisator.
(Wunas, 1986)
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar isoniazid, sulfadiazin,sulfaguanidin,
dan parasetamol dengan menggunakan metode nitritometri. Titran yang digunakan adalah
NaNO2 0,1 N yang kemudian direaksikan dengan HCl sehingga membentuk asam nitrit
(HNO2). Titrasi dilakukan di bawah suh 15C. Hal ini karena garam diazonium tidak stabil
dan jika suhunya lebih tinggi bisa terurai menjadi fenol dan natrium. Pada pecobaan ini,
digunakan indikator luar yakni kertas kanji iodida. Pada kertas kanji iodida akan terjadi
perubahan warna mendi biru karena iodida diubah menjadi iodium ketika bertemu dan kanji.
HNO2 akan bereaksi dengan sampel dan akan membentuk garam diazonium, namun tidak
semua HNO2 itu akan bereaksi dengan sampel. Ketika larutan digoreskan pada kertas, adanya
kelebihan / sisa asam nitrit akan mengoksidasi iodida mejadi iodium dan dengan adanya
amilum akan menghasilkan warna biru segera. Berikut reaksinya :
2HI + 2HONO → I2 + 2NO + 2H2O
I2 + kanji → kani iod (biru)
Prosedur yang dilakukan untuk menetapkan kadar suatu senyawa obat menggunakan
nitrimetri, yaitu dengan pembuatan larutan baku dan penetapan kadar isoniazid.
1. Larutan natrium nitrit 0,1 N
Pembuatan
Larutan natrium nitrit (NaNO2) 0,1N ini dibuat dengan cara, sebanyak 7 gram
NaNO2 ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu
dilarutkan dengan menggunakan air/aquadest. Diencerkan dengan menggunakan labu
ukur 1000 ml, hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 7 gram NaNO2.
Pembakuan
Sebanyak kurang lebih 100 mg asam sulfanilat pa ditimbang seksama, yang
sebelumnya telah dikeringkan pada 120˚C sampai bobot tetap. Asam sulfanialt
tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan dengan 0,2 gram natrium
hydrogen karbonat dan sedikit air. Campuran tersebut diaduk hingga larut. Larutan
diencerkan dengan 100 ml air dan ditambah dengan 10 ml asam klorida P. larutan
tersebut didinginkan sampai suhunya tidak lebih dari 15˚C. titrasi pelan-pelan dengan
natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan segera memberikan warna biru pada kertas
kanji iodide. Titrasi diangggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah
larutan dibiarkan selama 2 menit.
2. Penetapan kadar isoniazid
Sampel sebanyak 100 mg ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dalam 10
ml asam klorida. Larutan tersebut didinginkan sampai suhunya di bawah 15˚C. titrasi
perlahan-lahan dengan natrium nitrit 0,1 N pada suhu tidak lebih dari 15˚ hingga 1
tetes larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji idida. Titrasi dianggap
selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 1 menit.
Praktikum kali ini didapatkan hasil yaitu pada penetapan kadar isoniazid, proses titrasi
pada sample sebanyak 25 mg pada suhu kurang dari 15o memberikan warna utan dibiarkan
selama 1 menit. Menurut literatur, titrasi diazotasi dapat menggunakan indicator dalam dan
luar. Indikator luar yang digunakan berupa pasta kanji yodida atau kertas kanji yodida,
adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodida menjadi iodium dan dengan adanya
kanji atau amilum akan menghasilkan warna biru segera. Indikator kanji yodida ini peka
terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan.
Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
NaNO2 + HCl → HNO2 + NaCl
KI + HCl → KCl + HI
2HI + 2HONO → I2 + 2NO + 2H2O
I2 + kanji → kanji iod (biru)
Titik aakhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji
yodida atau kertas kanji yodida akan terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga
terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi yodida
oleh udara (O2) menurut reaksi :
4KI + 4 HCl + O2 → 2H2O + 2 I2 + 4 KCl
I2 + kanji → kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar – benar sudah terjadi titik akhir titrasi, maka pengujian
seperti diatas dilakukan lagi setelah 2 menit (Gandjar, 2007)
Adapun faktor kesalahan yang diduga terjadi antara lain:
- Kesalahan dalam pengamatan (kesalahan paradoksal)
- Suhu yang tidak tepat dan tidak terjaga
Monografi bahan
Parasetamol
Nama resmi : Acetaminophenum
Nama lain : Paaracetamol
RM / BM : C8H9NO2 / 151,56
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98.0% dan tidak lebih dari 101.0% C6H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidridat.
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
Jarak lebur antara 168˚ dan 172˚.
Sisa pemijaran tidak lebih dari 0.1% (Anonim, 1995).
Sulfaguanidin
Nama resmi : SULFAGUANIDINUM
Nama lain : Sulfaguanidin
RM : C7H10N4O2S.H2O
BM : 232,36
Pemerian : Hablur atau serbuk putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau , oleh
pengaruh cahaya, warna berubah gelap.
Kelarutan : Mudah larut dalam air mendidih dan asam mineral encer sukar larut dalam etanol
dan aseton p.sukar larut dalam air praktis tidak larut dalam alkali hidroksida.
Kegunaan : sebagai indikator.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Anonim, 1995)
Sulfadiazin
Nama resmi : Sulfadiazinum
Sinonim : N-2-pirimidinisulfanilamida
RM/BM : C10H10N4O5S/250,27
Sulfadiazin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H10N4O2S,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian. Serbuk, putih sampai agak kuning, tidakberbau atau hamper tidak berbau, stabil di
udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya perlahan-lahan menjadi hitam
Kelarutan. Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam asam mineral encer, dalam larutan
kalium hidroksida, dalam larutan natrium hidroksida dan dalam amonium hidroksida; agak
sukar larut dalam etanol dan dalam aseton, sukar larut pada serum manusia pada suhu 37o
Baku pembanding Sulfadiazin BPFI; lakukan pengeringan pada suhu 105o selama 2 jam
sebelum digunakan
Susut pengeringan. Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu 105o selama 2 jam
Sisa pemijaran. Tidak lebih dari 0,1% (Anonim, 1995).
Isoniazid (Isoniazidum)
Nama resmi : Isoniazidum
Nama lain : Isoniazida
RM / BM : C6H7N3O / 137,14
Isoniazid mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0% C6H7N3O,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian. Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, perlahan-
lahan, dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam kloroform
dan dalam eter.
Baku pembanding isoniazid BPFI, lakukan pengeringan pada suhu 105o selama 4 jam
sebelum digunakan.
Jarak lebur antara 170o dan 173o.
Sisa pemijaran. Tidak lebih dari 0,2% (Anonim, 1995).
Natrium Nitrit
Nama resmi : Natrii nitrit
Sinonim : Natrium nitrit
RM/BM : NaNO2/69,00
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih kekuningan rapuh
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol 95 % P
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai larutan baku
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Anonim, 1979)
Asam klorida
Nama resmi : Acidum hydrochloridum
Sinonim : Asam klorida
RM/BM : HCl/36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2
bagian air, uap dan bau hilang.
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pemberi asam
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Anonim, 1979)
VII. KESIMPULAN
Titrasi nitrimetri hanya dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu sampel yang
memiliki gugus amina aromatic primer dengan natrium nitrit dalam suasana asam.
Kada isoniazid yang ditentukan, yaitu
Kadar I = 21,26 %
Kadar II = 18,86 %
Kadar III = 17,14 %
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Gandjar, I.G., dan Abdul Rahman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Wunas, J. Said,S. (1986). Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS : Makassar.
Anonim. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.